Anda di halaman 1dari 12

Belanda, Sang Pionir Energi Baru dan

Terbarukan Dunia
MAY 12

Posted by iinparlina

Rate This

Nampaknya judul artikel ini tidak berlebihan. Telah banyak fakta bertebaran yang menggambarkan
betapa majunya Negara seluas 33,893 km2 dengan penduduk berjumlah 0.26% penduduk dunia
dalam hal penguasaan teknologi energI terbarukan. Dengan segala keterbatasnnya (kondisi
geografis, dll), Belanda mampu mengoptimalkan sumber energy terbarukan yang sangat beragam
yang mampu menyuplai 2.4% dari total energi yang ada (2005). Dan tak hanya berkiprah untuk diri
sendiri, Belanda menjadi pionir dan menebarkan teknologi yang dimilikinya ke seluruh penjuru
dunia, membantu beban bumi dalam mengatasi isu energy dan perubahan iklim.

Prestasi Belanda dalam kemajuan teknologi energy terbarukan di kancah internasional sangat
memukau, selain mendapatkan peringkat ke-4 dalam aplikasi paten untuk energy sel surya, Belanda
juga mendapatkan peringkat ke-6 dalam aplikasi paten terkait pembangkit energy listrik
berkelanjutan. Lihat saja karya nyatanya yang berupa pulau sel surya yang disebut dengan “Solar
Island Almere” dengan luas lahan sel surya sebesar 6,900 m2 yang mampu memenuhi 10% dari
total kebutuhan energy 2700 rumah dan beberapa fasilitas lokal yang ada sekitar area pulau.

Selain itu, inovasi Belanda yang mampu mengubah panel surya menjadi setipis kertas
bernama Helianthos, membuat energy ini memperbesar kesempatan aplikasinya.

Bukti yang lain adalah kendaraan berbahan bakar tenaga matahari, Nuna yang dibangun oleh
mahasiswa dari TU Delft dan dijalankan The Dutch Nuon Solar Team yang berhasil memenangkan
lomba balap sebanyak 4 kali di Australia pada World Solar Challenge 2009.
Teknologi pembangkit energy angin Belanda juga sangat maju. Sampai tahun 2007, telah ada 2
area besar untuk memanen energy angin di laut. Tak hanya di laut, Belanda juga mengembangkan
turbin angin yang sesuai dengan daerah perkotaan yang rapat dengan gedung perkantoran.
Ide keren lain lagi adalah pemanfaatan rumah kaca yang selama ini hanya berfungsi untuk sektor
pertanian. Belanda tidak hanya akan menjadi Belanda, jika konsep rumah kaca yang selama ini ada,
tidak berubah. Belanda berhasil menjalankan program pembangkit listrik dari rumah-rumah kaca
yang ada di sana. Rumah-rumah kaca ini tak hanya memperkuat sektor pertanian Belanda, tapi juga
mendulang energi yang bisa digunakan untuk pertanian itu sendiri.
Kreatifitas dan daya inovasi di bidang energy yang membawa Belanda bisa maju melangkah jauh
dibandingkan Negara-negara lainnya. Misalnya pemikiran mengenai pemanfaatan energi gerak
yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menari untuk dikonversi menjadi energy listrik oleh sebuah
alat bernama Sustainable Dance Floor. Alat ini diperkirakan mampu mengkonversi energi sebesar 8
milyar joule. Lantai dansa ini didesain dengan menggunakan generator kecil yang dipasang pada
ubin yang akan terstimulus dengan tekanan yang ditimbulkan oleh gerakan kaki di atasnya. Lantai
ini akan tertekan sejauh 10 mm ketika lantai diinjak. Tekanan kecil ini akan membangkitkan modul
generator yang kemudian menghasilkan 35 watt/modul.
Bagi Belanda, laut tidak hanya bisa dijadikan sebagai arena dan lahan pembangkit listrik tenaga
angin oleh turbin-turbin modern, sumber energi ombak dan pasang surut, tapi Belanda juga berhasil
menjadikannya sebagai sumber energy terbarukan dari alga menjadi biofuel telah berhasil
mensuplai bahan bakar bagi armada pesawat terbang Belanda KLM dan jenis teknologi baru yang
disebut “blue energy” dengan menggunakan teknologi Reverse-Electrodialysis (RED), mereka
mampu memanen energi dari pencampuran antara air laut dan air tawar. Keren bukan???

235. Pengelolaan Biomassa di Belanda


Posted by hwc on Monday, April 27th, 2015
Penulis : Ahmad Satria Budiman
Tema : Earth
=========================================================================================
================================================================

“Every disadvantage has an advantage.” (Johan Cruijff)

Belanda adalah negara kecil di sebelah barat benua Eropa, berbatasan dengan Jerman dan Belgia. Luas wilayahnya
hampir sama dengan Provinsi Sumatera Barat. Jika dibandingkan secara geografis dengan Indonesia, negara ini
tidak memiliki cadangan minyak bumi dan batu bara. Namun seperti apa yang diungkapkan oleh Johan Cruijff,
pesepak bola terkenal asal Belanda, hal ini tidak menjadi kendala yang berarti. Di balik setiap kekurangan,
tersembunyi suatu kelebihan. Dan hal ini ditunjukkan oleh negara yang beribukota Amsterdam ini dengan inovasi di
bidang energi dan terbarukan, khususnya di sektor biomassa.

Sebagai pengantar, Belanda memiliki visi di tahun 2050 untuk punya suplai energi secara mandiri. Visi ini sangat
berani dan membutuhkan jalan panjang untuk mewujudkannya. Salah satunya adalah dengan target 40% energi
listrik yang berasal dari sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan biomassa. Untuk tenaga surya,
Belanda melakukan inovasi dengan aplikasi sel surya (organic photovoltaics) yang dapat mengubah energi matahari
menjadi energi listrik. Lalu untuk tenaga angin, Belanda membuktikan diri dengan mendirikan kincir angin (wind mills)
untuk mengkonversi energi gerak menjadi energi listrik. Sementara biomassa, negara yang dua pertiga wilayah
daratannya berada di bawah permukaan laut ini memperolehnya dari bahan-bahan sisa hasil pertanian dan sampah
dari lingkungan perkotaan.

Gambar 1. Sampah Organik yang Dimanfaatkan sebagai Biomassa


Sumber: http://www.hollandtrade.com/sector-information/energy/?bstnum=4913

Adalah Terneuzen, kota yang terletak di Provinsi Zeeland, Belanda. Di sini, terdapat lahan pertanian seluas 6.000
hektar yang ditanami berbagai macam sayuran, seperti kacang polong, buncis, dan wortel. Saat tiba musim panen
dan usai proses penuaian, lahan ini menyisakan kurang lebih 10.000 ton limbah pertanian. Potensi ini dimanfaatkan
oleh EcoFuels, sebuah perusahaan industri biokimia, untuk memproduksi energi terbarukan berbasis biomassa.
Saham yang dimiliki perusahaan ini merupakan gabungan dari Laarakker (perusahaan sayuran) dan Indaver
(perusahaan pengolah sampah). Dalam perjalanannya, kini EcoFuels juga melibatkan sampah perkotaan. Sejak
didirikan tahun 2006 hingga saat ini, kapasitas produksinya sudah mencapai 130.000 ton bahan baku per tahun atau
mengolah limbah maksimal 400 ton per hari.

Secara garis besar, proses pengolahan limbah organik menjadi energi biomassa dilakukan melalui tiga tahap.
Pertama, fermentasi yang mengubah limbah menjadi gas metana (CH4) dan karbon dioksida cair (CO2 liquid)
dimana limbah yang tersisa masuk ke proses selanjutnya dalam bentuk lumpur. Kedua, purifikasi-sedimentasi yang
bertujuan untuk memisahkan lumpur menjadi fraksi padat dan cair dimana hasil padatan akan diolah jadi pupuk
kompos dan hasil cairan akan didaur ulang agar dapat digunakan kembali untuk kebutuhan masyarakat. Dan ketiga,
sisanya akan diproses gasifikasi untuk menjadi gas hijau atau yang biasa dikenal dengan sebutan biogas. Dari
serangkaian tahapan ini, telah dihasilkan produk sebagai berikut:
• Gas hijau dengan kapasitas 2,3 juta meter kubik per tahun yang digunakan kurang lebih oleh 1.600 rumah tangga
untuk keperluan memasak, mandi, dan sebagainya.
• CO2 hijau dengan kapasitas 2.500 ton per tahun yang menurut penelitian dapat mengimbangi emisi karbon
dioksida sejauh 13.000 km perjalanan.
• Energi hijau dengan kapasitas 19,5 juta kWh per tahun yang digunakan untuk mengalirkan energi listrik ke 6.500
rumah.
• Pupuk kompos untuk pertanian dan air daur ulang untuk irigasi.

Gambar 2. Proses Pengolahan Limbah Organik Menjadi Energi Biomassa


(dari kiri ke kanan: Fermentasi, Purifikasi-Sedimentasi, Gasifikasi)
Sumber: http://www.ecofuels.nl/

Selain EcoFuels, di Terneuzen terdapat sebuah tempat yang menggabungkan beberapa instalasi pabrik yang dimiliki
sejumlah perusahaan dengan prinsip dasar biomassa, yaitu Biopark Terneuzen. Tempat ini didirikan tahun 2007 dan
dibangun sebagai bentuk inovasi yang menggabungkan unsur bisnis dan energi, artinya bahan-bahan yang menjadi
input dan output tersedia di lokasi yang tidak berjauhan sehingga proses yang berlangsung dapat berjalan dengan
lebih efisien. Pada gambar 3 yang di atas, terlihat konsep dari Biopark ini. Garis merah adalah alur proses
pengolahan biomassa, kuning adalah aliran suplai listrik, ungu adalah aliran suplai air, hijau adalah aliran suplai
panas, biru adalah aliran suplai karbon dioksida, oranye adalah aliran bahan sisa, dan garis hitam adalah aliran uap.
Gambar 3. Konsep dari Biopark di Terneuzen, Zeeland, Belanda
Sumber: http://www.bioparkterneuzen.com/en/biopark.htm &
http://www.openpr.com/news/45383/Biopark-Terneuzen-A-Smart-Link-to-a-Sustainable-Future.html

Energy research Centre of the Netherlands (ECN) adalah lembaga penelitian energi di Belanda. ECN memiliki enam
bidang penelitian energi yang terdiri dari energi matahari, angin, biomassa, efisiensi energi, evaluasi lingkungan,
material instalasi, dan studi kebijakan. Dalam hal biomassa, ECN memandang sektor ini sebagai bahan bakar masa
depan. Hal ini ditunjukkan ECN dengan meraih hak paten terhadap teknologi gasifikasi MILENA setelah melakukan
penelitian dan pengembangan selama 12 tahun. Paten ini sekaligus menunjukkan bahwa Belanda siap menjadi
pionir dalam teknologi gas hijau dari biomassa. Pada prinsipnya, MILENA mengkonversi biomassa menjadi gas
dengan efisiensi tinggi. Gas yang dihasilkan dapat menggerakkan mesin turbin pembangkit listrik. Inovasi yang
dilakukan adalah mengubah sejumlah alur proses gasifikasi pada umumnya supaya dapat lebih optimal dalam hal
gas yang dihasilkan. Belanda memang menyumbang 30% cadangan gas alam di Eropa, namun hal ini tidak
membuatnya puas diri, justru Belanda tetap berinovasi agar dapat memproduksi gas hijau tanpa mengambil
langsung dari alam. Belanda menyadari betul bahwa gas alam adalah sama dengan minyak bumi dan batu bara,
suatu saat nanti jumlahnya akan habis.
Gambar 4. Skema dari Teknologi Gasifikasi MILENA
Sumber: http://www.milenatechnology.com/

Setidaknya, ada dua kunci sukses yang dimiliki Belanda dalam mengelola potensi energi terbarukan berbasis
biomassa ini, yaitu inovasi dan kerja sama. Budaya masyarakat Belanda yang terbuka akan ilmu pengetahuan
membuat rasa ingin tahu mereka bisa terjawab dengan pemahaman yang komprehensif (mencakup banyak hal, tidak
setengah-setengah). Selain itu, kerja sama antar pihak terkait, seperti akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha baik
negeri maupun swasta, juga ikut mendukung inovasi-inovasi yang dilakukan. Bahkan, pemerintah Belanda
mengalokasikan dana hingga 1,4 miliar Euro untuk mencapai visi energinya di tahun 2050. Nah, bagaimana dengan
Indonesia?

Referensi:
Made in Holland Agri-Food (published by Netherlands Enterprise Agency, on behalf of the Ministry of Foreign Affairs,
Spring 2014)
Made in Holland Energy (published by Netherlands Enterprise Agency, on behalf of the Ministry of Foreign Affairs,
Spring 2014)
http://www.bioparkterneuzen.com/en/biopark.htm (diakses tanggal 23 April 2015)
http://www.ecofuels.nl/index.php (diakses tanggal 23 April 2015)
http://www.hollandtrade.com/sector-information/energy/ (diakses tanggal 23 April 2015)
http://www.milenatechnology.com/ (diakses tanggal 23 April 2015)
https://www.ecn.nl/about-ecn/ (diakses tanggal 23 April 2015)

Anda mungkin juga menyukai