Anda di halaman 1dari 6

TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA BERBASIS

EKOLOGI DALAM MENDUKUNG


PENGEMBANGAN KAPAS

Subiyakto

Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199 Malang 65152,
Telp. (0341) 491447, Faks. (0341) 485121, E-mail: balittas@litbang.deptan.go.id

Diajukan: 06 Desember 2010; Diterima: 17 Februari 2011

ABSTRAK

Biaya pengendalian hama pada usaha tani kapas tergolong tinggi, yaitu 41% dari biaya produksi, bahkan sebelumnya
mencapai 75%. Tingginya biaya tersebut disebabkan pengendalian hama masih bertumpu pada insektisida kimia.
Untuk mengurangi biaya pengendalian hama, upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah menerapkan teknologi
pengendalian berbasis ekologi, yang meliputi tumpang sari kapas dengan kedelai, perlakuan terhadap benih, budi
daya tanpa olah tanah, pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa, dan penggunaan pestisida nabati. Teknologi
tersebut dapat mengurangi biaya pengendalian hama hingga 57%, meningkatkan hasil kapas 21% dan kedelai 31%,
serta menaikkan pendapatan 57%. Pengembangan teknologi pengendalian hama berbasis ekologi untuk mendukung
pengembangan kapas memerlukan arah dan strategi. Ke depan, pengembangan teknologi pengendalian hama
berbasis ekologi hendaknya tidak sepenuhnya diserahkan kepada petani dan pengelola karena mereka memiliki
berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, pemerintah berperan sangat penting, terutama dalam sosialisasi dan bantuan
teknis. Strategi yang paling efektif untuk mengimplementasikan paradigma pengendalian hama berbasis ekologi
adalah melalui sekolah lapang yang didukung oleh pembinaan dan pendampingan teknologi.
Kata kunci: Kapas, pengendalian hama, pengendalian hama berbasis ekologi

ABSTRACT
Pest control technology based on ecology in supporting cotton development

The cost of pest control on cotton crops is high, achieving 41% of the production costs, even before reaching
75%. The high cost is because pest control on cotton still relies on the use of chemical insecticides. Effort to
reduce the cost of pest control, among other, is by applying ecologically-based pest control technology. The
components of this technology include intercropping cotton with soybean, seed treatment, no soil tillage, using
rice straw as mulch, and applying botanical pesticides. Implementation of this technology reduced the cost of pest
control by 57%, increased cotton yield by 21% and soybeans 31%, and improved income by 57%. Development
of ecologically-based pest control technology to support cotton development needs a direction and strategy. In
the future, development of ecologically-based pest control technology is not entirely left to the farmers and
managers as they have various limitations. Therefore, the government had an important role, particularly in
socialization and technical assistance. The most effective strategy to perform a new paradigm shift in ecologically-
based pest control technology is through farmers' field schools supported by assistance.
Keywords: Cotton, pest control, ecologically-based pest control

T anaman kapas (Gossypium sp.)


termasuk keluarga Malvaceae, bang-
sa Malvales (Prentice 1972; Fryxell 1984).
kesehatan dan kecantikan. Oleh karena itu,
kapas mempunyai peran penting dalam
kehidupan dan peradaban manusia.
naik menjadi 11 kg/kapita. Kebutuhan
serat kapas diperkirakan meningkat
menjadi 688.000 ton pada tahun 2010
Di Indonesia, kapas mulai dibudidayakan Pertambahan jumlah penduduk me- (Djamaludin 2007; Sagala 2007). Ironis-
secara intensif sejak kedatangan Belanda ningkatkan konsumsi serat (Asosiasi nya, 99,50% kebutuhan serat kapas
pada tahun 1596 (Lahiya 1984). Tanaman Pertekstilan Indonesia 2004). Pada tahun dalam negeri dipenuhi melalui impor
kapas menghasilkan serat untuk bahan 2004, konsumsi serat mencapai 9,70 kg/ (Ditjenbun 2008). Indonesia sebagai
baku tekstil dan produk tekstil serta bidang kapita dan pada tahun 2010 diperkirakan negara pengimpor tekstil dan produk

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 81


tekstil membutuhkan serat kapas rata- bandrijo dan Subiyakto 1992; Subiyakto populasi hama. Berdasarkan hasil pene-
rata 554.000 ton setiap tahun (Rachman 1990b, 1994; Rizal dan Subiyakto 1998), litian, penanaman kapas secara tumpang
2007). dan ulat buah kapas menurunkan pro- sari dengan palawija memberikan penga-
Untuk mengurangi impor serat ka- duksi 63% (Subiyakto dan Kartono 1986; ruh positif terhadap pengendalian hama
pas, pemerintah melakukan berbagai Subiyakto 1990b). Secara keseluruhan, (Subiyakto et al. 1987; 1988; 1990; Nur-
upaya, antara lain introduksi varietas hama kapas menyebabkan penurunan indah dan Subiyakto 1992; Subiyakto
kapas, penerapan program Intensifikasi produksi yang bervariasi, yaitu 63,40% 2006).
Kapas Rakyat (IKR) (Subiyakto 1988; (Kartono et al. 1982), 4050% (Ditjenbun Pengembangan kapas secara tum-
1989), pengendalian hama terpadu per- 1998), dan 65% (Subiyakto 2000). pang sari harus disesuaikan dengan pola
kebunan rakyat (Subiyakto dan Soeban- Keberhasilan pengendalian hama tanam setempat (Kadarwati dan Rahmi-
drijo 2000), pengembangan kapas boll- memegang peran penting dalam pengem- anna 2006). Di Lamongan, kapas umumnya
gard bekerja sama dengan swasta (Subi- bangan kapas. Oleh karena itu, tulisan ini ditumpangsarikan dengan kedelai, se-
yakto dan Nurindah 2002), serta akselerasi mengulas teknologi pengendalian hama dangkan di Sulawesi Selatan dan Jawa
kapas dan impor benih kapas hibrida berbasis ekologi agar dapat diadopsi Tengah dengan tanaman jagung. Pengem-
(Hasnam et al. 2007; Balittas 2008). Na- petani dalam mendukung pengembangan bangan kapas secara tumpang sari diarah-
mun, upaya tersebut belum memberikan kapas. kan pada lahan tadah hujan yang sebe-
hasil seperti yang diharapkan. Produk- lumnya ditanami padi.
tivitas kapas berbiji di tingkat petani Pengendalian hama berbasis ekologi
belum dapat ditingkatkan, masih berki- pada kapas tumpang sari kedelai di-
PENGENDALIAN HAMA
sar antara 400–600 kg/ha, jauh dari ha- dasarkan pada ekologi lokal hama dan
rapan yaitu 1.500 kg/ha. Pengalaman 30 BERBASIS EKOLOGI PADA pemberdayaan petani dalam mengelola
tahun program IKR menunjukkan, upaya KAPAS TUMPANG SARI agroekosistem. Tujuannya adalah agar
peningkatan produktivitas kapas tidak KEDELAI dalam agroekosistem terjadi kesela-
tercapai terutama karena sulitnya pengen- rasan antara tanah, hara, sinar matahari,
dalian hama. Rendahnya produktivitas Pengendalian hama berbasis ekologi kelembapan udara, dan organisme yang
juga disebabkan kapas dikembangkan di tidak hanya terbatas sebagai teknologi, ada sehingga menghasilkan pertanaman
lahan marginal yang daya dukung lahan- tetapi berkembang menjadi suatu konsep yang sehat dan hasil yang berkelanjutan
nya kurang optimal. Pada tahun 2009, luas mengenai proses penyelesaian masalah (Altieri dan Altieri 2004; Nurindah et al.
area tanam kapas hanya 12.500 ha, jauh ekologi (Kenmore 1996). Pemikiran pe- 2007; Subiyakto dan Indrayani 2008).
di bawah rata-rata luas area tahun 1978 ngendalian hama berbasis ekologi di- Penanaman kapas secara tumpang sari
1983, yaitu 17.119 ha (Direktorat Budidaya dorong oleh pengembangan dan pene- dengan kedelai akan menambah kera-
Tanaman Semusim 2008). rapan pengendalian hama berdasarkan gaman tanaman (Gambar 1). Kedelai
Produktivitas kapas yang rendah pengertian ekologi lokal (in situ) hama sebagai tanaman tumpang sari dapat
menyebabkan pendapatan petani juga dan pemberdayaan petani. Pengendalian menarik musuh alami (predator dan
rendah dan tidak tertarik untuk menanam hama berbasis ekologi disesuaikan de- parasitoid) hama kapas karena adanya
kapas. Salah satu cara menarik minat ngan masalah yang ada di setiap lokasi nektar pada bunga (Nurindah dan Subi-
petani untuk mengembangkan kapas ada- dan lebih menekankan pada pengelolaan yakto 1992). Kedelai juga dapat menyu-
lah dengan menurunkan biaya produksi, proses dan mekanisme ekologi lokal burkan tanah karena adanya bintil akar.
terutama melalui efisiensi pengendalian daripada intervensi teknologi (Untung Penanaman kapas secara tumpang sari
hama. Biaya pengendalian hama pada ta- 2006; Laba 2009). dengan kedelai juga dapat mengurangi
naman kapas tergolong tinggi, mencapai Pengendalian hama berbasis ekologi risiko gagal panen sehingga meningkatkan
41% dari biaya produksi (Basuki et al. pada tanaman kapas meliputi pengguna- pendapatan petani (Subiyakto 2006).
2002), bahkan sebelumnya sampai 75% an benih tanpa kabu-kabu, penanaman Pengendalian hama berbasis ekologi pada
(Wirjosoehardjo dan Tobing 1986). Tinggi- varietas toleran hama wereng kapas, tanaman kapas tumpang sari kedelai meli-
nya biaya pengendalian hama karena penyemprotan insektisida berdasarkan puti beberapa komponen sebagai berikut.
tanaman kapas disukai oleh beragam jenis ambang populasi, penggunaan sumber
hama. daya lokal, dan melibatkan petani secara
Ada 28 jenis serangga hama yang me- langsung dalam sekolah lapang pengen- Perlakuan Benih
nyerang tanaman kapas (Subiyakto 1992; dalian hama terpadu (SL-PHT) (Soeban-
Subiyakto dan Nurindah 2000). Namun, drijo 2000; Subiyakto dan Soebandrijo Agar pengendalian hama berbasis eko-
hanya tiga jenis yang dominan, yaitu ulat 2000; Rizal et al. 2002). Pada periode ini logi optimal perlu didukung oleh pertum-
buah Helicoverpa armigera (Hubner), terjadi perubahan yang mendasar, yaitu buhan tanaman yang sehat. Selain dengan
wereng kapas Amrasca bigutulla pengembangan kapas secara tumpang sari menerapkan teknologi budi daya yang
(Ishida), dan penggerek merah jingga dengan palawija. tepat, untuk mendapatkan tanaman yang
Pectinophora gossypiella (Saunders) Pada tahun 1983, petani telah mela- sehat maka benih harus diperlakukan
(Kartono et al. 1982; Subiyakto 2006). kukan penanaman kapas secara tumpang dengan insektisida untuk mengantisi-
Wereng kapas menurunkan produk- sari dengan palawija, antara lain dengan pasi serangan wereng kapas (Subiyakto
si hingga 65% (Subiyakto 1988; 1990a). kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan 1988; 1989).
Ulat merah jingga menyebabkan keru- jagung. Namun, pada saat itu belum di- Perlakuan terhadap benih sangat pen-
sakan 4050% (Subiyakto 1990a; Soe- ketahui pengaruh tumpang sari terhadap ting karena sampai saat ini belum tersedia

82 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011


banding tanah yang miskin bahan or-
ganik. Pada tanah yang kaya bahan
organik, populasi mangsa alternatif arthro-
poda predator (detrivor) lebih tinggi (Settle
et al. 1996; Settle dan Whitten 2000;
Subiyakto et al. 2006a; Subiyakto dan
Indrayani 2008).

Penggunaan Pestisida Nabati


Krisis moneter pada tahun 1997/1998
menyebabkan harga pestisida kimia naik
23 kali lipat. Hal ini mendorong para
peneliti untuk mencari pestisida alternatif
yang relatif murah tetapi efektif mengen-
dalikan hama dan aman bagi lingkungan
(Subiyakto et al. 1999). Pestisida alterna-
Gambar 1. Penanaman kapas secara tumpang sari dengan kedelai menambah
tif tersebut antara lain berasal dari ekstrak
keragaman tanaman (Foto: Subiyakto).
biji mimba.
Penggunaan pestisida nabati dapat
mendukung konservasi musuh alami. Pa-
da tanaman kapas, tindakan konservasi
varietas kapas yang toleran terhadap optimal. Jerami padi biasanya ditumpuk di
musuh alami untuk mengoptimalkan peran
wereng kapas. Varietas kapas yang ada, tepi lahan, bahkan tidak sedikit yang
musuh alami mempunyai peluang keber-
yaitu Kanesia 1 sampai 15 bersifat moderat dibakar (Gambar 2a). Pembakaran jerami
hasilan yang tinggi. Keragaman jenis
tahan terhadap wereng kapas. Perlakuan padi dapat berpengaruh buruk terhadap
arthropoda pada pertanaman kapas ter-
benih menyebabkan tanaman kapas keanekaragaman hayati dan menyebabkan
golong tinggi, sekitar 301 jenis, terdiri atas
mengandung insektisida hingga umur 45 biomassa jerami sebagai bahan organik
135 jenis hama, 90 jenis predator, 75 jenis
hari sehingga terlindung dari serangan hilang. Pemberian mulsa jerami padi dapat
parasitoid, dan satu jenis hiperparasitoid
wereng kapas (Subiyakto dan Kartono memperbaiki agroekosistem (Gambar 2b)
(Michel 2001). Komposisi hama sebenar-
1988). Keuntungan pengendalian hama karena menciptakan iklim mikro yang
nya lebih rendah, yaitu 45%, sedangkan
dengan perlakuan benih antara lain adalah kondusif untuk perkembangan mikro-
predator dan parasitoid lebih besar,
kompatibel dengan cara pengendalian arthropoda tanah dan pertumbuhan ta-
mencapai 65%.
yang lain, mudah dilaksanakan, dan relatif naman (Subiyakto et al. 2005c; Subiyakto
aman terhadap lingkungan (Subiyakto dan Indrayani 2008).
1999). Pemberian mulsa jerami padi akan
menambah bahan organik ke dalam tanah DAMPAK PENERAPAN
dan sebagai pemicu utama berfungsinya PENGENDALIAN HAMA
Budi Daya Tanpa Olah Tanah suatu komponen penyusun habitat BERBASIS EKOLOGI
(Hattenschwiler et al. 2005; Subiyakto et
Pengembangan kapas di lahan sawah al. 2005b). Tanah yang kaya bahan Penerapan teknologi pengendalian hama
tadah hujan, seperti di Lamongan, Jawa organik memiliki populasi predator dan berbasis ekologi pada kapas tumpang
Timur dan Blora, Jawa Tengah mene- serangga netral yang lebih tinggi di- sari kedelai mendorong keterpaduan
rapkan budi daya tanpa olah tanah
(Subiyakto et al. 2005a). Praktek seperti
ini dapat mendorong perkembangan orga-
nisme tanah, seperti mikroarthropoda
yang merupakan mangsa alternatif pre-
dator (Subiyakto et al. 2005b; Subiyakto
dan Indrayani 2008). Pengolahan tanah
secara intensif menurunkan populasi
mikroarthropoda tanah (Hendrix et al.
1986; Rodrigues et al. 1997).

Penggunaan Mulsa Jerami


Padi
Di lahan sawah tadah hujan, umumnya Gambar 2. Jerami padi yang dibakar (a), dan jerami padi sebagai mulsa (b) (Foto:
jerami padi belum dimanfaatkan secara Subiyakto).

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 83


pola pengendalian serangga hama dan Menurunkan Penggunaan diadopsi petani sepenuhnya, sedangkan
budi daya tanaman. Keterpaduan kedua Insektisida perlakuan benih dan penggunaan pes-
pola tersebut dapat meningkatkan pen- tisida nabati belum sepenuhnya diadopsi
dapatan petani melalui efisiensi peng- Penerapan pengendalian hama berbasis petani. Oleh karena itu, sangat diperlu-
gunaan insektisida dan peningkatan ekologi pada kapas tumpang sari kedelai kan percepatan alih teknologi perlakuan
hasil kapas dan kedelai. Pengendalian mengurangi penggunaan insektisida terhadap benih dan penggunaan pestisida
hama berbasis ekologi, secara langsung hingga 57%. Pengendalian hama berbasis nabati.
maupun tidak langsung mendukung pe- ekologi hanya memerlukan dua kali pe- Area pengembangan kapas dengan
ngembangan kapas di Indonesia. Ke- nyemprotan insektisida (0,75 l/ha), se- teknologi pengendalian hama berbasis
untungan penerapan teknologi pengen- dangkan pada praktek petani empat kali ekologi di Kabupaten Lamongan dan Blora
dalian hama berbasis ekologi pada kapas (1,75 l/ha). Rendahnya frekuensi penyem- belum luas karena lahan sawah tadah
tumpang sari kedelai diuraikan berikut ini. protan pada pengendalian hama berbasis hujan yang ditanami kapas berkisar antara
ekologi disebabkan oleh faktor biotik, 1.5001.800 ha. Namun, pengembangan
yaitu berperannya musuh alami, dan faktor kapas di dua kabupaten tersebut dapat
Arthropoda Predator dan menjadi model pengembangan kapas
abiotik seperti curah hujan dalam me-
Mangsa Alternatif Datang nekan populasi hama (Nurindah et al. pada lahan sawah tadah hujan di daerah
Lebih Awal 2006; Subiyakto 2006). lainnya.
Potensi lahan sawah tadah hujan yang
Pengendalian hama berbasis ekologi pada tergolong sangat sesuai untuk ditanami
kapas tumpang sari dengan kedelai me- Meningkatkan Pendapatan kapas mencapai 206.000 ha (Kadarwati dan
macu keberadaan arthropoda predator Petani Rahmianna 2006). Area tersebut tersebar
serta mangsa alternatif (mikroarthropoda di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi
tanah) datang lebih awal dibanding se- Penerapan teknologi pengendalian hama Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Nusa
rangga hama. Hal ini akan memberi berbasis ekologi kapas tumpang sari kede- Tenggara Barat. Dengan demikian, pelu-
peluang bagi arthropoda predator untuk lai meningkatkan hasil kapas 21%, dari ang pengembangan kapas ke lahan sawah
berperan sebagai pengendali hayati untuk 1.056 kg/ha menjadi 1.284 kg/ha, dan tadah hujan dengan sistem tumpang sari
menekan populasi hama. kedelai 31%, dari 636 kg/ha menjadi dengan kedelai masih sangat terbuka.
Mahrub (1999) dan Subiyakto (2006) 836 kg/ha. Pendapatan meningkat 57%
melaporkan bahwa apabila di lapang tidak dari Rp2,46 juta menjadi Rp3,28 juta
dijumpai serangga hama, predator akan (Subiyakto et al. 2006c). KESIMPULAN
memangsa serangga netral seperti mikro-
arthropoda tanah. Populasi mikroarthro- Pengendalian hama berbasis ekologi pada
poda tanah dipengaruhi oleh perkem- PELUANG PENERAPAN kapas dapat dilakukan dengan sistem
bangan fenologi tanaman kapas (Subi- PENGENDALIAN HAMA tumpang sari kapas dengan kedelai, perla-
yakto et al. 2005c) dan kelembapan tanah kuan benih dengan insektisida, budi daya
BERBASIS EKOLOGI
(Borror et al. 1996). Fluktuasi populasi tanpa olah tanah, penggunaan jerami padi
mikroarthropoda tanah stabil sepanjang Suatu teknologi akan diadopsi petani jika sebagai mulsa, dan penggunaan pestisida
musim karena mikroarthropoda tanah teknologi tersebut secara ekonomis me- nabati. Teknologi pengendalian hama
kurang peka terhadap perubahan habitat nguntungkan petani, secara teknis mu- berbasis ekologi pada kapas tumpang
(Winasa 2001; Subiyakto et al. 2005a). dah diterapkan, dan secara ekologis aman sari kedelai telah diadopsi petani, terutama
bagi lingkungan. Teknologi pengendalian di lahan sawah tadah hujan di Kabupaten
hama berbasis ekologi terbukti mening- Lamongan dan Blora. Pengembangan
Meningkatkan Pemangsaan katkan pendapatan petani, secara teknis kapas di kabupaten tersebut dapat menjadi
Predator mudah diterapkan, dan secara ekologis model pengembangan kapas di lahan
relatif aman karena lebih menekankan sawah tadah hujan di daerah lain. Saat
Pengendalian hama berbasis ekologi pada rekayasa budi daya dan penggunaan ini, potensi lahan sawah tadah hujan di
pada kapas tumpang sari kedelai mening- pestisida nabati. Indonesia yang tergolong sangat sesuai
katkan tingkat pemangsaan predator. Uji Komponen teknologi pengendalian bagi kapas mencapai 206.000 ha.
pemangsaan ulat pada kanopi tanaman hama berbasis ekologi pada kapas tum- Teknologi pengendalian hama ber-
kapas menunjukkan ulat dimangsa oleh pang sari kedelai sebagian besar sudah basis ekologi untuk mendukung pengem-
kompleks predator rata-rata 74,60% pada diadopsi petani, terutama petani di lahan bangan kapas tidak dapat diserahkan
PHT, sedangkan pada praktek petani sawah tadah hujan di Lamongan dan kepada petani dan pengelola karena
60,79%. Pada uji pemangsaan di permu- Blora. Di dua daerah terjadi, setiap tahun mereka memiliki berbagai keterbatasan.
kaan tanah, ulat dimangsa oleh kompleks luas tanamnya bervariasi, masing-masing Oleh karena itu, pemerintah berperan
predator rata-rata 78,17% pada lahan PHT berkisar antara 7001.200 ha dan 300600 sangat penting, terutama dalam proses
dan 72,61% pada lahan petani. Predator ha. Perubahan luas area tanam terjadi sosialisasi dan bantuan teknis. Untuk me-
permukaan tanah yang memangsa ulat karena budi daya kapas sangat berisiko lakukan perubahan paradigma baru pen-
antara lain adalah semut, cecopet, dan terhadap kekeringan dan serangan hama. dekatan yang paling efektif adalah mela-
laba-laba (Brust et al. 1986; Subiyakto Komponen budi daya tanpa olah tanah lui sekolah lapang yang didukung oleh
et al. 2006b). dan penggunaan mulsa jerami padi sudah pembinaan dan pendampingan teknologi.

84 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011


DAFTAR PUSTAKA
Altieri, N. and M.A. Altieri. 2004. Agroecological kelembagaan dalam pengembangan kapas dan nelitian Tanaman Tembakau dan Serat,
bases of ecological engineering for pest rami. hlm. 4056. Prosiding Lokakarya Na- Malang.
management. p. 3254. In G.M. Gurr, S.D. sional Kapas dan Rami, Surabaya, 15 Maret
Wratten, and M.A. Altieri (Eds.). Ecological Nurindah, T. Basuki, dan M. Sahid. 2007.
2006. Balai Penelitian Tanaman Tembakau
Engineering for Pest Management. Comstock Penerapan sistem budi daya terpadu dalam
dan Serat, Malang.
Publ. Associates, New York. pengembangan kapas. hlm. 127133. Pro-
Hattenschwiler, S., A.V. Tiunov, and S. Scheu. siding Lokakarya Nasional Kapas dan Rami,
Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2004. Situasi 2005. Biodiversity and litter decomposition Surabaya, 15 Maret 2006. Balai Penelitian
industri tekstil saat ini dan perkiraan lima in terrestrial ecosystems. Annu. Rev. Ecol. Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.
tahun mendatang. hlm. 15. Dalam Soe- Evo. Syst. 36: 191218.
bandrijo, Subiyakto, A.A.A. Gothama, dan Prentice, A.N. 1972. Cotton with Special Re-
Mukani (Ed.). Prosiding Lokakarya Pe- Hendrix, P.F., R.W. Parmelee, D.A. Crossley Jr, ference to Africa. First Ed. Longman Group
ngembangan Kapas dalam Rangka Otoda, D.C. Coleman, E.P. Odum, and P.M. Groff- Ltd., London. 281 pp.
Malang, 15 Oktober 2002. Pusat Penelitian man. 1986. Detritus food webs in conven-
Rachman, A.H. 2007. Strategi revitalisasi pe-
dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. tional and no-tillage agroecosystems. Bio-
ngembangan kapas dan rami. hlm. 3339.
Science 36(6): 374380.
Balittas (Balai Penelitian Tanaman Tembakau Prosiding Lokakarya Nasional Kapas dan
dan Serat). 2008. Kapas hibrida HSD 51, Kadarwati, F.T. dan A.A. Rahmianna. 2006. Rami, Surabaya, 15 Maret 2006. Balai Peneli-
HSC 138, dan HSC 188: Alternatif varietas Kompatibilitas palawija dengan kapas di tian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.
unggul mendukung pengembangan kapas lahan tadah hujan. hlm. 114. Lokakarya
Rizal, M. dan Subiyakto. 1998. Dinamika po-
nasional. Balittas, Malang. 4 hlm. Revitalisasi Agribisnis Kapas Diintegrasikan
pulasi ulat buah merah kapas di Asembagus,
dengan Palawija di Lahan Sawah Tadah
Basuki, T., S. Bambang, dan S.A. Wahyuni. 2002. Jawa Timur. hlm. 6782. Prosiding Seminar
Hujan, Lamongan, 8 September 2005. Balai
Sistem usaha tani kapas di Indonesia. Dalam Nasional PEI dan PHT. Departemen Per-
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat,
Kapas, Buku 1. Monograf Balittas No. 7: tanian, Bogor.
Malang.
hlm. 5576. Balai Penelitian Tanaman Tem- Rizal, M., S. Hadiyani, S.A. Wahyuni, B.
bakau dan Serat, Malang. Kartono, G., A. Sastrosupadi, M. Sahid, Sudjindro,
Sulistiono, dan Soebandrijo. 2002. Pengen-
Endarwati, Darmono, Basuki, T., S.A. Wah-
Borror, D.J., C.A. Triplehora, dan N.F. Johnson. dalian hama terpadu pada tanaman kapas.
yuni, Machfudz, dan Soebandrijo. 1982. Sta-
1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Dalam Kapas, Buku 2. Monograf Balittas
tus penelitian kapas di Indonesia. Balai Pene-
ke-6. Penerjemah P. Partosoedjono. Gadjah No. 7: 159172. Balai Penelitian Tanaman
litian Tanaman Industri, Malang. 113 hlm.
Mada University Press, Yogyakarta. 1083 Tembakau dan Serat, Malang.
hlm. Kenmore, P.E. 1996. Integrated Pest Manage-
Rodrigues, G.S., M.A.V. Ligo, and J.L. de C.
ment in Rice. CAB International, Cambridge.
Brust, G.E., B.R. Stinner, and D.A. McCartney. Mineiro. 1997. Organic matter decompo-
576 pp.
1986. Predator activity and predation in sition and microarthropod community struc-
corn agroecosystems. Environ. Entomol. Laba, I.W. 2009. Analisis Empiris Penggunaan ture in corn fields under low input and inten-
15: 10171021. Insektisida Menuju Pertanian Berkelanjutan. sive management in Guaira (SP). Sci. Agric.
Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang 54: 12.
Direktorat Budidaya Tanaman Semusim. 2008. Hama Tanaman Pangan. Badan Penelitian
Rumusan Hasil Pertemuan Evaluasi Pelak- Sagala, A. 2007. Kebijakan sektor industri TPT
dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 74
sanaan Program Akselerasi Pengembangan dalam mendukung pengembangan kapas dan
hlm.
Kapas Tahun 2008, Yogyakarta 2324 rami pascapencabutan subsidi ekspor negara
Oktober 2008. Direktorat Budidaya Tanam- Lahiya, A.A. 1984. Tanaman Kapas (Sejarah maju. hlm. 2023. Prosiding Lokakarya
an Semusim, Direktorat Jenderal Perkebun- Pengembangan dan Pembudidayaannya) di Nasional Kapas dan Rami, Surabaya 15 Maret
an, Jakarta. 8 hlm. Indonesia. Bandung. 69 hlm. 2006. Balai Penelitian Tanaman Tembakau
dan Serat, Malang.
Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). Mahrub, E. 1999. Struktur komunitas arthropoda
1998. Peluang dan program pengembangan pada ekosistem padi tanpa perlakuan pesti- Settle, W.H., H. Ariawan, E.T. Astuti, W.
kapas di Indonesia. hlm. 5673. Prosiding sida. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Cahyono, A.L. Hikam, D. Hidayana, A.S.
Diskusi Kapas Nasional, Jakarta, 26 Novem- 4(1): 19–27. Lestari, and Pajarningsih. 1996. Managing
ber 1996. Badan Penelitian dan Pengem- tropical rice pest through conservation of
Michel, B. 2001. Survey of arthropod bio-
bangan Pertanian, Jakarta. generalist natural enemies and alternative
diversity of cotton fields in South-East Asia.
prey. Ecology 77(7): 19751988.
Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). p. 119–132. Proceeding of the Second
2008. Pembahasan harga kapas berbiji dan South-East Asian Cotton Research Con- Settle, W.H. and M.J. Whitten. 2000. The role
rayonisasi pengelolaan kapas tahun 2008. sortium Meeting, Hochiminh City, Vietnam, of small scale farmers in strengthening
Ditjenbun, Jakarta. 8 hlm. 2022 November 2001. linkages between biodiversity and sustainable
agriculture. p. XLIXLIX. In Abstract, Book
Djamaludin, J.C. 2007. Dampak strategis industri Nurindah dan Subiyakto. 1992. Pengaruh tum-
I. XXI International Congress of Entomo-
TPT nasional menanggapi pencabutan sub- pang sari kapas dengan palawija terhadap
logy, Brazil, 2026 August 2000.
sidi ekspor kapas negara maju. hlm. 2432. populasi predator serangga hama kapas. hlm.
Prosiding Lokakarya Nasional Kapas dan 3440. Prosiding Diskusi Panel Budi Daya Soebandrijo dan Subiyakto. 1992. Usaha pen-
Rami, Surabaya, 15 Maret 2006. Balai Pene- Kapas + Kedelai, 10 Desember 1992. Balai cegahan serangan penggerek buah merah
litian Tanaman Tembakau dan Serat, Ma- Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, jingga kapas Pectinophora gossypiella. hlm.
lang. Malang, 122127. Prosiding Diskusi Panel Budi Daya
Kapas + Kedelai, 10 Desember 1992. Balai
Fryxell, P.A. 1984. Taxonomy and germplasm Nurindah, D.H. Parmono, dan Sujak. 2006. Fak-
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat,
resources. p. 2756. In R.J. Kohel and C.F. tor mortalitas biotik Helicoverpa armigera
Malang.
Lewis (Eds.). Cotton. ASA, SCAA, SSSA Inc. (Hubner) pada kapas tumpang sari kedelai.
Publ., Madison, Winconsin, USA. hlm. 118124. Prosiding Lokakarya Revi- Soebandrijo. 2000. Penerapan teknologi pengen-
talisasi Agribisnis Kapas Diintegrasikan de- dalian hama terpadu pada tanaman kapas.
Hasnam, E. Sulistyowati, Nurheru, Sudjindro, dan ngan Palawija di Lahan Sawah Tadah Hujan, Buletin Kehutanan dan Perkebunan 1(2): 35
Rr. S, Hartati. 2007. Peran teknologi dan Lamongan, 8 September 2005. Balai Pe- 52.

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 85


Subiyakto dan G. Kartono. 1986. Beberapa aspek hatan, Lembang, 3 Agustus 1994. PEI Cabang onal Conference on Crop Security, Brawijaya
biologi ulat buah kapas Helicoverpa armigera Bandung. 11 hlm. University, Malang, 20–22 September 2005.
(Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae). hlm. 10 pp.
Subiyakto, G. Dalmadiyo, Supriyono, dan H.P.
7885. Prosiding Temu Ilmiah Entomologi
Diwang. 1999. Pemanfaatan mimba sebagai Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, dan
Perkebunan Indonesia, Medan, 2224 April
alternatif pengendalian serangga hama kapas. Syekhfani. 2005c. Pengaruh bobot mulsa
1986.
Warta Penelitian Tanaman Industri IV(4): jerami padi terhadap kelimpahan mikro-
Subiyakto, Soebandrijo, dan O.S. Bindra. 1987. 2. arthropoda tanah pada tumpang sari kapas
Pengaruh tumpang sari kapas-palawija ter- dan kedelai. hlm. 314323. Prosiding
Subiyakto. 1999. Statistika demografi untuk
hadap populasi serangga hama kapas. Semi- Seminar Nasional dan Kongres Biologi XIII
evaluasi ketahanan tanaman terhadap se-
nar on Integrated Cotton Pest Control, Ma- dalam rangka Lustrum X Fakultas Biologi
rangga hama. hlm. 419428. Prosiding Sim-
lang, 2930 Oktober 1987. Balai Penelitian Universitas Gadjah Mada, 1617 September
posium III Hasil Penelitian dan Pengem-
Tanaman Tembakau dan Serat, Malang. 9 2005.
bangan Tanaman Perkebunan, Bogor, 12
hlm.
Desember 1999. Penerapan IPTEK untuk Subiyakto. 2006. Peranan Mulsa Jerami Padi
Subiyakto. 1988. Upaya pengendalian serangga Meningkatkan Daya Saing Industri Perke- terhadap Keanekaragaman Arthropoda Pre-
hama kapas secara terpadu. Jurnal Penelitian bunan Menghadapi Millenium III. Pusat dator dan Manfaatnya dalam Pengendalian
dan Pengembangan Pertanian VII(4): 109 Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Serangga Hama Kapas pada Kapas Tumpang
115. dan APPI, Bogor. Sari Kedelai. Disertasi Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya, Malang. 157 hlm.
Subiyakto dan G. Kartono. 1988. Prospek peng- Subiyakto. 2000. Pemanfaatan insektisida nabati
gunaan insektisida benih dan tanah sebagai serbuk biji mimba untuk pengendalian peng- Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, dan
komponen pengendalian serangga hama gerek buah kapas Helicoverpa armigera Syekhfani. 2006a. Peranan mulsa jerami padi
pengisap pada tanaman kapas. Jurnal Pene- (Hubner). Makalah disampaikan pada Work- dalam pengendalian serangga hama kapas
litian dan Pengembangan Pertanian VII(2): shop Nasional Pengendalian Hayati OPT pada tumpang sari kapas dan kedelai. Jurnal
4350. Tanaman Perkebunan, Bogor, 1517 Febru- Ilmiah Agrivita 28(1): 1525.
ari 2000. Direktorat Jenderal Perkebunan,
Subiyakto, Soebandrijo, dan O.S. Bindra. 1988. Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, dan
Jakarta. 12 hlm.
Pengendalian serangga hama kapas secara Syekhfani. 2006b: Tekanan pemangsaan
budi daya. Makalah disampaikan pada Loka- Subiyakto dan Nurindah. 2000. Organisme peng- kompleks predator terhadap ulat buah pada
karya Penelitian Pengendalian Serangga ganggu tanaman kapas dan musuh alami tumpang sari kapas dan kedelai tanpa dan
Hama Kapas secara Terpadu, Malang, 10 serangga hama kapas. Proyek Penelitian dengan mulsa jerami padi. Jurnal Ilmiah
11 Agustus 1988. Balai Penelitian Tanaman PHT Tanaman Perkebunan (IPM-SECP). Habitat XVII(1): 7282.
Tembakau dan Serat, Malang.11 hlm. ADB. 52 hlm.
Subiyakto, Dwi Adi Sunarto, Dwi Winarno, dan
Subiyakto. 1989. Upaya meningkatkan produk- Subiyakto and Soebandrijo. 2000. Consultant IG A.A. Indrayani. 2006c. Peranan pengen-
tivitas lahan kapas rakyat. Jurnal Penelitian Report. Integrated Pest Management for dalian hama terpadu untuk meningkatkan
dan Pengembangan Pertanian VIII(2): 40 Smallholder Estate Crops Project (IPM- pendapatan petani. Makalah disampaikan
45. SECP). ADB Loan No.1469-INO. 12 pp. dalam Seminar Hasil Penelitian Balittas
Malang Tahun 2006. Balai Penelitian Ta-
Subiyakto. 1990a. Pemanduan hama wereng dan Subiyakto dan Nurindah. 2002. Tinjauan multi-
naman Tembakau dan Serat. 16 hlm.
ulat buah kapas. Jurnal Penelitian dan Pe- aspek pengembangan kapas transgenik di
ngembangan Pertanian IX(I): 15. Sulawesi Selatan. Makalah Roundtable Dis- Subiyakto dan I G.A.A. Indrayani. 2008. Pengen-
cussion di PK-PHT, Institut Pertanian Bogor, dalian serangga hama kapas menggunakan
Subiyakto. 1990b. Ulat ungu kapas dan strategi
3 Oktober 2002. 8 hlm. mulsa jerami padi. Perspektif 7(2): 5564.
pengendaliannya. Jurnal Penelitian dan Pe-
ngembangan Pertanian IX(2): 2931. Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, and Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama
Syekhfani. 2005a. Pengaruh bobot mulsa Terpadu. Edisi-2. Gadjah Mada University
Subiyakto, Soebandrijo, dan M. Sahid. 1990.
jerami padi terhadap populasi serangga hama Press, Yogyakarta. 348 hlm.
Pengaruh tumpang sari kapas dengan jagung
dan hasil kapas. hlm. 110117. Prosiding
terhadap pengendalian ulat Helicoverpa Winasa, I.W. 2001. Arthropoda Predator Peng-
Lokakarya Revitalisasi Agribisnis Kapas Di-
armigera (Hubner) pada kapas. Pemberitaan huni Permukaan Tanah di Pertanaman Kede-
integrasikan dengan Palawija di Lahan Sawah
Penelitian Tanaman Industri XV(2): 1725. lai: Kelimpahan, pemangsaan, dan pengaruh
Tadah Hujan, Lamongan, 8 September 2005.
praktek budi daya pertanian. Disertasi, Ins-
Subiyakto. 1992. Pengendalian Serangga Hama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perke-
titut Pertanian Bogor. 114 hlm.
dan Penyakit Kapas. Penerbit Kanisius, bunan, Bogor.
Yogyakarta. 76 hlm. Wirjosoehardjo, S. and H.L. Tobing. 1986. Cotton
Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, and
pest control policy in IKR programme. Inter-
Subiyakto. 1994. Pengendalian ulat merah jingga Syekhfani. 2005b. Effect of straw mulching
national Workshop on Cotton Production
kapas Pectinophora gossypiella (Saunders) weight on the abundance of predation ar-
and Protection, Malang, 1317 May 1986.
dengan gossyplure sebagai mating disruption. thropods on soil surface in cotton inter-
11 pp.
Makalah Seminar Sehari Sumbangan Ento- cropped with soybean. The First Internati-
mologi dalam Bidang Pertanian dan Kese-

86 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011

Anda mungkin juga menyukai