Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Atau dislokasi adalah suatu keadaan
keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang di dekat sendi
atau mengenai sendi disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen
tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). (1)
Penyebab dislokasi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Trauma : jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
a. Cedera olahraga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi
pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
lain.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga.
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
c. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
2. Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha.
Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik
tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri
serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya
kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan
pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan
dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan
bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini,
tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.
3. Patologis
Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana
patologis: terjadinya ‘tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen
vital penghubung tulang. (1,3)
Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan karena faktor fisik yang memaksa sendi untuk bergerak
lebih dari jangkauan normalnya, yang menyebabkan kegagalan tekanan, baik pada komponen
tulang sendi, ligamen dan kapsula fibrous, atau pada tulang maupun jaringan lunak. Struktur-
struktur tersebut lebih mudah terkena bila yang mengontrol sendi tersebut kurang kuat. (2)
Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi, misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
3. Dislokasi traumatik : merupakan kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf
rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur
sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
a. Rasa nyeri
b. Adanya riwayat trauma
c. Mekanisme trauma
d. Ada rasa sendi yang keluar
e. Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat terjadi pada dislokasi
rekurrens (4,5)
Pemeriksaan klinis
a. Deformitas
Hilangnya penonjolan tulang yang normal
Pemendekan
Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu
b. Bengkak
c. Terbatasnya gerakan atau gerakan yang abnormal (4,5)
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan
Sumber :
1. Cole, Warren H and Zollinger Robert M. Textbook of Surgery, Ninth Edition. New
York: Meredith Corporation.
2. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins.
3. Reksoprojo, S.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta
4. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku
Kedoktern EGC. Jakarta
5. Appley A Graham & Salomon Louis, 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem, Edisi
ketujuh, cetakan pertama. Jakarta : Widya Medika.
6. Weinsterin Stuart L, Turek’s Orthopaedics, Lippincot Wililiams & Wilkins.
7. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,
Information Services Company.