Anda di halaman 1dari 30

ISLAELI RUDI, S. Kep.,Ns.,M.

kes ( Koord )

GLOMERULONEFRITIS AKUT

Oleh

KELOMPOK : I

LINDAYANI

WAHYUNI AGUS

MINAR WATI

W.D VIKA MARISKA

VIVI SOFIYANI

RAHMAT SULHAJI

RIZKI HARUN

WAHYU ZULIKRA

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES MADALA WALUYA

KENDARI

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunianya sehingga kami dapat menyelesikan Akep ini sesuai dengan harapan. Askep

yang berjudul “GLOMEROLUS AKUT“ . Kami selaku penyusun sangat berterima kasih

kepada IBU ISLAELI RUDI, S.Kep.,Ns.,M.kes ( Koord ) yang telah membimbing kami

dan membantu dalam pembuatan ASKEP kami ini.

Kami selaku penyusun menyadari bahwa masih begitu banyak kekurangan dalam

penulisan, penyusunan serta pembahasan.Oleh karena itu kami berharap kritik dan saran

yang membangun agar menjadi pelajaran, dan lebih baik berikutnya. Dan jika terdapat

kekurangan kami mohon maaf.

Kendari, 13 Desember 2017

(Kelompok I)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang
pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai
dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun
lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh
Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit
dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian
disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien
laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun
(40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat
berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab
kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit
ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Konsep medis glomerulonefritis akut dan kronis?
b. Bagaimana Asuhan keperawatan tentang glomerulonefritis akut dan kronis?
C. Tujuan
a. Mengetahui Konsep medis glomerulonefritis akut dan kronis?
b. Mengetahui Asuhan keperawatan tentang glomerulonefritis akut dan kronis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komsep Medis
1. Glomerulo Nefritis Akut
A. Pengertian
Glomerulo nefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal di mana inflamasi terjadi di glomerulus.
(Brunner dan Suddarth, 2001).
GNA adalah inflamasi glomeruli yang terjadi ketika kompleks antigen-
antibodi terjebak dalam membran kapiler glomerular.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis
B. Etiologi

1. Kuman streptococus.
2. Perhubungan dengan penyakit auto imun lain.
3. Reaksi obat.
4. Bakteri.
5. Virus.

C. Patofisiologi
Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada
tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu.
Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12
atau 4 dan 1,jarang oleh penyebab lainnya. Namun sebenarnya bukan streptokukus
yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di duga terdapat suatu antibodi yang
ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan membran plasma streptokokal
spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah bersikulasi ke dalam
glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam
membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju
tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan
membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi ,
timbul poliferasi sel-sel endotel yang di ikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang di bentuk oleh
ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya, kompleks komplemen
antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel(atau sebagai
bungkusan epimembanosa)pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular
dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi,pada pemeriksaan
mikroskop cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperselular di sertai
invasi PMN.

PATWAY
D. Manifestasi klinis

1. Faringitis atau tansiktis.


2. Demam
3. Sakit kepala
4. Malaise.
5. Nyeri panggul
6. Hipertensi
7. Anoreksia
8. Muntah
9. Edema akut
10. Oliguri
11. Proteinuria
12. Urin berwarna cokelat.

E. Pemeriksaan diagnostik

1. Urinalisis (UA) menunjukkan hematnya gross, protein dismonfik dan (bentuk


tidak serasi) SDm, leusit, dan gips hialin.
2. Lajur filtrasi glomeruslus (IFG) menurun, klerins kreatinin pada unrin
digunakan sebagai pengukur dan LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan.
Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung dengan cara arus tegah
(midstream).
3. Nitrogen urea darah (BUN) da kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal
mulai menurun.
4. Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena
hemodilusi).
5. Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifilaasi jenis protein
urin yang dikeluarkan dalam urin.
6. Elektrolit seru menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan atau
normal kadar-kadar kalium dan klorida.
7. Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan
memastikan diagnosis.
F. Penatalaksanaan
1. Medik :
a) Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
b) Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
c) Pengawasan hipertenasi antihipertensi.
d) Pemberian antibiotik untuk infeksi.
e) Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
f) Terapi Antibiotik Long Term Penicillin, dan pasien harus terhindar dari
infeksi, karena dapat menimbulkan nefritis
2. Keperawatan :
a) Pasien harus bed-rest sampai manifestasi klinik hilang
b) Disesuaikan dengan keadaan pasien.
c) Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
d) Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
e) Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai
kemampuannya.
f) Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke
sindrom nefrotik atau GGK.

3. Diet
a) Rendah protein jika kadar BUN dan Creatinin dalam serum meningkat
b) Tinggi Karbohidrat
c) Rendah Garam
d) Intake dan Out-put harus diukur, kontrol cairan & hypertensi,
e) Berikan obat antihipertensi jika diperlukan
f) Kaji edema dan timbang BB setiap hari jika over load berikan diuretik
g) Observasi tanda-tanda vital waspada terhadap adanya CHF
h) Jika sudah ambulasi,monitor proteinure dan hematuria jika meningkat
bedrest tetap dijalankan,jika ambulasi dapat ditolelir pasien boleh pulang
G. Komplikasi
 Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
 Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
 Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume
plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang
menetap dan kelainan di miocardium.
 Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik
yang menurun.
2. Glomerulus Nefritis Kronik
A. Definisi
Penyakit Glomerulus Nefritis Kronis bersifat progresif dan irreversible dimana
terjadi uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan serta elektrolit ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan lama di sel-sel glomerolus. Kelainan
ini dapat terjadi akibat glomerolus akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan
((Arif muttaqin & kumala Sari, 2011)
Glomerulus Nefritis Kronik merupakan lanjutan dari glomerulonefritis akut,dalam
jangka waktu panjang atau pendek.
Glomerulus Nefritis Kronis ini merupakan penyakit ginjal tahap akhir (“and stage”)
dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga
menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang irreversible.

B. Etiologi

1. Glomerulonefritis akut
2. Pielonefritis
3. Diabetes mellitus
4. Hipertensi yang tidak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
10. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
C. Patofisiologi
Glomerulonefritis kronis,awalnya seperti glomerulonefritis akut atau tampak
sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadang-kadang sangat
ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini, ukuran ginjal sedikit
berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal,dan terdiri dari jaringan fibrosa yang
luas, korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas
jaringan parut merusak sistem korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan
ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan
cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi perusakan glomerulo yang
parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD).

D. Manifestasi Klinik

1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pembesaran vena leher
c. Pitting edema
d. Edema periorbital
e. Friction rub pericardial

2. Pulmoner
a. Nafas dangkal
b. Krekels
c. Kusmaul
d. Sputum kental dan liat

3. Gastrointestinal
a. Konstipasi / diare
b. Anoreksia, mual dan muntah
c. Nafas berbau amonia
d. Perdarahan saluran GI
e. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
4. Muskuloskeletal
a. Kehilangan kekuatan otot
b. Kram otot
c. Fraktur tulang

5. Integumen
a. Kulit kering, bersisik
b. Warna kulit abu-abu mengkilat
c. Kuku tipis dan rapuh
d. Rambut tipis dan kasar
e. Pruritus
f. Ekimosis

6. Reproduksi
a. Atrofi testis
b. Amenore
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450)

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Urin
a. Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
b. Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
c. Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
d. Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
e. Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
f. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
g. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium

2. Darah
a. Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
b. BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
c. SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
d. GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
e. Protein (albumin) : menurun
f. Natrium serum : rendah
g. Kalium: meningkat
h. Magnesium: meningkat
i. Kalsium ; menurun
3. Osmolalitas serum:
Lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram Retrograd:
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasonografi Ginjal :
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas
6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
7. Arteriogram Ginjal:
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
8. EKG:
Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)
F. Penatalaksanaan Medis

1. Dialisis
2. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid
3. Diit rendah uremi

Pembatasan cairan dan Na, tinggi KH & rendah protein, Rendah K Bila Ada gagal
ginjal. Antibiotik jika ada infeksi pemberian korticosteroid & Cytotoxic.Anti
Hypertensi, diuretic, plasmapheresis.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)
Keperawatan

1. TTV setiap 4 jam


2. Monitor BUN, Creatinin dan Protein urine
3. Mengganti cairan yang hilang
4. Monitor intake-Output

G. Komplikasi

1. Hipertensi
2. Hiperkalemia
3. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
4. Anemia
5. Penyakit tulang
6. Malnutrisi
7. Infeksi sekunder
8. Gangguan koagulasi
9. Akselerasi aterosklerosis
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)
B. Asuhan Keperawatan Glomerulonefriris Akut

1. Pengkajian

a. Aktifitas /istirahat
Gejala:
 Kelemahan malaise
 Kelelahan ekstrem,
 Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
 Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

b. Sirkulasi
Gejala:
 Riwayat hipertensi lama atau berat
 Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
 Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak
tangan
 Nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik
 Disritmia jantung
 Pucat pada kulit
 Friction rub pericardial
 Kecenderungan perdarahan
c. Integritas ego
Gejala:
 Faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang lain
 Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Tanda:
 Menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian, mudah terangsang
d. Eliminasi
Gejala:
 Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
 Diare, Konstipasi, abdomen kembung,
Tanda:
 Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat, kemerahan, berawan
 Oliguria, dapat menjadi anuria

e. Makanan/cairan
Gejala:
 Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
 Anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut (
pernafasan amonia)
Tanda:
 Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
 Edema (umum, tergantung)
 Perubahan turgor kulit/kelembaban
 Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
 Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga

f. Neurosensori
Gejala:
 Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada Sakit
kepala, penglihatan kabur
 telapak kaki
 Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati
perifer)
Tanda:
 Gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, penurunan lapang
perhatian, stupor, koma
 Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
 Rambut tipis, kuku tipis dan rapuh

g. Nyeri/kenyamanan
Gejala:, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki, nyei panggul
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

h. Pernapasan
Gejala: Dispnea, nafas pendek, nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum
Tanda:
 Dispnea, takipnea pernapasan kusmaul
 Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)

i. Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda:
 Pruritus
 Demam (sepsis, dehidrasi)

j. Seksualitas
Gejala: amenorea, infertilitas, penurunan libido

k. Interaksi sosial
Gejala:
 Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran dalam keluarga

l. Penyuluhan

 Riwayat diabetes mellitus pada keluarga (resti GGK), penyakit polikistik,


nefritis herediter, kalkulus urinaria
 Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
 Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626- 628)
2. Diagnosa Keperawatan

 Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia


 Peningkatan volume cairan b/d oliguri
 Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d anorexia.
 Intoleran aktivitasi b/d fatigue.
 Kuranga pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit dan aturan
pengobatan
3. Rencana Keperawatan ( Intervensi)

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


o. keperawatan Kriteria hasil
1. Gangguan Setelah  Monitor dan catat  untuk mendeteksi
TD setiap 1 – 2 gejala dini perubahan
perfusi dilakukan
jam perhari selama TD dan menentukan
jaringan b/d tindakan fase akut. intervensi selanjutnya
retensi air dan keperawatan 3x  Jaga kebersihan  serangan dapat terjadi
jalan nafas,  Anti HT dapat
hipernatremia 24 jam Klien siapkan suction
diberikan karena
akan  Atur pemberian
anti HT, monitor tidak terkontrolnya
menunjukkan reaksi klien
HT yang dapat
perfusi jaringan  Monitor status
volume cairan menyebabkan
serebral normal setiap 1 – 2 jam,
kerusakan ginjal
ditandai dengan monitor urine
output (N : 1 – 2  monitor sangat perlu
tekanan darah ml/kgBB/ja).
karena perluasan
dalam batas  Kaji status
neurologis volume cairan dapat
normal, (tingkat
menyebabkan
penurunan kesadaran, refleks,
respon pupil) tekanan darah.
retensi air, tidak setiap 8 jam.
 Untuk mendeteksi
ada tanda-tanda  Atur pemberian
diuretic : Esidriks, secara dini
hipernatremia. lasix sesuai order.
perubahan yang
terjadi pada status
neurologis,
memudahkan
intervensi
selanjutnya.
 diuretic dapat
meningkatkan eksresi
cairan.

2 Peningkatan Setelah  Timbang BB tiap  Peningkatan BB


volume cairan dilakukan hari, monitor merupakan
b/d oliguri tindakan output urine tiap indikasi adanya
keperawatan 3x 4 jam. retensi cairan
24 jam Klien  Kaji adanya ,penurunan output
dapat edema, ukur urine merupakan
mempertahanka lingkar perut indikasi
n volume cairan setiap 8 jam, dan munculnya gagal
dalam batas untuk anak laki- ginjal.
normal ditandai laki cek adanya  Peningkatan
dengan urine pembengkakan lingkar perut
output 1 - 2 pada skrotum danPembengkakan
ml/kg BB/jam.  Monitor reaksi pada skrotum
klien terhadap merupakan
terapi diuretic, indikasi adanya
terutama bila ascites
menggunakan  Diuretik dapat
tiazid/furosemid menyebabkan
e. hipokalemia, yang
membutuhkan
penanganan
 Monitor dan pemberia
catat intake potassium
cairan.  Klien mungkin
 Kaji warna membutuhkan
warna, pembatasan
konsentrasi dan pemasukan cairan
berat jenis dan penurunan laju
urine. filtrasi glomerulus,
 Monitor hasil dan juga
tes membutuhkan
laboratorium pembatasan intake
sodium.
 Urine yang keruh
merupakan
indikasi adanya
peningkatan
protein sebagai
indikasi adanya
penurunan perfusi
ginjal.
 Peningkatan
nitrogen, ureum
dalam darah dan
kadar kreatinin
indikasi adanya
gangguan fungsi
ginjal.
3 Ketidakseimba Setelah  Sediakan makan  Diet tinggi
dan karbohidrat karbohodrat
ngan status dilakukan
yang tinggi. biasanya lebih cocok
nutrisi kurang tindakan  Sajikan makan dan menyediakan
sedikit-sedikit kalori essensial
dari kebutuhan keperawatan
tapi sering,  Menyajikan makan
b/d anorexia. 3x24 jam Klien termasuk sedikit-sedikt tapi
akan makanan sering, memberikan
kesukaan klien kesempatan bagi
menunjukan  Batasi masukan klien untuk
peningkatan sodium dan menikmati
protein sesuai makanannya, dengan
intake ditandai order menyajikan
dengan porsi makanan
kesukaannya dapat
akan dihabiskan menigkatkan nafsu
minimal 80%. makan.
 Sodium dapat
menyebabkan
retensi cairan, pada
beberapa kasus
ginjal tidak dapat
memetabolisme
protein, sehingga
perlu untuk
membatasi
pemasukan
4 Intoleransi Setelah  Buat  Dengan periode
dilakukan istirahat yang
aktivitas b/d jadwal/periode
tindakan terjadual
fatigue. keperawatan 3 istirahat setelah menyediakan
x24 jam Klien energi untuk
aktivitas.
akan menurunkan
menunjukan  Sediakan/ciptaka produksi dari sisa
adanya metabolisme yang
peningkatan n lingkungan dapat
aktivitas yang tenang, meningkatkan
ditandai dengan stress pada ginjal
aktivitas yang
adanya  Jenis aktivitas
kemampuan menantang sesuai tersebut akan
untuk aktivitas menghemat
atau dengan
penggunaan energi
meningkatnya perkembangan dan mencegah
waktu kebosanan
klien.
beraktivitas  Tingkatan dalam
perawatan/pengelo
 Buat mpokan dapat
membantu klien
rencana/tingkatan dalam memenuhi
dalam kebutuhan tidurnya
keperawatan klien
agar tidak
dilakukan pada
saat klien
sementara dalam
keadaan istirahat
pada malam hari

5 Kurang Setelah  perhatikan tingkat  factor ini secara


pengetahuan
dilakukan ansietas/takut dan langsung
b/d kurang
informasi tindakan perubahan proses mempengaruhi
tentang proses kemampuan untuk
keperawatan pikir.
penyakit, dan
berpartisipasi dan
aturan 3x24 jam Pasien  dorong dan berikan
pengobatan menggunakan
dapat mengerti kesempatan untuk
pengetahuan.
penyakit dan bertanya.
 meningkatkan proses
pengobatannya  Kaji ulang proses
belajar, meningkatkan
ditandai penyakit,progno pengambilan keputusan
 Menyatakan sis,dan factor berdasarkan keputusan,
pemahaman pencetus bila dan menurunkan
kondisi/prose diketahui ansietas sehubungan
s  Kaji ulang dengan ketidaktahuan.
penyakit,prog pembatasan diet
nosis dan  Diskusikan
pengobatan masalah nutrisi
 secara benar lain
melakukan  Diskusikan
prosedur yang terapi obat
diperlukan
dan  Kaji ulang
menjelaskan intake/output
alasan
tindakan.

C. Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronik

1. Pengkajian
a. Keadaan umum :
b. Riwayat :
1) Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
2) Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini?
3) Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami,
imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
4) Pola kebiasaan sehari – hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola
istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.
c. Riwayat penyakit saat ini:
1) Keluhan utama
2) Alasan masuk rumah sakit
3) Faktor pencetus
4) Lamanya sakit
d. Pengkajian sistem
1) Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (adanya edema
).
2) Sistem kardiovaskuler :irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya
cyanosis, diaphoresis.
3) Sistem pernafasan :kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi
dada, cuping hidung.
4) Sistem persarafan :tingkat kesadaran, tingkah laku (mood, kemampuan
intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori,
fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
5) Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
6) Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
e. Pengkajian keluarga
1) Anggota keluarga
2) Pola komunikasi
3) Pola interaksi
4) Pendidikan dan pekerjaan
5) Kebudayaan dan keyakinan
6) Fungsi keluarga dan hubungan

2. Diagnosa Keperawatan

NO DIAGNOSA YANG MUNCUL TTD


1 Gangguan perfusi jaringan b.d peurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman O2 atau nutrient ke sel.
2 Resiko gangguan integritas kulit factor resiko gangguan turgor
kulit (edema)
3 Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kegagalan untuk mengabsorbsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan SDM normal.
4 Gangguan citra diri b.d perubahan struktur tubuh (edema)
5 Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan sumber informasi
3. Rencana Keperawatan

Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


hasil
Gangguan Setelah dilakukan - awasi ttv klien - memberikan
perfusi jaringan tindakan keperawatan - tinggikan kepala informasi tentang
b.d penurunan selama (....x....) tempat tidur sesuai derajat/adekuatan
komponen diharapkan tidak toleransi perfusi jaringan dan
seluler yang terjadi gangguan - kolaborasi dalam membantu menentukan
diperlukan untuk perfusi jaringan pemberian oksigen kebutuhan intervensi.
pengiriman O2 dengan kh: tambahan sesuai
- untuk meningkatkan
atau nutrient ke - klien menunjukan indikasi.
ekspansi paru dan
sel. perfusi yang adekuat
memaksimalkan
misalnya ttv stabildan
oksigenasi untuk
haluaran urine yang
kebutuhan seluler.
adekuat.
- memaksimalkan
transport oksigen
kejaringan.

Resiko gangguan Setelah dilakukan - inspeksi kulit thd - menandakan area


integritas kulit tindakan keperawatan perubahan warna, sirkulasi buruk yang
factor resiko selama (....x....) turgor, vaskular. dapat menimbulkan
gangguan turgor diharapkan tidak Perhatikan kemerahan, pembentukan
kulit (edema) terjadi gangguan ekskoriasi. Observasi dekubitus.
integritas kulit thd ekimosis, purpura.
- mendeteksi adanya
dengan kh: - pantau masukkan
dehidrasi atau hidrasi
- mempertahankan cairan dan hidrasi kulit
berlebihan yang
kulit klien utuh dan membran mukosa.
mempengaruhi
- menunjukkan - berikan matrass busa.
sirkulasi dan integritas
prilaku untuk
jaringan pada tingkat
mencegah kerusakan
seluler.
kulit.
- menurunkan tekanan
lama padas jaringan,
yang dapat membatasi
perfusi selular yang
menyebab iskemia.
Perubahan status Setelah dilakukan - awasi konsumsi - mengidentifikasi
nutrisi kurang tindakan keperawatan makanan atau cairan kekurangan nutrisi atau
dari kebutuhan selama (....x....) kebutuhan terapi.
tubuh b.d diharapkan nutrisi dan hitung masukkan - gejala yang menyertai
kegagalan untuk pasien terpenuhi kalori per hari. akumulasi toksin
mengabsorbsi dengan kh : - perhatikan adanya endogen yang dapat
nutrient yang - menunjukkan berat mual muntah. mengubah atau
diperlukan untuk badan stabil - rujuk ke ahli gizi. menurunkan
pembentukan mencapai tujuan - berikan diet tinggi pemasukkan dan
SDM normal. laboratorium normal karbohidrat yang memerlukan intervensi.
dan tak ada tanda meliputi jumlah
- berguna untuk
malnutrisi. protein kualitas tinggi
program diet individu
dan asam amino
untuk memenuhi
essensial dengan
kebutuhan budaya
pembatasan natriun
meningkatkan
atau kalium sesuai
kerjasama pasien.
indikasi.
- memberikan nutrient
cukup untuk
memperbaiki energy,
mencegah penggunaan
otot, meningkatkan
regenerasi jaringan,
dan keseimbangan
elektrolit.
Gangguan citra Setelah dilakukan - kaji tingkat - mengidentifikasi luas
diri b.d tindakan keperawatan pengetahuan pasien masalah dan perlunya
perubahan selama (....x....) tentang kondisi dan intervensi.
struktur tubuh diharapkan pasien pengobatan, dan
- membantu pasien
(edema) dapat menerima ansietas hubungan dg
mengidentifikasi dan
kondisinya, dengan situasi saat ini.
solusi masalah.
kh : - dorong menyatakan
- mengidentifikasi konflik kerja dan - kebutuhan
perasaan dan metode pribadi yang mungkin pengobatan
koping untuk persepsi timbul, dengar dg memberikan aspek
negatif pada diri aktif. lebih normal bila ini
sendiri. - bantu pasien untuk adalah bagian rutin
- menyatakan memasukkan sehari-hari.
penerimaan terhadap manajemen penyakit
situasi diri. dlam pola hidup.
Kurang Setelah dilakukan - perhatikan tingkat - factor ini secara
pengetahuan b.d tindakan keperawatan ansietas/takut dan langsung
kurang terpajan selama (....x....) perubahan proses mempengaruhi
sumber diharapkan pasien pikir. kemampuan untuk
informasi dapat memahami berpartisipasi dan
penyakitnya dengan - dorong dan berikan menggunakan
kh : kesempatan untuk pengetahuan.
- Menyatakan bertanya.
- meningkatkan proses
pemahaman ttg
belajar, meningkatkan
kondisi dan hubungan
pengambilan keputusan
tanda dan gejala dari
berdasarkan keputusan,
proses penyakit
dan menurunkan
- secara benar
ansietas sehubungan
melakukan prosedur
dengan ketidaktahuan.
yang diperlukan dan
menjelaskan alasan
tindakan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti
sirkulasi triglobulin) atau ekgsogenus (agent infeksius atau proses penyakit sistemik yang
menyertai). Glomerulonefritis akut adalah istilah yang secara luas yang mengacu kepada
sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus, yang menyebabkan
reaksi inflamasi atau lesi nekrosis dalam glomerulus yang biasaanya disebabkan oleh
respon imunologis.
Glomerulonefritis kronik adalah glomerulonefritis tingkat akhir (“end stage”)
dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga
menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang ireversibel.
Untuk kasus glomerulonefritis akut umumnya terjadi pada anak-anak 6-8 tahun dan
pada usia dewasa muda dengan insidensi glomerulonefrits akut 60-80 % mewakili infeksi
sal.napas bagian atas atau otitis media. Sedangkan pada glomerulonefritis kronik adalah
bentuk progresi dari G.akut. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal
sampai pada tahap akhir.
Penatalaksanaan :
a. Glomerulonefritis akut.
1. Intervensi Terapeutik :
 Batasi masukan cairan, kalium dan natrium.
 Pembatasan protein sedang dengan oliguri dan peningkatan
 BUN; pembatasan lebih drastis bila terjadi gagal ginjal akut.
 Peningkatan karbohidrat untuk memberikan energi dan menurunkan
katabolisme protein.
2. Intervensi Farmakologis
 Anti HT dan diuretic untuk mengontrol HT dan edema.
 Penyekat H2 untuk mencegah ulkus stress pada penyakit akut.
 Agens ikatan fosfat untuk mengurangi kadar fosfat dan meningkatkan
kalsium.
 AB bila infeksi masih ada.
b. Glomerulonefritis kronik :
1. Medik :
 Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
 Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
 Pengawasan hipertenasi antihipertensi.
 Pemberian antibiotik untuk infeksi.
 Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup
 pasien.
2. Keperawatan :
 Disesuaikan dengan keadaan pasien.
 Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada
 ahlinya.
 Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
 Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai
 kemampuannya.
 Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut
 ke sindrom nefrotik atau GGK.
Diagnosa keperawatan yang didapatkan pada glomerulonefritis akut dan kronik
berdasarkan penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia terhadap patogenesis adalah :

 Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia


 Peningkatan volume cairan b/d oliguri
 Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d anorexia.
 Intoleran aktivitasi b/d fatigue.
 Kuranga pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit dan aturan
pengobatan

B. Saran
1. Bagi Penulis
Sebagai mahasiswa haruslah dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan
mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit glomerulonefritis, agar
terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis lebih
dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit
glomerulonefritis.
DAFTAR PUSTAKA

FKUI. Kapita Selekta Kedokteran. 2002 Media Aesculaplus;


Price,Sylvia Anderson,2005.Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses penyakit,
Jakarta;EGC
Smeltzer,Suzanne C.2001. Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner &
Suddart,Jakarta:EGC, .
Doengoes, Marylynn E. 1999 Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta; EGC,
Barbara Engram. 1998 Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume I
Jakarta:EGC.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Volume 3.Bandung: EGC

Anda mungkin juga menyukai