BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Campak sering menyerang anak anak balita. Penyakit ini mudah
menular kepada anak anak sekitarnya, oleh karena itu, anak yang menderita
kuman yang disebut Virus Morbili. Anak yang terserang campak kelihatan sangat
menderita, suhu badan panas, bercak bercak seluruh tubuh terkadang sampai borok
bernanah. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian
menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah
menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai
umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si
bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia
hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia
menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan
seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir
penyakit campak, bentuk bintik tidak teratur dan kecil berwarna merah terang,
pada pertengahan di dapat noda putih keabuan, mula-mula 2-6 bintik). Pada
pasien ini masih di observasi febris hari ke-2 dengan suspek morbili. Untuk
untuk istirahat, dan pasien dirawat di bangsal isolasi untuk mencegah penularan
ke pasien lain.
1.3.Tujuan Penulisan
a.Tujuan Umum
b.Tujuan Khusus
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili
paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap
panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu 30oC dan -20oC, sinar
matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin dapat
memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen.
(Rampengan, 1997 : 90-91)
Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret
nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul
bercak-bercak, cara penularan dengan droplet dan kontak (Ngastiyah, 1997:351)
Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae,
genus Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip
dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut
ditemukan di dalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih, paling tidak selama
periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam kulit. Pada
suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam. (Nelson, 1992 :
198).
2.3.Patofisiolgi
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul
pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan.
Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan
(konjungtivis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi
kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh,
kulit akan tampak seperti bersisik. (Supartini, 2002 : 179). Penularannya sangat
efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi
pada seseorang.
Penularan campak terjadi melalui droplet melalui udara, terjadi antara 1-
2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat
awal infeksi, penggadaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan
virusnya. Virus masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan
dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di tempat ini
virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini mulailah
penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa
berinti banyak Sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan penolong
yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah. Gambaran kejadian awal di
jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah
infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam
pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,
saluran napas, kulit, kandung kemih, usus.Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang
berada di epitel aluran nafas dan konjungtiva, 1-2 lapisan mengalami nekrosis.
Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan
menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran napas diawali dengan
keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada sistem
saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tanpa suatu
ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik. Muncul ruam
makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody
humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat
respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada
kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus
infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Daerah
epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis
media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus
pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.
Masa tunas 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi
dalam 3 stadium :
kataral dan 24 jam sebelum timbul erantem. Bercak komplik berwarna putih
kelabu sebesar ujung jarum dikelilingi dieritema dan berlokalisasi gukalis
rambut dan bagian belakang bawah, dapat terjadi perdarahan dingan, rasa gatal
dan muka bengkak. Ruam mencapai bagian bawah pada hari ketiga dan
muntah,variasi mulut, yaitu measlek yaitu morbili yang disertai perdarahan pada
2.5 Komplikasi
Otitis media
Pneumonia
Bronkhitis
Ensefaliotis
Laringngitis obstruksi
2.7.Penatalaksanaan / Pengobatan
a.Medik
A . Pengkajian
Observasi umum :
• Kaji kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam pemeriksaan.
• Inspeksi penampilan umum anak.
• Perhatikan :
1) Bernapas anak : sesak, batuk, coryza.
2) Ruam pada kulit, konjungtivitis dan fotofobia.
3) Suhu tubuh anak.
4) Pola tidur anak.
5) Pola eliminasi.
Pemeriksaan Fisik :
• Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia.
• Kepala : sakit kepala .
• Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan
hidung (pada stadium erupsi ).
• Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
• Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler
pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas
(demam).
• Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, ronchi, sputum.
• Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
• Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare.
• Keadaan Umum : Kesadaran, TTV.
C. Pola eliminasi
1) Diare
2) BAK : volume, berapa kali sehari, kepekatan urin.
B .Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSA I
INTERVENSI RASIONAL
1. menempatkan anak pada rauang khusus 1. Menghindari resiko penyebaran infeksi
mukosa)
1. Berikan aktivitas ringan yang sesuai 1. Supaya anak tidak lelah dan tidak terjadi
2. Libatkan anak dalam mengatur jadwal 2. Supaya anak tidak merasa bosan berada
DIANGNOSA VI
peritik
DIANGNOSA VII
2. Berikan kompres hangat pada saat anak 2. Supaya tidak terbangun kerena dingin
tidak tidur
sehari
kepalanya pernapasan
masih demam
DIANGNOSA IX
campak
2. Berikan penyuluhan tentang pentingnya 2. Agar anak tidak mudah mendapat infeksi
gizi yang baik bagi anak. atau timbulnya komplikasi yang berat
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
I.DENTITAS DATA
Nama : An.T
Tempat/Tgl Lahir : Medan, 18 Februari 2010
Umur : 5 Tahun
Nama Ayah : Tn.B
Nama Ibu : Ny.A
Pekerjaan Ayah : Pengacara
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : JL.Pondok Kelapa No.26 Medan
Agama : Katolik
Suku/Bangsa : Batak
Pendidkan Ayah : Sarjana Hukum
Pendidikan Ibu : DIII komputer
Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Serumah
- Telinga
Bentuk : Simetris kanan dan kiri
Cairan : Masih di batas normal
-Tengkuk : Normal (Tidak ada kelainan)
Dada : Normal (Tidak ada kelainan)
- Jantung : Dalam batas normal
Hipertermi
Akral terasa hangat Produksi eksudat berlebih Gangguan rasa
Nadi 80 x per menit,
Pernafasan 18 x per menit, Reaksi inflamasi : hiperemi ,
RR naik
Suhu tubuh 390 C.
TD 100/60 mmHg
3.3 Prioritas masalah
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash (erupsi kulit )
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3. Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi / infeksi virus.
3.4 Intervensi dan Rasional
Perencanaan
No Tanggal Diagnosa
Intervensi
Tujuan Rasion
1 Jumat , Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan -Pertahankan kuku anak -Untuk mencega
20-032014 kulit berhubungan keperawatan selama 2 x 24 tetap pendek, terjadinya luka
dengan adanya rash jam bintik-bintik merah pada menjelaskan kepada anak anak menggaru
kulit akan hilang. untuk tidak menggaruk
rash
Kriteria hasil :
Pasien tidak merasakan -Berikan obat antipruritus
gatal dan nyaman dengan topikal, dan anestesi
keadaannya topikal -Agar tidak me
Rash pada kulit berkurang gatal dan sakit
Mandikan klien dengan
- pasien
menggunakan sabun
yang tidak perih
Agar tidak me
-
2 Jumat, Gangguan kebutuhan Setelah dilakukan askep 2x Berikan banyak minum -Untuk mengko
-
20-03-2014 nutrisi kurang dari 24 jam diharapakan pasien (sari buah-buahan, sirup adanya peningk
kebutuhan tubuh menunjukkan peningkatan yang tidak memakai es). tubuh dan mera
berhubungan dengan nafsu makan dengan. nafsu makan
anoreksia
Kriteria Hasil : ----Untuk
BB meningkat - Berikan susu porsi kebutuhan nutr
Nafsu makan meningkat. sedikit tetapi sering (susu cairan bernutris
(dapat menghabiskan 1 porsi dibuat encer dan tidak
untuk anak) terlalu manis.
3 Jumat, Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan askep - Libatkan keluarga - Agar keluarga
20-03-2014
: peningkatan suhu selama 2 x 24 jam dalam perawatan serta kooperatif dala
tubuh bd proses diharapkan suhu badan ajari cara menurunkan
inflamasi / infeksi virus pasien berkurang suhu tubuh
maret 2014 integritas kulit kepada anak untuk tidak menggaruk rasa gatalnya masih ada
berhubungan -Memberikan obat antipruritus topikal, dan anestesi
O :O: ditandai dengan jar
08.00 wib
dengan adanya topikal pasien menggaruk ku
rash -Memandikan klien dengan menggunakan sabun yang
A : A:Masalah belum ter
tidak perih P : Intervensi dilanju
-Memberikan antihistamin
2. 2 Jumat,20 maret Gangguan -Memberikan banyak minum (sari buah-buahan, sirup
S : S :Pasien mengatakan
2014 kebutuhan yang tidak memakai es). merasakan pahit pada
11.30 wib nutrisi kurang -Memberikan susu porsi sedikit tetapi sering (susu sewaktu makan
dari kebutuhan dibuat encer dan tidak terlalu manis, dan berikan susu
O : O :ditandai dengan ku
tubuh tersebut dalam keadaan yang hangat ketika diminum). makan pada anak
berhubungan -Memberikan makanan lunak, misalnya bubur yang
A : A:Masalah belum ter
dengan memakai kuah, sup atau bubur santan memakai gula P : Intervensi dilanju
anoreksia dengan porsi sedikir tetapi dengan kuantitas yang sering.
3. 3 Jumat,20 maret Gangguan rasa -Melibatkan keluarga dalam perawatan serta ajari cara
S : S : pasien mengataka
2014 nyaman : menurunkan suhu tubuh sudah tidak panas lag
maret 2014 integritas kulit menjelaskan kepada anak untuk tidak menggaruk rasa gatalnya
berhubungan rash O: ditandai dengan jara
08.00 wib dengan adanya -Memberikan obat antipruritus topikal, dan O:pasien menggaruk ku
rash anestesi topikal A : A:Masalah teratasi
-Memandikan klien dengan menggunakan sebagian
sabun yang tidak perih P : Intervensi dilanjut
-Memberikan antihistamin
2. 2 Sabtu,21 maret Gangguan -Memberikan banyak minum (sari buah-buahan,
S : S :Pasien mengatakan s
2014 kebutuhan nutrisi sirup yang tidak memakai es). merasakan tidak pahit p
11.30 wib kurang dari -Memberikan susu porsi sedikit tetapi sering mulutnya sewaktu mak
kebutuhan tubuh (susu dibuat encer dan tidak terlalu manis, dan
O : O :ditandai dengan
berhubungan berikan susu tersebut dalam keadaan yang hangat meningkatnya nafsu ma
dengan anoreksia ketika diminum). pada anak
-Memberikan makanan lunak, misalnya bubur
A : A:Masalah teratasi seba
yang memakai kuah, sup atau bubur santan P : Intervensi dilanjut
memakai gula dengan porsi sedikir tetapi dengan
kuantitas yang sering.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam yang
terjadi akan ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak mengalami diare maka diberi
obat untuk mengatasi diarenya. Batuk akan diatasi dengan mengobati batuknya. Dokter pun
akan menyiapkan obat antikejang bila anak punya bakat kejang.
Intinya, segala gejala yang muncul harus diobati karena jika tidak, maka campak bisa
berbahaya. Dampaknya bisa bermacam-macam, bahkan bisa terjadi komplikasi. Perlu
diketahui, penyakit campak dikategorikan sebagai penyakit campak ringan dan yang berat.
Disebut ringan, bila setelah 1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik. Disebut
berat bila pengobatan yang diberikan sudah tak mempan karena mungkin sudah ada
komplikasi.
Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke
jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah
kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi
ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya.
Gejala ensefalitis yaitu kejang satu kali atau berulang, kesadaran anak menurun, dan
panasnya susah turun karena sudah terjadi infeksi “tumpangan” yang sampai ke otak. Lain
halnya, komplikasi radang paru-paru ditandai dengan batuk berdahak, pilek, dan sesak napas.
Jadi, kematian yang ditimbulkan biasanya bukan karena penyakit campak itu sendiri,
melainkan karena komplikasi. Umumnya campak yang berat terjadi pada anak yang kurang
gizi.
4.2 Saran
Penyakit Campak dapat dicegah dengan melakukan pemberian imunisasi pada anak
yang masih bayi.
1. Imunusasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan.
Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan
berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain
Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan
menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10
tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan
sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat
membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas
dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12
bulan.
2. Imunusasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan, serum stadium
penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang
dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan
campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB
secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
Terdapat indikasi pemberian obat sedatif, antipiretik untuk mengatasi demam tinggi.
Istirahat ditempat tidur dan pemasukan cairan yang adekuat. Mungkin diperlukan humidikasi
ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan lebih baik mempertahanakan
suhu ruangan yang hangat.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Alih
Bahasa : Yasmin Asih, Editor : Tim Editor EGC Edisi 26.
Jakarta: EGC