Anda di halaman 1dari 3

Tiga orang sahabat yang mendatangi rumah istri-istri Rasulullah demi menanyakan

bagaimana beliau SAW beribadah.

Setelah mereka bertiga diberitahu tentang hal tersebut mereka merasa minder, lalu berkata,

“Kita ini siapa dibandingkan dengan Rasulullah?! padahal beliau seorang yang telah
diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.”

Kemudian salah seorang dari mereka bertiga berkata, “Kalau begitu aku akan shalat malam
terus menerus (dan tidak tidur).”

Yang satunya lagi berkata, “Adapun aku, aku akan berpuasa seharian penuh dan tidak
berbuka.”

Yang lainnya lagi berkata, “Kalau aku, aku akan memisahkan diri dari wanita dan tidak akan
menikah selamanya.”

Kemudian Rasulullah mendatangi mereka seraya bertanya, “Apakah kalian yang tadi
berkata demikian dan demikian?!

Adapun aku, demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada
Allah di antara kalian.

Akan tetapi bersamaan dengan itu, aku berpuasa dan aku pun berbuka. Aku shalat dan aku
pun tidur. Aku pun menikah dengan para wanita. Dan siapa saja yang tidak suka dengan
sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.”

(HR. Muslim).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ْ ‫َواَل تَجْ َعلْ يَدَكَ َم ْغلُوْ لَةً اِ ٰلى ُعنُقِكَ َواَل تَ ْبس‬
ِ ‫ُطهَا ُك َّل ْالبَس‬
‫ْط فَتَ ْق ُع َد َملُوْ ًما َّمحْ سُوْ رًا‬

Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula)
engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi
menyesal.
(Al-Isrā' [17]:29)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda,

َ ‫ ع َْن النَّبِ ِّي‬،َ‫ع َْن َأبِي ه َُر ْي َرة‬:


‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬

‫ بِ ْال َغ ْد َو ِة َوال َّروْ َح ِة َو َش ْي ٍء‬B‫ َوا ْست َِعينُوا‬B‫ َوَأ ْب ِشرُوا‬B‫اربُوا‬


ِ َ‫ فَ َس ِّددُوا َوق‬،ُ‫ َولَ ْن يُ َشا َّد ال ِّدينَ َأ َح ٌد ِإالَّ َغلَبَه‬،ٌ‫ِإ َّن ال ِّدينَ يُ ْسر‬
‫ ِم ْن ال ُّد ْل َج ِة‬.
“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seseorang yang berlebih-lebihan dalam
agama kecuali akan terkalahkan.” (HR. Bukhari)

Lawan dari berlebihan adalah kesederhanaan. Buya Hamka dalam Falsafah Hidup
menuliskan;

ditengah antara orang yang memperturutkan hawa nafsu hingga habis akal, habis harta,
habis agama, hingga merugilah di dunia apalagi di akhirat dengan orang yang giat mencari
penghidupan siang malam, pagi petang, tak sadar usia sudah terlewat, dunia pula terlepas,
kesehatan menurun, pakaian tak terurus, rugi waktu hilang masa bahagia melihat anak -
anaknya tumbuh dewasa, di tengah - tengah mereka itu ada orang yang sederhana.

Kelompok yang pertama tercela, karena berlebihan. Kelompok yang kedua pula tercela,
karena kekurangan. Keduanya membahayakan diri sendiri. Sedang orang yang sederhana,
dia tidak terlalu condong, tidak pula terlalu rebah. Syahwat yang diperbolehkan syara'pun
tidak diambilnya sebanyak - banyaknya.

Hidup sederhana yang penting bukan apa yang kita tampilkan, tapi sederhana ada pada niat
dan tujuan perbuatan di dunia ini. Bekerja bukan hendak menjadi kaya, berada. Beramal
jangan karena hendak menjadi raja, berkuasa. Niat dan tujuannya sederhana saja, hendak
berguna bagi kehidupan, hendak bermanfaat bagi kemanusiaan, hendak mendapat ridha
Allah semata.

Kalau kesederhanaan dalam niat dan tujuan kita miliki, tak peduli posisi kita pejabat atau
rakyat, kaya ataukah papa, mahsyur ataukah tidak terkenal, tampil di depan layar atau
hanya menjadi orang dibalik layar, tak akan menjadi soal.

Posisi hanyalah warna hidup, yang hakikat adalah hidup itu sendiri.

Pelajaran ini tak akan berguna dalam hidup yanh senggang. Namun Di masa sulit seperti
hari - hari ini, di mana pemberitahuan kematian pagi dan petang kita dengar. Ayah, ibu,
sahabat, orang terkenal, orang salih begitu ramai pergi.

Sungguh terasalah apa yang kita kejar setengah mati, tak akan dibawa mati. Apa yang kita
khawatirkan akan terlepas juga.

Apabila mata terpejam dan nafas menghembus untuk terakhir kali, tinggalah harta, tinggalah
jabatan, tinggal pula anak istri, tinggal pula orang yang kita puji, tertinggal pula orang yang
kita caci.

Yang tersisa hanyalah Iman dan Amal yang kita bawa nanti. Hidup akan menjadi kenang -
kenangan semata. Apakah dia kita habiskan dalam kesia - siaan ataukah sudah kita
kerjakan dalam kebaikan.

Kalau dalam kebaikan, sudahkah dia kita niat dan tujukan dalam kelurusan, dalam
kesederhanaan yang kita namakan keikhlasan?
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫ ال َّز ٰكوةَ َو ٰذلِكَ ِديْنُ ْالقَيِّ َم ۗ ِة‬B‫ص ْينَ لَهُ ال ِّد ْينَ ەۙ ُحنَفَ ۤا َء َويُقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َويُْؤ تُوا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ِ‫َو َمٓا اُ ِمر ُْٓوا اِاَّل لِيَ ْعبُدُوا َ ُم ْخل‬

Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan
kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Yang
demikian itulah agama yang lurus (benar).
(Al-Bayyinah [98]:5)

Kuncinya Iman lalu amal saleh yang ikhlas, maka baiklah seluruh hidup kita dan kelak di
akhirat mendapat jannatu adn, surga impian semua manusia.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

َ ِ‫ َع ْنهُ ۗ ٰذل‬B‫ي هّٰللا ُ َع ْنهُ ْم َو َرضُوْ ا‬


‫ك‬ ُ ّ‫َجزَ ۤاُؤ هُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َج ٰن‬
ِ ‫ت َع ْد ٍن تَجْ ِريْ ِم ْن تَحْ تِهَا ااْل َ ْن ٰه ُر ٰخلِ ِد ْينَ فِ ْيهَٓا اَبَدًا ۗ َر‬
َ ‫ض‬
‫َش َي َرب َّٗه‬ِ ‫ࣖ لِ َم ْن خ‬

Balasan mereka di sisi Tuhannya adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka
pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Tuhannya.
(Al-Bayyinah [98]:8)

Al Asr

Anda mungkin juga menyukai