Anda di halaman 1dari 3

Makna roja’ dan khouf secara bahasa

Roja’ berarti mengharapkan. Apabila dikatakan rojaahu maka artinya ammalahu: dia


mengharapkannya (lihat Al Mu’jam Al Wasith, 1/333) Syaikh Utsaimin berkata: “Roja’ adalah
keinginan seorang insan untuk mendapatkan sesuatu baik dalam jangka dekat maupun jangka
panjang yang diposisikan seperti sesuatu yang bisa digapai dalam jangka pendek.” (lihat Syarh
Tsalatsatu Ushul, hal. 57-58) Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata: “Asal
makna roja’ adalah menginginkan atau menantikan sesuatu yang disenangi…” (Hushuulul Ma’muul,
hal. 79). Khouf artinya perasaan takut yang muncul terhadap sesuatu yang mencelakakan,
berbahaya atau mengganggu (lihat Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 56)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi raja` dalam 3 bagian. Dua bagian termasuk termasuk raja` yang
terpuji pelakunya sedangkan satu lainnya adalah raja` yang tercela. Yaitu:
1. Seseorang mengharap disertai dengan amalan taat kepada Allah di atas cahaya Allah, ia
senantiasa mengharap pahala-Nya
2. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat darinya, dan ia senantiasa mengharap ampunan
Allah, kebaikan-Nya dan kemurahan-Nya.
3. Adapun yang menjadikan pelakunya tercela ialah seseorang yang terus-menerus dalam
kesalahan-kesalahannya lalu mengharap rahmat Allah tanpa dibarengi amalan. Raja` yang seperti
ini hanyalah angan-angan belaka, sebuah harapan yang dusta

Roja’ dan khouf yang terpuji

Syaikh Al ‘Utsaimin berkata: “Ketahuilah, roja’ yang terpuji hanya ada pada diri orang yang beramal
taat kepada Allah dan berharap pahala-Nya atau bertaubat dari kemaksiatannya dan berharap
taubatnya diterima, adapun roja’ tanpa disertai amalan adalah roja’ yang palsu, angan-angan
belaka dan tercela.” (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58) Syaikhul Islam berkata: “Khouf yang terpuji
adalah yang dapat menghalangi dirimu dari hal-hal yang diharamkan Allah. “Sebagian ulama salaf
mengatakan: “Tidaklah seseorang terhitung dalam jajaran orang yang takut (kepada Allah)
sementara dirinya tidak dapat meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan.” (Al Mufradaat fii Ghariibul
Qur’an hal. 162 dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 79)

Seorang hamba harus menyeimbangkan antara khauf dan raja’ sebagaimana dalam ayat


berikut yang menjelaskan seorang hamba berdoa dengan harap dan cemas. Allah berfirman,

‫ِين‬ ِ ‫ُون فِي ْال َخي َْرا‬


َ ‫ت َو َي ْدعُو َن َنا َر َغبًا َو َر َهبًا َو َكا ُنوا لَ َنا َخاشِ ع‬ ِ ‫إِ َّن ُه ْم َكا ُنوا ُي َس‬
َ ‫ارع‬
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan
mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.”  (QS. Al-Anbiya’: 90

Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata,

‫ يخاف هللا ويرجوه‬،‫ كالجناحين للطائر‬c‫والعبد يسير إلى هللا بين الرجاء والخوف‬
“Seorang hamba harus beribadah kepada Allah di antara raja’ dan khauf sebagaimana dua sayap
burung.”[1]

Ada beberapa keadaan di mana salah satu dari khauf dan raja’ ini perlu sedikit mendominasi.
Misalnya:

Ketika sakit yang akan mengantarkan kematiannya, maka perbanyak rasa raja’ (berharap) kepada
Allah akan pahala ibadah-ibadah yang dulu pernah dilakukan. Apalagi ibadah tersebut adalah
ibadah yang disembunyikan, hanya Allah dan ia yang tahu serta benar-benar hanya mengharap
wajah Allah saja.

Hal ini sebagaimana hadis Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang mengajarkan kita agar meninggal
dalam keadaan berhusnuzhan kepada Allah. Beliau bersabda,

َّ ُ‫اَل َيمُو َتنَّ أَ َح ُد ُك ْم إِاَّل َوه َُو يُحْ سِ ن‬


‫الظنَّ ِباهَّلل ِ َع َّز َو َج َّل‬
“Jangan salah seorang diantara kamu meninggal dunia kecuali dia berprasangka baik kepada Allah
Azza Wa jalla.”[2]

Berikut penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengenai rincian hal  berikut,

‫اختلف العلماء هل يُقدم اإلنسان الرجاء أو يقدم الخوف على أقوال‬:

‫ “فأيهما‬:‫ قال رحمه هللا‬،”‫ فال يغلب الخوف وال يغلب الرجاء‬،ً‫ أن يكون خوفه ورجاؤه واحدا‬c‫ “ينبغي‬:‫فقال اإلمام أحمد رحمه هللا‬
.‫ وإن غلب الخوف وقع في القنوط من رحمة هللا‬،‫ ألنه إن غلب الرجاء وقع اإلنسان في األمن من مكر هللا‬،”‫غلب هلك صاحبه‬
‫ إذا فعل الطاعة فقد أتى‬c‫ ألنه‬،”‫ وتغليب الخوف عند إرادة المعصية‬،‫ “ينبغي تغليب الرجاء عند فعل الطاعة‬:‫وقال بعض العلماء‬
:‫ وقال آخرون‬.‫ وإذا هم بالمعصية أن يغلب الخوف لئال يقع في المعصية‬،‫ فينبغي أن يغلب الرجاء وهو القبول‬،‫بموجب حسن الظن‬
،‫ ألن الصحيح إذا غلب جانب الخوف تجنب المعصية‬،‫ وللمريض أن يغلب جانب الرجاء‬،‫ينبغي للصحيح أن يغلب جانب الخوف‬
‫ وأنه‬،‫ والذي عندي في هذه المسألة أن هذا يختلف باختالف األحوال‬.‫والمريض إذا غلب جانب الرجاء لقي هللا وهو يحسن الظن به‬
‫ وإذا خاف إذا غلب الرجاء‬،‫إذا خاف إذا غلب جانب الخوف أن يقنط من رحمة هللا وجب عليه أن يرد ويقابل ذلك بجانب الرجاء‬
‫ أما صاحب القلب الميت الذي ال‬،‫ واإلنسان في الحقيقة طبيب نفسه إذا كان قلبه ح ًّيا‬،‫أن يأمن مكر هللا فليرد ويغلب جانب الخوف‬
‫ األمر‬c‫يعالج قلبه وال ينظر أحوال قلبه فهذا ال يهمه‬.

Para ulama berbeda pendapat mengenai manakah yang lebih didahulukan/didominasikan, apakah
rasa harap atau rasa takut kepada Allah, ada beberapa pendapat:

Imam Ahmad rahimahullah berkata:

“Hendaknya khauf (rasa takut) dan raja‘ (berharap) itu sama,  tidak boleh mendominasi rasa takut
dan tidak boleh mendominsasi rasa berharap

Beliau juga berkata:

“Apabila salah satu dari keduanya mendominasi, orang tersebut akan binasa”

Karena ketika rasa berharap kepada Allah lebih besar, seseorang akan merasa aman dari makar
(azab) Allah, dan jika rasa takut lebih besar maka ia akan putus asa dari rahmat Allah

Sebagian ulama mengatakan:

“Hendaknya rasa berharap lebih mendominasi ketika melakukan ketaatan dan rasa takut lebih
mendominasi ketika ingin melakukan maksiat”

Karena ketika melakukan ketaatan akan menuntut adanya husnuzhan kepada Allah,


sehingga hendaknya rasa harap lebih besar yaitu ia mengharapkan amalannya diterima. Adapun
dalam maksiat, hendaknya rasa takut lebih besar agar ia tidak terjerumus dalam maksiat

Sebagian ulama yang lain mengatakan:

“Hendaknya orang yang sehat lebih dominasi rasa takut, sedangkan orang yang sakit lebih
dominasi rasa harap”

Karena orang yang sehat ketika ia mengedepankan rasa takut maka ia akan terhindar dari maksiat,
sedangkan orang yang sakit ketika ia mengedepankan rasa harap maka ia akan bertemu Allah
dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah.

Menurutku yang tepat dalam masalah ini adalah jawabannya berbeda tergantung keadaannya:

 Apabila seseorang khawatir ketika rasa takut kepada Allah mendominasi sampai membuat
ia putus asa dari rahmat Allah, maka wajib baginya untuk menyeimbangkan rasa takut itu
dengan rasa harap kepada Allah
 Apabila seseorang khawatir ketika rasa berharap kepada Allah mendominasi sampai
membuat ia merasa aman dari makar Allah, maka wajib baginya untuk menyeimbangkan
rasa harap itu dengan rasa takut kepada Allah

https://muslim.or.id/38052-menyeimbangkan-antara-khauf-rasa-takut-dan-raja-
berharap.html

Anda mungkin juga menyukai