Anda di halaman 1dari 6

PENGURUS CABANG NAHDLATUL ULAMA

LEMBAGA DAKWAH NAHDLATUL ULAMA


LDNU KABUPATEN KEDIRI
Sekertariat: Jl. Imam Bonjol 38 Kediri 64122
=============================================================================

Khutbah Jum’at
Ghibah, Penyakit Masyarakat yang Wajib Dijauhi

Khutbah I

َ ‫علَى آ ِل ِه َو‬
‫صحْ بِ ِه َوت َابِ ِع ْي ِه‬ َ ‫سيِِّ ِد َولَ ِد‬
َ ‫ َو‬، َ‫عدْنَان‬ َ ‫علَى ُم َح َّم ٍد‬
َ ‫س ََل ُم‬
َّ ‫ص ََلة ُ َوال‬
َّ ‫ َوال‬،‫َّان‬ ِ ‫ال َح ْمد ُ هللِ ْال َم ِل ِك الدَّي‬
‫ان‬ِ ‫الز َم‬ َّ ‫ع ِن ْال ِجس ِْميَّ ِة َو ْال ِج َه ِة َو‬ َّ ‫ َوأ َ ْش َهد ُ أ َ ْن ََّّل إِلهَ إِ ََّّل هللاُ َو ْحدَهُ ََّل ش َِريْكَ لَهُ ْال ُمن‬،‫ان‬
َ ُ‫َـزه‬ َّ ‫علَى َم ِ ِّر‬
ِ ‫الز َم‬ َ
ُ ْ ُ ُ
، َ‫ِي َكانَ ُخلقهُ الق ْرآن‬ َّ ُ
ْ ‫ع ْبدُهُ َو َرسُ ْولهُ الذ‬ َ َ
َ ‫ َوأ ْش َهد ُ أ َّن‬،‫ان‬
َ ‫سيِِّدَنَا ُم َح َّمدًا‬ ْ
ِ ‫َوال َم َك‬

‫ ي ٰٰٰاَيُّ َها‬:‫آن‬ ِ ‫ ْالقَائِ ِل فِي ِكت َابِ ِه ْالقُ ْر‬،‫ان‬ ِ ‫ فَإنِِّي أ ُ ْو‬،‫الرحْ مٰ ِن‬
ِ َّ‫ص ْيكُ ْم َونَ ْفسِي بِت َ ْق َوى هللاِ ال َمن‬ َّ َ ‫ ِعبَاد‬،ُ ‫أ َ َّما بَ ْعد‬
‫ض ُك ْم‬ ُ ‫س ْوا َو ََل يَ ْغتَبْ بَّ ْع‬ ُ ‫س‬َّ ‫الظ ِن اِثْ ٌم َّو ََل ت َ َج‬َّ ‫ض‬ َ ‫الظ ِنٰ اِ َّن بَ ْع‬ َّ َ‫الَّ ِذيْنَ ا ٰٰ َمنُوا اجْ تَنِب ُْوا َكثِي ًْرا ِمن‬
‫ضاٰ اَي ُِحبُّ ا َ َح ُد ُك ْم ا َ ْن يَّأ ْ ُك َل لَحْ َم ا َ ِخ ْي ِه َم ْيتًا فَك َِر ْهت ُ ُم ْوهُٰ َواتَّقُوا الل ٰٰهَ ٰاِ َّن الل ٰٰهَ ت ََّوابٌ َّر ِح ْي ٌم‬ ً ‫بَ ْع‬
)12 :‫(الحجرات‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini,
khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi
untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan
ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan
semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah,
Ghibah (menggunjing keburukan dan kekurangan orang lain) adalah
salah satu maksiat yang diharamkan oleh Allah dan penyakit berbahaya
yang dapat meruntuhkan kerukunan, persatuan dan ketenteraman
masyarakat. Akhir-akhir ini, ghibah semakin marak dilakukan. Jika dulu
ghibah hanya dilakukan oleh sekumpulan orang di tempat-tempat
tertentu yang terbatas, saat ini seiring menjamurnya media sosial ghibah
semakin gencar dilakukan. Ghibah online melalui media sosial sama
dosanya dengan ghibah offline.
Oleh karenanya, dalam kesempatan khutbah yang singkat ini, kami
mengingatkan kepada kita semua akan bahaya dosa ghibah. Masih
banyak saudara-saudara kita yang seringkali melakukan ghibah tanpa
mereka sadari. Apakah yang dimaksud dengan ghibah?. Diriwayatkan dari
sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: Tahukah kalian apakah ghibah itu?. Para sahabat menjawab:
Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
ُ‫ِذ ْك ُركَ أَخَاكَ بِ َما يَ ْك َره‬
Maknanya: “Ghibah adalah ketika engkau menyebut saudara (muslim)mu
dengan sesuatu yang tidak ia sukai.”
Ditanyakan kepada Baginda Nabi: Wahai Rasulullah, Jika pada saudaraku
itu memang terdapat apa yang aku katakan?. Nabi menjawab:
)‫ِإ ْن َكانَ ِف ْي ِه َما تَقُ ْو ُل فَقَد ا ْغت َ ْبتَهُ َو ِإ ْن لَ ْم َيكُ ْن ِف ْي ِه َما تَقُ ْو ُل فَقَدْ َب َهتَّهُ ( َر َواهُ ُم ْس ِلم‬
Maknanya: “Jika padanya terdapat apa yang engkau katakan maka engkau
telah melakukan ghibah kepadanya, dan jika tidak terdapat padanya apa
yang engkau katakan maka engkau telah melakukan buhtan kepadanya”
(HR Muslim)
Buhtan adalah menuduh seseorang dengan sesuatu yang tidak ada
padanya. Buhtan lebih besar dosanya daripada ghibah karena buhtan
mengandung unsur kebohongan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Menggunjing keburukan orang lain dalam ayat yang kami baca di
awal khutbah di atas, diserupakan dengan memakan daging saudara
sesama Muslim yang telah meninggal. Bagi siapa pun, hal itu tentulah
sangat menjijikkan. Begitu pula dengan ghibah, semestinya kita juga
sangat jijik untuk melakukannya.

Hadirin yang berbahagia,


Jadi ghibah adalah membicarakan saudara sesama Muslim yang
masih hidup atau sudah meninggal, kecil maupun dewasa, mengenai
keburukan yang ada padanya, yang tidak ia sukai seandainya ia
mendengarnya. Baik keburukan yang dibicarakan itu terkait dengan fisik,
nasab (asal usul keturunan), pakaian, rumah atau perilakunya. Hal itu
seperti ucapan: “Si Fulan pendek, kurang adab, pakaiannya kotor, kalah
dan takut sama istrinya” dan kalimat-kalimat lain yang serupa, yang
diketahui bahwa orang yang dibicarakan tidak suka akan hal itu
seandainya ia mendengarnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Apakah ghibah termasuk dosa besar atau dosa kecil?. Hukumnya
dirinci sebagai berikut. Jika ghibah dilakukan terhadap orang yang shaleh
dan bertakwa, maka tergolong dosa besar. Sedangkan ghibah terhadap
selain orang yang bertakwa, maka tidak dikatakan secara mutlak sebagai
dosa besar. Akan tetapi jika seorang Muslim yang fasiq digunjing
keburukannya hingga batas yang berlebihan, maka hal itu termasuk dosa
besar. Seperti berlebihan dalam menyebutkan keburukan-keburukannya
hanya untuk kesenangan mengobrol saja. Dengan makna inilah dipahami
hadits riwayat Abu Dawud dari Sa’id bin Zaid bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
)‫ق ( َر َواهُ أَبُو دَاود‬
ٍ ِّ ‫ض ْال ُم ْس ِل ِم بِغَي ِْر َح‬ َّ َ‫طالَة‬
ِ ‫الر ُج ِل فِي ِع ْر‬ ِّ ِ ‫إِ َّن ِم ْن أ َ ْربَى‬
َ ِ‫الربَا ا ْست‬
Maknanya: “Sungguh termasuk dosa yang serupa dengan riba yang paling
parah adalah ketika seseorang berlebihan dalam menodai kehormatan
seorang Muslim tanpa hak” (HR Abu Dawud)
Istithalah (berlebihan dalam menodai kehormatan seorang Muslim) ini
termasuk salah satu dosa yang terbesar, karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam mengategorikannya sebagai “Salah satu riba yang paling
parah”.
Dalam hadits Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menceritakan:
“Ketika aku dibawa Mi’raj, aku melewati sekelompok orang yang
berkuku tembaga sedang mencakar-cakar muka dan dada mereka. Lalu
aku bertanya: Siapakah mereka itu, Wahai Jibril?. Jibril menjawab:
Mereka adalah orang-orang yang menggunjing keburukan dan menista
kehormatan orang lain” (HR Abu Dawud)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sebagaimana diharamkan mengatakan ghibah, haram juga
mendengarkannya. Allah ta’ala saat menyebutkan sifat sebagian orang
yang dipuji-Nya berfirman:
َ ‫س ٰل ٌم‬
‫علَ ْي ُك ْم ۖ ََل نَ ْبت َ ِغى ْالجٰ ِه ِل ْي َن‬ َ ۖ ‫ع ْنه ُ َوقَالُ ْوا لَنَا ٓ ا َ ْع َمالُنَا َول َ ُك ْم ا َ ْع َمالُ ُك ْم‬ ُ ‫س ِمعُوا اللَّ ْغ َو اَع َْر‬
َ ‫ض ْوا‬ َ ‫َواِذَا‬
)٥٥ :‫(القصص‬
Maknanya: “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk,
mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amal kamu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin
(bergaul) dengan orang-orang bodoh” (QS al Qashash: 55)
Allah juga berfirman:
)٧٢ :‫َواِذَا َم ُّر ْوا ِباللَّ ْغ ِو َم ُّر ْوا ِك َرا ًما (الفرقان‬
Maknanya: “... dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu
dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS al Furqan: 72)
Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
)‫ي‬
ِّ ‫ام ِة (رواه الترمذ‬ َ َّ‫ض أ َ ِخ ْي ِه َردَّ هللاُ عَ ْن َوجْ ِه ِه الن‬
َ َ‫ار يَ ْو َم ال ِقي‬ ِ ‫َم ْن َردَّ عَ ْن ِع ْر‬
Maknanya: “Barangsiapa yang membela kehormatan dan harga diri
saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka
kelak pada hari kiamat” (HR at-Tirmidzi)
Oleh karena itu, tidak boleh mendengarkan ghibah dengan sengaja
dan seksama, bukan semata terdengar. Jadi seseorang yang mendengar
orang lain melakukan ghibah yang diharamkan serta mendengar
penodaan terhadap kehormatan dan harga diri orang lain, maka ia wajib
melarangnya dengan kekuatan dan kekuasaannya jika mampu. Jika tidak
mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya,
yakni dengan membenci di hati perkara mungkar tersebut serta
meninggalkan tempat dilakukannya ghibah. Dengan begitu ia selamat
dari dosa.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
‫ي في األدب‬ ِ ‫عي ِْن نَ ْف ِس ِه ( َر َواهُ الب‬
ُّ ‫ُخَار‬ َ ‫الج ْذ‬
َ ‫ع ِفي‬ ِ ‫الج ْذ َل أو‬
ِ ‫سى‬َ ‫عي ِْن أ َ ِخ ْي ِه َو َي ْن‬
َ ‫ْص ُر أ َ َحد ُكُ ُم القَذَاة َ ِفي‬
ِ ‫يُب‬
)‫المفرد‬
“Salah seorang di antara kalian melihat kotoran yang jatuh di mata
saudaranya dan lalai terhadap seonggok kayu yang tinggi dan besar di
matanya sendiri” (Diriwayatkan al Bukhari dalam al Adab al Mufrad)
Apa yang disampaikan sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
serupa dengan peribahasa “Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di
seberang lautan tampak”. Artinya aib dan kesalahan diri sendiri walaupun
besar seringkali tidak kita sadari, sedangkan aib dan kesalahan orang lain
tampak jelas dalam pandangan kita walaupun kecil dan sedikit.
Karenanya, hendaklah kita menyibukkan diri dengan aib dan kesalahan
sendiri. Kita berupaya terus untuk memperbaiki diri. Janganlah kita usil
dengan aib dan keburukan orang lain. Janganlah kita bicarakan
keburukan orang lain, karena seringkali keburukan orang lain yang kita
bicarakan ada pada diri kita juga. Membicarakan keburukan orang lain
hanya akan menimbulkan pertengkaran dan permusuhan di tengah-
tengah masyarakat.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Hendaklah selalu diingat setiap saat oleh pelaku ghibah bahwa ia
berhak mendapatkan siksa dari Allah jika tidak bertaubat dari dosanya.
Jika omongan ghibah sampai ke orang yang dibicarakan keburukannya,
maka wajib bagi pelaku ghibah untuk meminta maaf kepadanya agar sah
taubatnya. Sedangkan jika omongan ghibah belum sampai ke orang yang
dibicarakan keburukannya, maka cukup bagi pelaku ghibah untuk
bertaubat tanpa memberitahukan omongan ghibahnya kepada yang
bersangkutan.
Pada hari kiamat kelak, seseorang yang menzalimi dan
menggunjing orang lain dan ia belum bertaubat sampai meninggal,
pahalanya akan diambil dan diberikan kepada orang yang ia zalimi. Jika
seluruh pahalanya telah habis, sedangkan tanggungan kezalimannya
belum terselesaikan, maka dosa-dosa orang yang ia zalimi akan
dilemparkan kepadanya lalu ia dilemparkan ke dalam api neraka (HR
Muslim). Na’udzu billah min dzalik.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan
ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
َّ ‫ ِإنَّهُ ه َُو ْالغَفُ ْو ُر‬،ُ‫ فَا ْست َ ْغ ِف ُر ْوه‬،‫ي َو َلكُ ْم‬
.‫الر ِح ْي ُم‬ َ ‫ي ٰهذَا َوأ َ ْست َ ْغ ِف ُر‬
ْ ‫هللا ِل‬ ْ ‫أَقُ ْو ُل قَ ْو ِل‬

Khutbah II
.‫ص َحا ِب ِه أ َ ْه ِل ْال َوفَا‬ ْ َ ‫علَى آ ِل ِه َوأ‬ َ ‫ َو‬،‫طفَى‬ َ ‫ص‬ْ ‫س ِِّي ِدنَا ُم َح َّم ٍد ْال ُم‬
َ ‫علَى‬ َ ُ ‫ي َوأ‬
َ ‫س ِِّل ُم‬ َ ُ ‫ َوأ‬،‫هلل َو َكفَى‬
ْ ‫ص ِِّل‬ ِ ُ ‫ا َ ْل َح ْمد‬
.ُ‫س ْولُه‬
ُ ‫ع ْبدُهُ َو َر‬ َ ‫س ِِّيدَنَا ُم َح َّمدًا‬َ ‫ َوأ َ ْش َهد ُ أ َ َّن‬،ُ‫أ َ ْش َهد ُ أ َ ْن ََّّل إل َه إِ ََّّل هللاُ َوحْ دَهُ ََّل ش َِريْكَ لَه‬
‫هللا أ َ َم َركُ ْم‬ َ ‫ي ْال َع ِظي ِْم َوا ْعلَ ُم ْوا أ َ َّن‬ ِِّ ‫هللا ْال َع ِل‬
ِ ‫ي ِبت َ ْق َوى‬ ْ ‫ص ْيكُ ْم َونَ ْف ِس‬ ِ ‫ أ ُ ْو‬، َ‫ فَ َيا أ َ ُّي َها ْال ُم ْس ِل ُم ْون‬،ُ ‫أ َ َّما َب ْعد‬
‫ يَا‬،‫ي‬ َ َ‫صلُّون‬
ِِّ ِ‫علَى النَّب‬ َ ُ‫ إِ َّن هللاَ َو َم ََلئِ َكتَهُ ي‬: َ‫علَى نَبِيِِّ ِه ْال َك ِري ِْم فَقَال‬ َ ‫س ََل ِم‬ َّ ‫ص ََلةِ َوال‬ َّ ‫ أ َ َم َركُ ْم بِال‬،‫ع ِظي ٍْم‬ َ ‫بِأ َ ْم ٍر‬
‫سيِِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما‬ ‫علَى آ ِل َ‬ ‫سيِِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َ‬ ‫علَى َ‬ ‫ص ِِّل َ‬ ‫س ِلِّ ُموا ت َ ْس ِلي ًما‪ ،‬اَللّٰ ُه َّم َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلُّوا َ‬ ‫أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َ‬
‫سيِِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما‬ ‫علَى آ ِل َ‬ ‫سيِِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َ‬ ‫علَى َ‬ ‫ار ْك َ‬ ‫سيِِّ ِدنَا إِب َْرا ِهي َْم َوبَ ِ‬ ‫علَى آ ِل َ‬ ‫سيِِّ ِدنَا إِب َْرا ِهي َْم َو َ‬ ‫علَى َ‬ ‫صلَّيْتَ َ‬ ‫َ‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ّٰ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬
‫ي العَال ِميْنَ إِنكَ َح ِميْد َم ِجيْد‪ .‬الل ُه َّم اغ ِف ْر ِلل ُم ْس ِل ِميْنَ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫سيِِّ ِدنَا إِب َْرا ِهي َْم‪ ،‬فِ ْ‬ ‫على آ ِل َ‬ ‫َ‬ ‫سيِِّ ِدنَا إِب َْرا ِهي َْم َو َ‬ ‫على َ‬ ‫َ‬ ‫اركتَ َ‬ ‫ْ‬ ‫بَ َ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫عنَّا البََل َء َوالغََل َء َوال َوبَا َء‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫اء ِمن ُه ْم َواأل ْم َواتِ‪ ،‬اللهم ادْفَ ْع َ‬‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫ت األحْ يَ ِ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫ت وال ُمؤْ ِمنِيْنَ َوال ُمؤْ ِمنَا ِ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫َوال ُم ْس ِل َما ِ‬
‫طنَ ‪ِ ،‬م ْن بَلَ ِدنَا َهذاَ‬ ‫ظ َه َر ِم ْن َها َو َما بَ َ‬ ‫شدَائِدَ َو ْال ِم َحنَ ‪َ ،‬ما َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫ف ال ُمخت َ ِلفَة َوال َّ‬ ‫ْ‬ ‫سي ُْو َ‬‫ي َوال ُّ‬ ‫َو ْالفَحْ شَا َء َوال ُمن َك َر َوالبَغ َ‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫يءٍ قَ ِديْر‬ ‫ش ْ‬ ‫علَى كُ ِِّل َ‬ ‫عا َّمةً‪ ،‬إِنَّكَ َ‬ ‫ان ْال ُم ْس ِل ِميْنَ َ‬
‫صةً َو ِم ْن ب ُْلدَ ِ‬ ‫خَا َّ‬
‫ْ‬
‫َاء َوال ُم ْن َك ِر‬ ‫ع ِن الفَحْ ش ِ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬
‫ان َوإِ ْيت َِاء ذِي الق ْربَى ويَ ْن َهى َ‬ ‫س ِ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫إن هللاَ يَأ ُم ُر بِالعَدْ ِل َواْلحْ َ‬ ‫ْ‬ ‫ِعبَادَ هللاِ‪َّ ،‬‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫َوالبَ ْغيِ‪ ،‬يَ ِعظُكُ ْم لَعَلَّكُ ْم تَذَك ُر ْونَ ‪ .‬فَاذكُ ُروا هللاَ العَ ِظي َْم يَذكُ ْركُ ْم َول ِذك ُر هللاِ أكبَ ُر‪.‬‬
‫ْ‬ ‫َّ‬

‫‪Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa‬‬


‫‪Timur dan Ketua Biro Peribadatan & Hukum, Dewan Masjid Indonesia Kab.‬‬
‫‪Mojokerto‬‬

Anda mungkin juga menyukai