SKE 2 Anyang Anyangan
SKE 2 Anyang Anyangan
Seorang perempuan, usia 23 tahun datang ke dokter Puskesmas dengan keluhan nyeri
saat buang air kecil dan anyang-anyangan. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu.
Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra simpisis. Pada
pemeriksaan urinalisis didapatkan peningkatan leukosit dalam sedimen urin, kemudian
disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.
SASARAN BELAJAR (LI & LO)
LI. 1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang anatomi saluran kemih bagian bawah
(vesica urinaria dan urethra)
LO. 1.1. Anatomi makro
LO. 1.2. Anatomi mikro
LI. 2. Mampu memahami dan menjelaskan tentang fisiologi berkemih
LI. 3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang penyakit infeksi saluran kemih
(ISK) LO. 3.1. Definisi ISK
LO. 3.2. Etiologi ISK
LO. 3.3. Epidemiologi ISK
LO. 3.4. Klasifikasi ISK
LO. 3.5. Patogenesis ISK
LO. 3.6. Patofisiologi ISK
LO. 3.7. Manifestasi klinis ISK
LO. 3.8. Diagnosis dan DD ISK
LO. 3.9. Pemeriksaan fisik dan penunjang ISK
LO. 3.10. Penatalaksanaan ISK
LO. 3.11. Komplikasi ISK
LO. 3.12. Pencegahan dan prognosis ISK
LI. 4. Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan kultur urin
LI. 5. Mampu memahami dan menjelaskan tentang rukhsah bagi penderita salasil baul
PENJELASAN LI & LO
LI. 1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang anatomi saluran kemih bagian bawah
(vesica urinaria dan urethra)
LO. 1.1. Anatomi makro
VESIKA URINARIA
Adalah kantong urine ( buli – buli ) yang merupakan tempat muara saluran urinarius
ureter dextra dan sinistra dan terdapat dalam rongga pelvis.
Di urus oleh syaraf otonom parasympatis yang berassal dari N . Splanchnicus pelvicis
( sacral 2-3-4 ) dan syaraf sympatis ganglion symphaticus (lumbal 1-2-3 ).
URETHRA
Adalah saluran terakhir dari saluran urinarius mulai dari orificium internum urethra
sampai ke orificium urethra externa ( tempat urine dikeluarkan ). Urethra pada laki – laki
lebih panjang dapi perempuan sebab pada laki – laki terdapat penis dan kelenjar prostat
sedangkan pada wanita tidak ada. Pada laki – laki panjang urethra ( 18-20 ) cm dan pada
wanita hanya ( 5-8 ).
PERDARAHAN URETHRA
Di urus oleh cabang – cabang arteria pudenda interna
1. A. Dorsalis penis
2. A. Bulbo Urethralis
PERSARAFAN URETHRA
Di urus oleh cabang – cabang N. Pudendus ke N. Dorsalis penis.
URETHRA
Pada urethra pria Epitel pembatas urethra pars prostatica ialah epitel transisional, tetapi pada
bagian lain berubah menjadi epitel berlapis / bertingkat silindris, dengan bercak epitel
berlapis gepeng, ujung urethra bagian penis yang melebar atau fosa naviculare dibatasi oleh
epitel berlapis gepeng terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus.sedangkan pada wanita
muskularisnya terdiri dari dua lapisan sel otot polos tetapi diperkuat sfingter otot pada
muaranya, dan epitel pembatasnya berupa epitel berlapis gepeng. Lamina propianya
merupakan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyaknya sinus venosus
mirip jaringan cavernosa.
Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang terdapat di dinding kandung
kemih tertekan dan menutup. Tapi urin masih tetap bisa masuk ke kandung
kemih, karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk
mendorong urin melewati saluran yang tertutup. Lapisan epitel kandung kemih
(epitel transisional) mampu meningkatkan atau mengurangi luas permukaan
melalui proses teratur daur membran saat kandung kemih terisi atau kosong.
Sfingter uretra interna, terdiri dari otot polos dan berada di bawah kontrol
involunter. Sewaktu kandung kemih melemas/ rileks, susunan anatomis uretra
interna menutupi pintu keluar kandung kemih.
Sfingter uretra eksterna, diperkuat seluruh diafragma pelvis, dipersarafi neuron
motorik, di bawah kesadaran karena merupakan otot rangka. Dapat dengan
sengaja dikontraksikan untuk mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung
kemih kontraksi & sfingter uretra interna terbuka.
Daya tampung kandung kemih berkisar 250-400ml, semakin banyak terisi urin
maka volume di dalam kandung kemih juga semakin besar dan semakin besar
pula tingkat pengaktifan reseptor regang.
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi
dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser
internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi
pengosongan kandung kemih.
Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia
urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing
tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan
kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi
lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk
kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi
lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis
superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman
dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis
sepanjang arteri umbilikalis.
LI. 3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang penyakit infeksi saluran kemih
(ISK) LO. 3.1. Definisi ISK
ISK adalah keadaan bertumbuh dan berkembangnya kuman di dalam
saluran kemih dengan jumlah yang bermakna. ISK adalah ditemukannya
bakteri pada urin di kandung kemih, yang umumnya steril.
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran
kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme.
Untuk menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di
dalam urin. Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih
bakteri/ml urin, namun jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml
urin, hal itu menunjukkan bahwa adanya kontaminasi bakteri.Bakteriuria
bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria
bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria tanpa gejala.
Infeksi saluran kemih tanpa bakteriuria dapat muncul pada keadaan:
a. Fokus infeksi tidak dilewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis
karena infeksi hematogen.
b. Bendungan total pada bagian saluran yang menderita infeksi.
c. Bakteriuria disamarkan karena pemberian anibiotika.
LO. 3.2. Epidemiologi ISK
Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK dalam hidupnya.
Infeksi saluran kemih tergantung oleh banyak faktor, seperti usia,
gender, prevalensi bakteriuria, dan factor predisposisi yang
menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal.
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun,
perempuan cendrung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK
berulang pada laki-laki jarang di laporkan, kecuali disertai factor
predisposisi atau pencetus.
Prevalensi bakteri asimptomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Proteus sp
Klebsiella
Enterobacter
Pseudomonas
Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan
Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan
batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada
pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas
aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada
kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin.
Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah
brusella, nocardia,actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa.Candida sp
merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-
pasien yang menggunakan kateter urin, pasien DM, atau pasien yang mendapat
pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering
ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur
sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.
2. ISK Atas
i. Pielonefritis Akut (PNA) yaitu proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri.
ii. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.
Kronik biasanya sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim
ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang ditandai pielonefritis
kronik yang spesifik.
Menurut komplikasi :
1. Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type) jarang
dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering
mengalami ISK berulang.
2. Infeksi saluran kemih (ISK) berkomplikasi (complicated type) terutama terkait
refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik
(IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT) .
Menurut Gejala :
1. Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala )
2. Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala )
Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga
terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel
polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang
berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai
patogenisitas khusus (Sukandar, E., 2004).
Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan
dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-
1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin
terikat pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5%
terikat pada gen plasmio. (Sukandar, E., 2004)
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung
pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan
peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih.
Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal.
(Sukandar, E., 2004)
Gejala Lain
Pada beberapa kasus, mungkin terlihat sedikit darah pada air
seninya yang baunya sangat menyengat.
Terasa sakit di akhir kencing.
Anyang-anyangan atau rasa masih ingin kencing lagi. Meski sudah
dicoba untuk berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar.
Anamnesis
ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik.
ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah,
hematuria. Pemeriksaan fisik: febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri
ketok sudut kostovertebra. Laboratorium: lekositosis, lekosituria, kultur
5
urin (+): bakteriuria > 10 /ml urin.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosa banding
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Ingat
akan pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai
gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal
menurun, respons terhadap antibiotik kurang baik.
Pemeriksaan laboratorium
1. Analisa Urin (urinalisis)
Pemeriksaan urinalisis meliputi:
- Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin).
Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per
lapangan pandang dalam sedimen urin.
- Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin)
Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit
(sel darah merah) 5-10 per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria bisa
juga karena adanya kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal dan
penyakit ginjal lainnya.
2. Pemeriksaan bakteri (bakteriologis)
Pemeriksaan bakteriologis meliputi:
- Mikroskopis.
Bahan: urin segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan).
Positif jika ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang.
- Biakan bakteri.
Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.
3. Pemeriksaan kimia
Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam urin. Contoh, tes
reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram negatif. Batasan: ditemukan
lebih 100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai 90 % dengan spesifisitas
99%.
4. Tes Dip slide (tes plat-celup)
Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin. Kelemahan cara ini tidak mampu
mengetahui jenis bakteri.
5. Pemeriksaan penunjang lain
Meliputi: radiologis (rontgen), IVP (pielografi intra vena), USG dan Scanning.
Pemeriksaan penunjang ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya batu
atau kelainan lainnya.
Pemeriksaan penunjang dari infeksi saluran kemih terkomplikasi:
1. Bakteriologi / biakan urin
Tahap ini dilakukan untuk pasien dengan indikasi:
- Penderita dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik).
- Untuk pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih.
- Pasca instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca
keteterisasi urin.
- Penapisan bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan.
- Penderita dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum dilakukan
Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar konvensional,
proper plating technique dan rapid methods. Pemeriksaan dengan rapid methods
relatif praktis digunakan dan memiliki ambang sensitivitas sekitar 104 sampai
105 CFU (colony forming unit) kuman.
2. Interpretasi hasil biakan urin
Setelah diperoleh biakan urin, maka dilakukan interpretasi. Pada biakan urin
dinilai jenis mikroorganisme, kuantitas koloni (dalam satuan CFU), serta tes
sensitivitas terhadap antimikroba (dalam satuan millimeter luas zona hambatan).
Pada uretra bagian distal, daerah perianal, rambut kemaluan, dan sekitar vagina
adalah habitat sejumlah flora normal seperti laktobasilus, dan streptokokus
epidermis. Untuk membedakan infeksi saluran kemih yang sebenarnya dengan
mikroorganisme kontaminan tersebut, maka hal yang sangat penting adalah
jumlah CFU. Sering terdapat kesulitan dalam mengumpulkan sampel urin yang
murni tanpa kontaminasi dan kerap kali terdapat bakteriuria bermakna tanpa
gejala, yang menyulitkan penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih.
Berdasarkan jumlah CFU, maka interpretasi dari biakan urin adalah sebagai
berikut:
a. Pada hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin kateterisasi.
- Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan bakteriuria
bermakna
- Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis disebut
bakteriuria asimtomatik
- Bila terdapat mikroba 102 – 103 CFU/ml urin kateter pada wanita muda
asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi saluran kemih.
b. Hitung koloni dari bahan aspirasi supra pubik.
Berapapun jumlah CFU pada pembiakan urin hasil aspirasi supra pubik
adalah infeksi saluran kemih.
Interpretasi praktis biakan urin oleh Marsh tahun 1976, ialah sebagai berikut:
Kriteria praktis diagnosis bakteriuria. Hitung bakteri positif bila didapatkan:
- > 100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang dilakukan seara
berturut – turut.
- > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan leukosit >
10/ml urin segar.
- > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai gejala klinis
infeksi saluran kemih.
- > 10.000 CFU/ml urin kateter.
- Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik.
Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin pada
infeksi saluran kemih:
a. Faktor fisiologis
- Diuresis yang berlebihan
- Biakan yang diambil pada waktu yang tidak tepat
- Biakan yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state) -
Infeksi disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat
- Terdapat bakteriofag dalam urin
b. Faktor iatrogenic
- Penggunaan antiseptic pada waktu membersihkan genitalia -
Penderita yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya c.
Cara biakan yang tidak tepat:
- Media tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi
- Infeksi E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil tahan
asam
- Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk.
3. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari piuria
a. Urin tidak disentrifus (urin segar)
Piuria apabila terdapat ≥10 leukosit/mm3 urin dengan menggunakan kamar
hitung.
b. Urin sentrifus
Terdapatnya leukosit > 10/Lapangan Pandang Besar (LPB) disebut sebagai
piuria. Pada pemeriksaan urin porsi tengah dengan menggunakan mikroskop
fase kontras, jika terdapat leukosit >2000/ml, eritrosit >8000/ml, dan casts
leukosit >1000/ml, maka disebut sebagai infeksi saluran kemih.
c. Urin hasil aspirasi suprapubik
Disebut piuria jika didapatkan >800 leukosit/ml urin aspirasi supra pubik.
Keadaan piuria bukan merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya
infeksi saluran kemih, tetapi sensitif terhadap adanya inflamasi saluran kemih.
4. Tes Biokimia
Bakteri tertentu golongan enterobacteriae dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit
(Griess test), dan memakai glukosa (oksidasi). Nilai positif palsu prediktif tes ini
hanya <5%. Kegunaan tes ini terutama untuk infeksi saluran kemih rekurens yang
simtomatik. Pada infeksi saluran kemih juga sering terdapat proteinuria yang
biasanya < 1 gram/24 jam. Membedakan bakteriuria dan infeksi saluran kemih
yaitu, jika hanya terdapat piuria berarti inflamasi, bila hanya terdapat bakteriuria
berarti kolonisasi, sedangkan piuria dengan bakteriuria disertai tes nitrit yang
positif adalah infeksi saluran kemih.
5. Lokalisasi infeksi
Tes ini dilakukan dengan indikasi:
- Setiap infeksi saluran kemih akut (pria atau wanita) dengan tanda – tanda
sepsis.
- Setiap episode infeksi saluran kemih (I kali) pada penderita pria.
- Wanita dengan infeksi rekurens yang disertai hipertensi dan penurunan faal
ginjal.
Biakan urin menunjukkan bakteriuria pathogen polimikrobal.
Penentuan lokasi infeksi merupakan pendekatan empiris untuk mengetahui etiologi
infeksi saluran kemih berdasarkan pola bakteriuria, sekaligus memperkirakan
prognosis, dan untuk panduan terapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa infeksi
saluran kemih atas lebih mudah menjadi infeksi saluran kemih terkomplikasi. Suatu
tes noninvasif pembeda infeksi saluran kemih atas dan bawah adalah dengan ACB
(Antibody-Coated Bacteria). Pemeriksaan ini berdasarkan data bahwa bakteri yang
berasal dari saluran kemih atas umumnya diselubungi antibody, sementara bakteri
dari infeksi saluran kemih bawah tidak. Pemeriksaan ini lebih dianjurkan untuk studi
epidemiologi, karena kurang spesifik dan sensitif.
Manajemen ISK
Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip manajemen ISK bawah adalah intake cairan yang banyak, antibiotka yang
adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk lkalinisasi urin:
Hamper 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gr, trimetoprim 200 mg.
Bila infeksi menetap disertai urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari
Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekosuria.
Pielonefritis Akut
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk
memelihara satus hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.
Tujuan Terapi
Tujuan terapi ISK adalah mencegah atau mengobati akibat sistemik dari
infeksi, membunuh mikroorganisme penyebab infeksi dan mencegah terjadinya
infeksi ulangan.
Strategi Terapi
Terapi tanpa obat pada ISK adalah minum air dalam jumlah banyak agar urine
yang keluar juga meningkat.
aminoglikosida lainnya),
kotrikmoksazol
parenteral, sefalosporin
generasi III, aztreonam
Untuk pasien berobat
jalan:
Kotrimoksazol oral,
fluorokuinolon,
amoksisilin-asam
klavulanat
SULFONAMID
Mekanisme kerja:
Asam dihidrofolat
Asam tetrahidrofolat
Purin
DNA
Efek sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanah dan jaringan nekrotik, karena
kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang mengandung basa
purin dan timidin.
Farmakokinetik
Absorpsi:
melalui saluran cerna mudah dan cepat, terutama pada usus halus, beberapa jenis sulfa
di absorpsi di lambung.
Distribusi:
Semua sulfonamis terikat dengan protein plasma terutama albumin dalam derajat yang
berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karena itu berguna untuk
infeksi sistemik.
Obat dapat menembus sawar uri dan menimbulkan efek antimikroba dan efek toksik
pada janin.
Ag-sulfadiazin(sulfadiazine perak)
Mafenid
Efek samping
Reaksi ini dapat hebat dan kadang bersifat letal. Bila mulai terlihat adannya
gejala reaksi toksik dan sensitisasi, pemakain secepat mungkin dihentikan.
Dan tidak diberikan lagi.
Gangguan system hematopoetik:anemia hemolitik akut,
Agranulositosis(sulfadiazine), anemia aplastik, trombositopenia ringan,
eosinofilia, gejala HPS.
Gangguan saluran kemih: anuria dan kematian dapat terjadi kristaluria atau
hematuria(jarang terjadi)
Reaksi alergi: gambaran HPS pada kulit dan mukosa bervariasi, berupa
kelainan morbiliform, purpura, petekia, eritema nodosum, eritema multiformis
tipe stevens-johnson, dll. Demam obat dapat terjadi(timbul demam tiba2, pada
hari ke tujuh sampai ke 10 pengobatan, di sertai sakit kepala, menggigil, rasa
lemah, dan erupsi kulit, semuanya bersifat reversible).
Lain2:mual dan muntah
Tidak diberikan pada wanita hamil aterm
CORTIMOKSAZOL
Trimetropin + sulfametoksazol
Mikroba yang peka : enterobacter, klebsiella, diphteri, E.coli, S.aureus,
S.viridans, dll
Untuk mikroba yang resisten sulfonamid agak resisten trimetropin
Farmako dinamik : 2 tahap berurutan rekasi enzimatis 1. Sulfo = hambat
PABA,
2. Trime : hambat reaksi dari dehidrofolat → tetrahidrofolat
Farmako kinetik : karena trimetropin lipofilik → volume distribusi >> besar
dari sulfa
Rasio sulfa : trime → 5:1
Diekskresi di urin
Indikasi : ISK, IS nafas, IS cerna, Inf. Genital
E.S : megaloblastosis, leukopenia atau trombositopenia, pada kulit karena
sulfonamid
GOL. PENISILIN
Farmako dinamik :
penisilin menginaktifkan protein yang berada dalam membran sel bakteri
yang penting untuk sintesis dinding sel sehingga bakteri menjadi lisin.
Destruksi dinding sel oleh autolisin / enzim degradatif yang dimiliki
penisilin.
Farmako kinetik : ditentukan oleh stabilitas obat terhadap asam lambung dan
beratnya infeksi.
Cara pemberian :
Amoksisilin ORAL
Absorbsi tidak lengkap secara oral, tetapi amoksisilin hampir lengkap di absorpsi,
absorbsi penisilin lainnya = penurunan jika ada makanan di dalam lambung = 30-
60 menit sebelum makan / 2-3 jam setelah makan. Distribusi ke seluruh tubuh,
penisilin bisa melewati sawar plasenta = tidak teratogenik. Tidak ke SSP
GOL. CEPHALOSPORIN
Farmako dinamik :
Farmako kinetik : IV karena absorbsi oral jelek, distribusi ; luas, ekskresi melaui
empedu ke dalam feses
GOL. TETRACYCLIN
GOL. FLUOROKUINOLON
Efektif untuk ISK dengan atau tanpa penyulit disebabkan oleh kuman-kuman yang
multiresisten dan P.Aeruginosa.
Siprofloksasin, Norfloksasin, dan Ofloksasin untuk terapi Prostatitis bacterial akut
maupun kronis anak-anak dan ibu hamil tidak boleh.
Farmako dinamik : hambat pemisahan double helix DNA saat replikasi dan transkripsi
dengan bantuan enzim DNA girase → hambat DNA girase pada kuman dan bersifat
bakterisid
Untuk bakteri : kuinolon lama (gram (-)) E.coli, proteus, klebsiella, enterobakter
Flurokuinolon baru : gram (+), gram (-) dan kuman atipik (mycoplasma, klamidia)
Farmako kinetik : diserap baik di saluran cerna, dalam sediaan oral, hanya sakit yang
terikat protein, distribusi baik ke berbagai organ, capai kadar tinggi di prostat, T1/2
panjang → 2x sehari diperlukan. Di metabolisme di hati, ekskresi ginjal sebagian
empedu.
Indikasi : ISK, Infeksi saluran nafas, penyakit menular hubungan sex, infeksi tukak
dan sendi, dll.
E.S : mual, muntah, tidak enak diperut : halunisasi, kejang ; hepatotoksik ; fatotoksif
dll.
Interaksi obat : antasit = habis berkuran, hambat teofilin, tidak dikombinasi dengan
obat yang dapat perpanjang interval Qtc.
AMINOGLIKOSIDA
ANTISEPTIK
1. Metenamin
Indikasi : Untuk Profilaksis terhadap ISK berulang khususnya bila ada
residu kemih.Tidak diindikasikan untuk infeksi akut saluran kemih.
Untuk berbagai jenis mikroba, kecuali proteus
E.S : iritasi lambung (>500 g ), 4-8 gram/sehari >> 3 mg, iritasi saluran
kemih, proteinuria, hematuria, erupsi kulit.
KI : dengan gangguan hati, tidak untuk gagal ginjal, tidak diberikan
bersama sulfonamid.
Interaksi obat : susu, antasid tidak diberikan → meningkatkan pH
Oral 4 x 1 gram/hari
2. Nitrofrantoin
Indikasi : Mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh ISK bagian bawah
penggunanya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan supresif
ISK menahun yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau dikurangi
dalam antimikroba lain dengan yang lebih sensitive.
Unruk E.coli, proteus, klebsiella, enterobacter, enterokokus
FK : lengkap dan cepat absorbsi di saluran cerna, dengan makanan dapat
menurunkan inhalasi kambung dan menigkatkan bioavailibitasnya, terikat
protein plasma, ekskresi di ginjal, T1/2 20 menit, urin agak cokelat
KI : Untuk gagal ginjal dengan klirens kreatinin < 40 ml/menit, hamil,
bayi < 3 bulan → anemia hemolitik
ES : mual, muntah dan siare ; sakit kepala vertigo, nyeri otot.
3. Asam nalidiksat
Indikasi : ISK bawah tanpa penyulit contohnya : Sistitis akut tidak efektif
untuk ISK bagian atas contohnya : Pielonefritis.
FD : hambat enzim DNA grase bakteri, bakterisid terhadap kuman
penyebab ISK, E.coli, proteus, klebsiella, pseudomonas resisten.
FK : per oral, 95% terikat protein plasma, sehingga diubah jadi asam
hidroksinalidiksat, masa penuh 11/2 – 2 jam
ES : mual, muntah, urtikaria ; diare demam fosfosensitivitas : sakit kepala,
ngantuk, vertigo, meningkat pada pasien epilepsi, parkinson.
KI : bayi < 3 bulan, trisemester p1 hamil : hati-hati untuk gangguan hati
atau ginjal : pembesaran dengan nitrofurantonin
Dosis : 4 x 500 mg/hr
4. Fosfomisin trometamin
Indikasi : ISK tanpa komplikasi ( Sistitis akut ) pada wanita yang
disebabkan oleh E.Coli dan E.Faeccalis
Efek samping : Diare , Mual , Sakit kepala , Vaginitis
FD : hambat tahap awal sintesis dinding sel kuman
FK : Biovailibilitas oral hanya 37%, dengan makanan menurunkan
penyerapan, tidak terikat protein plasma, ekskresi renal 38%, ekskresi di
urin dan tinja
ES : mual, muntah, diare, sakit kepala, bisa untuk wanita hamil,
Sediaan ; bubuk 3 gram dicampur air ± 100 ml tidak boleh dengan air
panas
Perlu di perhatikan bahwa ada beberapa antibiotik tidak boleh dipergunakan selama
masa kehamilan karena dapat menyebabkan toksik pada janin, seperti nitrofurantion,
asam nalidik, dan tetrasiklin.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka
panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya
hipertensi dan gagal ginjal kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria
Asimtomatik) yang tidak diobati: pielonefritis, bayi prematur, anemia,
Pregnancy-induced hypertension
ISK pada kehamilan: retardasi mental, pertumbuhan bayi lambat, Cerebral
palsy, fetal death.
Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM.
Pielonefritis emfisematosa syok septik dan nefropati akut vasomotor.
Abses perinefrik
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal
ginjal kronik
Berdasarkan Klinis
Tanpa komplikasi : sistitis pada wanita hamil kelainan neurologis atau struktural
yang mendasarinya
Dengan Komplikasi : infeksi saluran kemih atas atau setiap kasus ISK pada laki-
laki, atau perempuan hamil, atau ISK dengan kelainan neurologis atau struktural
yang mendasarinya
Prognosis:
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila
dilakukan pengobatan pada fase akut yang adequat dan disertai pengawasan
terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada
sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang
memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang adequat dan
dilakukan koreksi bedah. Hal ini terjadi terutama pada penderita dengan
nefropati refluk. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis,
pengobatan yang segera pada fase akut. kerjasama yang baik antara dokter,
ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangan diperlukan untuk
mencegah terjadinya perburukan yang mengarah pada terminal gagal ginjal
kronis.
Kultur urine dilakukan dengan wadah yang steril yang melekat di daerah
perineal, yang tak menunjukkan pertumbuhan atau sangat sedikit (<10000/ml),
menjadi bukti yang kuat tak adanya ISK. Sayangnya cara ini sering false positif
jadi kurang sesuai untuk diagnosis. Urinalisis tak dapat menggantikan kultur
urine untuk menunjukkan adanya ISK, tapi dapat membantu dalam identifikasi
anak yang membutuhkan terapi antibakteri sambil menunggu hasil kultur urine.
Menurut AAP, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kultur untuk dapat
dikategorikan positif adalah sebagai berikut :
Kriteria diagnosis ISK
103-104
Meragukan, ulangi
<103>
Kemungkinan tidak infeksi
Mid-stream / kantung
2 sediaan 90%
1 sediaan 80%
Penghitungan sel darah putih dan metabolisme basal dengan dugaan diagnosis pyelonefritis
akut.
Kultur darah pada bayi demam dan untuk anak yang lebih tua yang sakit, toksis, atau
memiliki demam tinggi.
LI. 5. Mampu memahami dan menjelaskan tentang rukhsah bagi penderita salisul baul
Bersuci (thaharah: wudhu, tayammum atau mandi) merupakan syarat sah ibadah yang
mewajibkan dalam keadaan suci, seperti shalat. Sehingga ibadah tersebut tidak
dikatakan sah tanpa thaharah. Namun kewajiban tersebut bisa jatuh ketika seseorang
dalam keadaan tertentu yang menghalangi seseorang melakukan thaharah
sebagaimana firman Allah Swt.
Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para
fuqaha dinamakan salisul-baul.
Pengertian salisul-baul
Menurut mazhab Hanafi, salisul-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya
air kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah
istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Hanbali, salisul-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa
air kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Maliki, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit
seperti keluar air kencing secara kontinyu.
Menurut mazhab Syafi'i, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang
diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain
atau sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga
agar air kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat.
Dalil tentang salisul-baul
ماهسب رشب نب دابع بيصا دقو٬ يلصي ىهو٬هتلصا يف روتساف
"Ubad bin Basyar menderita penyakit mencret dan dia tetap melanjutkan
shalatnya (dalam keadaan mencret tersebut)."
Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai penyakit
mencret, keluar kentut/air kencing secara kontinyu tidak memiliki kewajiban untuk
mengulang-ulang wudhunya, namun tetap meneruskan shalat dalam keadaan tersebut.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam
keadaan salisul-baul:
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'
2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
hadas tersebut dengan wudhu.
3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya)
4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat
seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika
seseorang berwudhu di rumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan
tidak menggugurkan syarat keempat.
5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika
melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulang lagi di
waktu shalat.
Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian
keluar air kencing atau kentut dan lainnya aka dia tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia
lakukan di awal.
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition.
Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI
Junqueira C.L.,Carneiro, L,. (2007) Histologi Dasar Teks dan Atlas. Edisi 10.EGC,
Jakarta
Sukandar,E.,(2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih Pasien
Dewasa. Edisi 5. Jilid 2. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta
(Prevalensi, karakteristik dan faktor-faktor yang terkait dengan Infeksi saluran kemih
Pada penderita DM yang rawat inap, Made Ariwijaya, Ketut Suwitra
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS Sanglah, Denpasar)
(Evaluasi biakan urin pada penderita BPH setelah pemasangan kateter menetap:
pertama kali dan berulang, Furqon , Bagian Ilmu Bedah, FKUSU)
(http://www.alislam.com)
(http://www.terbitfajar.com/salisul-baul)
(http://cme.med.umich.edu/pdf/guideline/uti05.pdf)
(http://www.docstoc.com/docs/4824982/Infeksi-Saluran-Kemih