A. Pendahuluan
“Fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can
devise. Which are resorted to by one individual, to get an advantage over another false
representations. No definite and invariable rule can be a laid down as a general preposition in
defining fraud, as it includes surprise trickery cunning and unfair ways by which another is
cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knaveri.”
Sedangkan definisi fraud menurut Federal Burean of Investigation yang dikutip dari
Silverstone, dkk (2007:5) adalah :
“White-collar crimes are caraterized by deceit, conselment, or violation of trust and are not
dependent upon the application or threat of physical force or violence. Such acts are comunited
to individuals and organization to obtain money, property, or service; to avoid to payment or
loss of money or services; or the secure a personal or business advantage.”
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa fraud adalah tindakan yang
disengaja dengan melakukan penipuan, penggelapan, ataupun pelanggaran kepercayaan dan
bukan dengan menggunakan kekerasan fisik yang digunakan untuk mendapatkan keuntungan
finansial melalui salah saji yang materil.
1. Employee embezzlement merupakan fraud yang terjadi ketika karyawan menipu pemberi
kerja dengan melakukan pencurian terhadap asset perusahaan. Fraud tersebut dapat
terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Fraud terjadi secara langsung apabila
karyawan mencuri kas perusahaan, persediaan, peralatan, atau aktiva lain. Fraud dapat
juga terjadi ketika karyawan menciptakan perusahaan palsu dan membiarkan
perusahaannya membayar sejumlah utang untuk benda yang sebenarnya tidak diterima
oleh perusahaan. Fraud yang terjadi secara tidak langsung, terjadi ketika karyawan
menerima suap dari supplier, konsumen, atau pihak diluar perusahaan lainnya untuk
mengijinkan adanya harga jual yang lebih rendah, harga beli yang lebih tinggi, barang
yang tidak dikirim, atau pengiriman barang berkualitas rendah.
2. Management fraud adalah manipulasi yang menyesatkan atas laporan keuangan,
stockholders lenders (pemegang saham pemberi pinjaman) dan semua pengguna laporan
keuangan merupakan korban dari fraud jenis ini.
3. Invesment scams merupakan fraud yang terjadi ketika seseorang mengelabui investor
untuk menanamkan sejumlah uang ke dalam investasi yang sebenarnya tidak berharga.
4. Vendor fraud dapat terjadi akibat fraud yang dilakukan oleh vendor yang bertindak
sendiri ataupun fraud yang dilakukan melalui kolusi antara pembeli dan vendor. Vendor
fraud biasanya mengakibatkan biaya pembelian yang lebih tinggi, pengiriman barang
yang berkualitas rendah, maupun tidak adanya pengiriman barang meskipun pembayaran
telah dilakukan.
5. Customers fraud merupakan fraud yang terjadi ketika pelanggan tidak membayar penuh
barang yang dibeli, atau pelanggan menipu perusahaan untuk memberikan sesuatu
kepada mereka yang bukan merupakan haknya.
6. Miscellaneous fraud adalah fraud yang tidak termasuk kedalam lima jenis fraud diatas
digolongkan kedalam miscellaneous fraud.
C. Uraian
Pelaku fraud biasanya tidak dapat dibedakan dengan orang-orang yang lain dilihat dari
segi karakteristik psikologi maupun demografi. Penelitian beberapa tahun yang lalu melakukan
studi dengan membandingkan pelaku fraud dengan:
Hasilnya, para pelaku fraud sangat berbeda dengan perbandingan nomor satu (narapidana
pelanggaran hak properti). Pelaku fraud umumnya lebih berpendidikan, lebih beragama, dan
sedikit dari mereka yang memiliki catatan kriminalitas. Mereka juga memiliki kesehatan
psikologis yang lebih baik. Sedangkan untuk perbandingan yang nomor dua, yaitu dengan
pelajar, mereka hanya berbeda tipis. Dimana pelaku fraud cenderung lebih tidak jujur, lebih
mandiri, lebih dewasa, lebih memiliki penyimpangan sosial, serta lebih empatik daripada
pelajar/mahasiswa.
Sangat peting untuk mengerti tentang karakteristik dari pelaku fraud, karena mereka
kelihatan seperti orang yang memiliki sifat atau perangai yang dicari oleh perusahaan dalam
mencari karyawan, mencari konsumen, dan memilih pemasok. Pengetahuan ini membantu kita
untuk mengerti bahwa:
1. Kebanyakan pegawai, konsumen, pemasok, dan partner bisnis memiliki kesesuaian atau
cocok dengan karakteristik yang dimiliki oleh pelaku fraud dan memiliki kemampuan untuk
terlibat dalam fraud.
2. Sangat sulit untuk memprediksi apa yang menyebabkan pegawai, pemasok, klien, dan
konsumen akan menjadi tidak jujur.
Ada tiga alasan utama mengapa orang-orang melakukan fraud, yaitu: (1) tekanan (2)
kesempatan dan (3) suatu cara untuk merasionalisasi bahwa tindakan fraud diperbolehkan.
Ketiga elemen itulah yang kita sebut dengan fraud triangle. Disini akan dijelaskan masing-
masing pengertian dari ketiga elemen tersebut.
1. Tekanan
1) Tekanan Keuangan
Tekanan finansial merupakan alasan yang paling umum yang menyebabkan banyak orang
terlibat dalam fraud. Misalnya melakukan kesalahan dalam melakukan investasi yang
menyebabkan mereka kehilangan uang mereka. Sayangnya, hanya sedikit dari pelaku
fraud yang mau mengaku bahwa mereka memiliki masalah keuangan. Faktanya, beberapa
dari pelaku fraud adalah seorang karyawan yang jujur sebelumnya. Salah satu studi
menunjukkan bahwa 30% perilaku fraud mulai ditunjukkan pelaku ketika mereka telah
berpengalaman bekerja selama 3 tahun pertama sebagai karyawan. 70% pegawai terlibat
ketika mereka berpengalaman bekerja selama 4-35 tahun. Dan kelompok umur pegawai
yang menduduki peringkat tertinggi dalam perilaku fraud adalah mereka yang telah
berumur 35 dan 44 tahun.
2) Kejahatan/Pelanggaran
Gaya hidup bebas-tanpa kendali biasanya disebut-sebut sebagai pemicu orang-orang jujur
dapat terlibat dalan fraud. Contohnya, berjudi, memakai obat-obatan terlarang/narkoba,
minum alkohol, atau berbakat mencuri sejak umur yang masih dini. Hal-hal seperti itu
dapat memicu tekanan finansial, karena orang-orang akan membutuhkan uanng yang
lebih banyak dari seharusnya untuk memenuhi kebutuhannya itu.
Terkadang, fraud juga dapat dipicu oleh tekanan-tekanan yang lain, seperti keinginan
istri/suami yang menginginkan peningkatan gaya hidup yang lebih mewah serta
keinginan untuk menggerakkan atau memimpin system yang sedang berjalan, seperti
perusahaan suami/istri mereka. Kita terkadang sulit untuk membedakan antara keinginan
dan kebutuhan. Biasanya kita hanya dilatari oleh nafsu dan keinginan biasa untuk dapat
meningkatkan kehidupan kita menjadi lebih baik. Mengapa? Karena kita selalu
berpersepsi bahwa orang yang “sukses” adalah orang yang kaya, memiliki rumah besar,
mobil, dan seabrek kemewahan lain. Tetapi kita tidak melihat ke”sukses”an yang
sebenarnya ada pada kehormatan, harga diri, kejujuran dan integritas kita. Dan bagi
sebagian orang kesuksesan dalam artian kaya lebih penting dibanding kejujuran. Jika
tiap-tiap individu memiliki integritas tinggi dan kesempatan yang rendah, mereka
membutuhkan tekanan yang tinggi atau sulit untuk dapat menjadi tidak jujur.
2. Kesempatan
Setidaknya ada enam faktor utama yang dapat meningkatkan kesempatan bagi individu-
individu untuk dapat terlibat dalam tindakan fraud, yaitu:
1) Kurangnya pengendalian yang mengitari untuk dapat mencegah atau mendeteksi adanya
perilaku kecurangan/fraud.
Faktor Pengendalian: Pengendalian yang Dapat Mencegah dan Mendeteksi Adanya Fraud.
1) Lingkungan pengendalian
2) Sistem akuntansi
a. Pencurian aset-aset
c. Pelaku menukarkan asset yang telah dicurinya menjadi uang kas dan dihabiskan
untuk digunakan
Sistem akuntansi yang efektif dapat menyediakan jejak audit untuk menelusuri adanya
pencurian dan penyembunyian aset-aset. Selain itu, sistem akuntansi juga harus
melakukan pencatatan transaksi akuntansi. Dan catatan transaksi tersebut harus:
a. Valid
c. Lengkap
d. Diklasifikasikan dengan baik
a. Pemisahan tugas/wewenang
Meliputi pembagian tugas menjadi dua bagian, jadi tidak ada individu yang memiliki
pengendalian secara penuh terhadap 1 tugas. Tugas ganda mengacu pada dua individu
bekerja dalam satu tugas. Biasanya pemisahan wewenang ini adalah yang paling
mahal dari aktivitas dan prosedur pengendalian yang lain.
b. Sistem Otorisasi
Sistem otorisasi yang layak dapat dilihat dari berbagai bentuk. Otorisasi password
untuk tiap-tiap individu yang ingin membuka komputer dan mengakses database
perusahaan, otorisasi tandatangan untuk tiap individu yang ingin memasuki tabungan
perusahaan di bank, melakukan pemeriksaan kas, menunjukkan fungsi lain dari
institusi keuangan. Otorisasi terbatas bagi individu yang ingin mengambil uang dari
perusahaan sesuai dengan hak dari begiannya.
c. Pemeriksaan Independen
Tiap-tiap orang diharapkan untuk tahu dan mengerti bahwa aktivitas dan performa
kinerja mereka telah dan sedang dimonitor oleh seseorang yang dipercaya oleh
perusahaan. Seperti ketika sementara karyawan mereka pergi, yang lainnya mengecek
performa kinerja mereka, rotasi kerja secara berkala, perhitungan dan sertifikasi kas,
review supervisor, memberlakukan aturan-aturan yang ketat bagi karyawan, dan
menggunakan auditor.
d. Pengamanan Fisik
Jika kita meminta orang untuk memperbaiki pagar, kita dapat melihat performa dan
kualitas kinerja dari pekerja tadi apakah baik atau tidak, sesuai atau tidak dengan kontrak yang
dijanjikan dan apakah kita layak memberikannya bayaran yang pantas seperti perjanjian di
kontrak. Tetapi jika kita menilai kinerja dari pengacara, dokter, akuntan, ahli mesin, maupun
mekanik, terkadang masih sulit bagi kita untuk mengetahui performa mereka dan apakah kita
pantas jika memberikan bayaran sekian atau tidak pada mereka.
Individu yang terlibat fraud tersebut tidak dihukum atau hanya diberhentikan saja tanpa
ganjaran yang berat sehingga terkadang mereka tidak kapok melakukan kegiatan fraud, karena
hukumannya ringan. Perasaan terhina atau rendah diri biasanya menjadi factor utama terjadinya
perulangan aktivitas fraud di masa depan. Karena itulah hukuman atau ganjaran yang berat
sesuai besarnya fraud yang dilakukannya dirasa pantas dan harus dijalankan.
Banyak fraud terjadi karena korban tidak memiliki akses informasi yang dimiliki oleh
pelaku fraud. Biasanya terjadi di manjemen fraud yang dilakukan oleh pelaku terhadap
pemegang saham, investor, dan debt holders, karena mereka adalah pihak ekstern perusahaan
yang tidak memiliki akses penuh untuk melihat informasi perusahaan seperti yang dipunyai oleh
pelaku. Korban bias saja untuk melindungi mereka dari perbuatan fraud dengan meminta dengan
tegas pengungkapan penuh, termasuk di dalamnya adalah pernyataan keuangan auditan, sejarah
bisnis, dan informasi lain yang mungkin berhubungan dengan tindakan fraud.
Orang-orang tua, individu dengan kesulitan atau keterbatasan bahasa, dan warga yang gampang
tersinggung sangat mudah sekali menjadi korban fraud, karena pelaku tahu bahwa orang-orang
semacam itu tidak memiliki kapasitas atau pengetahuan untuk mendeteksi perilaku illegal
mereka.
Organisasi melakukan langkah yang tepat dengan membuat dokumen dan menyediakan
jejak audit sehingga transaksi dapat direkonstruksi dan ditelaah lagi lain waktu. Banyak fraud
yang melibatkan pembayaran kas dan manipulasi pencatatan yang tidak dapat diikuti, karena
mereka harus merahasiakannya dari umum. Ketika berhadapan dengan keputusan untuk
mengambil pencatatan keuangan yang mana yang harus mereka manipulasi, kebanyakan mereka
para pelaku memilih pernyataan pendapatan, karena mereka tahu bahwa jejak auditnya akan
segera dihapus.
3. Rasionalisasi
Rasionalisasi disini maksudnya adalah pelaku fraud meyakinkan diri mereka sendiri
bahwa fraud tersebut diperbolehkan dengan berbagi argumentasi yang mereka berikan. Semisal
seperti Robin Hood, dia melakukan tindakan fraud, yaitu mencuri harta orang kaya. Seharusnya
hal demikian tidak boleh dilakukan, tetapi dia berargumentasi bahwa dia memberikan harta yang
dicurinya tersebut kepada orang miskin. Sehingga menurut dia hal tersebut (fraud) diperbolehkan
karena bertujuan baik. Ada beberapa rasionalisasi yang biasanya digunakan oleh para
fraudsters/pelaku fraud, yaitu:
6) Kami akan memperbaiki pencatatan secepatnya setelah kesulitan ekonomi kami selesai
7) Sesuatu harus dikorbankan, entah tiu integritasku atau reputasiku (Jika saya tidak
menggelapkan untuk menutupi ketidakmampuan saya untuk membayar, maka orang-orang
akan tahu saya tidak memenuhi kewajiban dan itu memalukan karena saya profesional).
Kesimpulan
Pelaku fraud umumnya lebih berpendidikan, lebih beragama, dan sedikit dari mereka
yang memiliki catatan kriminalitas. Mereka juga memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik.
Pengetahuan ini membantu kita untuk mengerti bahwa (1) kebanyakan pegawai, konsumen,
pemasok, dan partner bisnis memiliki kesesuaian atau cocok dengan karakteristik yang dimiliki
oleh pelaku fraud dan memiliki kemampuan untuk terlibat dalam fraud, (2) sangat sulit untuk
memprediksi apa yang menyebabkan pegawai, pemasok, klien, dan konsumen akan menjadi
tidak jujur. Ada tiga alasan utama mengapa orang-orang melakukan fraud, yaitu: (1) tekanan (2)
kesempatan dan (3) suatu cara untuk merasionalisasi bahwa tindakan fraud diperbolehkan.
Ketiga elemen itulah yang kita sebut dengan fraud triangle. Tekanan dapat dibagi menjadi empat
tipe, yaitu: tekanan finansial, tekanan kejahatan, tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan,
dan tekanan lain-lain. ada enam faktor utama yang dapat meningkatkan kesempatan bagi
individu-individu untuk dapat terlibat dalam tindakan fraud, yaitu: Kurangnya pengendalian
yang mengitari untuk dapat mencegah atau mendeteksi adanya perilaku kecurangan/fraud;
Ketidakmampuan untuk menilai kualitas dari performa kinerja. ;Gagal untuk mendisiplinkan
pelaku fraud.; Kurangnya akses informasi. ;Ketidak mampuan, ketidak cakapan, serta sikap
apatis. ;Kurangnya jejak audit. Ada lima prosedur atau aktivitas pengendalian utama: Pemisahan
tugas/wewenang, Sistem Otorisasi, Pemeriksaan Independen, Pengamanan Fisik, Dokumen dan
Pencatatan.
Referensi
Albrecht, W Steve. et all. (2012). Fraud Examination. 4th edition. South Western College –
Cengage Learning