2+ 2-
Me + S MeS
V-1
SETTLING POND
Water level
GRAVEL
FINAL BASIN
CONSTRUCTED WETLAND
Sistem Pengolahan
Kolam penampungan influen dan effluen berukuran 2x2x1,5 m. Kolam ALD
berukuran 1x1x1 m, dengan komposisi reactive mixtures yang digunakan pada
limestones bed terdiri dari lapisan atas: kompos dan tanah (5 cm, porositas
70 - 80%), lapisan utama: limestone (coarse grain) dengan diameter 0,5 - 1 cm (70
cm, porositas 30%), lapisan bawah: gravel (10 cm, porositas 10%), aliran yang
digunakan menggunakan sistem upflow. Kolam CW sistem aerobik berukuran
2x0,5x1 m dengan tanaman mengapung eceng gondok (Eichornia sp), sedangkan
komposisi kolam CW sistem anaerobik yang berukuran 2x2x1 m terdiri dari
lapisan bawah: liner (bentonit), gravel (10 cm, porositas 20%), lapisan tengah:
campuran pasir, kompos (40 cm, porositas 70%), lapisan atas: tanah (20 cm,
porositas 80%), tanaman: tanaman lokal purun (Lepironia sp), tinggi permukaan
air 10 cm. Kolam filter pasir berukuran 1x1x0,8 m dengan ketinggian lapisan
kerikil 10 cm dan ketinggian pasir 60 cm, porositas 50 - 60%. Kolam dibuat
dengan kemiringan 10%. Kecepatan aliran 500L/d. HRT: 5,5 hari.
Metode Analisa
Air yang dianalisa pada sistem passive treatment adalah K0: Air di saluran
masuk; K1: Air di kolam Penampungan influen; K2: Air keluar dari kolam ALD;
K3: Air keluar dari CW anaerobik; dan K4: Air di kolam penampungan effluen.
Gambar 2. Profil pH air AMD/AMD pada sistem passive treatment skala lapangan
Gambar 3. Profil konduktivitas air AMD/AMD pada sistem passive treatment skala lapangan
Tabel 1. Salinitas, turbiditas dan temperatur air AMD sebelum dan sesudah passive treatment
Sal Turb Temp.
Kolam % (NTU) (ºC)
K.0 Influen 0,11 - 0,16 50-200 27 – 33
K.1 Penampungan 0,09 - 0,11 15 - 200 25 – 33
K.2 SF Wetland setelah kolam kapur
(CW aerobik ) 0,09 - 0,11 3-5 26 – 33
K.3 SSF CW (CW anaerobik ) 0,06 - 0,08 3-8 26 – 33
K.4 Effluen 0,07 - 0,08 0-1 26 – 33
Turbiditas air AMD yang keluar dari kolam CW aerobik, anaerobik dan
kolam penampungan effluen juga menurun. Perubahan warna air AMD dari keruh
dan coklat kekuningan sebelum diolah menjadi jernih setelah diolah. Selain dari
pengendapan, sistem ALD, CW dan filter dapat menurunkan turbiditas/kandungan
padatan yang terdapat pada air AMD /air asam tambang (Tabel 1).
Kandungan sulfat pada air AMD influen yang diolah juga menurun dari
>1200 mg/L menjadi 100 - <400 mg/L pada air AMD effluen (Gambar 4). Sulfat
merupakan ion sulfur di air dalam kondisi oksidasi dan sangat terlarut di dalam
air. Kehilangan kandungan sulfat di alam hanya melalu proses biologi reduksi sulfat
oleh kolamteri pereduksi sulfat pada kondisi anaerobik menjadi sulfida. Sulfida
mudah bereaksi dengan logam sehingga membentuk endapan metal sulfida.
Turunnya kandungan sulfat di air AMD pada sistem passive treatment disebabkan
oleh aktivitas bakteri pereduksi sulfat di sistem CW anaerobik dan sand filter
(sebagai biofilm) (Steed et al., 2002; Chang et al.,2000; Gilbert et al.,
2005).
Walaupun tidak ada peraturan mengenai baku mutu air bersih kandungan
sulfat pada air bersih, namun kandungan sulfat yang tinggi di perairan dapat
memicu turunnya kualitas air yang mempunyai kandungan organik yang tinggi.
Pembentukan sulfida dapat menyebabkan perairan menjadi anoksik dan terjadi
pelepasan fosfat ke badan air sehingga bisa menyebabkan eutrofikasi yang parah
di perairan (Weiner, 2000). Penyisihan sulfat (sulfate removal) di sistem passive
tretment mencapai 67- 90%.
Tidak seperti kandungan sulfat di air AMD, hilangnya Fe dari sistem
passive treatment cukup besar pada kolam penampungan (K1) karena mengalami
oksidasi dan pengendapan, serta setelah melewati kolam kapur dan CW aerobik
(K2) (Gambar 5). Kandungan Fe pada kolam penampungan berkisar antara 15 –
80 mg/L. Kandungan Fe di kolam ini sangat fluktuatif karena air buangan
tambang yang fluktuatif sehingga setelah pengisian kolam, kandungan Fe
menurun cukup nyata tetapi masih cukup tinggi bila dibandingkan setelah air
melewati sistem ALD, CW aerobik dan anaerobik. Penyisihan logam Fe pada
sistem mencapai 100%.
Gambar 5. Profil Fe air AMD pada sistem passive treatment skala lapangan
Seperti juga Fe, kandungan Al di air AMD yang diolah menurun setelah
melewati kolam penampungan, ALD dan CW aerobik dan anaerobik (Gambar 6).
Kandungan Al di kolam penampungan (K1) berkisar antara 11,68 – 109 mg/L.
Penyisihan Al setelah passive treatment mencapai 93 – 99%.
Tanaman yang digunakan untuk CW aerobik adalah kolam dengan
tanaman eceng gondok, sedangkan untuk CW anaerobik menggunakan purun.
Kandungan logam air AMD olahan setelah CW aerobik tidak berbeda secara
signifikan dengan air AMD olahan setelah CW anaerobik. Namun untuk jangka
panjang tanaman air selain sumber organik bagi bakteri, penyerapan logam oleh
tanaman air juga sangat signifikan seperti temuan pada kandungan logam di
tanaman air AMD (Chang et al., 2000; Sengupta, 1993).
Gambar 6. Profil Fe air AMD pada sistem passive treatment skala lapangan
KESIMPULAN
Sistem passive treatment yang merupakan gabungan sistem kapur (ALD)
dan rawa buatan (CW; constructed wetland) secara efektif dan efisien dalam
meningkatkan pH dan menurunkan kandungan padatan tersuspensi, logam dan
sulfat air asam tambang dari aliran buangan tambang timah di Pulau Bangka. Air
AMD setelah melewati kolam penampungan, ALD dan CW aerobik mempunyai
kualitas air yang memenuhi standar mutu air bersih gol B (PP no.82,2001) .
DAFTAR PUSTAKA
Achterberg, E.P., Herzl, V.M.C., Braungardt, C.B., Millward, G.E., 2003. Metal
behaviour in an estuary polluted by acid mine drainage: the role of
particulate matter. Environ. Poll.121, 283–292.
Benner, S. G., D. W. Blowes dan C. J. Ptacek. 1997. A Full Scale Porous Reactive
Wall for Prevention of Acid Mine Drainange. GWMP. Vol 17. no.4. 99 –
107.
Brody , G.A., C.R. Britt, T.M. Tomaszewski, and H.N. Taylor. 1993. Anoxic
Limestone Drains to Enhance Performance of Aerobic Acid Drainage
Treatment Wetlands: Experiences of the Tennessee Valley Authority. In:
G.A.Moshiri. Constructed Wtelands for WaterQuality Improvement.
Lewis Publishers. Boca Raton. 129-138