Anda di halaman 1dari 6

7

angiotensin, defek dalam ekresi Na, peningkatam Na dan Ca intraceluler,

dan faktor - faktor

yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok serta

polisitemia.

2. Hipertensi skunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.

Penyebab sfesifikasinya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit

ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom

Cushing, freokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang

berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.

2.3 Fatofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat saraf vosomotor ini

bermulasaraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari

kolumna medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan

pusat vasomotor di hantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah

melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron perganglion

melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, di mana dengan di lepaskanya noreepinefrin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu


8

dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan di mana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang

pada giliranya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan volume

intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology, perubahan struktural dan fungsional pada

sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah pada

usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam

mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung, mengakibatkan

penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan perifer.


9

2.5 Tanda Dan Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala;

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala

yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah

kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.Jika hipertensinya

berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

 sakit kepala

 kelelahan

 mual

 muntah

 sesak napas

 gelisah

 pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan

koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati

hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.


10

2.5 Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan resiko

penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta mordibitas yang berkaitan. Tujuan

terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg

dan tekanan diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Hal ini

dapat di capai melalui modifikasi gaya hidup saja atau dengan obat antihipertensi.

Kelompok resiko di kategorikan menjadi :

A. Pasien dengan tekanan darah perbatasan atau tingkat 1,2,3 tanpa gejala

penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ, atau faktor resiko lainya. Bila

dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat di turunkan,

maka harus di berikan obat antihipertensi.

B. Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainya, tapi

memiliki satu atau lebih faktor resiko yang tertera di atas, namun bukan

diabetes melitus. Jika terdapat beberapa faktor maka harus langsung di

berikan obat antihipertensi.

C. Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ

yang jelas.

Faktor resiko, usia lebih dari 60 tahun, merokok, dislipidemia, diabetes melitus,

jenis kelamin (pria dan wanita menpeouse), riwayat penyakit kardiovaskuler

dalam keluarga.
11

Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskuler, penyakit jantung (hipertropi

ventrikel kiri, infark miokard, angina pektoris, gagal jantung, riwayat

revaskularisasi koroner, stroke, nefropati, penyakit arteri perifer dan retinopati.

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko :

Tekanan darah Kelompok resiko Kelompok resiko Kelompok

A B resiko C

130-139 / 85-89 Modifikasi gaya Modifikasi gaya Dengan obat

hidup hidup

140-159 / 90-99 Modifikasi gaya Modifikasi gaya Dengan obat

hidup hidup

≥160 / ≥100 Dengan obat Dengan obat Dengan obat

Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko kardiovaskuler

dengan biaya sedikit dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap di anjurkan meski

harus di sertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat.
12

Langkah-langkah yang di anjurkan :

 Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan.

 Membatasi alkohol

 Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari).

 Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/ 2,4g Nacl/hari).

 Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari).

 Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium adekuat.

 Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol

dalam makanan.

Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien di mulai

dengan dosis rendah kemudian di tingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur,

kebutuhan, dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam dan lebih

di sukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat

mengontrol hipertensi terus menerus dan lancar dan melindungi pasien terhadap

berbagai reesiko dari kematian mendadak, serangan jantung atau stroke akibat

peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang terdapat pula

obat yang berisi kombinasi dosis rendah dua obat dari golongan yang berbeda,

kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan mengurangi efek

samping.

Anda mungkin juga menyukai