Anda di halaman 1dari 5

Ghibah, Penyakit Masyarakat yang Wajib Dijauhi

Khutbah I
ِ ‫َو َت ِاب ِع ْي‬
 ‫ه‬ ‫صحْ ِب ِه‬َ ‫ َو َع َلى آلِ ِه َو‬،‫ان‬ َ ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم َع َلى م َُح َّم ٍد َس ِّي ِد َو َل ِد َع ْد َن‬ َّ ‫ َوال‬،‫َّان‬ ِ ‫هلل ْال َملِكِ ال َّدي‬
ِ ‫الحمْ ُد‬ َ
‫ان‬
ِ ‫الز َم‬ َّ ‫ـزهُ َع ِن ْال ِجسْ ِم َّي ِة َو ْال ِج َه ِة َو‬ َ ‫ َوأَ ْش َه ُد أَنْ اَّل إِل َه إِاَّل هللاُ َوحْ دَ هُ اَل َش ِري‬،‫ان‬
َّ ‫ْك َل ُه ْال ُم َن‬ ِ ‫الز َم‬َّ ِّ‫َع َلى َمر‬
،‫ عِ َبا َد الرَّ حْ ٰم ِن‬،‫ أَمَّا َبعْ ُد‬ ‫آن‬ َ ْ‫ان ُخلُقُ ُه ْالقُر‬ َ ‫ َوأَ ْش َه ُد أَنَّ َس ِّي َد َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه الَّ ِذيْ َك‬،‫ان‬
ِ ‫َو ْال َم َك‬
‫ ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُنوا اجْ َت ِنب ُْوا َك ِثيْرً ا م َِّن‬:‫آن‬
ِ ْ‫ ْال َقائ ِِل فِي ِك َت ِاب ِه ْالقُر‬،‫ان‬ ِ ‫َفإ ِّني أ ُ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ ي ِب َت ْق َوى‬
ِ ‫هللا ال َم َّن‬
‫ض ُك ْم َبعْ ض ًۗا اَ ُيحِبُّ اَ َح ُد ُك ْم اَنْ يَّأْ ُك َل َلحْ َم اَ ِخ ْي ِه‬ ُ ْ‫الظنِّ ا ِْث ٌم وَّ اَل َت َج َّسس ُْوا َواَل َي ْغ َتبْ بَّع‬ َّ ‫ض‬ َ ْ‫الظ ۖنِّ اِنَّ َبع‬
َّ
)١٢ :‫َم ْي ًتا َف َك ِرهْ ُتم ُْو ۗهُ َوا َّتقُوا هّٰللا َ ۗاِنَّ هّٰللا َ َتوَّ ابٌ رَّ ِح ْي ٌم (الحجرات‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib
berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas
keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan semua kewajiban dan
meninggalkan seluruh yang diharamkan.  
Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah, Ghibah (menggunjing keburukan dan kekurangan orang
lain) adalah salah satu maksiat yang diharamkan oleh Allah dan penyakit berbahaya yang dapat meruntuhkan
kerukunan, persatuan dan ketenteraman masyarakat. Akhir-akhir ini, ghibah semakin marak dilakukan. Jika dulu
ghibah hanya dilakukan oleh sekumpulan orang di tempat-tempat tertentu yang terbatas, saat ini seiring
menjamurnya media sosial ghibah semakin gencar dilakukan. Ghibah online melalui media sosial sama dosanya
dengan ghibah offline.

Oleh karenanya, dalam kesempatan khutbah yang singkat ini, kami mengingatkan kepada kita semua akan bahaya
dosa ghibah. Masih banyak saudara-saudara kita yang seringkali melakukan ghibah tanpa mereka sadari. Apakah
yang dimaksud dengan ghibah? Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: Tahukah kalian apakah ghibah itu? Para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.
Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
  ُ ‫ره‬ َ ‫ك أَ َخ‬
َ ‫اك ِب َما َي ْك‬ َ ‫ ذ ِْك ُر‬ 
Maknanya: “Ghibah adalah ketika engkau menyebut saudara (muslim)mu dengan sesuatu yang tidak ia sukai.”  
Ditanyakan kepada Baginda Nabi: Wahai Rasulullah, Jika pada saudaraku itu memang terdapat apa yang aku
katakan? Nabi menjawab:
  )‫مُسْ لِ ٌم‬ َ ‫اغ َت ْب َت ُه َوإِنْ َل ْم َي ُكنْ ِف ْي ِه َما َتقُ ْو ُل َف َق ْد َب َه َّت ُه‬
ُ‫(ر َواه‬ ْ ‫ان ِف ْي ِه َما َتقُ ْو ُل َف َقد‬
َ ‫ إِنْ َك‬ 
Maknanya: “Jika padanya terdapat apa yang engkau katakan maka engkau telah melakukan ghibah kepadanya, dan
jika tidak terdapat padanya apa yang engkau katakan maka engkau telah melakukan buhtan kepadanya” (HR
Muslim)  
Buhtan adalah menuduh seseorang dengan sesuatu yang tidak ada padanya. Buhtan lebih besar dosanya daripada
ghibah karena buhtan mengandung unsur kebohongan.  
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Menggunjing keburukan orang lain, dalam ayat yang kami baca di awal
khutbah, diserupakan dengan memakan daging saudara sesama Muslim yang telah meninggal. Bagi siapa pun, hal
itu tentulah sangat menjijikkan. Begitu pula dengan ghibah, semestinya kita juga sangat jijik untuk melakukannya.  
Hadirin yang berbahagia, Jadi ghibah adalah membicarakan saudara sesama Muslim yang masih hidup atau sudah
meninggal, kecil maupun dewasa, mengenai keburukan yang ada padanya, yang tidak ia sukai seandainya ia
mendengarnya. Baik keburukan yang dibicarakan itu terkait dengan fisik, nasab (asal usul keturunan), pakaian,
rumah, atau perilakunya. Hal itu seperti ucapan: “Si Fulan pendek, kurang adab, pakaiannya kotor, kalah dan takut
sama istrinya” dan kalimat-kalimat lain yang serupa, yang diketahui bahwa orang yang dibicarakan tidak suka akan
hal itu seandainya ia mendengarnya.  
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Apakah ghibah termasuk dosa besar atau dosa kecil? Hukumnya dirinci
sebagai berikut. Jika ghibah dilakukan terhadap orang yang shaleh dan bertakwa, maka tergolong dosa besar.
Sedangkan ghibah terhadap selain orang yang bertakwa, maka tidak dikatakan secara mutlak sebagai dosa besar.
Akan tetapi jika seorang Muslim yang fasiq digunjing keburukannya hingga batas yang berlebihan, maka hal itu
termasuk dosa besar. Seperti berlebihan dalam menyebutkan keburukan-keburukannya hanya untuk kesenangan
mengobrol saja. Dengan makna inilah dipahami hadits riwayat Abu Dawud dari Sa’id bin Zaid bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
  )‫دَ اود‬ ‫(ر َواهُ أَبُو‬ ِ ْ‫ إِنَّ ِمنْ أَرْ َبى الرِّ َبا اسْ ِت َطا َل َة الرَّ ج ُِل فِي عِ ر‬ 
َ ‫ض ْالمُسْ ل ِِم ِب َغي ِْر َح ٍّق‬
Maknanya: “Sungguh termasuk dosa yang serupa dengan riba yang paling parah adalah ketika seseorang
berlebihan dalam menodai kehormatan seorang Muslim tanpa hak” (HR Abu Dawud)‫ز‬
  Istithalah (berlebihan dalam menodai kehormatan seorang Muslim) ini termasuk salah satu dosa yang terbesar,
karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengategorikannya sebagai “Salah satu riba yang paling parah”.  
Dalam hadits Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan:   “Ketika aku dibawa Mi’raj, aku
melewati sekelompok orang yang berkuku tembaga sedang mencakar-cakar muka dan dada mereka. Lalu aku
bertanya: Siapakah mereka itu, Wahai Jibril? Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang menggunjing
keburukan dan menista kehormatan orang lain” (HR Abu Dawud).  
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Sebagaimana diharamkan mengatakan ghibah, haram juga
mendengarkannya. Allah ta’ala saat menyebutkan sifat sebagian orang yang dipuji-Nya berfirman:  
‫َو ِا َذا َس ِمعُوا اللَّ ْغ َو اَعْ َرض ُْوا َع ْن ُه َو َقالُ ْوا َل َنٓا اَعْ َمالُ َنا َو َل ُك ْم اَعْ َمالُ ُك ْم َۖس ٰل ٌم َع َل ْي ُك ْم ۖ اَل َن ْب َتغِى ْال ٰج ِهلِي َْن‬
)٥٥ :‫ (القصص‬ 
Maknanya: “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi
kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul) dengan
orang-orang bodoh” (QS al Qashash: 55)   Allah juga berfirman:
  )٧٢ :‫ َو ِا َذا َمرُّ ْوا ِباللَّ ْغ ِو َمرُّ ْوا ك َِرامًا (الفرقان‬ 
Maknanya: “... dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS al Furqan: 72)   Baginda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
  ) ّ‫الترمذي‬ َ ‫ض أَ ِخ ْي ِه َر َّد هللاُ َعنْ َوجْ ِه ِه ال َّن‬
‫ار َي ْو َم ال ِق َيا َم ِة (رواه‬ ِ ْ‫ َمنْ َر َّد َعنْ عِ ر‬ 
Maknanya: “Barangsiapa yang membela kehormatan dan harga diri saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan
wajahnya dari api neraka kelak pada hari kiamat” (HR at-Tirmidzi)  
Oleh karena itu, tidak boleh mendengarkan ghibah dengan sengaja dan seksama, bukan semata terdengar. Jadi
seseorang yang mendengar orang lain melakukan ghibah yang diharamkan serta mendengar penodaan terhadap
kehormatan dan harga diri orang lain, maka ia wajib melarangnya dengan kekuatan dan kekuasaannya jika mampu.
Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya, yakni dengan membenci di hati
perkara mungkar tersebut serta meninggalkan tempat dilakukannya ghibah. Dengan begitu ia selamat dari dosa.  
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
  ‫في‬ ِ ‫(ر َواهُ الب َُخ‬
ُّ‫اري‬ ِ ‫ْن أَ ِخ ْي ِه َو َي ْن َسى ال ِج ْذ َل أو ال ِج ْذ َع فِي َعي‬
َ ‫ْن َن ْفسِ ِه‬ ِ ‫ُي ْبصِ ُر أَ َح ُد ُك ُم ال َق َذا َة فِي َعي‬
)‫ األدب المفرد‬ 
“Salah seorang di antara kalian melihat kotoran yang jatuh di mata saudaranya dan lalai terhadap seonggok kayu
yang tinggi dan besar di matanya sendiri” (Diriwayatkan al Bukhari dalam al Adab al Mufrad)  
Apa yang disampaikan sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu serupa dengan peribahasa “Gajah di pelupuk mata
tak tampak, semut di seberang lautan tampak”. Artinya aib dan kesalahan diri sendiri walaupun besar seringkali
tidak kita sadari, sedangkan aib dan kesalahan orang lain tampak jelas dalam pandangan kita walaupun kecil dan
sedikit. Karenanya, hendaklah kita menyibukkan diri dengan aib dan kesalahan sendiri. Kita berupaya terus untuk
memperbaiki diri. Janganlah kita usil dengan aib dan keburukan orang lain.  Janganlah kita bicarakan keburukan
orang lain, karena seringkali keburukan orang lain yang kita bicarakan ada pada diri kita juga. Membicarakan
keburukan orang lain hanya akan menimbulkan pertengkaran dan permusuhan di tengah-tengah masyarakat.  
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Hendaklah selalu diingat setiap saat oleh pelaku ghibah bahwa ia berhak
mendapatkan siksa dari Allah jika tidak bertaubat dari dosanya. Jika omongan ghibah sampai ke orang yang
dibicarakan keburukannya, maka wajib bagi pelaku ghibah untuk meminta maaf kepadanya agar sah taubatnya.
Sedangkan jika omongan ghibah belum sampai ke orang yang dibicarakan keburukannya, maka cukup bagi pelaku
ghibah untuk bertaubat tanpa memberitahukan omongan ghibahnya kepada yang bersangkutan.  
Pada hari kiamat kelak, seseorang yang menzalimi dan menggunjing orang lain dan ia belum bertaubat sampai
meninggal, pahalanya akan diambil dan diberikan kepada orang yang ia zalimi. Jika seluruh pahalanya telah habis,
sedangkan tanggungan kezalimannya belum terselesaikan, maka dosa-dosa orang yang ia zalimi akan dilemparkan
kepadanya lalu ia dilemparkan ke dalam api neraka (HR Muslim). Na’udzu billah min dzalik.  
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini.
Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
  ‫ح ْي ُم‬
ِ َّ‫الر‬ َ ‫ أَقُ ْو ُل َق ْولِيْ ٰه َذا َوأَسْ َت ْغ ِف ُر‬ 
‫ إِ َّن ُه ه َُو ْال َغفُ ْو ُر‬،ُ‫ َفاسْ َت ْغ ِفر ُْوه‬،‫هللا لِيْ َو َل ُك ْم‬

Khutbah II
‫صلِّيْ َوأ ُ َسلِّ ُم َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد ْالمُصْ َط َفى‪َ ،‬و َع َلى آلِ ِه َوأَصْ َح ِاب ِه أَهْ ِل‬ ‫هّٰلِل‬
‫ْ‬
‫ال َو َفا‪  .‬‬ ‫اَ ْل َحمْ ُد ِ َو َك َفى‪َ ،‬وأ ُ َ‬
‫ك َلهُ‪َ ،‬وأَ ْش َه ُد أَنَّ َسيِّدَ َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه‪  ‬أَمَّا َبعْ ُد‪َ ،‬ف َيا أَ ُّي َها‬ ‫أَ ْش َه ُد أَنْ اَّل إل َه إِاَّل هللاُ َوحْ دَ هُ اَل َش ِر ْي َ‬
‫هللا أَ َم َر ُك ْم ِبأَمْ ٍر َعظِ ي ٍْم‪ ،‬أَ َم َر ُك ْم‬ ‫هللا ْال َعلِيِّ ْال َعظِ ي ِْم َواعْ َلم ُْوا أَنَّ َ‬ ‫ْالمُسْ لِم ُْو َن‪ ،‬أ ُ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى ِ‬
‫ِين آ َم ُنوا‬ ‫ون َع َلى ال َّن ِبيِّ ‪َ ،‬يا أَ ُّي َها الَّذ َ‬ ‫ُصلُّ َ‬‫هللا َو َماَل ِئ َك َت ُه ي َ‬ ‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم َع َلى َن ِب ِّي ِه ْال َك ِري ِْم َف َقا َل‪ :‬إِنَّ َ‬ ‫ِبال َّ‬
‫ْت َع َلى‬ ‫صلَّي َ‬ ‫آل َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى ِ‬ ‫صلُّوا َع َل ْي ِه َو َسلِّمُوا َتسْ لِيمًا‪ ،‬اَل ٰلّ ُه َّم َ‬ ‫َ‬
‫ار ْك َ‬
‫ت‬ ‫آل َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َك َما َب َ‬ ‫اركْ َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى ِ‬ ‫آل َس ِّي ِد َنا إِب َْرا ِه ْي َم َو َب ِ‬ ‫َس ِّي ِد َنا إِب َْرا ِه ْي َم َو َع َلى ِ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ ‫آل َس ِّي ِد َنا إِب َْرا ِه ْي َم‪ِ ،‬فيْ ْال َعا َل ِمي َْن إِ َّن َ‬‫‪َ .‬ع َلى َس ِّي ِد َنا إِب َْرا ِه ْي َم َو َع َلى ِ‬
‫ت اأْل َحْ َيا ِء ِم ْن ُه ْم َواأْل َ ْم َواتِ‪ ،‬اللهم ْاد َفعْ َع َّنا‬ ‫والم ُْؤ ِم ِني َْن َو ْالم ُْؤ ِم َنا ِ‬
‫ت ْ‬ ‫اَل ٰلّ ُه َّم ْ‬
‫اغ ِفرْ ل ِْلمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َما ِ‬
‫ف ْالم ُْخ َتلِ َف َة َوال َّشدَا ِئ َد َو ْالم َِح َن‪َ ،‬ما َظ َه َر‬ ‫ْال َباَل َء َو ْال َغاَل َء َو ْال َو َبا َء َو ْال َفحْ َشا َء َو ْال ُم ْن َك َر َو ْال َب ْغ َي َوال ُّسي ُْو َ‬
‫ك َع َلى ُك ِّل َشيْ ٍء َق ِد ْي ٌر‬ ‫دَان ْالمُسْ لِ ِمي َْن َعام ًَّة‪ ،‬إِ َّن َ‬ ‫‪ِ  ‬م ْن َها َو َما َب َط َن‪ِ ،‬منْ َب َل ِد َنا َه َذا َخاص ًَّة َو ِمنْ ب ُْل ِ‬
‫ان َوإِ ْي َتا ِء ذِي ْالقُرْ َبى و َي ْن َهى َع ِن ال َفحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َوال َب ْغيِ‪،‬‬ ‫ْ‬
‫هللا َيأ ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس ِ‬ ‫هللا‪ ،‬إنَّ َ‬ ‫عِ َبادَ ِ‬
‫هللا ْال َعظِ ْي َم َي ْذ ُكرْ ُك ْم َو َلذ ِْك ُر ِ‬
‫هللا أَ ْك َب ُر‬ ‫ِظ ُك ْم َل َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر ُْو َن‪َ .‬فاذ ُكرُوا َ‬ ‫‪َ .‬يع ُ‬

‫‪Berobat dengan Al-Qur’an‬‬


‫‪Khutbah I‬‬
‫هّٰلِل‬
ِ ‫َو َت ِاب ِع ْي‬
 ‫ه‬ َ ‫ َو َع َلى ٰالِ ِه َو‬،‫ان‬
‫صحْ ِب ِه‬ َ ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم َع َلى م َُح َّم ٍد َس ِّي ِد َو َل ِد َع ْد َن‬ َّ ‫ َوال‬،‫َّان‬ ِ ‫اَ ْل َحمْ ُد ِ ْال َملِكِ ال َّدي‬
‫ان‬
ِ ‫الز َم‬ َّ ‫ـزهُ َع ِن ْال ِجسْ ِم ِّي ِة َو ْال ِج َه ِة َو‬ َّ ‫ْك َل ُه ْال ُم َن‬َ ‫ َوأَ ْش َه ُد أَنْ آَل إِ ٰل َه إِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري‬.‫ان‬ َّ ِّ‫َع َلى َمر‬
ِ ‫الز َم‬
ُ‫ان ُخلُ َق ُه ْالقُرْ آن‬ َ ‫ َوأَ ْش َه ُد أَنَّ َس ِّي َد َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه الَّ ِذيْ َك‬،‫ان‬
ِ ‫و ْال َم َك‬ َ
‫ َيا أَ ُّي َها‬:‫آن‬ ِ ْ‫ ْال َقائ ِِل ِفيْ ِك َت ِاب ِه ْالقُر‬،‫ان‬ ِ ‫ َفإ ِّنيْ أ ُ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى‬،‫ عِ َبادَ الرَّ حْ ٰم ِن‬،‫أَمَّا َبعْ ُد‬
ِ ‫هللا ْال َم َّن‬
‫ َو ُن َن ِّز ُل م َِن‬،‫ِين‬ َ ‫ور َو ُه ًدى َو َرحْ َم ٌة ل ِْلم ُْؤ ِمن‬ ِ ‫ص ُد‬ُّ ‫ال َّناسُ َق ْد َجا َء ْت ُك ْم َم ْوعِ َظ ٌة ِمنْ َر ِّب ُك ْم َوشِ َفا ٌء لِ َما فِي ال‬
َ ‫آن َما ه َُو شِ َفا ٌء َو َرحْ َم ٌة ل ِْلم ُْؤ ِمن‬
‫ِين‬ ِ ْ‫ْالقُر‬
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Alhamdulillah pada kesempatan Jumat yang mulia ini, kita masih
mendapat rahmat, hidayah, serta inayah dari Allah swt sehingga kita diberikan kemudahan untuk mengungkapkan
rasa syukur dengan melaksanakan rangkaian ibadah shalat Jumat di masjid ini dalam keadaan sehat walafiat.
Sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah swt, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan
kita kepada Allah swt dengan sebenar-benar keimanan dan sebaik-baik ketakwaan, minimal dengan jalan imtitsâlu
awâmirillâh wajtinâbu nawâhihi, yaitu menjalankan apa pun yang diperintahkan oleh Allah swt dan berupaya
dengan sungguh-sungguh untuk menjauhi apa pun yang dilarang-Nya. Sebab, dengan jalan takwa inilah Allah
menjanjikan kemuliaan bagi hamba-hamba-Nya sebagaimana terfirman dalam Al-Qur’an.
‫هللا أَ ْت َقا ُك ْم‬
ِ ‫إِنَّ أَ ْك َر َم ُك ْم عِ ْن َد‬
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu” (QS Al-Hujurat: 13).  
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
As-Sa'di dalam kitabnya, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan, menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah
penyembuh bagi semua penyakit hati. Baik berupa syahwat yang menghalangi manusia untuk taat kepada syariat
atau syubhat yang mengotori iman. Karena, dalam Al-Qur’an terdapat nasihat, motivasi, peringatan, janji, dan
ancaman yang akan memicu seseorang pada sikap harap (raja') dan takut (khauf).
Ketika hati seseorang sehat, tidak banyak berisi syahwat dan syubhat, anggota badan pun akan mengikutinya.
Karena, anggota badan akan jadi baik jika hatinya baik. Ia juga menjadi rusak, jika hatinya rusak.
Oleh sebab itu, selain menjadi obat penyembuh bagi penyakit hati dan jiwa, Al-Qur’an juga menjadi obat
penyembuh penyakit fisik. 
Asy-Syinqithi dalam kitabnya, Tafsir Adhwa'ul Bayan mengatakan Al-Qur’an adalah obat penyembuh yang
mencakup obat bagi penyakit hati dan jiwa, seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya. 
Namun selain itu Al-Qur’an bisa juga menjadi obat bagi jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit.
Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Zad al-Ma'ad, menjelaskan, Al-Qur’an adalah penyembuh yang sempurna dari
seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. 
Tidak setiap orang diberi keahlian dan taufik untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten
berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang
sempurna, keyakinan yang kukuh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apa pun tidak akan mampu
menghadapinya. Kepada sahabat yang sakit, Rasulullah saw kerap kali berpesan, bagi kalian ada obat penyembuh,
yakni madu dan Al-Qur’an (HR Ibnu Majah dan al-Hakim).
Begitupun jika kita mengimani bahwa Al-Qur’an sebagai asy-syifa (sarana penyembuhan), maka perbanyaklah
membaca Al-Qur’an karena ia adalah obat. 
Hadirin Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Lalu bagaimanakah cara Rasulullah berobat dengan menggunakan
Al-Qur’an?
Pertama, berobat dengan surat al-Fatihah. Hal ini seperti yang dilakukan sahabat yang membacakan surat al-
Fatihah kepada seorang pemimpin kampung yang tersengat kalajengking lalu Rasulullah membenarkan tindakan
sahabat itu.
Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Nabi dahulu berada dalam perjalanan jauh, lalu melewati
suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk
menjamu.
Penduduk kampung tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir, “Apakah di antara kalian ada yang
bisa meruqyah (melakukan pengobatan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an) karena pembesar kampung
tersengat binatang atau terserang demam.”
Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya
dengan membaca surat al-Fatihah. Akhirnya, pembesar itu sembuh. Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan
seekor kambing tapi ia enggan menerimanya (riwayat lain menyebutkan, ia mau menerima), sampai kisah tadi
diceritakan pada Nabi saw. Lalu ia mendatangi Nabi saw dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau. Ia berkata,
“Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat al-Fatihah.”
Rasulullah saw lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu al-Fatihah adalah ruqyah (artinya: bisa
digunakan untuk meruqyah)?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku
sebagiannya bersama kalian.” (HR al-Bukhari no. 5736 dan Muslim no. 2201).  
Kedua, berobat dengan surat al-Ikhlas. Ketika Sahabat Utsman sakit, Rasulullah saw mendoakannya dan memohon
perlindungan untuknya dengan nama-nama Allah yang terdapat dalam surat al-Ikhlas.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan Sahabat Utsman bahwa ia pernah mengadukan kepada Rasulullah saw tentang
sakit yang sedang ia rasakan di tubuhnya. Lalu Rasulullah saw bersabda, “Letakkan tanganmu pada bagian tubuh
yang sakit, selanjutnya Rasulullah saw membaca
َّ ‫هلل اأْل َ َح ِد ال‬
ْ‫ص َم ِد الَّ ِذيْ َل ْم َيل ِْد َو َل ْم ي ُْو َل ْد َو َل ْم َي ُكنْ َل ُه ُكفُ ًوا أَ َح ٌد ِمن‬ َ ‫ أُعِ ي ُْذ‬،‫ِيم‬
ِ ‫ك ِبا‬ ِ ‫ِبسْ ِم هللا الرَّ حْ ٰم ِن الرَّ ح‬
‫َشرِّ َما َت ِج ُد‬
"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, aku mendoakanmu dengan nama Allah
Yang Esa, Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Yang tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia, dari segala keburukan yang engkau temui" (HR Abu Ya’la).
Ketiga, berobat dengan surat al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Nas). Jika seorang hamba memohon
perlindungan (kesembuhan) dengan dengan surat al-Mu’awwidzatain atas keluhan yang sedang dideritanya, maka
dengan izin-Nya dia akan sembuh.
Dalam sebuah hadits dari ‘Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan:
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ْ ‫ا‬
  ‫ش َت َّد‬ ‫ َف َلمَّا‬،‫ث‬ ِ ‫ان إِ َذا ا ْش َت َكى َي ْق َرأ ُ ِفيْ َن ْفسِ ِه ِب ْال ُم َعوِّ َذا‬
ُ ُ‫ت َو َي ْنف‬ َ ‫صلَّى ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َك‬ َ ِ ‫أَنَّ َرس ُْو َل‬
َ ‫ت أَ ْق َرأ ُ َع َل ْي ِه َو ْأ‬
‫مس ُح َع َل ْي ِه ِب َي ِد ِه َر َجا َء َب َر َكتِها‬ ُ ‫َو َج ُع ُه ُك ْن‬
“Rasulullah saw jika menderita suatu penyakit, biasanya beliau meruqyah dirinya dengan membaca kedua surah
tersebut (al-Falaq dan an-Nas), kemudian meniupkannya. Ketika beliau sakit keras, akulah yang membacakan
kedua surat tersebut untuk beliau. Selanjutnya akulah yang mengusapkan tangan beliau (pada badan beliau), demi
mengharap barokah dari tangan beliau.”
Makna “meniupkannya” dalam hadits di atas adalah meniupkannya pada kedua telapak tangan, lalu
mengusapkannya pada bagian yang sakit, hal ini bila rasa sakit tersebut jelas tempatnya. Akan tetapi jika rasa sakit
tersebut menyebar, maka cukuplah mengusapkannya pada bagian tertentu saja atau sesuai yang diinginkan.
Demikian sekelumit kaifiyah (tata cara) berobat dengan Al-Qur’an yang diajarkan oleh Rasulullah saw, minimal hal
tersebut bisa menjadikan tambahnya keimanan kita bahwa sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an adalah obat bagi
makhluk Allah yang sakit. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita agar senantiasa istiqamah
mendekat dan beribadah kepada-Nya. Amin
 ‫ح ْي ُم‬
ِ َّ‫الر‬ ‫ إِ َّن ُه ه َُو ْال َغفُ ْو ُر‬،ُ‫ َفاسْ َت ْغ ِفر ُْوه‬،‫هللا لِيْ َو َل ُك ْم‬ َ ‫أَقُ ْو ُل َق ْولِيْ ٰه َذا َوأَسْ َت ْغ ِف ُر‬
Khutbah II  
‫ َو َع َلى ٰالِ ِه َوأَصْ َح ِاب ِه أَهْ ِل‬،‫صلِّيْ َوأ ُ َسلِّ ُم َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد ْالمُصْ َط َفى‬ ‫هّٰلِل‬
َ ُ ‫ َوأ‬،‫اَ ْل َحمْ ُد ِ الَّذيْ َو َك َفى‬
   ‫ َوأَ ْش َه ُد أَنَّ َسيِّدَ َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه‬،ُ‫ْك َله‬ َ ‫ أَ ْش َه ُد أَنْ اَّل ٰإل َه إِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري‬.‫الص ِّْد ِق ْال َو َفا‬
‫هللا أَ َم َر ُك ْم ِبأَمْ ٍر‬َ َّ‫هللا ْال َعلِيِّ ْال َعظِ ي ِْم َواعْ َلم ُْوا أَن‬ ِ ‫ أ ُ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى‬،‫ َف َيا أَ ُّي َها ْالمُسْ لِم ُْو َن‬،‫أَمَّا َبعْ ُد‬
‫ َيا أَ ُّي َها‬، ِّ‫ون َع َلى ال َّن ِبي‬ َ ُّ‫ُصل‬ َ ‫هللا َو َماَل ِئ َك َت ُه ي‬ َ َّ‫ إِن‬:‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم َع َلى َن ِب ِّي ِه ْال َك ِري ِْم َف َقا َل‬ َّ ‫ أَ َم َر ُك ْم ِبال‬،‫َعظِ ي ٍْم‬
‫آل َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َك َما‬ ِ ‫ص ِّل َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى‬ َ ‫ اَل ٰلّ ُه َّم‬،‫صلُّوا َع َل ْي ِه َو َسلِّمُوا َتسْ لِيمًا‬ َ ‫ِين آ َم ُنوا‬ َ ‫الَّذ‬
‫آل َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد‬ ِ ‫اركْ َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى‬ ِ ‫ْت َع َلى َس ِّي ِد َنا إِب َْرا ِه ْي َم َو َع َلى‬
ِ ‫آل َس ِّي ِد َنا إِب َْرا ِه ْي َم َو َب‬ َ ‫صلَّي‬ َ
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ ‫ ِفيْ ْال َعا َل ِمي َْن إِ َّن‬،‫آل َس ِّي ِد َنا إِب َْرا ِه ْي َم‬ ِ ‫ت َع َلى َس ِّي ِد َنا إِب َْرا ِه ْي َم َو َع َلى‬ َ ‫ار ْك‬ َ ‫ َك َما َب‬.
‫ اللهم ْاد َفعْ َع َّنا‬،ِ‫ت اأْل َحْ َيا ِء ِم ْن ُه ْم َواأْل َ ْم َوات‬ ِ ‫والم ُْؤ ِم ِني َْن َو ْالم ُْؤ ِم َنا‬
ْ ‫ت‬ ِ ‫اغ ِفرْ ل ِْلمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َما‬ ْ ‫اَل ٰلّ ُه َّم‬
‫ َما َظ َه َر‬،‫ف ْالم ُْخ َتلِ َف َة َوال َّشدَا ِئ َد َو ْالم َِح َن‬ َ ‫ْال َباَل َء َو ْال َغاَل َء َو ْال َو َبا َء َو ْال َفحْ َشا َء َو ْال ُم ْن َك َر َو ْال َب ْغ َي َوال ُّسي ُْو‬
‫ عِ َبا َد‬ ‫ك َع َلى ُك ِّل َشيْ ٍء َق ِد ْي ٌر‬ َ ‫ إِ َّن‬،‫دَان ْالمُسْ لِ ِمي َْن َعام ًَّة‬ ِ ‫ ِمنْ َب َل ِد َنا َه َذا َخاص ًَّة َو ِمنْ ب ُْل‬،‫ِم ْن َها َو َما َب َط َن‬
ُ ‫ َيع‬،‫ان َوإِ ْي َتا ِء ذِي ْالقُرْ َبى و َي ْن َهى َع ِن ال َفحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َكر َوال َب ْغي‬ ْ
‫ِظ ُك ْم‬ ِ ِ ِ ‫هللا َيأ ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس‬َ َّ‫ إن‬،‫هللا‬ ِ
ِ ‫هللا ْال َعظِ ْي َم َي ْذ ُكرْ ُك ْم َو َل ِذ ْك ُر‬
‫هللا أَ ْك َب ُر‬ َ ‫ َفاذ ُكرُوا‬.‫َل َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر ُْو َن‬

Anda mungkin juga menyukai