Anda di halaman 1dari 6

KHUTBAH

Khutbah Jumat: Ghibah, Penyakit Masyarakat yang Wajib Dijauhi


Kamis, 23 September 2021 | 01:00 WIB

Nur Rohmad
Kolomnis
Materi khutbah Jumat singkat mewanti-wanti tiap orang untuk senantiasa menghindari
perbuatan ghibah alias menggunjing keburukan atau kekurangan orang lain. Ghibah adalah
tindakan merusak kehormatan sesama tanpa hak, dan di era media sosial perbuatan
tercela ini semakin terfasilitasi dan mudah tersebar.
Baca juga: Khutbah Jumat: Mengobati Hati dari Penyakit Riya'
Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Ghibah, Penyakit Masyarakat
yang Wajib Dijauhi". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print
berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga
bermanfaat! (Redaksi)
Khutbah I
‫َع َل َم َّز َم َو َأ ْش ُد َأ ْن‬ ‫َت‬ ‫َل ْد َن َن َل آ َص‬ ‫َل ُة َل َل ُم َّم‬ ‫ُد‬
‫ َه‬، ‫ َو َع ى ِل ِه َو ْحِبِه َو اِبِعْيِه ى ِّر ال اِن‬، ‫ َو الَّص ا َو الَّس اُم َع ى َح ٍد َسِّيِد َو ِد َع ا‬، ‫الَحْم للِه اْلَم ِلِك الَّد َّي اِن‬
‫ َو َأ ْش َهُد َأ َّن َسِّيَد َن ا ُم َحَّمًد ا َعْبُد ُه َو َر ُسْو ُل ُه‬، ‫َّلا لَه َّلا اللُه َو ْح َد ُه َلا َش ْي َك َل ُه اْلُم َنـَّز ُه َع اْلِج ْس َّيِة َو اْلِجَهِة َو الَّز َم ا َو اْلَم َك ا‬
‫ِن‬ ‫ِن‬ ‫ِم‬ ‫ِن‬ ‫ِر‬ ‫ِإ ِإ‬
‫َّل ْي َك َن ُخ ُه ْر آ َن‬
‫ا ِذ ا ُلُق اْلُق‬

‫ّم‬ ٰ‫ّ َّ َم‬ ْ ْ‫ص‬ ‫ُد ا‬


ْ َ‫ ٰيآيَ هُ َالا يِذ نَْ ا ُن اوا جتْ نَ بُِوْاَأ اَب ع‬: ‫ اْل اَقئلِ ِ فيِك َِت با ِِه اْلُقرآْ ِن‬، ‫ إَف ِن يّأ ُو ِ كْيُ م َو َنْفِس ي بتِ قَوْىَ الل ِها مل َنَّاِن‬،ِ ٰ‫ ِباََد لرَّْحمن‬، ‫ع‬
‫َك‬ ِ ‫ًض ُي ِح ُّ ا ُدَ مُ ْ َا ي أَ كْ َل َل ْح َم َا ْي‬ ْ‫ت‬ ‫لَ سَ ُس‬ َ‫اً ِّ َن نَ َّن َضْ ن‬
‫ِخ ه َم ْيًت ا ِثْير‬ ُ ّ ‫ِّ ثِاٌمْ ّو اَ جَت َّ ْو و ا لَاَ يغَ َب ّْبعَضْ ُمُك َْبْع ا َۗا ب حَ ك ْن‬ ‫م اّظل ِِّۖا بعَ لاّظ‬
‫َه َّن‬ ‫َفَك ْه ُت ُۗه‬
)١٢ : ‫الّٰلَه َتَّو اٌب َّر ِح ْي ٌم (الحجرات‬ ‫ِر ُمْو َو اَّتُقوا الّٰل ۗ ِا‬

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,


Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada
kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan
kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan
melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah,
Ghibah (menggunjing keburukan dan kekurangan orang lain) adalah salah satu maksiat
yang diharamkan oleh Allah dan penyakit berbahaya yang dapat meruntuhkan kerukunan,
persatuan dan ketenteraman masyarakat. Akhir-akhir ini, ghibah semakin marak dilakukan.
Jika dulu ghibah hanya dilakukan oleh sekumpulan orang di tempat-tempat tertentu yang
terbatas, saat ini seiring menjamurnya media sosial ghibah semakin gencar dilakukan.
Ghibah online melalui media sosial sama dosanya dengan ghibah offline.
Oleh karenanya, dalam kesempatan khutbah yang singkat ini, kami mengingatkan kepada
kita semua akan bahaya dosa ghibah. Masih banyak saudara-saudara kita yang seringkali
melakukan ghibah tanpa mereka sadari. Apakah yang dimaksud dengan ghibah?
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulul ah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: Tahukah kalian apakah ghibah itu? Para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-
Nya lebih tahu. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‫ِذ ْك ُر َك َأ َخ اَك َما َي ْك َر ُه‬
‫ِب‬

Maknanya: “Ghibah adalah ketika engkau menyebut saudara (muslim)mu dengan


sesuatu yang tidak ia sukai.”
Ditanyakan kepada Baginda Nabi: Wahai Rasulul ah, Jika pada saudaraku itu memang
terdapat apa yang aku katakan? Nabi menjawab:
‫ُل ْد‬ ‫ْن ُك‬ ‫ُل‬ ‫ْن َك َن‬
) ‫ِإ ا ِف ْيِه َم ا َتُقْو َفَقد اْغَتْب َتُه َو ِإ َلْم َي ْن ِف ْيِه َم ا َتُقْو َفَق َب َهَّتُه (َر َو اُه ُم ْس ِل ٌم‬

Maknanya: “Jika padanya terdapat apa yang engkau katakan maka engkau telah
melakukan ghibah kepadanya, dan jika tidak terdapat padanya apa yang engkau katakan
maka engkau telah melakukan buhtan kepadanya” (HR Muslim)
Buhtan adalah menuduh seseorang dengan sesuatu yang tidak ada padanya. Buhtan lebih
besar dosanya daripada ghibah karena buhtan mengandung unsur kebohongan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Menggunjing keburukan orang lain, dalam ayat yang kami baca di awal khutbah,
diserupakan dengan memakan daging saudara sesama Muslim yang telah meninggal. Bagi
siapa pun, hal itu tentulah sangat menjijikkan. Begitu pula dengan ghibah, semestinya kita
juga sangat jijik untuk melakukannya.
Hadirin yang berbahagia,
Jadi ghibah adalah membicarakan saudara sesama Muslim yang masih hidup atau sudah
meninggal, kecil maupun dewasa, mengenai keburukan yang ada padanya, yang tidak ia
sukai seandainya ia mendengarnya. Baik keburukan yang dibicarakan itu terkait dengan
fisik, nasab (asal usul keturunan), pakaian, rumah, atau perilakunya. Hal itu seperti ucapan:
“Si Fulan pendek, kurang adab, pakaiannya kotor, kalah dan takut sama istrinya” dan
kalimat-kalimat lain yang serupa, yang diketahui bahwa orang yang dibicarakan tidak suka
akan hal itu seandainya ia mendengarnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Apakah ghibah termasuk dosa besar atau dosa kecil? Hukumnya dirinci sebagai berikut.
Jika ghibah dilakukan terhadap orang yang shaleh dan bertakwa, maka tergolong dosa
besar. Sedangkan ghibah terhadap selain orang yang bertakwa, maka tidak dikatakan
secara mutlak sebagai dosa besar. Akan tetapi jika seorang Muslim yang fasiq digunjing
keburukannya hingga batas yang berlebihan, maka hal itu termasuk dosa besar. Seperti
berlebihan dalam menyebutkan keburukan-keburukannya hanya untuk kesenangan
mengobrol saja. Dengan makna inilah dipahami hadits riwayat Abu Dawud dari Sa’id bin
Zaid bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‫َأ‬ ‫َل َة‬ ‫َّن َأ‬
)‫ِإ ِم ْن ْر َبى الِّر َب ا اْسِتَطا الَّر ُج ِل ِف ي ِعْر ِض اْلُم ْس ِل ِبَغْي ِر َحٍّق (َر َو اُه ُبو َد اود‬
‫ِم‬

Maknanya: “Sungguh termasuk dosa yang serupa dengan riba yang paling parah adalah
ketika seseorang berlebihan dalam menodai kehormatan seorang Muslim tanpa hak” (HR
Abu Dawud)‫ز‬
Istithalah (berlebihan dalam menodai kehormatan seorang Muslim) ini termasuk salah satu
dosa yang terbesar, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengategorikannya sebagai
“Salah satu riba yang paling parah”.
Dalam hadits Isra’ dan Mi’raj, Rasulul ah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan:
“Ketika aku dibawa Mi’raj, aku melewati sekelompok orang yang berkuku tembaga sedang
mencakar-cakar muka dan dada mereka. Lalu aku bertanya: Siapakah mereka itu, Wahai
Jibril? Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang menggunjing keburukan dan
menista kehormatan orang lain” (HR Abu Dawud).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sebagaimana diharamkan mengatakan ghibah, haram juga mendengarkannya. Allah ta’ala
saat menyebutkan sifat sebagian orang yang dipuji-Nya berfirman:
‫ْل‬ ‫َل َن‬ ‫َل‬ ‫َق َل ٓا َا ْع ُل َل َا ْع ُل‬ ‫َا‬ ‫َذ‬
)٥٥ :‫َو ِا ا َس ِمُعوا الَّلْغَو ْعَر ُضْو ا َعْنُه َو اُلْو ا َن َم ا َنا َو ُكْم َم ا ُكْم ۖ َس ٰلٌم َع ْيُكْم ۖ ا ْب َتِغ ى ا ٰجِهِل ْي َن (القصص‬

Maknanya: “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling
darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, semoga
selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh” (QS al Qashash:
55)
Allah juga berfirman:
‫َذ‬
)٧٢ : ‫َو ِا ا َم ُّر ْو ا ِب الَّلْغِو َم ُّر ْو ا ِك َر اًم ا (الفرق ان‬

Maknanya: “... dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga
kehormatan dirinya” (QS al Furqan: 72)
Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‫ت ذ‬ ‫َأ‬
‫ّي‬ ‫َم‬ ‫َم‬ ‫ْو‬ ‫َر‬
) ‫ِهِه الَّنا َي الِقَيا ِة (رواه ال رم‬ ‫ْج‬ ‫َو‬ ‫ْن‬ ‫ُه‬ ‫َّد‬
‫َم ْن َر َّد َعْن ِعْر ِض ِخ ْيِه الل َع‬
‫َر‬

Maknanya: “Barangsiapa yang membela kehormatan dan harga diri saudaranya, maka
Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka kelak pada hari kiamat” (HR at-
Tirmidzi)
Oleh karena itu, tidak boleh mendengarkan ghibah dengan sengaja dan seksama, bukan
semata terdengar. Jadi seseorang yang mendengar orang lain melakukan ghibah yang
diharamkan serta mendengar penodaan terhadap kehormatan dan harga diri orang lain,
maka ia wajib melarangnya dengan kekuatan dan kekuasaannya jika mampu. Jika tidak
mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya, yakni dengan
membenci di hati perkara mungkar tersebut serta meninggalkan tempat dilakukannya
ghibah. Dengan begitu ia selamat dari dosa.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
‫أ‬ ‫ْذ َل أ ْذ‬ ‫ْن‬ ‫َأ‬ ‫َذ َة‬ ‫َأ ُد‬
)‫ُي ْبِص ُر َح ُكُم الَق ا ِف ي َعْي ِن ِخ ْيِه َو َي َس ى ا ِجل و ا ِجل َع ِف ي َعْي ِن َنْفِس ِه (َر َو اُه الُبَخاِر ُّي في ال دب المفرد‬

“Salah seorang di antara kalian melihat kotoran yang jatuh di mata saudaranya dan lalai
terhadap seonggok kayu yang tinggi dan besar di matanya sendiri” (Diriwayatkan al
Bukhari dalam al Adab al Mufrad)
Apa yang disampaikan sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu serupa dengan peribahasa
“Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak”. Artinya aib dan
kesalahan diri sendiri walaupun besar seringkali tidak kita sadari, sedangkan aib dan
kesalahan orang lain tampak jelas dalam pandangan kita walaupun kecil dan sedikit.
Karenanya, hendaklah kita menyibukkan diri dengan aib dan kesalahan sendiri. Kita
berupaya terus untuk memperbaiki diri. Janganlah kita usil dengan aib dan keburukan orang
lain. Janganlah kita bicarakan keburukan orang lain, karena seringkali keburukan orang lain
yang kita bicarakan ada pada diri kita juga. Membicarakan keburukan orang lain hanya
akan menimbulkan pertengkaran dan permusuhan di tengah-tengah masyarakat.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Hendaklah selalu diingat setiap saat oleh pelaku ghibah bahwa ia berhak mendapatkan
siksa dari Allah jika tidak bertaubat dari dosanya. Jika omongan ghibah sampai ke orang
yang dibicarakan keburukannya, maka wajib bagi pelaku ghibah untuk meminta maaf
kepadanya agar sah taubatnya. Sedangkan jika omongan ghibah belum sampai ke orang
yang dibicarakan keburukannya, maka cukup bagi pelaku ghibah untuk bertaubat tanpa
memberitahukan omongan ghibahnya kepada yang bersangkutan.
Pada hari kiamat kelak, seseorang yang menzalimi dan menggunjing orang lain dan ia
belum bertaubat sampai meninggal, pahalanya akan diambil dan diberikan kepada orang
yang ia zalimi. Jika seluruh pahalanya telah habis, sedangkan tanggungan kezalimannya
belum terselesaikan, maka dosa-dosa orang yang ia zalimi akan dilemparkan kepadanya
lalu ia dilemparkan ke dalam api neraka (HR Muslim). Na’udzu billah min dzalik.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat
dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
‫ ِإَّن ُه ُه َو ا ْل َغ ُف ْو ُر ا لَّر ِح ْي ُم‬،‫ َف اْس َت ْغ ِف ُر ْو ُه‬، ‫َأُق ْو ُل َق ْو ِل ْي ٰه َذ ا َو َأ ْس َت ْغ ِف ُر اَهلل ِل ْي َو َل ُكْم‬

Khutbah II
‫َو َف َأ ْش ُد َأ ْن َّل َه َّل ُه َو ْح َد ُه َل‬ ‫َف َع َل آ َأ ْص َح َأ‬
‫َو‬ ‫َو‬ ‫َن ُم َحَّم‬ ‫َا ْل ْم ُد َو َف َو ُأ َص ْي َو ُأ َس ُم َع َل‬
‫ا‬ ‫ا إ ل ِإ ا الل‬ ‫ َه‬.‫اِب ِه ْهِل اْل ا‬ ‫ ى ِل ِه‬،‫ِّل ى َسِّيِد ا ٍد اْلُمْصَط ى‬ ‫ ِّل‬،‫َح ِلّٰلِه َك ى‬
‫ َو َأ ْش َهُد َأ َّن َسِّيَد َن ا ُم َحَّمًد ا َعْبُد ُه َو َر ُسْو ُل ُه‬، ‫َش ْي َك َل ُه‬
‫ِر‬

‫َل‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫ْي َو ْع َل ْو َأ َّن‬ ‫َن ُأ‬ ‫َأ ُد َف َأ‬
‫ َم َرُكْم ِب الَّص اِة‬، ‫اللَه َم َرُكْم ِب ْم ٍر َعِظْي‬ ‫ ْو ِصْيُكْم َو َنْفِس ْي ِب َتْقَو ى اللِه اْلَعِل اْلَعِظ ا ُم ا‬، ‫ َيا ُّي َها اْلُم ْس ِل ُمْو‬، ‫َّم ا َبْع‬
‫ٍم‬ ‫َأ‬ ‫ِم‬ ‫ِّي‬
‫َت‬
‫ لّٰلُهَّم‬،‫آ َم ُنوا َص ُّلوا َع َل ْيِه َو َس ِّل ُموا ْس ِل يًم ا‬
‫َا‬ ‫ َي ا ُّي َها ا َن‬، ‫ َّن اللَه َو َم َلاِئ َك َتُه ُيَص ُّلوَن َع َل الَّن‬: ‫َو الَّس َلا َع َل َن ِّيِه اْلَك ْي َفَقاَل‬
‫َّل‬
‫ِذ ي‬ ‫ى ِب ِّي‬ ‫ِإ‬ ‫ِر ِم‬ ‫ِم ى ِب‬
‫َن ُم َّم َع َل‬ ‫ْك َع َل‬ ‫َن‬ ‫َع َل آ‬ ‫َن‬ ‫َن ُم َّم َك َّل َت َع َل‬ ‫َن ُم َّم َع َل آ‬ ‫َع َل‬
‫َص ِّل ى َسِّيِد ا َح ٍد َو ى ِل َسِّيِد ا َح ٍد َم ا َص ْي ى َسِّيِد ا ِإ ْبَر اِهْي َم َو ى ِل َسِّيِد ا ِإ ْبَر اِهْي َم َو َب اِر ى َسِّيِد ا َح ٍد َو ى‬
‫آ َسِّي َن ا ُم َحَّم َك َم ا َب اَرْكَت َع َل َسِّي َن ا ْبَر اِهْي َم َو َع َل آ َسِّي َن ا ْبَر اِهْي َم ‪ْ ،‬ي اْلَعا ِمَلْي َن َّن َك َح ِمْيٌد َم ِجْيٌد ‪َ .‬ا لّٰلُهَّم اْغِفْر ْل ُمْس ْي َن‬
‫ِل ِل ِم‬ ‫ِإ‬ ‫ِف‬ ‫ى ِل ِد ِإ‬ ‫ى ِد ِإ‬ ‫ِل ِد ٍد‬
‫هل‬ ‫هْ‬
‫تا ِو لا مْ ؤُ مْ ِِن يْن ََولا مْ ؤُمْ نِ َتا ِا ْلَأ ْح َياِء منِ مُ ْواَ لأْ مَ وْاَ ت‪ ِ،‬لا مدا َْف عْ عَنَّاا ْلَب لاَ َءوَاْل َغَلاَء َو اْلَوَباَء َو اْلَف ْح شاَ ء َ واَْلُمْن كرَ ََو اْلُم ْسِل َم‬
‫ًة‬ ‫ْل‬ ‫َل َن َذ َخ ًة‬ ‫َظ ْن‬ ‫َة َّش َد َد ْل‬ ‫َف‬ ‫ْل ْغ‬
‫َو ا َب َي َو الُّسُيْو اْلُم ْخَتِلَف َو ال اِئ َو ا ِمَحَن ‪َ ،‬م ا َهَر ِم َها َو َم ا َبَطَن ‪ِ ،‬م ْن َب ِد ا َه ا اَّص َو ِم ْن ُب َد اِن اْلُم ْس ِل ِم ْي َن َع اَّم ‪،‬‬
‫ِإ َّن َك َع َلى ُك َش ْي ٍء َق ِد ْيٌر‬
‫ِّل‬

‫ْأ‬
‫ِعَباَد اللِه ‪ ،‬إ َّن اللَه َي ُم ُر اْلَعْد َو اْل إ ْح َس اِن َو ْي َتاِء ِذ اْلُقْر َبى َيو ْنَه ى َع الَفْحَش اِء َو اْلُم ْنَك َو الَبْغ ‪َ ،‬يِعُظُكْم َلَعَّل ُكْم‬
‫ِي‬ ‫ِر‬ ‫ِن‬ ‫ي‬ ‫ِإ‬ ‫ِب ِل‬
‫َأ‬ ‫ْك‬ ‫َل‬ ‫ُك‬ ‫ْذ‬
‫َت َذ َّك ُر ْو َن ‪َ .‬فاذ ُك ُر وا اللَه اْلَعِظْي َم َي ْرُكْم َو ِذ ُر اللِه ْكَب ُر‬

‫‪Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur‬‬
‫‪Baca naskah khutbah lainnya:‬‬
‫‪Khutbah Jumat: 4 Golongan yang Diharamkan Masuk Neraka‬‬
‫?‪Khutbah Jumat: Bencana, Ujian ataukah Azab‬‬
‫‪Khutbah Jumat: Takutlah Kaya, Jangan Takut Miskin‬‬

‫…‪🔴Hukum Meninggalkan Shalat Jumat 3x Berturut-turut I KH. Cholil Nafi‬‬


‫…‪Nafi‬‬

‫‪Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian‬‬
‫‪Agama RI‬‬
‫‪Tags‬‬

Anda mungkin juga menyukai