Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non kanker
(noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi urin (kencing)
dari kandung kemih (bladder). Prostat hyperplasia merupakan pembesaran glandula dan
aringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan uretra, sehingga
hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih (Doenges, 2002).
Kejadian BPH pada pria usia 55 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, pada usia80
tahun angka kejadiannya 60%. Tidak lancarnya dalam pengeluaran urin, kencing terasa panas,
kencing menetes dan lama – lama bisa menyebabkan tidak bisa kencing (anuria). Hal ini
dipengaruhi karena kebiasaan para pria mengangkat beban berat dalam rentang waktu lama,
faktor penuaan dan faktor hormonal. Dalam menangani Benigna Prostat Hyperplasia adalah
melakukan insisi (operasi) BPH. Untuk menjaga dan mempertahankan kondisi pasien post
operasi BPH agar dalam keadaan baik dan stabil adalah dengan memenuhi kebutuhan nutrisi
terhadap tubuh. Benigna Prostat hyperplasia biasanya di derita oleh Pria dengan usia lanjut 55
tahun ke atas (Harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/07 askep hipertrofi-prostat).
Proses seseorang dari usia dewasa menjadi usia tua merupakan suatu proses yang
harus dijalani dan disyukuri. Proses ini biasanya menimbulkan suatu beban karena
menurunnya fungsi organ tubuh orang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidup
seseorang, akan tetapi banyak juga seseorang yang menginjak usia senja juga mengalami
kebahagiaan (Fitrah & wahyunita, 2010).
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat
penting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi m segala aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber
nutrisi dalam tubuh berasal dari dalam tubuh sendiri seperti glikogen yang terdapat dalam otot
dan hati ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar
tubuh seperti yang sehari – hari dimakan oleh manusia (Hidayat, 2006).
Kebutuhan nutrisi ini diperlukan sepanjang kehidupan manusia, namun jumlah nutrisi
yang diperlukan tiap orang berbeda sesuai dengan karakteristiknya, seperti jenis kelamin,
usia, aktivitas dan lain-lain (Asmadi, 2008).
Pemenuhan kebutuhan nutrisi bukan hanya sekedar untuk menghilangkan rasa lapar,
melainkan mempunyai banyak fungsi. Adapun fungsi umum dari nutrisi di antaranya adalah
sebagai sumber energi, memelihara jaringan tubuh, mengganti sel tubuh yang rusak,
mempertahankan vitalitas tubuh, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi perlu diperhatikan zat gizinya (Asmadi, 2008).
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 1
Nutrisi merupakan zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau
bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk
aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Nutrien merupakan zat kimia organik maupun anorganik yang ditemukan dalam
makanan dan diperlukan agar tubuh dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Nutrien tersebut
diabsorbsi di saluran pencernaan kemudian didistribusikan ke sel-sel tubuh, nutrien digunakan
untuk proses fungsional sel tersebut, sumber energi, dan sintesis protein. Untuk itu, intake
nutrisi kedalam tubuh harus adekuat, artinya nutrisi yang kita makan harus mengandung
nutrien esensial tertentu yang seimbang. Nutrien esensial tersebut meliputi karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Makanan yang masuk ke dalam tubuh sampai di
keluarkan dalam tubuh dalam bentuk sampah metabolisme terjadi melalui proses pencernaan.
Gangguan pada proses pencernaan dapat menyebabkan individu mengalami
gangguan nutrisi (Asmadi, 2008).merupakan sumber energi untuk 3 Kebutuhan energi pada
lansia mengalami penurunan kebutuhan kalori pada saat tingkat metabolis menurun dengan
bertambahnya umur. Kebutuhan rata-rata yang diperbolehkan untuk laki-laki adalah 2300
kkal/hari dan untuk wanita 1900 kkal/hari. Pada umumnya, ketika kebutuhan energi dipenuhi
lengkap oleh asupan kalori pada makanan, maka berat badan tidak berubah, Jika pemasukan
kalori melebihi kebutuhan energi, maka berat seseorang akan menambah, ketika pemasukan
kalori gagal untuk memenuhi kebutuhan energi, maka seseorang akan kehilangan berat badan
(Potter & Perry, 2006).
Hasil penelitian status gizi lansia post operasi Benigna Prostat Hyperplasia berisiko
untuk masalah nutrisi yang berhubungan dengan proses penyakitnya dan penggunaan
medikasi obat-obatan dapat mempengaruhi absorpsi dan metabolisme yang menyebabkan
menurunkan nafsu makan. Untuk itu kebutuhan dasar nutrisi harus diperhatikan. Melihat
permasalahan diatas, penulis tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif kepada pasien post operasi Benigna prostat hyperplasia dengan gangguan
kebutuhan dasar nutrisi di Kelurahan Harjosari II Kec. Medan Amplas.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian BPH?
2. Apa etiologic BPH?
3. Apa manisfestasi BPH?
4. Bagaimana patofisiologi BPH?
5. Apa penatalaksanaan BPH?
6. Apa komplikasi BPH?
7. Bagaimana konsep keperawatan pada penyakit BPH ?
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 2
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui definisi BPH
2. Untuk mengetahui etiologic BPH
3. Untuk mengetahui manistasi klinis BPH
4. Untuk mengetahui patofisiologi BPH
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan BPH
6. Untuk mengetahui komplikasi BPH
7. Untuk mengetahui konsep keperawaran pada penyakit BPH

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 3


BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP MEDIK
A. DEFENISI
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami, memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra
(Brunner & suddarth, 2001)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price, 2006)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ
ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat
hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia lebih
dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan

B. ETIOLOGI
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui
secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Para ahli berpendapat
bahwa dihidrotestosteron yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang terjadi pada masa
pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Hal lain yang dikaitkan

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 4


dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi lemak, tidak aktif olahraga dan
seksual.
Selain itu testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan
dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron, dan
androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa- reduktase
menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai
pengatur fungsi ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido, pertumbuhan otot
dan mengatur doposit kalsium di tulang. Penurunan kadar testosteron telah diketahui sebagai
penyebab dari penurunan libida, massa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan
kesulitan ereksi. Selain itu kadar testosteron yang rendah juga dapat menyebabkan masalah
lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran kelenjar prostat.
Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid stres (karsitol) yang
dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi
mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk testosteron. Stres kronis
menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria. Kolesterol tinggi juga dapat
mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin) yang
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia yang banyak digunakan sebagai
pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi pria.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
 Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
 Pancaran waktu miksi lemah
 Intermitten (miksi terputus)
 Miksi tidak puas
 Distensi abdomen
 Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
3. Gejala di luar saluran kemih :

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 5


Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertroplasi:
a. Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil, sulit
mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar hanya
merupakan tetesan belaka.
b. Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air kecil
yang berulang-ulang.
c. Pancaran atau lajunya urin lemah
d. Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
e. Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya urin
atau menahan buang air kecil (Alam, 2004).

Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual


dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2002).
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
 Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal
examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine
kurang dari 50 ml.
 Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang
dari 100 ml.
 Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
 Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan
sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 6


(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. intravesikal yang tinggi diteruskan
ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-
buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan
oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh
tonus otot polos yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli.
Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal
setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut,
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. PATWAY

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 7


E. PENATALAKSANAAN
1. Modalitas terapi BPH adalah :
a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhan ringan, sedang,
sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi
(misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.
2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
b. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah klien
buang air kecil > 100 Ml.
c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem perkemihan seperti retensi
urine atau oliguria.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :


1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
a. Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan melalui
uretra.
b. Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
c. Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.
2) Prostatektomi Suprapubis
a. Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.
b. Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter suprapubis
setelah operasi.
3) Prostatektomi Neuropubis
a. Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
b. Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
c. c) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.
4) Prostatektomi Perineal
a. Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
b. Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
c. Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
d. Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan perut,
enema, diet rendah sisa dan antibiotik).
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 8
e. Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase) diletakan
pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk. Pada TURP,
prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek sampingnya dapat meliputi:
 Inkotenensi urinarius temporer
 Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan kemandulan
sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan oleh ejakulasi dini
kedalam kandung kemih.

F. KOMPLIKASI
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi
perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat
dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai
8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan
seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner &
Suddarth, 2002).
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi
urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
sehinnga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal
ginjal (Mansjoer, 2000).

II. KONSEP KEPERAWATAN


Asuhan Keperawatan Pada Benigna Prostat Hiperplasia (Bph)
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
BPH merupakan pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 ).
Hiperplasia prostat atau BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat,
bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat
yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin : 2012).
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa
nyeri. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. Hesitansi yaitu memulai kencing
yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena
otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 9
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya-
upaya yang telah dilakukan.
4. Riwayat Personal dan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga
yang pernah menderita penyakit BPH atau tidak.
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat
yaitu: Kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya
minum obat

B. ANALISA DATA
1. Data subyektif :
 Pasien mengeluh sakit pada luka insisi, karakteristik luka, luka berwarna
merah
 Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
 Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
 Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
2. Data Obyektif:
 Terdapat luka insisi, karakteristik luka berwarna merah.
 Takikardia, normalnya 80-100 kali/menit.
 Gelisah.
 Tekanan darah meningkat, normalnya 120/80 mmHg.
 Ekspresi wajah ketakutan.
 Terpasang kateter.

C. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan fisik
a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi
dapatmeningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut,
dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok.
b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah
supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 10


terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis.
e. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
 Derajat I = beratnya  20 gram.
 Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
 Derajat III = beratnya  40 gram.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria,
harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih,
batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dan fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific
Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau
sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy.
Sedangkan bila nilai SPA 4–10 mg / ml, hitunglah Prostat Spesific Antigen
Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD
> 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai
PSA > 10 mg/ml.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli– buli dan
volume residu urine, mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan
maupun yang tidak berhubungan dengan BPH. Dari semua jenis pemeriksaan
dapat dilihat:
 Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli – buli.

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 11


 Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
belok–belok di vesika)
 Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa ginjal,
mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli – buli
(Mansjoer, 2000).
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang, penampilan
keruh, Ph : 7 atau lebih besar, bacteria
b. Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
c. BUN / kreatinin : meningkat.
d. IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya
pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih.
e. Sistogram : suatu gambaran rontgen dari kandung kemih yang diperoleh
melalui urografi intravena.
f. Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi kandung
kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.
g. Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan
kandung kemih.
h. Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa
urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu (Sjamsuhidayat, 2004)

Penyimpangan KDM

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 12


D. DIAGNOSA
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran
pada kandung kemih : benigna prostatatis hyperlasia
2. Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik (spasme kandung kemih)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek sekunder
dari prosedur pembedahan
4. Retensu urin
5. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan pembedahan

E. INTERVENSI

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Gangguan eliminasi urin Noc Nic
 Urinary elimination  Lakukan penilaian
 Urinary contiunence kemih yang
Kriteria hasil : komperensif
 Kandung kemih kosong berfokus pada
secara penuh inkontinensia
 Tidak ada residu urine (misalnya, output
<100-200cc urin, pola
 Intake cairan dalam rentang berkemihan kemih
normal fungsi kognitif,
 Bebas dari ISK dan masalah
 Tidak ada spasme bladder kencing
 Balance cairan seimbang praeksisten)
 Memantau
penggunaan obat
yang bersifat
antikolinergi atau
property alpa
agonis
 Gunakan kekuatan
sugesti dengan
menjalankan air
atau disiram toilet
 Merangsang reflex
kandung kemih
dengan
menerapkan
dingin untuk
perut,membelai
tinggi atau air
 Sediakan waktu
untuk
pengosongan
kandung kemih
(10 menit)
2. Nyeri akut Noc Nic
 Pain level  Lakukan
 Pain control pengkajian nyeri
 Comfort level secara
Kriteria hasil komprehesif
 Mampu mengontol nyeri termasuk lokasi,

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 13


(tahu penyebab nyeri karakteristik,
mampu menggunakan durasi, frekuensi,
teknik nonfarmakologi kualitas dan factor
untuk mengurangi nyeri, presipitasi
mencari bantuan )  Observasi reaksi
 Melaporkan bhwa nyeri nonverbal dari
berkurang dengan ketidaknyamanan
menggunakan manajemen  Gunakan teknik
nyeri komunikasi
 Mampu mengenali nyeri terapeutik untuk
(skala intensitas, frekuensi mengetahui
dan tanda nyeri) pengalaman nyeri
 Menyatakan rasa nyaman pasien
setelah nyeri berkurang  Kaji kultur yang
mempengaruhi
respon nyeri
 Evaluasi
pengalaman nyeri
masa lampau
 Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidaktahuan
control nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
3. Resiko infeksi Noc Nic
 Immune status  Bersihkan
 Know ledge : infection lingkungan setelah
control dipakai pasien lain
 Risk control  Pertahankan
Kriteria hasil teknik isolasi
 Klien bebas dari tanda dan  Batasi pengunjung
gejala infeksi bila perlu
 Mendeskripsikan proses  Instruksikan pada
penularan penyakit, factor pengunjung untuk
yang mempengaruhi mencuci tangan
penularan serta saat berkunjung
penatalaksanaannya dan setelah
 Menunjukan kemampuan berkunjung
untuk mencegah timbulnya meningglkan
infeksi pasien
 Jumlah leukosit dalam  Gunakan sabun
batas normal antimikrobia
 Menunjukan perilaku hidup untuk cuci tangan
sehat  Cuci tangan seriap
sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 14


 Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptic
selama
pemasangan alat

4. Retensi urin Noc Nic


 Urinary elimination  Monitor intake
 Urinary continence dan output
Kriteria hasil  Monitor
 Kandung kemih kosong penggunaan obat
secara penuh antikolionergik
 Tidak ada residu urin >100-  Monitor derajat
200 cc distensi bladder
 Bebas dari ISK  Instruksikan pada
 Tidak ada spasme bladder pasien dan
 Balance cairan seimbang keluarga untuk
mencatat output
urine
 Sediakan privacy
untuk eliminasi
 Stimulasi reflex
bladder dengan
abdomen
 Karerisasi jika
perlu

5. Ansietas Noc Nic


 Anxiety self-control  Gunakan
 Anxiety level pendekatan yang
Kriteria hasil menenangkan
 Klien mampu  Nyatakan dengan
mengidentifikasi dan jelas harapan
mengungkapkan gejala terhadap perilaku
cemas pasien
 Mengidentifikasi,  Jelaskan semua
mengungkapkan dan prosedur dan apa
menunjukan teknik untuk yang dirasakan
mengontol cemas selama prosedur
 Vital sign dalam batas  Pahami prespektif
normal pasien terhadap
 Postur tubuh, ekspresi situasi stress
wajah, bahasa tubuh dan  Temani pasien
tingkat aktivitas untuk memberi
menunjukan berkurangnya keamanan dan
kecemasan mengurangi rasa
takut

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 15


F. EVALUASI
1. Berhenti merokok
2. Biasakan hidup bersih
3. Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan hindari minuman alcohol
4. Berolahraga secara rutin dan berusaha untuk mengendalikan stress
5. Menilai dan mengajarkan pasien untuk melaporkan tanda-tanda hematuria dan
infeksi
6. Jelaskan komplikasi yang mungkin BPH dan untuk melaporkan hal ini sekaligus
7. Anjurkan pasien untuk menghindari obat-obatan yang menganggu berkemih
8. Mendorong untuk selalu melakukan check up

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 16


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non kanker (noncancerous) dari
kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi urin (kencing) dari kandung kemih
(bladder). Prostat hyperplasia merupakan pembesaran glandula dan aringan seluler kelenjar
prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan.
Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan uretra, sehingga hipertropi prostat sering
menghalangi pengosongan kandung kemih (Doenges, 2002).
Kejadian BPH pada pria usia 55 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, pada usia80 tahun
angka kejadiannya 60%. Tidak lancarnya dalam pengeluaran urin, kencing terasa panas, kencing
menetes dan lama – lama bisa menyebabkan tidak bisa kencing (anuria). Hal ini dipengaruhi
karena kebiasaan para pria mengangkat beban berat dalam rentang waktu lama, faktor penuaan
dan faktor hormonal. Dalam menangani Benigna Prostat Hyperplasia adalah melakukan insisi
(operasi) BPH. Untuk menjaga dan mempertahankan kondisi pasien post operasi BPH agar
dalam keadaan baik dan stabil adalah dengan memenuhi kebutuhan nutrisi terhadap tubuh.
Benigna Prostat hyperplasia biasanya di derita oleh Pria dengan usia lanjut 55 tahun ke atas
(Harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/07 askep hipertrofi-prostat).

B. SARAN
Sebagai tenaga keperawatan hendaknya memberikan asuhan keperawaan dengan semaksimal
mungkin agar klien mendapatkan perawatan yang baik

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 17


DAFTAR PUSTAKA

 Jurnal penyakit Benigna prostatic hyperplasia (BPH)


 Nanda aplikasi NIC-NOC 2015

Benigna prostatic hyperplasia (BPH) 18

Anda mungkin juga menyukai