Anda di halaman 1dari 9

http://siho11.blogspot.co.

id/2012/09
/materi-tentang-ascariasis.html
ASCARIASIS
BY : Siti Arifah & Novan Suma P. ( PSIK 5B )

1. PENDAHULUAN

Tahun 2010 merupakan tahun yang ditergetkan untuk mencapai Indonesia


Sehat (Indonesia Sehat 2010). Namun, di Indonesia masih banyak penyakit yang
menjadi masalah kesehatan, salah satunya adalah kecacingan yang biasanya
ditularkan melalui tanah STH (Soil-transmitted helminths). Golongan cacing ini
yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia adalah Ascaris
lumbricoides (A. lumbricoides), Trichuris trichura (T. trichura), dan cacing
tambang yaitu: Necator americanus (N. americanus), dan Ancylostoma duodenale
(A. duodenale).
Sumber daya manusia yang prima tentu saja menuntut kesehatan secara fisik
dan emosional. Selama ini, prevalensi kecacingan STH yang tertinggi terlihat pada
anak-anak, khususnya anak Sekolah Dasar (SD) persentase sebesar 9-90% 1.
Walaupun angka prevalensi pada anak-anak, khususnya anak SD besar, tetapi hal
ini tidak menutup kenyataan bahwa kecacingan juga bisa diderita oleh orang
dewasa 14. Seorang pekerja dewasa yang menderita kecacingan STH, tentu saja
produktivitasnya menurun.
Suryodibroto (1994) melaporkan bahwa 46,6% dari pekerja wanita di
Jakarta dan sekitarnya ternyata menderita anemia dan 45,6% di antaranya terbukti
mengidap cacingan. Lapangan pekerjaan yang sangat erat kaitannya dengan
infeksi kecacingan STH salah satunya ialah lapangan pekerjaan yang berhubungan
atau menggunakan tanahNatau tanah liat sebagai bahan baku utamanya. Mengapa
tanah atau tanah liat? Karena tempat yang baik bagi A. lumbricoides dan T.
trichiura adalah tanah liat yang lembab dan teduh.
2. DEFINISI

Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui.


Diperkirakan prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.
Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di negara
berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja manusia atau
penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Dilihat dari uraian diatas jelas negara Indonesia adalah salah satu negara
yang berisiko tinggi adanya kasus ascariasis ini.
Menurut Behrman (1999), infeksi paling sering terjadi pada anak pra
sekolah atau anak umur sekolah awal, dan jumlah kasus terbesar pada negara-
negara yang memiliki iklim yang lebih panas. Meskipun demikian, ada sekitar 4
juta individu yang terinfeksi terutama anak, di Amerika Utara.

3. ETIOLOGI

Ascariasis disebabkan oleh Ascaris Lumbricoides. Stadium infektif Ascaris


Lumbricoides adalah telur yang berisi larva matang. Sesudah tertelan oleh hospes
manusia, larva dilepaskan dari telur dan menembus diding usus sebelum migrasi
ke paru-paru melalui sirkulasi vena. Mereka kemudian memecah jaringan paru-
paru masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke cabang bronkus dan trakea, dan
tertelan kembali. Setelah sampai ke usus kecil larva berkembang menjadi cacing
dewasa (jantan berukuran 15-25cm x 3mm dan betina 25-35cm x 4mm).

Cacing betina mempunyai masa hidup 1-2 tahun dan dapat menghasilkan
200.000 telur setiap hari. Telur fertil berbentuk oval dengan panjang 45-60 µm
dan lebar 35-50 µm. Setelah keluar bersama tinja, embrio dalam telur akan
berkembang menjadi infektif dalam 5-10 hari pada kondisi lingkungan yang
mendukung.
4. EPIDEMIOLOGI

Ascariasis merupakan infeksi cacing pada manusia yang angka kejadian


sakitnya tinggi terutama di daerah tropis dimana tanah memiliki kondisi yang
sesuai untuk kematangan telur di dalam tanah.
Menurut Berhman (1999), telur-telur Ascaris lumbricoides ini terbukti tetap
infektif pada tanah selama berbulan-bulan dan dapat bertahan hidup di cuaca yang
lebih dingin (5-10o C) selama 2 tahun. Diperkirakan hampir 1 miliar penduduk
terinfeksi dan prevalensi pada komunitas-komunitas tertentu lebih besar dari 80 %
. prevalensi dilaporkan terjadi di lembah sungai Yangtze di Cina. Masyarakat
yang memiliki sosial ekonomi yang rendah memiliki prevalensi infeksi yang
tinggi, demikian juga pada masyarakat yang menggunakan tinja sebagai pupuk
dan dengan kondisi geografis yang medukung. Penyebaran terutama melalui
tangan ke mulut (hand to molth) dapat juga melalui sayuran atau buah yang
terkontaminasi.
Prevalensi dan intensitas gejala symtomatik yang paling tinggi terjadi pada
anak-anak, yang paling sering ditemui adalah obstruksi intestinal. Di antara anak-
anak usia 1-12 tahun yang berada di Rumah Sakit Cape Town dengan keluhan
abdominal antara 1958-1962, 12.8 %dari infeksinya di sebabkan oleh Ascaris
lumbricoides. Anak-anak dengan ascariasis kronis dapat menyebabkan
pertumbuhan lambat terkait dengan jumlah makanan yang di makan. Orang
dewasa sering mengalami komplikasi bilier akibat migrasi cacing dewasa yang
mungkin didorong oleh penyakit lain seperti demam malaria. Di Damaskus, 300
orang yang mengalami ascariasis pada 1988-1993, 98 % mengalami nyeri perut ;
4,3 % radang akut kelenjar pankreas ; 1,3 % obstructive jaundise ; dan 25 %
worm emesis. Lebih dari 80 % dari pasien ini mempunyai cholecytectomy
sebeumnya (Soegijanto, 2005).
Menurut WHO, intestinal obstruction pada anak-anak menyebabkan
komplikasi fatal, menyebabkan 8.000-100.000 kematian pertahun.
5. PATOFISIOLOGI

Ascaris Lumbricoides adalah nematoda terbesar yang umumnya


menginfeksi manusia. Cacing dewasa berwarna putih atau kuning yang hidup
selama 10-24 bulandi jejunum dan bagian tengah ileum. Cacing betina
menghasilkan 200.000 telur per hari yang akan terbawa bersama tinja.

Telur fertil apabila terjatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-
10 hari telur tersebut dapat menginfeksi manusia. Telur dapar hidup dalam tanah
selama 17 bulan. Infeksi umumnya terjadi melalui tangan pada tangan atau
makanan kemudian masuk ke dalam usus kecil (deudenum). Pada tahap kedua
larva akan melewati dinding usus dan melewati sistem porta menuju hepar dan
kemudian ke paru melalui sirkulai vena. Mereka kemudian memecah jaringan
paru-paru masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke cabang bronkus dan trakea, dan
tertelan kembali. Diperlukan 65 hari untuk menjadi cacing dewasa. Infeksi yang
berat dapat diikuti pneumonia dan eosinofilia (Soegijanto, 2005).

6. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis menurut Soegijanto (2005), tergantung pada intensitas


infeksi dan organ yang terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan infeksi
rendah sampai dengan gejalanya asymtomatis. Gejala klinis paling sering ditemui
berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan pada usus atau saluran empedu.
Ascaris dapat menyebabkan Pulmonari ascariasis ketika memasuki alveoli dan
bermigrasi ke bronki dan trakea. Manifestasi pada paru mirip dengan Syndrom
Loffler dengan gejala infiltrat paru sementara. Tanda-tanda yang paling khas
adalah batuk, spuntum bercak darah, dan eosinofilia. Tanda lain adalah sesak.
Cacing dewasa dapat menimbulkan penyakit dengan menyumbat usus atau
cabang-cabang saluran empedu sehingga mempengaruhi nutrisi hospes. Cacing
dewasa akan memakan sari makanan hasil pencernaan host. Anak-anak terinfeksi
yang memiliki pola makan yang tidak baik dapat mengalami kekurangan protein,
kalori, atau vitamin A, yang akhirnya akan mengalami pertumbuhan lambat.

Adanya cacing dalam usus halus menyebabkan keluhan tidak jelas seperti
nyeri perut, dan kembung. Obstruksi usus juga dapat terjadi walaupun jarang yang
dikarenakan oleh massa cacing pada anak yang terinfeksi berat, insiden puncak
terjadi pada umur 1-6 tahun. Mulainya biasanya mendadak dengan nyeri perut
kolik berat dan muntah, yang dapat berbercak empedu ; gejala ini dapat
memburuk dengan cepat dan menyertai perjalanan yang serupa dengan obstruksi
usus akut dengan etiologi lain. Migrasi cacing Ascaris ke saluran empedu telah
dilaporkan, terutama yang terjadi di Filiphina dan Cina; kemungkinan keadaan ini
bertambah pada anak yang terinfeksi berat.mulainya adalah akut dengan nyeri
kolik perut, nausea, muntah, dan demam. Ikterus jarang ditemukan (Berhman,
1999).

7. DIAGNOSA

a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskopis pada hapusan tinja dan dihitung dengan metode apus
tebal kato. Infeksi biseksual menyebabkan ekskresi telur fertil matang, sedangkan
telur infertil ditemukan pada individu yang terinfeksi hanya dengan cacing betina.
2. Ditemukan larva pada lambung atau saluran pernafasan pada penyakit paru.
3. Pada pemeriksaan darah ditemukan periferal eosinofilia.
b. Pemeriksaan foto
1. Foto thorak menunjukkan gambaran opak pada lapang pandang paru seperti pada
sindrom Loeffler.
2. Penyakit pada saluran empedu
- Endoscopic retrogade cholangiopancreatography (ERCP) memiliki sensitifitas
90 % dalam membantu mendiagnosis biliary ascariasis.
- Ultrasonography memiliki sensitivitas 50 % untuk membantu membuat diagnosis
biliary ascariasis.
8. PENGOBATAN

1. Pada anak dengan infeksi berat garam piperazin (sitrat, adipat, atau fosfat)
diberikan secara oral dengan dosis per hari 50-75 mg/kg selama 2 hari. Dosis
tunggal lebih efektif dari pada regimen 2, dalam mengurangi beban cacing pada
anak yang terinfeksi. Karera piperazin menyebabkan paralisis neuromuskuler
parasit dan pengeluaran cacing relatif cepat , maka obat ini adalah obat plihan
untuk obstruksi usus atau saluran empedu (Berhman, 1999).
2. Obat ascariasis usus tanpa komplikasi dapat digunakan albendazole (400 mg P.O.
sekali untuk segala usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari atau 500 mg P.O.
sekali untuk segala usia).

9. PENCEGAHAN

Menurut Soegijanto (2005), program pemberian antihelmitik yang


dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Memberikan pengobatan ada semua individu pada daerah endemis.
2. Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi infeksi tinggi
seperti anak-anak sekolah dasar.
3. Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas penyakit atau
infeksi tinggi seperti yang telah lalu.
4. Peningkatan kondisi sanitasi.
5. Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk.
6. Memberikan pendidikan kesehatan tentang cara-cara pencegahan ascariasis.
Menurut Berhman (1999), praktek-praktek pencegahan seperti menghindari
pengunaan tinja sebagai pupuk dan menjaga kondisi sanitasi lingkungan yang baik
serta upaya penyediaan fasilitas pembuangan sampah yang baik adalah cara-cara
pencegahan ascariasis yang paling efektif.
10. PROGNOSIS

Selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi,


prognosis baik. Pengobatan dapat memberikan kesembuhan 80-90 %.
Mordibitas dapat bermanifestasi selama migrasi larva yang melalui paru-
paru atau dihubungkan dengan adanya cacing dewasa diusus halus (Berhman,
1999).

11. DIAGNOSA BANDING

Askariasis harus dibedakan dengan kelainan alergi lain seperti urtikaria, syndrom
loffler, dan asma. Pneuminitis yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides
menyerupai gejala pneumonitis yang disebabkan cacing tambang atau
Strongiloides. Cacing ini dapat merupakan pencetus untuk terjadinya pankreatitis,
apendisitis, diverkulitis dan lain-lain.

12. KOMPLIKASI

Selama larva bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi yang berat
dan pneumonitis serta pneumonia.

13. PATHWAY ASCARIASIS

14. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
Dasar data pengkajian menurut Doenges (1999) adalah :
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur semalam
karena diare. Merasa gelisah dan ansietas.
2. Sirkulasi
Tanda : tachikardia ( respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan
nyeri)
3. Nutrisi / cairan
Gejala : mual, muntah, dan anoreksia.
Tanda : hipoglikemia, pot belly, dehidrasi, BB turun.
4. Eliminasi
Tanda : diare, penurunan haluaran urin.
5. Nyeri
Gejala : nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, kolik.
6. Integritas ego
Gejala : ansietas.
7. Keamanan
Tanda : kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat

b. Diagnosa keperawatan
c. Intervensi
d. Implementasi
e. Evaluasi

DAFTAR PUSTAKA
Berhman RE, Kliegman RM, dan Arvin AM. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Editor
edisi bahasa Indonesia A. Samik Wahab. Edisi 15. Volume 2. Jakarta : EGC.
Rohimin. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Askariasis.
http://perawat.rohimin.blogspot.com. Diakses pada tanggal 23 september 2012
pukul 08.30 WIB.
Rudolph, Abraham M. dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Editor edisi bahasa
Indonesia A. Samik Wahab. Edisi 20. Volume 1. Jakarta : EGC.
Soegijanto, Soegeng. 2005. Kumpulan Makalah Penyakit Ttopis dan Infeksi di Indonesia.
Cetakan 1. Surabaya : Airlangga University Press.
Taufik, Mochammad Mahar. 2008. Artikel Karya Tulis Ilmiah Hubungan Antara
Pengetahuan Dengan Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminth (Sth) Pada
Pekerja Genteng Di Desa Kedawung Kabupaten Kebumen Jawa Tengah.
eprints.undip.ac.id Moch_Taufik.pdf . Diakses pada tanggal 22 september 2012
pukul 19.00 WIB.
<noname>. 2010. Askariasis. http://anakkomik.blogspot.com. Diakses pada tanggal 23
september 2012 pukul 08.30 WIB>

Anda mungkin juga menyukai