Lapkas BSK & BPH
Lapkas BSK & BPH
Pembimbing :
dr. Isdiyanto S, Sp.U
Disusun oleh :
Reiny Mayawati / 07120100032
I. Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. rekam medis : 32 78 **
Tempat/Tanggal lahir : Aceh, 01/11/1965
Usia : 50 tahun
Alamat : Jatim Padang No. 25
Pekerjaan : Supir
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 7 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 10 April 2015
Pasien datang dengan keluhan kesulitan dan nyeri ketika ingin buang air kecil sejak 3 bulan smrs.
Nyeri yang dirasakan pasien awalnya hilang timbul dari bagian pinggang kanan dan kiri menjalar
hingga ke daerah kemaluan diikuti proses buang air kecil yang sulit terkadang perlu menunggu
hingga mengejan sampai air seni keluar. Nyeri juga kemudian dirasakan pasien sepanjang
berkemih, terasa seperti perih. Selain itu pasien juga sering merasa tidak puas dan merasa tindak
tuntas dalam buang air kecil. Pancaran urin saat buang air menurut pasien melemah, terkadang
tersendat atau terputus dan menetes-netes di akhir buang air. Pasien juga mengeluhkan menjadi
sering merasa ingin buang air kecil yang terkadang tidak dapat ditahan baik saat siang hari ataupun
malam hari. Namun pasien menyangkal sering terbangun malam hari untuk buang air kecil.
Keluhan ini diakui pasien bersifat progresif tanpa adanya perbaikan sejak onset. Pasien
menyangkal adanya buang air kecil berpasir, perubahan warna air seni, maupun keluar batu dan
darah saat buang air kecil.
Pasien menyatakan telah berobat ke RS Kecamatan dan diberikan Urispas 2x1, dan biasanya
kontrol 1-2 kali dalam sebulan, namun keluhan tidak kunjung membaik maka pasien berobat ke
RS Marinir Cilandak.
- Ginjal Kanan : ukuran normal, tampak dilatasi berat sistem pelviocalyceal, echogenisitas
cortex baik, cortex menipis, tak tampak batu/kista.
- Ginjal Kiri : ukuran normal, tampak dilatasi sedang sistem pelviocalyceal,
echogenisitas cortex baik, tampak batu di pelvis renalis uk. 1,7 cm.
- Buli : ukuran normal, dinding tak menebal, terdesak prostat di bagian posterior,
tak tampak batu.
- Prostat : Membesar dengan vol. 63,3 cm3, echoparenkim homogen, lesi fokal (-),
tak tampak ascites
V. Resume
Tn.S datang dengan keluhan kesulitan dan nyeri ketika ingin buang air kecil sejak 3 bulan smrs.
Nyeri yang dirasakan pasien awalnya hilang timbul dari bagian pinggang kanan dan kiri menjalar
hingga ke daerah kemaluan diikuti proses buang air kecil yang sulit terkadang perlu menunggu
hingga mengejan sampai air seni keluar. Nyeri juga kemudian dirasakan pasien sepanjang
berkemih, terasa seperti perih. Selain itu pasien juga sering merasa tidak puas dan merasa tindak
tuntas dalam buang air kecil. Pancaran urin saat buang air menurut pasien melemah, terkadang
tersendat atau terputus dan menetes-netes di akhir buang air. Pasien juga mengeluhkan menjadi
sering merasa ingin buang air kecil yang terkadang tidak dapat ditahan baik saat siang hari ataupun
malam hari. Namun pasien menyangkal sering terbangun malam hari untuk buang air kecil.
Keluhan ini diakui pasien bersifat progresif tanpa adanya perbaikan sejak onset. Pasien
menyangkal adanya buang air kecil berpasir, perubahan warna air seni, keluar batu dan darah saat
buang air kecil.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar prostat pada pemeriksaan RT (dengan
permukaan licin, konsistensi kenyal, batas tidak teraba, dan tidak nyeri). Pada hasil pemeriksaan
foto BNO didapatkan kesan suspek ureterolitiasis proksimal kiri dd/ nephrolitiasis kiri dan pada
USG ditemukan hidronefrosis ginjal kanan dan kiri, batu pada pelvis renal kiri, dan pembesaran
prostat dengan volume 63,3 cm3 .
VIII. Penatalaksanaan
Konsul Bedah Urologi
Persiapan Operasi : Diet = Puasa 8 jam
IVFD RL 30 tpm
Ceftriaxone 2 x 1 gram IV drip dalam NaCl 0,9%
100cc
Katapres 1 Amp IV diencerkan 3 cc IV pelan (per 15
menit hingga tensi normal.)
Tramadol 3 x 50 mg IV
Ranitidin 2 x 50 mg IV
Kalnex 3 x 500 mg IV
Dilakukan tindakan pembedahan Ureterolitotomi pada tanggal 9 April 2015 pukul 14:00 –
16:00 di OK RS Marinir Cilandak :
(Berikut adalah dokumentasi selama proses operasi dilaksanakan.)
Dilakukan operasi TURP (Reseksi Prostat Transuretra) pada tanggal 7 Mei 2015 pukul 15:00
– 17:00 di OK RS Marinir Cilandak :
(Berikut adalah dokumentasi selama proses operasi dilaksanakan.)
X. Follow Up
Tanggal Jam Follow-up
10/04/2015 10:00 S: Pasien masih merasakan nyeri pada luka bekas operasi. Mual (-),
muntah (-)Kepala terasa berat (-), pusing berputar (-), buang angin
(-), BAB belum, BAK (terpasang selang kateter, prod.(+))
O:
KU: tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TTV:
- TD: 130/80 mmHg
- HR: 80 x/min
- RR: 18 x/min
- Suhu: 37 C
Kepala : normocephali
Mata: CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+
THT, leher: faring dan tonsil tenang
Dada/Thorax: gerak nafas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (-), NT (-)
Ekstrimitas: akral hangat, edema (-), CRT<2”
P:
10/04/2015 22:00 S: Pasien masih merasakan nyeri pada luka bekas operasi. Mual (-),
muntah (-)Kepala terasa berat (-), pusing berputar (-), buang angin
(+), BAB belum, BAK (terpasang selang kateter, prod.(+))
O:
KU: tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TTV:
- TD: 140/90 mmHg
- HR: 80 x/min
- RR: 20 x/min
- Suhu: 36 C
Kepala : normocephali
Mata: CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+
THT, leher: faring dan tonsil tenang
Dada/Thorax: gerak nafas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+), NT (-)
Ekstrimitas: akral hangat, edema (-), CRT<2”
P:
8 Mei 2015 11:00 S: Pasien tidak menyatakan adanya keluhan. Mual (-), muntah (-
)Kepala terasa berat (-), pusing berputar (-), buang angin (+), BAB
belum, BAK (terpasang selang kateter, prod.(+))
O:
KU: tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TTV:
- TD: 130/90 mmHg
- HR: 88 x/min
- RR: 20 x/min
- Suhu: 36 C
Kepala : normocephali
Mata: CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+
THT, leher: faring dan tonsil tenang
Dada/Thorax: gerak nafas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+), NT (-)
Ekstrimitas: akral hangat, edema (-), CRT<2”
P:
- IVFD RL 20 tpm
UROLITHIASIS
A. Definisi
Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius (Brunner and Suddarth, 2002, hal.
1460). Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu
dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black, Joyce, 1997, hal. 1595).
B. Klasifikasi
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya dan
morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu hematuria, baik
hematuria makroskopik atau mikroskopik. Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga
ditemukan kelainan endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya menempati bagian
pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk susunan pelviokaliks, sehingga bercabang
menyerupai tanduk rusa. Kadang batu hanya terdapat di suatu kaliks. Batu pelvis ginjal dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat dari obstruksi aliran kemih atau infeksi
Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus
menerus dan hebat karena adanya pionefrosis.Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali
tidak ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis.Nyeri dapat
berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus costa pada sisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan
gangguan yang terjadi, batu ginjal yang terletak di pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis,
sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak memberikan kelainan fisik.
Anatomi ureter menunjukkan beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan batu ureter
dapat terhenti, karena adanya peristaltis maka akan terjadi gejala kolik yaitu nyeri yang hilang timbul
disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di
tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan datang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan
pada air kemih untuk lewat.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama
kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu
kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan
obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang
didahului oleh serangan kolik. Bila keadaan obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelainan yang
terjadi dapat berupa hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis, sehingga menimbulkan gambaran
infeksi umum
Karena batu menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran
yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri. Pada
anak, menyebabkan anak yang bersangkutan menarik penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang
agak panjang. Bila pada saat sakit tersebut penderita berubah posisi maka suatu saat air kemih akan
dapat keluar karena letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, maka
nyeri menetap di suprapubik
Pada umunya batu prostat juga berasal dari air kemih yang secara retrograde terdorong ke
dalam saluran prostat dan mengendap, yang akhirnya berupa batu yang kecil. Pada umumnya batu ini
tidak memberikan gejala sama sekali karena tidak menyebabkan gangguan pasase air kemih
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau vesika urinaria yang oleh
aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkut di tempat yang agak lebar. Tempat
uretra yang agak lebar ini adalah di pars bulbosa dan di fossa navikular. Bukan tidak mungkin dapat
ditemukan di tempat lain. Gejala yang ditimbulkan umumnya sewaktu miksi tiba-tiba terhenti, menjadi
menetes dan terasa nyeri. Penyulit dapat berupa terjadinya divertikel, abses, fistel proksimal, dan
uremia karena obstruksi urin
Hiperkalsiuria
Dapat disebabkan oleh pembuangan kalsium ginjal primer atau sekunder terhadap absorbsi
traktus gastrointestinal yang berlebihan. Hiperkalsiuria absorptif dapat juga disebabkan oleh
hipofosfatemia yang merangsang produksi vitamin D3.
Tipe yang kurang sering adalah penurunan primer pada reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal, yang
mengakibatkan hiperkalsiuria di ginjal.
Hipositraturia
Sitrat dalam urin menaikkan kelarutan kalsium dan memperlambat perkembangan batu
kalsium oxalat. Hipositraturia dapat terjadi akibat asidosis tubulus distal ginjal, diare kronik atau
diuretik tiazid.
Hiperoksalouria
Terdapat pada 15% pasien dengan penyakit batu berulang (> 60 mg/hari). Hiperoksaluria
primer jarang terjadi, kelainana metabolisme kongenital yang merupakan autosan resesif yang secara
bermakna meningkatkan ekskresi oksalat dalam urin, pembentukan batu yang berulang dan gagal ginjal
pada anak.
Batu asam urat merupakan penyebab yang paling banyak dari batu-batu radiolusen di ginjal.
Batu-batu tersebut dapat terbentuk jika terdapat hiperurikosuria dan urin asam yang menetap.
C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan
edema.
- Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
a. Batu di ginjal
- Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah
mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
- Diare.
b. Batu di ureter
- Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.
- Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuria.
- Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.
D. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis belum
diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara lain :
Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan
bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk
pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung
pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah
cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat.
pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap dalam
urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu
oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang akan terhambat.
Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang
besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran
kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi
saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan
akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-organ
dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya
secara normal. Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian
E. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu
ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urin dengan pemberian diuretikum, berupa :
b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
c. α - blocker
d. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk
observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik
berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya
obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan
penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran
kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan
endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan
penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis
yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang
melekat (impacted).11
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya
adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-
rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
F. Komplikasi
G. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya.
Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi.
Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas
dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu
HIPERPLASIA PROSTAT
1. Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan
sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan denga reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor
androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal .
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel
stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor
yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan atuokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel
epitel maupun sel stroma.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, beberapa
ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri
oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Skor IPSS terdiri atas
7 pertanyaan spesifik mengenai gejala miksi selama 4 minggu terakhir. Gejala tersebut terbagi menjadi
storage symptoms (urgency, frequency, nocturia, dan urge incontinence) serta voiding symptoms (poor
stream, hesitancy,dan feeling of incomplete emptying )
E. Laboratorium
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan
infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes
melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (bulibuli neurogenik). Jika
dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA.
G. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :
Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat dihitung dengan cara
melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi
setelah miksi
Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung
jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urine. Pemeriksaan yang lebih teliti
adalah dengan pemeriksaan urodinamika.
Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum pancaran maksimum, dan volume urine
yang dikemihkan. Pancaran yang mendekati normal, sedangkan pada BPH dengan pancaran lemah dan
lama ditunjukkan seperti gambar.
H. Pengobatan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau
hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan
terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi
pada pasien hiperplasia prostat adalah:
1. Memperbaiki keluhan miksi
2. Meningkatkan kualitas hidup
3. Mengurangi obstruksi infravesika
4. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
5. Mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan
6. Mencegah progresifitas penyakit.
Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa,pembedahan, atau tindakan endourologi
yang kurang invasif.
a. Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan
ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya
Penghambat 5 α-redukstase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron
yang dikatalisis oleh enzim 5 α- redukstase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT
menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Dilaporkan bahwa pemberian obat
ini (finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan
prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
2. Pembedahan Endourologi
Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Operasi ini
lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, masa perawatan lebih cepat, dan
memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan tindakan operasi terbuka. Pembedahan
1. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. EGC : Jakarta.
2. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher.
3. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
4. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-589
5. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
6. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
7. Wim de Jong, R. Sjamsuhidajat. 1997 .Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi. Jakarta : EGC.
8. Purnomo B Basuki, Benign Prostat Hiperplasia, Dasar-dasar Urologi, Edisi 2, Sagung Seto,
Jakarta, 2003
9. Swartz. H Mark, Benign Prostat Hiperplasia, Buku Ajar Diagnostik Fisik, EGC, Jakarta, 1995
10. Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, Prostat Hiperplasia, Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995
11. Birowo P, Djoko Rahardjo 2002, ‘Pembesaran prostat jinak’, Jurnal Kedokteran &
Farmasi Medika No. 7 Tahun ke XXVIII
12. Rahardjo, Djoko, Ponco Birowo 2000, ‘Karakteristik penderita pembesaran prostat jinak di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Sumber Waras, Jakarta, tahun 1994-1997’,
Majalah Kedokteran Indonesia Volume 50 No : 2, Februari, Yayasan Penerbitan IDI, Jakarta,
hh. 81-84.
13. Jones, DA 2001, ‘Benign prostatic hypertrophy and lower urinary tract dysfunction’, in :
Comprehensive Urology, editor Weis MR, George N Jr, O’Reilly PH, Mosby International,
London.
14. Zeman, Peter A et al. 2004, ‘Lower urinary tract symptoms’, in : Handbook of Urology
Diagnosis and therapy third edition, editor Mike B. Siroky, Robert D. Oates & Richard K.
Babayan, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins hh. 98-120.