Anda di halaman 1dari 41

ANYANG-ANYANGAN

Seorang perempuan, usia 23 tahun datang ke dokter Puskesmas dengan keluhan nyeri
saat buang air kecil dan anyang-anyangan. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu.
Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra simpisis. Pada
pemeriksaan urinalisis didapatkan peningkatan leukosit dalam sedimen urin, kemudian
disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.
SASARAN BELAJAR (LI & LO)

LI. 1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang anatomi saluran kemih bagian bawah
(vesica urinaria dan urethra)
LO. 1.1. Anatomi makro
LO. 1.2. Anatomi mikro
LI. 2. Mampu memahami dan menjelaskan tentang fisiologi berkemih
LI. 3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang penyakit infeksi saluran kemih
(ISK) LO. 3.1. Definisi ISK
LO. 3.2. Etiologi ISK
LO. 3.3. Epidemiologi ISK
LO. 3.4. Klasifikasi ISK
LO. 3.5. Patogenesis ISK
LO. 3.6. Patofisiologi ISK
LO. 3.7. Manifestasi klinis ISK
LO. 3.8. Diagnosis dan DD ISK
LO. 3.9. Pemeriksaan fisik dan penunjang ISK
LO. 3.10. Penatalaksanaan ISK
LO. 3.11. Komplikasi ISK
LO. 3.12. Pencegahan dan prognosis ISK
LI. 4. Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan kultur urin
LI. 5. Mampu memahami dan menjelaskan tentang rukhsah bagi penderita salasil baul

PENJELASAN LI & LO
LI. 1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang anatomi saluran kemih bagian bawah
(vesica urinaria dan urethra)
LO. 1.1. Anatomi makro
VESIKA URINARIA

Isi normal penuh :

Adalah kantong urine ( buli – buli ) yang merupakan tempat muara saluran urinarius
ureter dextra dan sinistra dan terdapat dalam rongga pelvis.

Adapun struktur anatomi dari vesika urinaria, sebagai berikut:



Berbentuk piramid 3 sisi , apex menuju ventral atas dan basis (fundus) menuju
dorso kaudal dan corpus terdapat antara apex dan fundus vesicae.

Pada bagian kiri/kanan fundus vesicae terdapat tempat kedua muara ureter
yang dinamakan “ Orificium Uretericum Vesicae “ dan daerah tersebut
berbentuk segitiga yang dikenal dengan “trigonum vesicae”, dan pada basis
caudal terdapat tempat keluar urine menuju urethra yang dinamakan “
orificium urethra internum vesicae “.

Pada bagian apex vesicae terdapat jaringan ikat yang merupakan sisa
embryologis dari “ Urachus ” yang menuju umbilicus dinamakan “
ligamentum vesiko umbilikalis medianum ”.

Mempunyai lapisan fibrosa, serosa dan tunica muscularis. Pada tunica
musculare terdapat serabut otot stratum longitudinalis dari apex ke fundus dan
stratum circulare yang melingkari orificium internum vesicae.otot tersebut
diatas berfungsi untuk merangsang urine keluar vesicae yang dikenal dengan “
m.destrusor vesicae dan m.sphincter vesicae.

Pada daerah trigonal vesicae terdapat otot yang merupakan lanjutan dari
stratum longitudinalis yang menghubungkan kedua orificium uretericum dan
membentuk plica inter uretericum yang berfungsi untuk vesicae jika sudah
penuh.

Gambar 1. Vesika Urinaria


VASKULARISASI VESICAE URINARIA
Mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah sebagai berikut:

1. A . Vesicalis Superior cabang dari A. Hypogastrica.


2. A . Vesicalis Inferior cabang dari A. Hypogarstica.

PERSYARAFAN VESICA URINARIA

Di urus oleh syaraf otonom parasympatis yang berassal dari N . Splanchnicus pelvicis
( sacral 2-3-4 ) dan syaraf sympatis ganglion symphaticus (lumbal 1-2-3 ).

Gambar 2. Vesika Urinaria

URETHRA

Adalah saluran terakhir dari saluran urinarius mulai dari orificium internum urethra
sampai ke orificium urethra externa ( tempat urine dikeluarkan ). Urethra pada laki – laki
lebih panjang dapi perempuan sebab pada laki – laki terdapat penis dan kelenjar prostat
sedangkan pada wanita tidak ada. Pada laki – laki panjang urethra ( 18-20 ) cm dan pada
wanita hanya ( 5-8 ).

STRUKTUR ANATOMI URETHRA :

Pada laki – laki terbagi atas 3 daerah yaitu :

1) Urethra pars prostatica mulai dari orificium urethra internum sampai ke


urethra yang ditutupi oleh kelenjar prostata dan berada dalam rongga panggul.
Cairan mani + sperma masuk kedalam urethra pars prostatica ini kemudian
keluar pada orificium urethra externum.
2) Urethra pars membranacea dari pars prostatica sampai bulbus penis pars
cavernosa ( urethra ini paling pendek 1-2 cm )
3) Uerthra pars cavernosa ( spongiosa ) mulai dari daerah bulbus penis sampai
orificium urethra externum . berjalan dalam corpus cavernosa urethra ( penis ),
12-15 cm.
Bermuara 2 macam kelenjar yaitu :
1. kelenjar para urethralis
2. kelenjar bulbo urethralis

PERDARAHAN URETHRA
Di urus oleh cabang – cabang arteria pudenda interna
1. A. Dorsalis penis
2. A. Bulbo Urethralis

PERSARAFAN URETHRA
Di urus oleh cabang – cabang N. Pudendus ke N. Dorsalis penis.

LO. 1.2. Anatomi mikro


VESIKA URINARIA
Adalah organ berongga yang fungsi utamanya adalah menampung urine. Lumen vesika
urinaria dilapisi epitel transisional yang dapat meregang atau membesar ( berubah bentuk )
saat diisi urine. Vesika urinaria dilapisi oleh 3 lapisan yaitu mukosa, muskularis dan
adventisia / serosa. Lapisan yang menyusun epitel transisional pada mukosa lebih banyak,
pada permukaan epiel yang teregang dapat ditemukan sel payung dengan dinding
apikalnyaberwarna asidofil. Dibawah epitel terdapat lamina propia. Tunika muskularis
tersusun oleh lapisan – lapisan otot polos yang berjalan ke berbagai arah. Tunika adventitia
berupa jaringan ikat, sebagian vesika urinaria ditutupi oleh peritoneum (serosa).
Gambar 4. Mikroskopik vesika urinaria

URETHRA
Pada urethra pria Epitel pembatas urethra pars prostatica ialah epitel transisional, tetapi pada
bagian lain berubah menjadi epitel berlapis / bertingkat silindris, dengan bercak epitel
berlapis gepeng, ujung urethra bagian penis yang melebar atau fosa naviculare dibatasi oleh
epitel berlapis gepeng terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus.sedangkan pada wanita
muskularisnya terdiri dari dua lapisan sel otot polos tetapi diperkuat sfingter otot pada
muaranya, dan epitel pembatasnya berupa epitel berlapis gepeng. Lamina propianya
merupakan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyaknya sinus venosus
mirip jaringan cavernosa.

Gambar 5. Mikroskopik urethra

LI. 2. Mampu memahami dan menjelaskan tentang fisiologi berkemih


a) Proses berkemih

Setelah dibentuk ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.


Kontraksi otot peristaltik otot polos dalam dinding uretra juga mendorong urin
bergerak dari ginjal menuju kandung kemih. Ureter menembus dinding kandung
kemih secara oblik sebelum bermuara di rongga kandung kemih. Susunan
anatomis ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjal ketika
terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih.

Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang terdapat di dinding kandung
kemih tertekan dan menutup. Tapi urin masih tetap bisa masuk ke kandung
kemih, karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk
mendorong urin melewati saluran yang tertutup. Lapisan epitel kandung kemih
(epitel transisional) mampu meningkatkan atau mengurangi luas permukaan
melalui proses teratur daur membran saat kandung kemih terisi atau kosong.

 Kandung kemih terisi → permukaan epitel meluas dengan cara vesikel-vesikel


sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis.
 Isi kandung kemih keluar → vesikel-vesikel ditarik melalui proses eksositosis.

Kandung kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup, sehingga


urin tidak perlu terus menerus dikeluarkan.

Otot polos kandung kemih banyak mendapatkan persarafan parasimpatis, yang


apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Ketika
m.detrussor vesicae berkontraksi terjadi perangsangan urin.

Pintu keluar kandung kemih dijaga 2 sfingter:

 Sfingter uretra interna, terdiri dari otot polos dan berada di bawah kontrol
involunter. Sewaktu kandung kemih melemas/ rileks, susunan anatomis uretra
interna menutupi pintu keluar kandung kemih.
 Sfingter uretra eksterna, diperkuat seluruh diafragma pelvis, dipersarafi neuron
motorik, di bawah kesadaran karena merupakan otot rangka. Dapat dengan
sengaja dikontraksikan untuk mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung
kemih kontraksi & sfingter uretra interna terbuka.

Daya tampung kandung kemih berkisar 250-400ml, semakin banyak terisi urin
maka volume di dalam kandung kemih juga semakin besar dan semakin besar
pula tingkat pengaktifan reseptor regang.

Aktivasi reseptor regang→ke serat-serat aferen→korda spinalis→antar


neuron→rangsang parasimpatis→hambat neuron motorik yang persarafi sfingter
eksterna, kedua sfingter terbuka dan urin terdorong keluar menuju uretra karena
gaya kontraksi kandung kemih.

Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi
dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser
internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi
pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter


interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger
eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi.
kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani
kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia
urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing
tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan
kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi
lapisan otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk
kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi
lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis
superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman
dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis
sepanjang arteri umbilikalis.
LI. 3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang penyakit infeksi saluran kemih
(ISK) LO. 3.1. Definisi ISK
ISK adalah keadaan bertumbuh dan berkembangnya kuman di dalam
saluran kemih dengan jumlah yang bermakna. ISK adalah ditemukannya
bakteri pada urin di kandung kemih, yang umumnya steril.
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran
kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme.
Untuk menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di
dalam urin. Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih
bakteri/ml urin, namun jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml
urin, hal itu menunjukkan bahwa adanya kontaminasi bakteri.Bakteriuria
bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria
bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria tanpa gejala.
Infeksi saluran kemih tanpa bakteriuria dapat muncul pada keadaan:
a. Fokus infeksi tidak dilewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis
karena infeksi hematogen.
b. Bendungan total pada bagian saluran yang menderita infeksi.
c. Bakteriuria disamarkan karena pemberian anibiotika.
LO. 3.2. Epidemiologi ISK

Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK dalam hidupnya.

Infeksi saluran kemih tergantung oleh banyak faktor, seperti usia,
gender, prevalensi bakteriuria, dan factor predisposisi yang

menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal.
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun,
perempuan cendrung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK
berulang pada laki-laki jarang di laporkan, kecuali disertai factor
predisposisi atau pencetus.

Prevalensi bakteri asimptomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.

LO. 3.3. Etiologi ISK


Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram
negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas
kemudian diikuti oleh :

 Proteus sp
 Klebsiella

 Enterobacter

 Pseudomonas

Mikroorganisme Persentase biakan %


Escherichia coli 50-90
Klebsiela atau enterobacter 10-40
Proteus sp 5-10
Pseudomonas aeroginosa 2-10
Staphylococcus epidermidis 2-10
Enterococci 2-10
Candida albican 1-2
Staphylococcus aureus 1-2

Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan
Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan
batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada
pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas
aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada
kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin.
Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah
brusella, nocardia,actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa.Candida sp
merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-
pasien yang menggunakan kateter urin, pasien DM, atau pasien yang mendapat
pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering
ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur
sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.

Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu :


1. Bendungan aliran urin
 Anomali kongenital
 Batu saluran kemih
 Oklusi ureter (sebagian atau total)
2. Refluks vesikoureter
3. Urin sisa dalam buli-buli karena :
 Neurogenic bladder
 Striktura uretra
 Hipertrofi prostat
4. Diabetes Melitus
5. Instrumentasi
 Kateter
 Dilatasi uretra
 Sitoskopi
6. Kehamilan dan peserta KB
 Faktor statis dan bendungan
 PH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman
7. Senggama

LO. 3.4. Klasifikasi ISK


Klasifikasi ISK berdasarkan lokasi:
1. ISK Bawah
Persentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender:
I. Perempuan
 Sistitis adalah persentasi klinis infeksi kandung kemih
disertai bakteriuria bermakna.
 Sindrom Urethra Akut (SUA) persentasi sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril) sering dinamakan
sistitis bakterialis.
II. Laki-laki
Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis,
prostatitis, epidimidis dan uretritis.

2. ISK Atas
i. Pielonefritis Akut (PNA) yaitu proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri.
ii. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.
Kronik biasanya sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim
ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang ditandai pielonefritis
kronik yang spesifik.
Menurut komplikasi :
1. Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type) jarang
dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering
mengalami ISK berulang.
2. Infeksi saluran kemih (ISK) berkomplikasi (complicated type) terutama terkait
refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik
(IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT) .

Menurut Gejala :
1. Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala )
2. Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala )

LO. 3.5. Patogenesis ISK


Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK
tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).

Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga
terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel
polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang
berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai
patogenisitas khusus (Sukandar, E., 2004).

Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae


merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada
permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood
group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, E.,
2004).

Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan
dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-
1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin
terikat pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5%
terikat pada gen plasmio. (Sukandar, E., 2004)
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung
pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan
peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih.
Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal.
(Sukandar, E., 2004)

Peranan Faktor Tuan Rumah (host)


 Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung
hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK.
Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk
kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh
(eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.
Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini
sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses
pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi
sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal
terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar,
E., 2004)
 Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa
golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap
ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan
hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen
darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui.
Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen
terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. (Sukandar,
E., 2004)

LO. 3.6. Patofisiologi ISK


Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin
selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal
merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious
Gram-positive dan gram negative. (Sukandar, E., 2004)
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari
uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi
mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini, dipermudah refluks
vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang
ditemukan di klinik, mungkit akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga
merupakan lokasi Universitas Sumatera Utara

Infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat


Stafilokokus aureus. Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis
(Stafilokkokus aureus) dikenal Nephritis Lohein. Beberapa penelitian
melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen.
(Sukandar, E., 2004)

LO. 3.7. Manifestasi klinis ISK


Tanda dan Gejala
1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
 Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
 Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
 Hematuria
 Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
 Demam
 Menggigil
 Nyeri panggul dan pinggang
 Nyeri ketika berkemih
 Malaise
 Pusing
 Mual dan muntah

Berdasarkan bagian saluran kemih yang terinfeksi, tanda dan gejala


sebagai berikut:
 Sistitis : piuria urgensi, frekuensi miksi meningkat perubahan
warna dan bau urine, nyeri suprapublik, demam biasanya tidak
ada.
 Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya discharge
urethra
 Prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium
uretra (cont: hesitansi, aliran lemah).
 Pielonefritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong,
mual, muntah, diare.
 Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan
pielonefritis kecuali demam menetap meskipun diobati dengan
antibiotik.

Gejala Lain
 Pada beberapa kasus, mungkin terlihat sedikit darah pada air
seninya yang baunya sangat menyengat.
 Terasa sakit di akhir kencing.
 Anyang-anyangan atau rasa masih ingin kencing lagi. Meski sudah
dicoba untuk berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar.

LO. 3.8. Diagnosis dan DD ISK


Anamnesis
ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik.
ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah,
hematuria. Pemeriksaan fisik: febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri
ketok sudut kostovertebra. Laboratorium: lekositosis, lekosituria, kultur
5
urin (+): bakteriuria > 10 /ml urin.

Pemeriksaan penunjang

Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter,


kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar
untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu,
dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protocol yang
dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)

Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh


rutin, harus berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis
dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis
yang merupakan faktor predisposisi ISK.Renal imaging procedures
untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram
(USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating
cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)

Diagnosa banding
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Ingat
akan pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai
gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal
menurun, respons terhadap antibiotik kurang baik.

LO. 3.9. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ISK


Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah
sebagai berikut:
- Analisa Urin (urinalisis)
Urinalisa merupakan test yang mengevaluasi sample urin, yang bertujuan
untuk mendeteksi kelainan pada traktus urinarius, kelainan ginjal, dan
diabetes. Pada pemeriksaan urin rutin, jika ditemukan leukosit yang
jumlahnya >10/LPB (Lapangan Pandang Besar) dengan mikroskop,
maka hal ini merupakan tanda tidak normal. Piuria merupakan tanda
yang penting pada ISK. Oleh karena itu, leukosit >10 kemungkinan
menandakan adanya ISK.
Cara Pengambilan Sampel
Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi
hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik
(suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream
urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah
yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril.
a. Punksi Suprapubik
Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan
pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit
dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang
penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis
yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada
daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu
dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan
berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat
dipastikan merupakan penyebab ISK.
b. Kateter
Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan
semprit yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan
antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan
asepsis harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter
sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada
di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang
diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang
diperoleh dari punksi suprapubik.
c. Urin Porsi Tengah
Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis
merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan
dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita.
Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan
cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk
persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan
menyebabkan kultur false-negative.
Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada
wanita :
1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan
daerah vagina dan muara uretra. Satu potong kasa steril
dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi air
atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan
kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk
membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan
jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina
selesai.
2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah
vagina dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun.
Arah pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang
kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan
potongan kasa yang dibasahi dengan air atau salin hangat.
Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari
dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan
pembilasan sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut
dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang
telah dipakai ke tempat sampah.
4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih.
Buang beberapa mililiter urin yang mula-mula keluar.
Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam wadah
steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah
terisi.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan
bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah.
Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim
segera ke laboratorium.

Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada pria :

1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan


daerah penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril
dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi
dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air
atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan
kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk
membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril
dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai.
2. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan
bersihkan daerah ujung penis dengan kasa yang dibasahi air
sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
3. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin
hangat. Ulangi sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut
dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang
telah dipakai ke dalam tempat sampah.
4. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah
berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang keluar,
kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam
wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan
bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah.
Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim
segera ke laboratorium.1
Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena
penundaan akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam
urin berkembang biak dan penghitungan koloni yang tumbuh
pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang
terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus
diterima maksimun 1 jam setelah penampungan.2 Sampel
harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel
yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa
bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur
dan sebaiknya dimintakan sampel baru.3 Bila pengiriman
terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4oC
selama tidak lebih dari 24 jam.

Pemeriksaan Urin Empat Porsi (Meares Stamey)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari
urin empat porsi yaitu :
1. Porsi pertama (VB1) : 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra,
2. Porsi kedua (VB2) : sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan kondisi
buli-buli,
3. Porsi ketiga (EPS) : sekret yang didapatkan setelah masase prostat,
4. Porsi keempat (VB4) : urin setelah masase prostat.

Pemeriksaan laboratorium
1. Analisa Urin (urinalisis)
Pemeriksaan urinalisis meliputi:
- Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin).
Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per
lapangan pandang dalam sedimen urin.
- Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin)
Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit
(sel darah merah) 5-10 per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria bisa
juga karena adanya kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal dan
penyakit ginjal lainnya.
2. Pemeriksaan bakteri (bakteriologis)
Pemeriksaan bakteriologis meliputi:
- Mikroskopis.
Bahan: urin segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan).
Positif jika ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang.
- Biakan bakteri.
Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.
3. Pemeriksaan kimia
Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam urin. Contoh, tes
reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram negatif. Batasan: ditemukan
lebih 100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai 90 % dengan spesifisitas
99%.
4. Tes Dip slide (tes plat-celup)
Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin. Kelemahan cara ini tidak mampu
mengetahui jenis bakteri.
5. Pemeriksaan penunjang lain
Meliputi: radiologis (rontgen), IVP (pielografi intra vena), USG dan Scanning.
Pemeriksaan penunjang ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya batu
atau kelainan lainnya.
Pemeriksaan penunjang dari infeksi saluran kemih terkomplikasi:
1. Bakteriologi / biakan urin
Tahap ini dilakukan untuk pasien dengan indikasi:
- Penderita dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik).
- Untuk pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih.
- Pasca instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca
keteterisasi urin.
- Penapisan bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan.
- Penderita dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum dilakukan
Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar konvensional,
proper plating technique dan rapid methods. Pemeriksaan dengan rapid methods
relatif praktis digunakan dan memiliki ambang sensitivitas sekitar 104 sampai
105 CFU (colony forming unit) kuman.
2. Interpretasi hasil biakan urin
Setelah diperoleh biakan urin, maka dilakukan interpretasi. Pada biakan urin
dinilai jenis mikroorganisme, kuantitas koloni (dalam satuan CFU), serta tes
sensitivitas terhadap antimikroba (dalam satuan millimeter luas zona hambatan).
Pada uretra bagian distal, daerah perianal, rambut kemaluan, dan sekitar vagina
adalah habitat sejumlah flora normal seperti laktobasilus, dan streptokokus
epidermis. Untuk membedakan infeksi saluran kemih yang sebenarnya dengan
mikroorganisme kontaminan tersebut, maka hal yang sangat penting adalah
jumlah CFU. Sering terdapat kesulitan dalam mengumpulkan sampel urin yang
murni tanpa kontaminasi dan kerap kali terdapat bakteriuria bermakna tanpa
gejala, yang menyulitkan penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih.
Berdasarkan jumlah CFU, maka interpretasi dari biakan urin adalah sebagai
berikut:
a. Pada hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin kateterisasi.
- Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan bakteriuria
bermakna
- Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis disebut
bakteriuria asimtomatik
- Bila terdapat mikroba 102 – 103 CFU/ml urin kateter pada wanita muda
asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi saluran kemih.
b. Hitung koloni dari bahan aspirasi supra pubik.
Berapapun jumlah CFU pada pembiakan urin hasil aspirasi supra pubik
adalah infeksi saluran kemih.
Interpretasi praktis biakan urin oleh Marsh tahun 1976, ialah sebagai berikut:
Kriteria praktis diagnosis bakteriuria. Hitung bakteri positif bila didapatkan:
- > 100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang dilakukan seara
berturut – turut.
- > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan leukosit >
10/ml urin segar.
- > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai gejala klinis
infeksi saluran kemih.
- > 10.000 CFU/ml urin kateter.
- Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik.
Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin pada
infeksi saluran kemih:
a. Faktor fisiologis
- Diuresis yang berlebihan
- Biakan yang diambil pada waktu yang tidak tepat
- Biakan yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state) -
Infeksi disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat
- Terdapat bakteriofag dalam urin
b. Faktor iatrogenic
- Penggunaan antiseptic pada waktu membersihkan genitalia -
Penderita yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya c.
Cara biakan yang tidak tepat:
- Media tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi
- Infeksi E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil tahan
asam
- Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk.
3. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari piuria
a. Urin tidak disentrifus (urin segar)
Piuria apabila terdapat ≥10 leukosit/mm3 urin dengan menggunakan kamar
hitung.
b. Urin sentrifus
Terdapatnya leukosit > 10/Lapangan Pandang Besar (LPB) disebut sebagai
piuria. Pada pemeriksaan urin porsi tengah dengan menggunakan mikroskop
fase kontras, jika terdapat leukosit >2000/ml, eritrosit >8000/ml, dan casts
leukosit >1000/ml, maka disebut sebagai infeksi saluran kemih.
c. Urin hasil aspirasi suprapubik
Disebut piuria jika didapatkan >800 leukosit/ml urin aspirasi supra pubik.
Keadaan piuria bukan merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya
infeksi saluran kemih, tetapi sensitif terhadap adanya inflamasi saluran kemih.
4. Tes Biokimia
Bakteri tertentu golongan enterobacteriae dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit
(Griess test), dan memakai glukosa (oksidasi). Nilai positif palsu prediktif tes ini
hanya <5%. Kegunaan tes ini terutama untuk infeksi saluran kemih rekurens yang
simtomatik. Pada infeksi saluran kemih juga sering terdapat proteinuria yang
biasanya < 1 gram/24 jam. Membedakan bakteriuria dan infeksi saluran kemih
yaitu, jika hanya terdapat piuria berarti inflamasi, bila hanya terdapat bakteriuria
berarti kolonisasi, sedangkan piuria dengan bakteriuria disertai tes nitrit yang
positif adalah infeksi saluran kemih.
5. Lokalisasi infeksi
Tes ini dilakukan dengan indikasi:
- Setiap infeksi saluran kemih akut (pria atau wanita) dengan tanda – tanda
sepsis.
- Setiap episode infeksi saluran kemih (I kali) pada penderita pria.
- Wanita dengan infeksi rekurens yang disertai hipertensi dan penurunan faal
ginjal.
Biakan urin menunjukkan bakteriuria pathogen polimikrobal.
Penentuan lokasi infeksi merupakan pendekatan empiris untuk mengetahui etiologi
infeksi saluran kemih berdasarkan pola bakteriuria, sekaligus memperkirakan
prognosis, dan untuk panduan terapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa infeksi
saluran kemih atas lebih mudah menjadi infeksi saluran kemih terkomplikasi. Suatu
tes noninvasif pembeda infeksi saluran kemih atas dan bawah adalah dengan ACB
(Antibody-Coated Bacteria). Pemeriksaan ini berdasarkan data bahwa bakteri yang
berasal dari saluran kemih atas umumnya diselubungi antibody, sementara bakteri
dari infeksi saluran kemih bawah tidak. Pemeriksaan ini lebih dianjurkan untuk studi
epidemiologi, karena kurang spesifik dan sensitif.

LO. 3.10. Penatalaksanaan ISK

Manajemen ISK
Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip manajemen ISK bawah adalah intake cairan yang banyak, antibiotka yang
adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk lkalinisasi urin:
 Hamper 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gr, trimetoprim 200 mg.
 Bila infeksi menetap disertai urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari
 Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekosuria.

Reinfeksi berulang (frequent re-infection)

 Disertai factor predisposisi: Terapi antimikroba yang intensif diikuti factor


resiko
 Tanpa

factor predisposisi:
Asupan cairan banyak

Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran
tunggal (misal: trimetoprim 200mg)
 Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan
Sindrom Uretra Akut (SUA)
 3 5
Pasien dengan SUA dengan hitung kuman 10 -10 memerlukan
antibiotika yang adekuat.

Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin

Infeksi disebebkan MO anaerobic di perlukan antimikroba yang serasi, missal
golongan kuinolon.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas

Pielonefritis Akut

Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk
memelihara satus hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.

Indikasi Rawat Inap Pilonefritis Akut:



Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral

Pasien sakit berat atau debilitasi

Terapi antibiotika oral rawat jalan mengalami kegagalan

Factor predisposisi utuk ISK tipe berkomplikasi

Diperlukan investigasi lanjutan

Komorbiditas seperti kehamilan, DM, usia lanjut

Tujuan Terapi

Tujuan terapi ISK adalah mencegah atau mengobati akibat sistemik dari
infeksi, membunuh mikroorganisme penyebab infeksi dan mencegah terjadinya
infeksi ulangan.

Strategi Terapi

Terapi tanpa obat pada ISK adalah minum air dalam jumlah banyak agar urine
yang keluar juga meningkat.

Pengobatan ISK adalah menggunakan antibiotik. Idealnya, antibiotik yang


digunakan harus dapat ditoleransi dengan baik, mencapai konsentrasi tinggi dalam
urine dan mempunyai spektrum aktivitas terhadap mikroorganisme penyebab infeksi.
Pemilihan antibiotik untuk pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan, tempat
terjadinya infeksi dan jenis mikroorganisme yang menginfeksi.
Terapi ISK dewasa
lanjutan
Pilihan antimikroba berdasarkan Educated Guess (Farmakologi, FKUI)

Jenis infeksi Penyebab tersering Pilihan antimikroba

Sistitis akut E.coli, S.saprophyticus, Nitrofurantion, ampisilin,


kuman gram negative trimetroprim
lainnya

Pielonefritis akut E.coli, kuman gram negative Untuk pasien rawat:


lainnya, Streptococcus Gentamisin(atau

aminoglikosida lainnya),
kotrikmoksazol
parenteral, sefalosporin
generasi III, aztreonam
Untuk pasien berobat

jalan:
Kotrimoksazol oral,

fluorokuinolon,
amoksisilin-asam
klavulanat

Prostatitis akut E.coli, kuman gram negative Kotrimoksazol atau


lainnya, E.faecalis fluorokuinolon, atau
aminoglikosid+ampisilin
parenteral

Prostatitis kronis E.coli, kuman gram negative Kotrimoksazol atau


lainnya, E.faecalis fluorokuinolon atau
trimetroprim

Yang termasuk aminoglikosida:gentamisin, tobramisin, netilmisin, dan amikasin
(streptomisin dan kanamisin tidak termasuk)

Yang termasuk sefalosporin generasi III:sefotaksim, sefoperazon, setriakson,
seftazidin, sefsulodin, moksalaktam, dll.

Yang termasuk fluorokuinolon:siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin, dll.

SULFONAMID

Mekanisme kerja:

Kuman memerlukan PABA(p-aminobenzoic-acid)untuk membentuk asam folat yang


digunakan untuk sintesis purin asam nukleat. Sulfonamide merupakan penghambat
kompetitif PABA.
PABA

Dihidropteroat sintetase ↓ ← sulfonamide berkompetisi dgn PABA

Asam dihidrofolat

Dihidrofolat reduktase ↓ ← trimetroprim

Asam tetrahidrofolat

Purin

DNA

Efek sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanah dan jaringan nekrotik, karena
kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang mengandung basa
purin dan timidin.

Kombinasi dengan Trimetoprim

Menyebabkan hambatan berangkai dalam reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat.

Farmakokinetik

Absorpsi:

melalui saluran cerna mudah dan cepat, terutama pada usus halus, beberapa jenis sulfa
di absorpsi di lambung.

Distribusi:

Semua sulfonamis terikat dengan protein plasma terutama albumin dalam derajat yang
berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karena itu berguna untuk
infeksi sistemik.

Obat dapat menembus sawar uri dan menimbulkan efek antimikroba dan efek toksik
pada janin.

Sulfonamide di bagi ke dalam 3 golongan besar:

1. sulfonamide dengan absorpsi dan eksresi cepat


sulfisoksazol

dosis permulaan untuk dewasa 2-4mg, di lanjutkan dengan 1g setiap 4-6jam

untuk anak 150mg/kgBB sehari

obat ini bisa menimbulkan hipersensitivitas yang kadang bersifat letal

sediaan dalam bentuk tablet 500mg untuk oral
sulfametoksazol

derivate sulfisoksazol dgn absorpsi dan eksresi lebih lambat

dapat diberikan pada pasien dengan infeksi saluran kemih dan infeksi sistemik

umumnya di gunakan dengan kombinasi tetap dengan trimetoprim
sulfadiazine

dosis permulaan oral pada orang dewasa 2-4g, dilanjutkan dgn 2-4g
dalam 3-6 kali pemberian, lama pemberian tergantung keadaan
penyakit.

Anak-anak >2 bln, diberikan setengah dosis awal per hari, kemudian di
lanjutkan dengan 60-150mg/kgBB(maksimum 6g/hari) dalam 4-6 kali

pemberian
Sediaan dalam bentuk tablet 500mg
Sulfasitin

Eksresinya cepat untuk penggunaan per-oral pada infeksi saluran kemih.

Pemberian dosis awal 500mg, dilanjutkan dengan dosis 250mg empat kali

sehari.
Tersedia dalam bentuk tablet 250mg(tdk di Indonesia)
Sulfametizol

Digunakan untuk infeksi saluran kemih dengan dosis 500-1000mg dalam 3-4

kali pemberian sehari.
Tersedia dalam bentuk tablet 250mg dan 500mg
2. sulfonamide yang hanya di absorpsi sedikit bila diberikan per-oral dan
kerjanya dalam lumen usus
sulfasalazin

suksinilsulfatiazol dan ftalilsulfatiazol

3. sulfonamide yang terutama di gunakan untuk pemberian topical


sulfasetamid

Ag-sulfadiazin(sulfadiazine perak)

Mafenid

4. sulfonamide dengan masa kerja panjang


sulfadoksin

Efek samping

Reaksi ini dapat hebat dan kadang bersifat letal. Bila mulai terlihat adannya
gejala reaksi toksik dan sensitisasi, pemakain secepat mungkin dihentikan.
Dan tidak diberikan lagi.

Gangguan system hematopoetik:anemia hemolitik akut,
Agranulositosis(sulfadiazine), anemia aplastik, trombositopenia ringan,
eosinofilia, gejala HPS.

Gangguan saluran kemih: anuria dan kematian dapat terjadi kristaluria atau
hematuria(jarang terjadi)

Reaksi alergi: gambaran HPS pada kulit dan mukosa bervariasi, berupa
kelainan morbiliform, purpura, petekia, eritema nodosum, eritema multiformis
tipe stevens-johnson, dll. Demam obat dapat terjadi(timbul demam tiba2, pada
hari ke tujuh sampai ke 10 pengobatan, di sertai sakit kepala, menggigil, rasa

lemah, dan erupsi kulit, semuanya bersifat reversible).
Lain2:mual dan muntah

Tidak diberikan pada wanita hamil aterm

CORTIMOKSAZOL

 Trimetropin + sulfametoksazol
 Mikroba yang peka : enterobacter, klebsiella, diphteri, E.coli, S.aureus,
S.viridans, dll
 Untuk mikroba yang resisten sulfonamid agak resisten trimetropin
 Farmako dinamik : 2 tahap berurutan rekasi enzimatis 1. Sulfo = hambat
PABA,
2. Trime : hambat reaksi dari dehidrofolat → tetrahidrofolat
Farmako kinetik : karena trimetropin lipofilik → volume distribusi >> besar
dari sulfa
Rasio sulfa : trime → 5:1
Diekskresi di urin
 Indikasi : ISK, IS nafas, IS cerna, Inf. Genital
 E.S : megaloblastosis, leukopenia atau trombositopenia, pada kulit karena
sulfonamid

GOL. PENISILIN

Farmako dinamik :
 penisilin menginaktifkan protein yang berada dalam membran sel bakteri
yang penting untuk sintesis dinding sel sehingga bakteri menjadi lisin.
 Destruksi dinding sel oleh autolisin / enzim degradatif yang dimiliki
penisilin.

Farmako kinetik : ditentukan oleh stabilitas obat terhadap asam lambung dan
beratnya infeksi.
Cara pemberian :

Ampisilin + sulbaktam IV, IM

Tikarsilin + as. klavulanat

Amoksisilin ORAL

Amoksisilin + as. klavulanat

Absorbsi tidak lengkap secara oral, tetapi amoksisilin hampir lengkap di absorpsi,
absorbsi penisilin lainnya = penurunan jika ada makanan di dalam lambung = 30-
60 menit sebelum makan / 2-3 jam setelah makan. Distribusi ke seluruh tubuh,
penisilin bisa melewati sawar plasenta = tidak teratogenik. Tidak ke SSP

Ekskresi : melalui ginjal

E.S : hipersensitivitas (angioedem, makulopapular, anafilaktik), diare, nefritis


(metisilin), neurotoksisitas, gangguan pembentukan darah (karbanesilin dan
karsilin = antipseudomonas), toksisitas kation

 Tidak bisa untuk kuman B-laktamase


 Resistensi E.Coli
 Efek samping : reaksi alergi , Syok anafilaksis umumnya tidak toksik pada
manusia
 Dapat di gunakan secara oral dan parenteral.

GOL. CEPHALOSPORIN

 Generasi 3 tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida merupakan


obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella , Enterobacter , Proteus ,
Providencia , Srratia , Dan Haemophillus Spesies.

Farmako dinamik :

a) Generasi I : proteus, E.coli, klebsiella


b) Generasi II : Haemophilus, enterobacter, Neisseria=gram (-)
c) Generasi III : contoh : cefritriaavus, cefotaxim, ceftazidim
(pseudomonas aeruginosa)

Farmako kinetik : IV karena absorbsi oral jelek, distribusi ; luas, ekskresi melaui
empedu ke dalam feses

E.S : alergi, perdarahan jika diberikan bersama sefamandol atau sefoperason =


anti vitamin K

 Efek samping : reaksi alergi , anafilaksis , dengan spasme bronkus dan


urtikaria dapat terjadi
 Secara oral
 Obat Mahal

GOL. TETRACYCLIN

 Efektif untuk infeksi Chlamydia


 Tidak boleh pada anak-anak dan wanita hamil.
 Secara Oral

GOL. FLUOROKUINOLON

 Efektif untuk ISK dengan atau tanpa penyulit disebabkan oleh kuman-kuman yang
multiresisten dan P.Aeruginosa.
 Siprofloksasin, Norfloksasin, dan Ofloksasin untuk terapi Prostatitis bacterial akut
maupun kronis anak-anak dan ibu hamil tidak boleh.

Farmako dinamik : hambat pemisahan double helix DNA saat replikasi dan transkripsi
dengan bantuan enzim DNA girase → hambat DNA girase pada kuman dan bersifat
bakterisid

Untuk bakteri : kuinolon lama (gram (-)) E.coli, proteus, klebsiella, enterobakter

Flurokuinolon baru : gram (+), gram (-) dan kuman atipik (mycoplasma, klamidia)

Farmako kinetik : diserap baik di saluran cerna, dalam sediaan oral, hanya sakit yang
terikat protein, distribusi baik ke berbagai organ, capai kadar tinggi di prostat, T1/2
panjang → 2x sehari diperlukan. Di metabolisme di hati, ekskresi ginjal sebagian
empedu.

Indikasi : ISK, Infeksi saluran nafas, penyakit menular hubungan sex, infeksi tukak
dan sendi, dll.

E.S : mual, muntah, tidak enak diperut : halunisasi, kejang ; hepatotoksik ; fatotoksif
dll.

Interaksi obat : antasit = habis berkuran, hambat teofilin, tidak dikombinasi dengan
obat yang dapat perpanjang interval Qtc.

AMINOGLIKOSIDA

 Farmako dinamik : terhadap MO anaerobik rendah, transpor aminogliko butuh


O2, aktivitas terhadap gram (+) terbatas, aktifitas dipengaruhi pH (alkali lebih
tinggi), aerobik-anarobik, keadaan hiperkapnik. Berdifusi lewat kanal air yang
dibentuk porin protein pada membran luar bakteri gram (-) masuk ke ruang
periplasmik. Setelah masuk sel terikat pada ribosom 30 s dan hambat sintesis
protein → kerusakan membran sitosol → mati. Bersifat bakterisid.
 Farmako kinetik : sangat polar, sukar di absorbsi di saluran cerna, per oral
hanya untuk efek lokal di saluran cerna. Untuk kadar sistemik → parenteral,
ikatan protein rendah kecuali streptomisin ± 30-50%. Distribusi ke dalam
cairan otak sangat terbatas, ekskresi di ginjal, kadar dalam urin capai 50-200
mg/ml, gangguan ginjal hambat ekskresi.
 E.S : alergi, reaksi iritasi (rasa nyeri di tempat suntik), toksik (gangguan
pendengaran dan keseimbangan), ototoksik pada N. VII, nefrotoksik.

Kanamisin : untuk E.coli, enterobacter, klebsiella, proteus dll (untuk ISK)

Gentamisin, tobramisin, dan netilmisin Indikasi : infeksi karena proteus,


pseudomanas, klebsiella, E.colli, enterobacter

Amikasin : untuk E.coli, P.aeruginosa, proteus, enterobacter

Sumber : faramakologi dan terapi FKUI ed 5, 2007

ANTISEPTIK

1. Metenamin
 Indikasi : Untuk Profilaksis terhadap ISK berulang khususnya bila ada
residu kemih.Tidak diindikasikan untuk infeksi akut saluran kemih.
 Untuk berbagai jenis mikroba, kecuali proteus
 E.S : iritasi lambung (>500 g ), 4-8 gram/sehari >> 3 mg, iritasi saluran
kemih, proteinuria, hematuria, erupsi kulit.
 KI : dengan gangguan hati, tidak untuk gagal ginjal, tidak diberikan
bersama sulfonamid.
 Interaksi obat : susu, antasid tidak diberikan → meningkatkan pH
 Oral 4 x 1 gram/hari
2. Nitrofrantoin
 Indikasi : Mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh ISK bagian bawah
penggunanya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan supresif
ISK menahun yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau dikurangi
dalam antimikroba lain dengan yang lebih sensitive.
 Unruk E.coli, proteus, klebsiella, enterobacter, enterokokus
 FK : lengkap dan cepat absorbsi di saluran cerna, dengan makanan dapat
menurunkan inhalasi kambung dan menigkatkan bioavailibitasnya, terikat
protein plasma, ekskresi di ginjal, T1/2 20 menit, urin agak cokelat
 KI : Untuk gagal ginjal dengan klirens kreatinin < 40 ml/menit, hamil,
bayi < 3 bulan → anemia hemolitik
 ES : mual, muntah dan siare ; sakit kepala vertigo, nyeri otot.
3. Asam nalidiksat
 Indikasi : ISK bawah tanpa penyulit contohnya : Sistitis akut tidak efektif
untuk ISK bagian atas contohnya : Pielonefritis.
 FD : hambat enzim DNA grase bakteri, bakterisid terhadap kuman
penyebab ISK, E.coli, proteus, klebsiella, pseudomonas resisten.
 FK : per oral, 95% terikat protein plasma, sehingga diubah jadi asam
hidroksinalidiksat, masa penuh 11/2 – 2 jam
 ES : mual, muntah, urtikaria ; diare demam fosfosensitivitas : sakit kepala,
ngantuk, vertigo, meningkat pada pasien epilepsi, parkinson.
 KI : bayi < 3 bulan, trisemester p1 hamil : hati-hati untuk gangguan hati
atau ginjal : pembesaran dengan nitrofurantonin
 Dosis : 4 x 500 mg/hr
4. Fosfomisin trometamin
 Indikasi : ISK tanpa komplikasi ( Sistitis akut ) pada wanita yang
disebabkan oleh E.Coli dan E.Faeccalis
 Efek samping : Diare , Mual , Sakit kepala , Vaginitis
 FD : hambat tahap awal sintesis dinding sel kuman
 FK : Biovailibilitas oral hanya 37%, dengan makanan menurunkan
penyerapan, tidak terikat protein plasma, ekskresi renal 38%, ekskresi di
urin dan tinja
 ES : mual, muntah, diare, sakit kepala, bisa untuk wanita hamil,
 Sediaan ; bubuk 3 gram dicampur air ± 100 ml tidak boleh dengan air
panas

Perlu di perhatikan bahwa ada beberapa antibiotik tidak boleh dipergunakan selama
masa kehamilan karena dapat menyebabkan toksik pada janin, seperti nitrofurantion,
asam nalidik, dan tetrasiklin.

LO. 3.11. Komplikasi ISK

 Reaksi alergi merupakan resiko terapi antibiotik.


 Anak dengan pielonefritis akut dapat berkembang menjadi inflamasi lobus
ginjal atau abses ginjal.
 Inflamasi parenkim ginjal dapat mengawali pembentukan jaringan parut.
 Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis akut adalah hipertensi, fungsi
ginjal terganggu, ESRD dan komplikasi terhadap kehamilan (cth. ISK,
hipertensi pada kehamilan, BBLR).

Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka
panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya
hipertensi dan gagal ginjal kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria
Asimtomatik) yang tidak diobati: pielonefritis, bayi prematur, anemia,
Pregnancy-induced hypertension
 ISK pada kehamilan: retardasi mental, pertumbuhan bayi lambat, Cerebral
palsy, fetal death.
 Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM.
 Pielonefritis emfisematosa syok septik dan nefropati akut vasomotor.
 Abses perinefrik
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal
ginjal kronik

Berdasarkan Klinis

 Tanpa komplikasi : sistitis pada wanita hamil kelainan neurologis atau struktural
yang mendasarinya
 Dengan Komplikasi : infeksi saluran kemih atas atau setiap kasus ISK pada laki-
laki, atau perempuan hamil, atau ISK dengan kelainan neurologis atau struktural
yang mendasarinya

LO. 3.12. Pencegahan dan prognosis ISK


Pencegahan:
 Hindari penggunaan antibiotik spektrum luas (cth. Amoxicillin,
cephalexin), yang dapat melemahkan pertahanan alami melawan
kolonisasi.
 Atasi konstipasi bila pasien terdapat disfungsi berkemih yang terkait
dengan pelebaran kronik rektum dengan feses.
 Bila disfungsi berkemih menjadi faktor pencetus, perintahkan pasien
untuk kencing secara teratur.
 Pertimbangkan khitan pada neonatus laki-laki.

Meminum cairan yang banyak terutama air, membantu mencegah ISK
dengan cara sering berkemih hingga urin terdorong keluar`dari traktus.

Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang untuk mencegah
bakteri anal ke vagina.

Jangan membersihkan alat kelamin dengan air yang ditampung di bak
atau ember, sebaiknya pakailah shower

Jika di toilet umum usahakan gunakan toilet jongkok daripada toilet
duduk atau jika terpaksa toilet duduk bersihkan dulu pinggiran dan
dudukan toilet.

Hindari penggunaan produk – produk kewanitaan yang menyebabkan
iritasi.

Gunakan pakaian dalam dari bahan katun agar tidak lembab.

Hindari bergonta – ganti pasngan seksual, serta kosongkan VU sebelum dan
sesudah hubungan intercourse.

Prognosis:
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila
dilakukan pengobatan pada fase akut yang adequat dan disertai pengawasan
terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada
sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang
memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang adequat dan
dilakukan koreksi bedah. Hal ini terjadi terutama pada penderita dengan
nefropati refluk. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis,
pengobatan yang segera pada fase akut. kerjasama yang baik antara dokter,
ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangan diperlukan untuk
mencegah terjadinya perburukan yang mengarah pada terminal gagal ginjal
kronis.

LI. 4. Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan kultur urin



Kultur : Kultur yang negatif akan menyingkirkan diagnosis ISK. Sedangkan
pada kultur yang positif, proses pengambilan contoh urin harus diperhatikan. Jika
kultur positif berasal dari aspirasi suprapubik atau kateterisasi, maka hasil
tersebut dianggap benar. Namun jika kultur positif diperoleh dari kantung
penampung urin, perlu dilakukan konfirmasi dengan kateterisasi atau aspirasi
suprapubik.

Urinalisis : Komponen urinalisis yang paling penting dalam ISK adalah esterase
leukosit, nitrit, dan pemeriksaan leukosit dan bakteri mikroskopik. Namun tidak
ada komponen urinalisis yang dapat menggantikan pentingnya kultur sehingga
kultur tetap merupakan keharusan untuk mendiagnosis ISK.

Kultur urine dilakukan dengan wadah yang steril yang melekat di daerah
perineal, yang tak menunjukkan pertumbuhan atau sangat sedikit (<10000/ml),
menjadi bukti yang kuat tak adanya ISK. Sayangnya cara ini sering false positif
jadi kurang sesuai untuk diagnosis. Urinalisis tak dapat menggantikan kultur
urine untuk menunjukkan adanya ISK, tapi dapat membantu dalam identifikasi
anak yang membutuhkan terapi antibakteri sambil menunggu hasil kultur urine.

Menurut AAP, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kultur untuk dapat
dikategorikan positif adalah sebagai berikut :
Kriteria diagnosis ISK

Pengambilan urin Jumlah koloni Kemungkinan infeksi (%)

Aspirasi suprapubik Gram-negatif : berapa pun >99%

Gram-positif : > beberapa ribu

Kateterisasi >105 95%

104-105 Kemungkinan besar infeksi

103-104
Meragukan, ulangi
<103>
Kemungkinan tidak infeksi

Mid-stream / kantung

Anak laki-laki >104 Kemungkinan besar infeksi

Anak perempuan 3 sediaan 95%

2 sediaan 90%
1 sediaan 80%

5 × 104 105 Meragukan, ulangi

104 5 × 104 + gejala : meragukan, ulangi

- gejala : kemungkinan tidak


infeksi

<104> Kemungkinan tidak infeksi

Penghitungan sel darah putih dan metabolisme basal dengan dugaan diagnosis pyelonefritis
akut.
Kultur darah pada bayi demam dan untuk anak yang lebih tua yang sakit, toksis, atau
memiliki demam tinggi.

LI. 5. Mampu memahami dan menjelaskan tentang rukhsah bagi penderita salisul baul

Bersuci (thaharah: wudhu, tayammum atau mandi) merupakan syarat sah ibadah yang
mewajibkan dalam keadaan suci, seperti shalat. Sehingga ibadah tersebut tidak
dikatakan sah tanpa thaharah. Namun kewajiban tersebut bisa jatuh ketika seseorang
dalam keadaan tertentu yang menghalangi seseorang melakukan thaharah
sebagaimana firman Allah Swt.

‫جرح نه نيدل يف نكيلع لعجاهو‬


"Dan Dia tidak menjadikan bagimu kesulitan dalam agama Islam.

Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para
fuqaha dinamakan salisul-baul.

Pengertian salisul-baul
Menurut mazhab Hanafi, salisul-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya
air kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah
istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Hanbali, salisul-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa
air kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Maliki, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit
seperti keluar air kencing secara kontinyu.
Menurut mazhab Syafi'i, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang
diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain
atau sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga
agar air kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat.
Dalil tentang salisul-baul
‫ ماهسب رشب نب دابع بيصا دقو‬٬ ‫ يلصي ىهو‬٬‫هتلصا يف روتساف‬

"Ubad bin Basyar menderita penyakit mencret dan dia tetap melanjutkan
shalatnya (dalam keadaan mencret tersebut)."

Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai penyakit
mencret, keluar kentut/air kencing secara kontinyu tidak memiliki kewajiban untuk
mengulang-ulang wudhunya, namun tetap meneruskan shalat dalam keadaan tersebut.

Syarat-syarat dibolehkan ibadah dalam keadaan salisul-baul

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam
keadaan salisul-baul:
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'
2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
hadas tersebut dengan wudhu.
3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya)
4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat
seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika
seseorang berwudhu di rumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan
tidak menggugurkan syarat keempat.
5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika
melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulang lagi di
waktu shalat.

Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian
keluar air kencing atau kentut dan lainnya aka dia tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia
lakukan di awal.

Berapa kali seseorang bisa melakukan shalat dalam keadaan salisul-baul?

Seseorang yang memiliki penyakit seperti salisul-baul tersebut hanya diperbolehkan


melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bisa dikerjakan
seberapa kali pun.
Niat apa yang dilafalkan oleh seseorang yang mempunyai penyakit salisul-baul?

Seperti disebutkan dalam "Hasyiyah Qalyubi wa 'Umairah" bahwa orang yang


mempunyai
penyakit salisul-baul ini berniat 'li istibahah' (agar diperbolehkan shalat) dan tidak
melafalkan niat 'li raf'il hadas'. Hal tersebut dilandaskan bahwa wudhu dalam keadaan
seperti ini adalah bukan wudhu hakiki akan tetapi wudhu semacam ini adalah batal
karena keluar air kencing atau lainnya namun syariat telah memberikan toleransi dan
keringanan kepada orang yang mengalami penyakit seperti ini.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC

Ganda Soebrata,(2008). Penuntun Laboratorium Klinik.Dian Rakyat, Jakarta


Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC

Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition.
Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins

Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI

Jawetz., Melnick., dan Adelberg,.(2007). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. EGC,


Jakarata

Junqueira C.L.,Carneiro, L,. (2007) Histologi Dasar Teks dan Atlas. Edisi 10.EGC,
Jakarta

Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC

Mansjoer Akan.,Suprohaita.,Wardhani,W.I.,,Setiowulan,W.,(2001). Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi 3, Media Aesculapius FKUI, Jakarta

Ramayani,.R.,(2002). Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Ikatan Dokter Anak


Indonesia, Jakarta

Snell, S.R.,(2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa kedokteran. Edisi 6. EGC,


Jakarta

Sukandar,E.,(2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih Pasien
Dewasa. Edisi 5. Jilid 2. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta

(Prevalensi, karakteristik dan faktor-faktor yang terkait dengan Infeksi saluran kemih
Pada penderita DM yang rawat inap, Made Ariwijaya, Ketut Suwitra
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS Sanglah, Denpasar)

(Evaluasi biakan urin pada penderita BPH setelah pemasangan kateter menetap:
pertama kali dan berulang, Furqon , Bagian Ilmu Bedah, FKUSU)
(http://www.alislam.com)
(http://www.terbitfajar.com/salisul-baul)
(http://cme.med.umich.edu/pdf/guideline/uti05.pdf)
(http://www.docstoc.com/docs/4824982/Infeksi-Saluran-Kemih

Anda mungkin juga menyukai