Anda di halaman 1dari 13

REFARAT

FIXED DRUG ERUPTION


KKS Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin
RSUD dr.Djasamen Saragih
Pematangsiantar

Disusun Oleh :
ELYSBETH PURBA
212 210 192

Dokter Pembimbing :
dr. DAME MARIA PANGARIBUAN, SpKK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
RSUD dr. DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur, penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Tuhan Yang Maha Esa
atas kasih-Nya yang memberkati penyusun sehingga refarat dengan judul “Fixed
Drug Eruption” dapat terselesaikan.
Rasa terima kasih penyusun sampaikan kepada teman-teman dan senior
coass yang telah membimbing penyusun dalam menyelesaikan refarat ini. Rasa
terima kasih juga khusus penyusun sampaikan kepada dr.Dame Maria
Pangaribuan, Sp.KK yang telah memberi petunjuk dan bimbingan kepada
penyusun dalam menyusun refarat ini.
Sepenuhnya penyusun juga sadari refarat ini masih jauh dari kata
sempurna, karena itu penyusun dengan senang hati akan menerima segala saran
dan kritik dari pembaca.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, semoga refarat ini membawa
manfaat. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Pematangsiantar, September 2017

Elysbeth Purba

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 2
2.1 Definisi ................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 2
2.3 Etiologi ................................................................................................... 2
2.4 Patogenesis ............................................................................................. 2
2.5 Gejala Klinis .......................................................................................... 3
2.6 Diagnosis ............................................................................................... 4
2.7 Diagnosis Banding ................................................................................. 6
2.8 Penatalaksanaan ..................................................................................... 7
2.9 Prognosis .................................................................................................. 8
BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Fixed Drug Eruption (FDE) adalah reaksi alergi dengan manifestasi berupa
lesi kulit yang muncul ditempat yang sama dan dapat bertambah akibat pemberian
atau pemakaian jenis obat-obatan tertentu.
Beberapa penelitian tentang morfologi dan agen pencetus pada pasien-
pasien dengan erupsi obat dirumah sakit atau bagian kulit kelamin pada tahun
1986-1990 dilaporkan pada 135 kasus terdapat kasus FDE sebanyak 16%.
Gambaran klinik dari FDE berupa timbulnya satu atau beberapa lesi kulit
yang eritematous berbentuk bulat atau oval. Pada mulanya terbentuk efloresensi
berupa makula berbatas tegas berwarna ungu atau coklat.
Diagnosis FDE ditegakkan berdasarkan anamnesa adanya riwayat
penggunaan obat sebelum timbulnya lesi dan gambaran klinik yang ditemukan.
Namun jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan jaringan kulit secara patologi anatomi dimana akan didapatkan
gambaran mikroskopis berupa terdapatnya makrofag-makrofag dan adanya
penumpukan pigmen melanin.
Penatalaksanaan yang dipakai adalah dengan pengobatan kausal berupa
mengetahui dan menghindari terpaparnya kembali dengan obat-obatan penyebab
dan pengobatan simptomatis berupa pemberian obat-obatan secara sistemis seperti
kortikosteroid dan antihistamin maupun secara topikal.
FDE bukan merupakan kasus yang mengancam jiwa dimana akan
menyembuh bila obat penyebab dapat diketahui dan disingkirkan. Namun
demikian dilihat dari sudut pandang kosmetik sangat mengganggu dan
menimbulkan perasaan tidak nyaman. Jika tidak diterapi secara kausal maka dapat
bertambah parah dengan adanya penambahan jumlah lesi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Fixed drug eruption (FDE) adalah reaksi alergi pada kulit atau daerah
mukokutan yang terjadi akibat pemberian atau pemakaian jenis obat-obatan
tertentu yang biasanya dikarakteristik dengan timbulnya lesi berulang pada tempat
yang sama dan tiap pemakaian obat akan menambah jumlah dari lokasi lesi.
Sinonim dari FDE adalah Eksantema fikstum, fixed exanthema.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Data Divisi Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin FKUI- RSCM menunjukkan selama tahun 1999-2001 alergi obat yang
terbanyak pada anak usia di bawah 14 tahun adalah FDE 46%, eksantema 5% dan
urtikaria 21%. Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal tersebut
mungkin disebabkan pajanan obat yang bertambah.

2.3 ETIOLOGI
Banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE. Yang paling
sering dilaporkan adalah phenolpthalein, barbiturate, sulfonamide, tetrasiklin,
antipiretik pyrazolone dan obat anti inflamasi non steroid.
 Obat Antibakteri : Sulfonamid (co-trimoxazole), Tetrasiklin, Penisilin,
Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisisn, Trimethoprim, Nistatin, Grisoefulvin,
Dapson, Arsen, Garam merkuri.
 Obat Anti Inflamasi Non-Steroid : Aspirin, Oxyphenbutazone, Phenazone,
Metimazole, Paracetamol, Ibuprofen, Phenolpthalein, Codein, Hydralazin,
Oleoresin, Anthralin, Chlorthiazone.
 Barbiturat dan tranquilizer lainnya: Derivat Barbiturat, Opiat, Chloral hidrat,
Benzodiazepine, Chlordiazepoxide, Anticonvulsan, Dextromethoephan.

2.4 PATOGENESIS
Fixed Drug Eruption merupakan bentuk klasik dari hipersensitivitas tipe 4
(Delayed Tipe Hipersensitivity) subtipe D yang dimediasi oleh sel T CD8+.

2
Adanya proses inflamasi dan kerusakan jaringan lokal pada FDE dilatarbelakangi
oleh adanya sel T CD8+ yang menetap pada lesi FDE. Selain itu, sel-sel tersebut
juga ditemukan pada lapisan epidermis yang normal namun dapat bermigrasi ke
area lesi jika terjadi pajanan obat kausatif.
Populasi sel T CD8+ yang ditemukan pada lesi FDE yang tidak reaktif
(berada dalam refractory period) memiliki peran sebagai sel efektor dan sel
memori. Menetapnya sel CD8+ pada lesi dan salah satu fungsinya sebagai sel
memori menjelaskan terjadinya rekurensi lesi pada tempat yang sama. Sel ini
menimbulkan kerusakan jaringan karena mencetuskan respon imun, walaupun
sebenarnya sel ini pada awalnya memiliki fungsi melindungi epidermis dari
adanya infeksi berulang.
Kerusakan jaringan terjadi saat sel T CD8+ diaktifkan untuk membunuh
secara langsung keratinosit disekitarnya dan melepaskan IFN-γ dalam jumlah
besar ke lingkungan lokal. Sitokin tersebut berfungsi sebagai faktor kemotaktik
untuk sel-sel imun lainnya seperti sel T CD4+, sel netrofil dan sel T CD8+ lainnya
untuk datang ke lokasi lesi dan menimbulkan respon imun serta kerusakan yang
jauh lebih berat. Selain itu, sel T CD8+ juga memiliki fungsi efektor sitolisis
langsung dengan mengeluarkan perforin dan Fas L sehingga sel yang terkena
mengalami proses lisis. Pada lesi FDE biasanya juga ditemukan adanya
peningkatan ekspresi ICAM-1 oleh keratinosit yang menjelaskan adanya migrasi
limfosit ke area lesi di epidermis sehingga terjadi kerusakan yang lebih hebat.
Di akhir respon imun yang terjadi, terdapat adanya keterlibatan sel T
regulator yang direkrut ke area lesi untuk menghambat dan menghentikan respon
imun yang dimediasi sel T CD8+ intraepidermal dan sel T lainnya. Sebagian besar
sel-sel tersebut kemudian mengalami apoptosis. Beberapa sel ada yang menetap
pada lesi dan tidak mengalami apoptosis disebabkan oleh sitokin IL-15 yang
dikeluarkan oleh keratinosit.

2.5 GEJALA KLINIS


FDE dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat.
Lesi berupa makula oval atau bulat, berwarna merah atau keunguan, berbatas
tegas, dan kadang disertai vesikel/bula pada bagian tengah lesi sehingga sering
menyerupai eritema multiforme. Ukuran lesi bervariasi mulai dari lentikuler
sampai plakat. Lesi dapat dijumpai di kulit dan membran mukosa yaitu bibir,
3
badan, tungkai, tangan, dan genital. Tempat predileksi paling sering adalah bibir
dan genital. Lesi FDE pada penis sering disangka sebagai penyakit kelamin
karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas disertai eritema dan rasa
panas setempat.
Ciri khas FDE adalah berulang pada predileksi yang sama setelah pajanan
obat penyebab. Timbulnya kembali lesi di tempat yang sama menjelaskan arti kata
“fixed” pada nama penyakit tersebut.

2.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Adanya hubungan antara timbulnya erupsi dengan penggunaan obat dan
diketahui mengenai :
- obat-obatan yang didapat
- kelainan timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari sesudah
masuknya obat.
- Rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya
subfebril.

2. Pemeriksaan Fisik
Lesi dapat timbul pada kulit dan juga membran mukus seperti pada
mulut atau konjungtiva. Lesi berbentuk makula bulat atau oval awalnya
berwarna merah lalu berubah menjadi merah kehitaman dan violet
berbatas tegas, timbul setelah beberapa jam mengkonsumsi obat.
Kebanyakan lesi soliter tapi dapat juga multiple ukuran bervariasi, lokasi
tersering adalah pada kelamin (genital skin). Dan apabila sembuh bisa
menimbulkan kulit menjadi hiperpigmentasi yang akan sembuh dalam
waktu lama atau bahkan menetap. Tempat predileksi dibagian tubuh dekat
lubang alami.

4
Gambar 1. Fixed drug erupsi pada genitalia akibat sulfonamide

Gambar 2. Fixed drug eruption

3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, bila diperlukan dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis banding. Berikut adalah
beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Uji Tempel
Suspek obat yang diduga menjadi penyebab lesi FDE dapat
diidentifikasi lewat uji tempel, yaitu menggunakan patch berisi obat

5
dengan konsentrasi tertentu yang ditempelkan pada lesi sebelumnya.
Tes ini sebaiknya dilakukan setelah 2 minggu terjadinya resolusi lesi
untuk menghindari adanya negatif palsu. Respon inflamasi biasanya
positif pada 30% kasus.
2. Uji provokasi
Merupakan baku emas untuk mengetahui obat penyebab. Uji ini
bertujuan untuk mencetuskan tanda dan gejala klinis yang lebih ringan
dengan menggunakan dosis tunggal. Dosis yang kecil, yaitu 1/10 dari
dosis terapetik obat penyebab sudah cukup untuk
memprovokasi.Tanda-tanda radang umumnya muncul dalam beberapa
jam

2.7 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding FDE dapat dilihat pada tabel berikut:
1. Exanthematous eruption
Merupakan reaksi cutaneus karena obat, dimana karakteristik lesi
umunya bersifat simetris. Lesi berupa makula eritematous yang disertai
papula yang dapat membentuk plaque, berbatas tegas, tepi ireguler,
jumlah multiple, distribusi simetris. Dapat disertai dengan rasa gatal dan
demam.

Gambar 3. Exanthematous eruption

2. Utrikaria
Merupakan pembengkakan yang terjadi dibawah kulit yang berlangsung
kurang dari 24 jam. Lesi berupa wheal atau bercak edema yang
kemerahan dengan bagian tengah tampak pucat yang disertai rasa gatal.

6
Ukuran bervariasi mulai dari millimeter sampai sentimeter dengan
distribusi regional.

Gambar 4. Urtikaria

3. Eritema multiformis
Merupakan peradangan akut pada lapisan kutaneus yang ditandai dengan
adanya target lesi yang khas. Disebut eritema multiformis mayor jika
terdapat keterlibatan mukosa. Lesi khas berbentuk terget lesi
(irisformis). Lesi tampak papular dan terkadang dalam bentuk
vesikobullosa yang secara khas meliputi ekstremitas (terutama telapak
tangan dan kaki). Lesi bisa gatal atau nyeri. Pada bentuk yang parah
terdapat adanya gejala sistemik berupa demam, lemas dan malaise.

Gambar 5. Eritema multiformis

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Non-Medikamentosa
Hentikan penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab.
2. Medikamentosa

7
a. Pengobatan Sistemik
(1) Korikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik sangat penting pada alergi
obat. Dosis standar untuk FDE pada orang dewasa ialah
Prednisone dengan dosis 3x10mg per hari.
(2) Antihistamin
Untuk keluhan rasa gatal pada malam hari yang kadang
mengganggu istirahat pasien dan orang tuanya dapat diberikan
antihistamin yang mempunyai efek sedatif.
b. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah
kering atau basah.
(1) Jika lesi basah dapat diberi kompres secara terbuka. Tujuannya
adalah untuk mengeringkan eksudat, membersihkan debris dan
krusta serta memberikan efek menyejukkan. Pengompresan
dilakukan cukup 2-3 kali sehari, biarkan basah (tetapi tidak
sampai menetes) selama 15-30 menit. Eksudat akan ikut
mengering bersama penguapan. Biasanya pengompresan cukup
dilakukan 2-3 hari pertama saja. Cairan kompres yang dapat
dipilih antara lain larutan NaCl 0,9% atau dengan larutan
antiseptik ringan, misalnya larutan Permanganas Kalikus 1:10.000
atau asam salisilat 1:1000.
(2) Jika lesi kering dapat diberi krim kortikosteroid, misalnya krim
hidrokortison 1% atau 2,5%. Lesi hiperpigmentasi tidak perlu
diobati karena akan menghilang dalam jangka waktu lama.

2.9 PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik jika obat kausatif telah dapat dipastikan.
Penggunaan obat-obatan tersebut untuk kedepannya agar dihindari dan digantikan
dengan obat lain. Pasien sebaiknya diberikan catatan berupa kartu kecil (allergic
card) yang memuat jenis obat beserta golongannya sehingga mempermudah
pasien dan petugas saat pasien datang untuk berobat kembali, hal tersebut dapat
mencegah adanya pajanan ulang yang memungkinkan terjadinya FDE.

8
BAB III
KESIMPULAN

1. Fixed Drug Eruption (FDE) merupakan salah satu erupsi pada kulit yang
ditandai dengan makula hiperpigmentasi, terkadang ditemukan bula yang
dapat timbul pada lokasi yang sama jika terpapar dengan obat yang diduga
sebagai penyebab FDE
2. Beberapa obat-obatan yang sering menyebabkan FDE adalah phenolpthalein,
barbiturate, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik pyrazolone dan obat anti
inflamasi non steroid.
3. Lesi berupa makula oval atau bulat, berwarna merah atau keunguan, berbatas
tegas, kadang disertai vesikel/bula pada bagian tengah lesi dengan predileksi
tersering di daerah bibir, tangan, dan genitalia.
4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
5. Penatalaksanaannya yang terutama adalah penghentian penggunaan obat yang
diduga mencetuskan FDE, pengobatan oral dengan kortikosteroid dan
antihistamin, serta pengobatan topikal tergantung lesi jika basah diberikan
kompres dan jika kering dapat diberikan kortikosteroid topikal.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. DR. Adhi Djuanda, Dr. Mochtar Hamzah, Dr. Siti Aisah. Ilmu
PenyakitKulit dan Kelamin, edisi ketiga. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 1999:139-142
2. DermNet Editorial Board. Fixed Drug Eruption. Available from URL:
www.dermnetnz.org/reaction/fixed-drug-eruption.html.
3. Freedberg Irwin, Eisen Arthur, Wolff Klaus et al. Dermatology in General
Medicine, 5th edition Vol. 1. McGrow Hill Companies, Inc. United States of
America,1999:1633-41
4. Seobaryo R, Suherman S. Erupsi Obat Alergik. Dalam: Sularsito Sri,dkk.
Erupsi Obat Alergik. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI.1995:3-
7,63-4
5. Thiers B. Disorders of Hyperpigmentation. In: Dermatologics Clinics. W.B
Saunders Company.2000:95-7
6. Arnold H, Odom R, James W. Contact Dermatitis in Drug Eruption. In:
Diseases of The Skin. 8th edition. W.B Saunders Company.1990
7. Lever Walter, Schaumberg G. Eruptions Due to Drugs, In: Histopathology of
The Skin. J.B Lippincott Company.1983:259-61

10

Anda mungkin juga menyukai