Referat Oa Dr. Arie Zakaria, Spot

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 68

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………….……....i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………..1

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………….2

BAB II. OSTEOARTRITIS……..……………………………………………………………………………4

1. Anatomi dan Fisiologi Sendi………………………………………………………………….4

2. Osteoartritis……………………………………………………………………………………….15

3. Pendekatan Diagnostik pada Osteoartritis…………………………….………….….27

4. Penatalaksanaan Osteoartritis………………………………………………….…………37

5. Prognosis……………………………………………………………………………………….…..86

BAB III. KESIMPULAN……………………………………………………………………………………58

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………..60

1
BAB I

PENDAHULUAN1,2,3,4

Osteoartritis adalah salah satu tipe tersering dari penyakit sendi yang

merupakan kelainan degeneratif. Osteoartritis dapat menyebabkan hendaya

dalam rutinitas sehari-hari dan pekerjaan. Osteoartritis dicirikan dengan

kerusakan sendi yang kronik dan progresif dengan ditemukan menipisnya

struktur rawan sendi. Individu dengan osteoartritis akan menderita nyeri pada

daerah persendian yang membatasi ruang geraknya untuk beraktivitas.

Osteoartritis biasanya muncul pada sendi penopang berat tubuh seperti sendi

lutut dan panggul, namun dapat juga terjadi pada sendi lain seperti sendi-sendi

pada tangan. Ditemukan data bahwa osteoartritis pada sendi lutut biasanya

berkembang lebih dulu dibanding pada sendi panggul dan sendi lainnya.

Kondisi kelainan pada sendi ini telah menjadi beban pada individu

penderitanya baik dari segi kesehatan dan sosial. Osteoartritis biasanya

berkembang pada usia paruh baya, jarang berkembang pada usia di bawah 40

tahun, namun pada dekade selanjutnya angka kejadian meningkat terutama pada

wanita. Prevalensi osteoartritis bergejala pada usia 35-54 tahun sekitar 1%

dimana pada kelompok usia di atas 65 tahun prevalensinya meningkat sampai

40%. Angka prevalensi ini meningkat seiring bertambahnya usia dan

meningkatnya angka harapan hidup.

2
Menurut literatur ditemukan insiden dan prevalensi osteoartritis

bergejala pada berbagai belahan dunia mencapai 9,6% pada pria dan 18% pada

wanita dengan usia di atas 60 tahun. Data lain menyebutkan ditemukannya bukti

radiografi yang cocok dengan gambaran osteoartritis pada pria dan wanita

dengan usia di atas 65 tahun mencapai 30%. Osteoartritis merupakan jenis

penyakit yang memberikan beban besar terhadap kualitas hidup, terhitung 2,8%

dari total tahun dari masa hidup penderita osteoartritis harus menanggung

hendaya beraktivitas.

Oleh karenanya identifikasi dan tatalaksana dalam mengurangi gejala

maupun memperlambat proses penyakit menjadi penting untuk memperbaiki

fungsi sendi dan mengurangi hendaya aktivitas sehingga dapat meningkatkan

kembali kualitas hidup.

3
BAB II

OSTEOARTRITIS

1. Anatomi dan Fisiologi Sendi 5

1.1. Defenisi Sendi

Sendi atau articulatio adalah tempat dimana dua tulang bertemu.

Ada banyak pertemuan tulang dengan berbagai posisi yang berpengaruh

terhadap kemampuan dan derajat pergerakkannya. Tidak semua sendi

dapat bergerak bebas, sebagai contoh jenis sendi fibrosa lebih sedikit

mampu bergerak dibandingkan sendi yang memiliki komposisi cairan

dan tulang rawan di dalamnya.

Menurut struktur jaringan penghubungnya sendi dibagi menjadi 3

jenis yaitu, sendi fibrosa, sendi kartilago, dan sendi sinovial. Dalam

tulisan ini akan dipaparkan mengenai sendi sinovial yang berhubungan

dengan masalah penyakit degeneratif pada sendi.

Sendi sinovial adalah jenis sendi yang mampu bergerak bebas

karena peran kandungan cairan sinovial di ruangan di antara ujung

tulang yang bersendi.

4
Gambar 1. Macam-macam Sendi di Tubuh Manusia. (a) Sendi fibrosa pada hubungan

tulang tengkorak, (b) Sendi kartilago pada hubungan antar tulang vertebra, (c) Sendi

sinovial pada hubungan tulang persendian lutut.

Gambar 2. Macam-macam Sendi di Tubuh Manusia.

5
Gambar 3. 6 Jenis Sendi Sinovial di Tubuh Manusia.

6
1.2. Komponen-Komponen Sendi

Gambar 4. Diagram Anatomi sendi sinovial.

1.2.1. Rawan Sendi

Merupakan permukaan ujung tulang yang bersendi yang

dilapisi oleh lapisan kartilago hyalin sehingga menyediakan

permukaan yang licin dan halus pada tiap ujung tulang dalam

sendi.

7
Gambar 5. Lapisan-lapisan pada struktur rawan sendi.

1.2.2. Diskus Sendi

Sebuah lapisan tipis kartilago fibrosa di antara rawan sendi

yang berfungsi sebagai penyerap tekanan dan tarikan supaya

tersebar merata saat sendi digerakkan.

Gambar 6. Ilustrasi posisi diskus sendi pada sendi Tubero-Mandibular.

8
1.2.3. Meniskus

Suatu lapisan kartilago fibrosa yang ditemukan pada sendi

seperti pergelangan dan lutut. Memiliki fungsi sama seperti diskus

sendi namun memiliki bentuk yang berbeda, yaitu terdapat lubang

di tengahnya.

Gambar 7. Meniskus pada sendi lulut.

1.2.4. Kapsul Sendi

Sebuah dinding yang menyelubungi ujung-ujung tulang

yang bersendi dalam sendi synovial. Terdiri dari 2 lapisan, lapisan

9
luar disebut dinding fibrosa dan lapisan dalam disebut membran

sinovial. Sementara ruangan yang dibentuk di dalamnya disebut

ruang sendi. Membran sinovial memproduksi cairan ke dalam

ruang sendi yang terkomposisi dari serum, filtrat, asam hyaluronat,

proteoglikan, dan SAPL (Surface-Active Phospolipid). Cairan

sinovial ini berfungsi sebagai lubrikan dan mencegah gesekan

tulang saat sendi bergerak.

Gambar 8. Struktur Kapsul Sendi.

10
1.2.5. Bursa dan Sarung Tendon

Pada beberapa sendi sinovial seperti bahu dan lutut,

membrane sinovial memanjang membentuk kantong dan selubung

yang kemudian disebut sebagai bursa dan sarung tendon.

Kedua struktur ini juga mengandung cairan sinovial,

sehingga membentuk struktur dan fungsi sebagai bantalan supaya

struktur disekitar sendi seperti tendon dan tulang tidak

bertumbukan saat sendi digerakkan.

Gambar 9. Posisi struktur bursa-bursa pada sendi lutut.

11
Gambar 10. Struktur sarung tendon pada sendi jari.

1.2.6. Inervasi dan Vaskularisasi

Cabang-cabang saraf tepi menginervasi di sepanjang

permukan dinding fibrosa dari kapsul sendi. Sementara pembuluh

darah berjalan pula di sepanjang dinding kapsul dan kemudian

masuk menembus membran sinovial sampai ke ruang sendi untuk

menyalurkan nutrisi dan resorbsi hasil metabolisme.

12
Gambar 11. Inervasi pada sendi lutut.

Gambar 12. Inervasi pada sendi panggul.

13
Gambar 13. Vaskularisasi pada sendi lutut.

Gambar 14. Vaskularisasi pada sendi panggul.

14
2. Osteoartritis

2.1. Defenisi 6, 7, 8

Osteoartritis atau yang dapat disebut juga osteoarthrosis atau

dapat juga disingkat OA merupakan suatu kondisi kelainan

muskuloskeletal kronis yang terjadi di daerah persendian. Proses

kelainan yang terjadi termasuk jenis degeneratif yang berjalan lambat

akibat penuaan. Sendi yang terkena dalam proses osteoartritis adalah

jenis sendi sinovial. Osteoartritis dicirikan dengan proses degenerasi

struktur rawan sendi, hipertrofi dari bagian tepi tulang yang bersendi,

serta perubahan patologis pada membran sinovial. Hal-hal tersebut

mengakibatkan kerusakan fokal pada sendi, penipisan rawan sendi, dan

terbentuknya osteofit. Diyakini terjadi ketidakseimbangan proses

kerusakan dan proses reparasi sendi akibat berbagai sebab.

Gambar 15. Ilustrasi Sendi dengan Osteoartritis.

15
2.2. Etiologi dan Faktor Resiko 9,10,11

Osteoartritis adalah suatu kelainan heterogen dimana hingga kini

belum diketahui penyebab pastinya. Hal yang berperan mempengaruhi

kondisi ini diduga terdiri dari sekelompok penyakit berbeda yang

tumpang tindih yang terjadi akibat respon terhadap berbagai variasi dari

faktor-faktor biologis dan mekanis yang berbeda pula.

Sebagai contoh faktor-faktor tersebut bisa dari segi usia,

metabolik, genetik, kondisi obesitas, trauma, dan faktor lingkungan yang

lain. Hingga saat ini belum diketahui satu faktor yang bertanggung jawab

sepenuhnya terhadap kejadian osteoartritis.

Berikut ini adalah faktor-faktor resiko yang berperan dalam

kejadian dan keparahan osteoartritis :

Tabel 1. Faktor Resiko Osteoartritis.

Faktor Resiko

Usia  Proses penuaan normal yang terjadi pada individu meningkatkan

keparahan OA.

 27% individu berusia 63-70 memiliki bukti radiografi untuk OA

lutut, dan kemudian meningkat menjadi 44% pada individu

dengan usia lebih dari 80 tahun.

16
Trauma  Trauma ligamen kolateral, meniscal yang robek dan fraktur pada

sendi mendukung resiko untuk terjadi OA dikemudiannya.

 Individu dengan riwayat cidera pada area persendian memiliki

resiko 5-6 kali lebih tinggi untuk berkembang menjadi OA.

Gambar 16. Trauma pada meniskus sendi lutut.

Pekerjaan  Lebih sering terjadi pada individu dengan beban pekerjaan

fisik yang berat.

 Buruh pelabuhan, penambang, dan petani memiliki resiko tinggi

mempunyai OA.

17
Gambar 17. Pekerjaan buruh pelabuhan dengan resiko osteoartritis.

Latihan Fisik  Olahraga dengan energi tinggi dan tarikan kuat diduga

meningkatkan perkembangan OA.

Gambar 18. Olahraga dengan resiko cedera pada persendian.

Jenis Kelamin  Laki-laki dengan usia di bawah 50 tahun memiliki prevalensi dan

dan Etnik. insidensi lebih tinggi terhadap kejadian OA.

 Wanita dengan usia di atas 50 tahun memiliki resiko lebih tinggi

18
terhadap angka kejadian OA (Kondisi menopause diyakini

menjadi pemicu.)

 Perbedaan insiden dan prevalensi tidak terlihat lagi pada usia di

atas 80 tahun.

 Biasanya angka kejadian lebih tinggi di antara ras Asia dan Eropa.

Gambar 19. Wanita dan usia yang lebih tua sebagai factor resiko OA.

Genetik  Pada dasarnya ada individu tertentu dengan genetik yang rentan

terhadap penyakit sendi.

 Anak-anak dengan orang tua yang memiliki riwayat OA di usia

lebih muda beresiko menderita OA.

19
Obesitas  Suatu faktor resiko yang dapat dirubah.

 Memiliki status overweight pada rata-rata usia 36-37 tahun

adalah faktor resiko perkembangan OA lutut.

Gambar 20. Ilustrasi individu dengan obesitas.

Diet  Pada individu dengan kadar vitamin C dan D yang rendah dalam

tubuhnya meningkatkan resiko perburukkan OA sebanyak 3 kali

lipat.

Densitas  Meningkatnya angka densitas tulang diduga dapat

Tulang meningkatkan beban berat yang ditumpu oleh struktur rawan

sendi.

20
2.3. Klasifikasi 12,13,14

Menurut etiologinya osteoartitis dapat diklasifikasikan menjadi OA

primer dan sekunder. OA primer adalah osteoartritis dengan sebab

idiopatik atau belum diketahui secara pasti etiologinya. Jenis OA yang

menyeluruh, kondisi nodus Heberden, dan penyakit poliartikular, dan

kejadian OA pada wanita dengan berat badan berlebih merupakan tipe

OA primer.

Sementara OA dengan kondisi-kondisi faktor resiko tertentu yang

telah diketahui sebelumnya meliputi faktor metabolik seperti ;

acromegali, haemachromatosis, chondrocalcinosis, faktor anatomis

seperti ; dislokasi panggul kongenital, perbedaan panjang tungkai bawah,

nekrosis avaskular, penyakit Legg-Perthes, faktor traumatik seperti ;

fraktur sendi, cidera ligamen dan meniskus, riwayat operasi sendi, dan

faktor inflamatori seperti ; rheumatoid artritis, psoriatic arthropaty and

artritis septik dapat digolongkan sebagai osteoartritis sekunder.

2.4. Lokasi Predileksi 15

Menurut penelitian yang datanya telah dipublikasikan oleh

National Institute for Health and Care Excellence (NICE) didapatkan

lokasi tersering untuk kejadian osteoartritis adalah sendi lutut, panggul,

dan tangan. Biasanya kejadian osteoartritis sering asimetris.

21
2.4.1.1. Sendi Lutut

Gambar 21. Anatomi Sendi Lutut.

Pertemuan dari tulang femur, tibia, dan patella

membentuk sendi lutut yang memberikan kemampuan

gerak jenis engsel. Sendi antara femur dan tibia

memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi, dan sedikit rotasi

tungkai bawah.

Dua kondilus cembung dari ujung femur distal

bersendi dengan kondilus cekung dari ujung tibia proksimal

dirapatkan oleh meniscus lateral dan medial di bagian

22
kanan dan kiri. Untuk menahan dan memperkuat kestabilan

sendi lutut dari bagian anterior dan posterior dipegang oleh

ligament cruciatum anterior dan posterior sementara untuk

bagian medial dan lateral dipegang oleh ligament collateral

medial dan lateral.

Terdapat struktur bursa yang menjadi bantalan

sendi lutut saat bergerak ekstensi yaitu bursa terbesar yang

disebut bursa suprapatellar.

2.4.1.2. Sendi Panggul

Gambar 22. Anatomi Sendi Panggul.

23
Sendi panggul adalah jenis sendi peluru antara

tulang koksa dan kepala femur (caput femoris) dimana

caput femoris bersendi di acetabulum tulang koksa yang

berbentuk cekung seperti mangkuk. Sendi ini mampu

melakukan derajat pergerakan yang banyak seperti fleksi,

ekstensi, abduksi, aduksi, rotasi dan sirkumduksi.

Kapsul sendi pada sendi panggul disebut acetabular

labrum yang melekat dari tepi acetabulum hingga ke leher

femur. 80% vaskularisasi di dapat dari arteri yang berjalan

di ligamen pada caput femoris yang berlokasi di dalam

sendi panggul.

2.4.1.3. Sendi Tangan

Gambar 23. Anatomi Sendi Interphalangeal.

24
Sendi interphalangeal di regio tangan merupakan

jenis sendi engsel yang memungkinkan gerakan fleksi dan

ekstensi dari jari-jari. Ada dua macam sendi menurut

lokasinya yaitu sendi interphalang proksimal (PIJ) dan

distal (DIJ).

Pada bagian dorsal kapsul sendi, tendo ekstensor,

dan kulit lebih tipis sehingga memungkinkan gerakan fleksi

hingga 100o. Sedangkan di bagian palmar struktur lempeng

volar yang terdiri dari material kartilago fibrosa, kondroitin,

dan keratin sulfat dimana material ini lebih kaku untuk

menahan gerakan ekstensi berlebih.

Pada bagian proksimal tengah terdapat struktur

ligament volar yang tidak tebal sehingga fungsi jenis sendi

engsel dapat terjadi lebih fleksibel.

2.5. Patofisiologi 16,17,18,19

Pada keadaan normal sendi akan mengalami remodeling akibat

proses gerakan dan pemakaian sehingga strukturnya tetap sama dan

berfungsi normal. Kelainan yang terjadi pada osteoartritis adalah

kegagalan sistem fisiologi pada sendi untuk mempertahankan

keseimbangan dari perbaikan atas sendi yang mengalami kerusakan

25
secara kronis dan progresif dari waktu ke waktu sehingga menyebabkan

perubahan pada struktur sendi dan gangguan pada fungsinya.

Proses patofisiologi dimulai dengan terganggunya komponen

selular, biokima, dan mekanis pada jaringan sendi akibat berbagai faktor

(faktor resiko). Hal ini menyebabkan proses perbaikan sendi menjadi

abnormal dan remodeling gagal.

Setelah itu proses yang terjadi adalah invasi dari pembuluh darah

sehingga komponen anti-inflamasi (makrofag dan limfosit)

menginfiltrasi ruang sendi dan berperan terhadap terjadinya formasi

kartilago fibrosa yang berlebihan, formasi kista subkondral, dan efusi di

sinovium.

Proses selanjutnya adalah makin meningkatnya respon kalsifikasi

yang kemudian membentuk osteofit dan penebalan struktur tulang

subkondral. Hal-hal tersebut kemudian mendukung degradasi dari

rawan sendi, kartilago hyalin pada akhirnya makin menipis dan ruang

sendi pun makin menyempit memungkinkan tulang antar sendi

bergesekan.

Proses-proses di atas kemudian berperan terhadap gejala cidera

pada sendi akibat hilangnya material yang mendukung pergerakkan

sendi yang seharusnya halus dan tanpa gesekan.

26
Gambar 24. Perbedaan Sendi Normal dengan Sendi Osteoartritis.

3. Pendekatan Diagnostik pada Osteoartritis 20-27

3.1. Anamnesis

Gejala-gejala yang akan dikeluhkan oleh pasien dengan osteoartritis

sangat khas antara lain :

3.1.1. Nyeri pada daerah pesendian yang diperberat dengan aktivitas

sehingga terjadi keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari.

27
3.1.2. Nyeri pada saat menggerakkan persendian sehingga ruang gerak

sendi terasa terbatas.

3.1.3. Persendian terasa kaku atau terkunci jika ingin digerakkan setelah

tidak beraktivitas dalam jangka waktu lama. Disebut juga gelling

phenomenon.

3.1.4. Morning stiffness atau kaku sendi saat bangun tidur pagi hari

dalam durasi waktu < 30 menit.

3.1.5. Perasaan ketidakstabilan pada persendian.

3.2. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tada yang akan ditemukan pada pasien dengan osteoartritis khas

antara lain :

3.2.1. Nyeri saat sendi digerakkan (aktif dan pasif).

3.2.2. Keterbatasan ruang gerak sendi.

28
Tabel 2. Nilai Derajat Range of Motion yang Normal pada Sendi diukur dengan

Goniometer.

Jenis Sendi Jenis Pergerakkan ROM

Normal

Sendi proximal Fleksi-Ekstensi 0-1000

Interphalangeal

Sendi distal Interphalangeal Fleksi-Ekstensi 0-700

Sendi Lutut Fleksi 1350

Ekstensi 00

Rotasi internal 300

Rotasi eksternal 400

Sendi Panggul Fleksi 1200

Ekstensi 300

Abduksi 450

Adduksi 300

Rotasi internal- 450

eksternal

29
Gambar 25. Goniometer.

3.2.3. Krepitasi saat pergerakan sendi.

3.2.4. Ketidakstabilan struktur sendi.

3.2.5. Pembengkakkan pada tepi batas sendi (pada sendi

interphalangeal : nodus Heberden/Bouchard)

30
Gambar 26. Heberden’s dan Bouchard’s nodus.

3.2.6. Deformitas (deformitas varus pada lutut)

Gambar 27. Deformitas varus pada lutut.

31
3.2.7. Muscle wasting (pada otot quadriceps di lutut)

Gambar 28. Muscle wasting pada otot quadriceps di sekitar sendi lutut.

3.3. Pemeriksaan Penunjang

3.3.1. Pencitraan

3.3.1.1. Foto Polos (X-Ray)

Foto x-ray dilakukan dengan posisi pandang Antero-

Posterior (AP) dan posisi pasien berdiri untuk investigasi

pada sendi penopang berat tubuh.

32
Gambaran x-ray yang akan didapatkan biasanya

khas yaitu ; (1) Penyempitan ruang sendi, (2) Sklerosis

dari tulang subkondral, dan (3) Formasi dari osteofit.

Tingkat keparahan osteoartritis bedasarkan

gambaran radiografi dapat diklasifikasikan menurut

skoring Kellgren-Lawrence.

Gambar 29. Gambaran Radiologi Osteoartritis pada Sendi Lutut.

33
Gambar 30. Gambaran Radiologi Osteoartritis pada Sendi Panggul.

Gambar 29. Gambaran Radiologi Osteoartritis pada Sendi Interphalangeal.

34
Tabel 3. Skoring Kellgren-Lawrence.

3.3.1.2. CT dan MRI

Pencitraan menggunakan modalitas CT dan MRI

tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis osteoartritis

kecuali ada dugaan kuat terhadap kerusakan jaringan

lunak penyokong di sendi ; eg: robeknya meniskus akibat

trauma sendi.

35
3.3.2. Laboratorium

3.3.2.1. Penanda Radang

Pemeriksaan terhadap penanda radang seperti rasio

sedimentasi eritriosit dan kadar C-Reactive Protein tidak

efektif karena pada osteoartritis kadarnya ditemukan

normal.

3.3.2.2. Panel Rheumathoid

Panel rheumatoid seperti Antinuclear Antibody

(ANA), faktor rheumatoid, asam urat, rasio sedimentasi

eritrosit, dan serologi Lyme tidak diindikasikan untuk

diperiksa kecuali terdapat riwayat penyakit autoimun dan

peradangan pada sendi.

36
4. Penatalaksanaan Osteoartritis 28-85

4.1. Terapi Non-Farmakologis

4.1.1. Edukasi

Penjelasan kepada pasien tentang natural dari penyakit

osteoartritis, faktor-faktor resikonya, dan menyarankan

perbaikan pola hidup agar dapat memodifikasi faktor resiko

seperti obesitas dan menghindari cedera olahraga ataupun

pekerjaan fisik.

4.1.2. Program Penurunan Berat Badan

Pasien dengan status berat badan overweight (BMI = 25,1-

29,9) diharuskan menurunkan berat badan dengan tujuan

meringankan beban sendi penopang berat tubuh dan

mengurangi gejala nyeri. Penurunan berat badan sebanyak 5%

hingga senilai 6 kg secara signifikan dapat mengurangi nyeri

dan hendaya gerakan.

37
4.1.3. Fisioterapi

4.1.3.1. Program Latihan Fisik

Latihan ruang gerak sendi untuk pemeliharan fungsi

gerak sendi, serta latihan penguatan otot-otot sekitar sendi

untuk mencegah kemunduran massa otot.

Serta dapat pula dilakukan latihan fisik aerobik

seperti berjalan, bersepeda, dan berenang untuk menjaga

mobilitas sendi tanpa memaksakan menopang berat tubuh.

Latihan fisik aerobik selama 30 menit selama 3 hari

dalam seminggu dinilai cukup baik untuk perbaikan

mobilitas sendi.

Gambar 30. Contoh-contoh latihan aerobik.

38
4.1.3.2. Perlindungan Sendi

Dapat dilakukan dengan menggunakan tongkat

bantu berjalan di sisi kontralateral dari yang terkena

osteoartritis.

Gambar 31. Tongkat bantu berjalan.

Penggunaan sepatu penyerap guncangan, penyangga

sendi lutut dan lain-lain dapat membantu

mempertahankan stabilitas sendi.

Gambar 32. Contoh sepatu penyerap guncangan.

39
4.1.3.3. Modalitas Pereda Nyeri

Modalitas yang dapat digunakan dan efektif adalah

termal atau suhu panas, dapat digunakan hot packs atau

penyinaran dengan ultrasound pada area OA dengan

tingkat panas minimal untuk memperbaiki aliran darah ke

sendi selama 15-20 menit dapat meredakan nyeri, serta

meningkatkan kembali fleksibilitas.

Sementara terapi dengan modalitas dingin seperti

dengan balutan ice packs selama 20 menit 5 hari per

minggu dalam 2 minggu dapat meredakan tanda

peradangan sendi.

Gambar 33. Cold-hot pack untuk lutut.

40
4.2. Terapi Farmakologis

4.2.1. Oral

4.2.1.1. Analgesia Sederhana

Analgesia sederhana seperti acetaminophen atau

paracetamol dapat diberikan setiap hari dengan dosis maksimal

4g/hari dalam dosis terbagi. Paracetamol dapat membatu

meredakan nyeri sendi secara cepat dengan efek samping

terhadap gastrointestinal yang lebih rendah dari golongan

NSAID. Hal yang harus diperhatikan adalah fungsi hepar untuk

memantau toksisitas obat.

4.2.1.2. NSAID dan COX-2 NSAID

Jenis obat-obatan NSAID memiliki efektifitas tinggi dalam

pengobatan gejala akut nyeri dalam osteoartritis namun efek

samping terhadap gastrointestinalnya cukup tinggi. Maka

pemberian bersama dengan golongan obat penghambat pompa

protein ataupun ataupun antihistamin reseptor 2 (omeprazole

20-40 mg/hari atau ranitidine 150-300 mg/hari). Hal yang

perlu dipantau selain efek samping gastrointestinal adalah

tekanan darah, fungsi hepar, dan ginjal.

41
4.2.1.3. Opioid

Pilihan golongan opioid dapat digunakan ketika golongan

analgesia sederhana dan NSAID tidak dapat meredakan keluhan

akut nyeri pada persendian. Pilihan obat opioid lemah yang

dapat digunakan seperti tramadol 400 mg/ hari dalam dosis

terbagi.

Tabel 4. Dosis Obat-obatan Oral dalam Pengobatan OA.

42
43
4.2.2. Injeksi Intra-artikular

4.2.2.1. Injeksi Kortikosteroid

Para klinisi telah menggunakan injeksi kortikosteroid intra

maupun peri-artikular selama 50 tahun terakhir sebagai terapi

berbagai macam penyakit radang sendi. Berdasar pada literatur

dan penelitian yang telah menunjukkan prognosis jangka

panjang yang baik terhadap sendi dengan injeksi kortikosteroid

intra-artikular dibanding yang tidak dilakukan injeksi.

Tabel 5. Indikasi Pemberian Injeksi Kortikosteroid Intra-artikular.

44
Cabang rantai ester dari jenis methylprednisolone atau

triamcinolone adalah agen kortikosteroid yang terpilih sebagai

komposisi paling baik dalam suntikan intra-artikular. Penelitian

tentang farmakokinetik kortikosteroid menunjukkan

triamcinolone hexacetonide adalah ester kortikosteroid yang

paling larut dan mampu bertahan lama dalam ruang sendi

selama kurang lebih 2-3 minggu.

Tabel 6. Formula Kortikosteroid untuk Injeksi Intra-artikular.

45
Tabel 7. Volume Injeksi Kortikosteroid Intra-artikular Per-Sendi.

Menurut literatur injeksi kortikosteroid intra-artikular

dapat bereaksi menurunkan reaksi radang dengan menekan

ekspresi genetik dan sintesis protein pro-radang. Sehingga

efeknya sangat membantu dalam mengurangi nyeri, kekakuan

dan radang pada struktur dalam sendi maka fungsi gerakan

yang mulus dari sendi dapat dikembalikan secara sementara.

Kontraindikasi dari injeksi kortikosteroid intra-artikular

adalah bila terbukti ditemukan infeksi di dalam sendi. Untuk

efek samping penggunaannya dilaporkan lebih sedikit

46
dikarenakan target lokasi injeksi yang lokal dan tidak sistemik.

Namun untuk mencegah efek samping yang tidak diinginkan

penyuntikkan dibatasi 4 kali atau kurang setiap tahunnya.

Tabel 8. Kontraindikasi dalam Injeksi Kortikosteroid Intra-artikular.

Efek samping dari injeksi kortikosteroid intra-artikular

yang dilaporkan walaupun angka kejadiannya cukup sedikit

antara lain adalah; serangan nyeri pos injeksi (2-4%),

pigmentasi jaringan dermis (1%), alergi kulit (1-8%), nekrosis

avascular, dan gangguan biokimia rawan sendi itu sendiri.

47
Jadi injeksi kortikosteroid seperti triamcinolone atau

methylprednisolone langsung ke dalam ruang sendi dapat

meringankan gejala nyeri serta kaku dan bertahan dalam waktu

sementara yaitu sekitar 2-3 minggu.

Setelah penyuntikkan pasien disarankan istirahat 24-48

jam. Penyuntikkan berikutnya dapat dilakukan setelah paling

tidak 3 bulan setelah injeksi yang pertama.

4.2.2.2. Injeksi Asam Hyaluronat

Asam hyaluronat adalah komponen uatama dalam cairan

sendi sinovial yang diproduksi oleh sinoviosit tipe B, fibroblast,

dan kondrosit. Asam hyaluronat memiliki fungsi lubrikasi untuk

gerakan lambat seperti untuk gerakan berjalan. Selain itu

memiliki fungsi penyerap guncangan dan pertahanan elastisitas

untuk gerakan kuat dan cepat seperti berlari atau melompat.

Fungsi lain asam hyaluronat berguna untuk menyalurkan

nutrisi dan transmisi sinyal ke rawan sendi.

Asam hyaluronat yang alami memiliki berat molekular

sebesar 4-10 juta Dalton dan konsentrasinya dalam cairan sendi

kurang lebih 0,35gr/100ml. Dengan berat molecular dan

48
konsentrasi tersebut cairan sinovial memiliki kekentalan, fungsi

lubrikasi, dan fungsi elastisitas dalam mempertahankan

gerakan sendi yang halus.

Pada keadaan patologis seperti pada osteoarthritis terjadi

degradasi dari sel produsen asam hyaluronat sehingga berat

molekul dan konsentrasinya menurun atau mengalami dilusi.

Pada kondisi ini fungsi lubrikasi dan elastisitas menjadi

terganggu serta permukaan sendi menjadi rentan tergesek dan

rusak. Maka hal ini menjadi dasar pengembangan pemberian

suplemen asam hyaluronat buatan yang langsung di injeksikan

ke dalam ruang cairan sendi. Telah dilaporkan efektifitas klinis

dari suplementasi asam hyaluronat ini mampu bertahan hingga

beberapa bulan.

Indikasi pemberian injeksi asam hyaluronat intra-artikular

adalah pada penderita ostreoatritis yang tidak dapat

mentoleransi lagi obat-obatan oral, dan memiliki skoring

Kellgren-Lawrence kelas I-III. Sementara kontraindikasi-nya

adalah pada pasien dengan hipersensitifitas terhadap

komponen sediaan suplemen asam hyaluronat (putih telur) dan

memiliki skoring Kellgren-Lawrence IV ditambah memiliki

penyakit musculoskeletal lain seperti RA, psoriasis, rematik

asam urat , dan kondrokalsinosis.

49
Sediaan dari suplemen asam hyaluronat yang ada, memiliki

berat molekul yang berbeda-beda dengan efek terapi yang

dilaporkan berbeda pula. Semakin tinggi berat molekul dari

suplemen tersebut makin baik fungsi restorasi sendinya.

Kini telah ditemukan dan diaplikasikan sumplemen asam

hyaluronat dengan berat molekul 6-7juta Dalton (Hyagalan G-

F20) dengan kemampuan bertahan di ruang sendi yang cukup

lama. Suplemen asam hyaluronat jenis ini, selain

mengembalikan fungsi lubrikasi dan elastisitas dapat pula

memberikan efek anti radang dengan menurunkan

Prostalglandin E 2 dan Bradikinin, sehingga dapat meringankan

efek nyeri. Dilaporkan perbaikan dalam segi fungsi, bervariasi

antara 9-32% sementara untuk perbaikan rasa nyeri mencapai

28-54%.

Penyuntikkan intra-artikular dilakukan 4-5 kali dalam

beberapa minggu. Efek akan mulai dirasakan pada minggu-

minggu pertama setelah penyuntikkan awal, sementara akan

mencapai puncaknya pada minggu ke-5 sampai ke-9. Dan efek

fleksibilitas sendi ini dapat bertahan hingga 6-12 bulan.

Penyuntikkan dapat diulang setiap 1 tahun.

50
Tabel 9. Volume cairan sinovial tiap sendi dalam tubuh.

4.2.3. Suplemen Glukosamin dan Chondroitin

Konsumsi suplemen glukosamin sulfat bersama chondroitin

sulfat terbukti dapat memberikan perbaikan terhadap gejala

osteoartritis setelah 4 minggu pemberian.

Glukosamin sulfat dapat diberikan sebanyak 1500 mg/hari

sedangkan chondroitin sulfat sebanyak 1200 mg/hari dalam dosis

terbagi. Suplemen ini diyakini sebagai pereda nyeri dan

memberikan restorasi di dalam sendi.

51
Namun hingga saat ini belum terdapat bukti penelitian

glukosamin dan chondroitin dapat memperbaiki kerusakan sendi

yang diakibatkan proses osteoartritis.

4.2.4. Obat Topikal

4.2.4.1. Gel NSAID

Obat topikal berupa gel diclofenac atau eltanac dipercaya

dapat mengurangi sintesis prostalglandin lokal pada sendi

untuk mengurangi radang walaupun bukti penelitiannya masih

sedikit.

Gel ini diserap langsung oleh kulit ke jaringan di bawahnya

sehingga dosis terkonsentrasi di lokasi sendi dan meminimalisir

efek samping sistemik.

Pengaplikasian 4 kali selama 1 menit setiap kalinya selama

3 minggu dilaporkan dapat mengurangi tanda peradangan.

Namun jika terdapat efek samping seperti kemerahan kulit,

kulit kering dan gatal penggunaan gel ini dapat dihentikan.

52
4.2.4.2. Krim Capsaicin

Pengaplikasian krim capsaicin lokasi sendi osteoartritis

dilaporkan dapat meredakan sensasi nyeri melalui efek

hambatan terhadap transmisi saraf sensori walaupun belum

banyak bukti yang dapat mendukung efektifitasnya.

4.3. Terapi Operatif

Individu penderita osteoartritis dengan keluhan nyeri yang tidak

kunjung membaik dan terjadi terus-menerus serta telah mengalami

perburukan dalam keterbatasan aktivitas sehari-hari walaupun telah

menerima terapi konservatif non-farmakologis dan obat-obatan

sebelumnya dapat diindikasikan untuk menjalani tindakan operatif.

Terapi operatif yang paling efektif dengan angka keberhasilan

tertinggi adalah operasi Total Joint Replacement. Pada operasi ini

struktur sendi yang telah rusak digantikan dengan material prostetik

terbuat dari besi dan plastik yang memiliki kemampuan dan fungsi sama

dengan struktur sendi.

Operasi yang sukses menghasilkan perbaikan dari gejala nyeri

sepenuhnya diikuti perbaikan fungsi gerakan sendi yang hampir sebaik

normal. Biasanya operasi disarankan 5 tahun setelah terdiagnosis

53
osteoartritis terutama pada sendi penopang tubuh, durasi efektifitas

terapi ini dapat mencapai 15 tahun tergantung aktifitas fisik individu.

Gambar 33. Ilustrasi proses total joint replacement pada sendi lutut.

Gambar 34. Hasil Joint Replacement pada Sendi Lutut.

54
Gambar 35. Ilustrasi proses total joint replacement pada sendi panggul.

Gambar 36. Joint Replacement pada Sendi Panggul.

55
Gambar 37. Ilustrasi proses total joint replacement pada sendi interphalangeal.

Gambar 38. Joint Replacement pada Sendi Tangan.

56
5. Prognosis 86,87

Terdapat variasi yang luas tentang perkembangan dan progresi dari

penyakit osteoartritis pada tiap individu penderitanya. Maka prognosis dari

kondisi ini pun bervariasi tidak hanya dari lokasinya namun juga secara

personal individu tentang kualitas hidup sehari-harinya.

Secara umum telah diketahui osteoartritis adalah penyakit yang kronis

dimana tanpa terapi, pasti terjadi perburukan gejala dan fungsi sendi.

Jika menurut lokasi kejadiannya prognosis osteoartritis dapat berbeda-

beda. Pada sendi tangan didapatkan prognosa yang baik dimana fungsi sendi

dapat kembali normal. Sementara osteoartritis sendi panggul memiliki

prognosa yang buruk jika proses penyakitnya telah dimulai. Pada sendi lutut

prognosa sangat variatif, didapati sepertiga akan sembuh dan mengalami

perbaikan gejala, sepertinga lainnya hanya melaporkan sedikit perbaikan,

dan sepertiga sisanya melaporkan sama sekali tidak ada perbaikan.

Hingga saat ini terapi operatif joint replacement masih menjadi pilihan

terbaik dan terefektif untuk memperbaiki gejala dan hendaya osteoartritis.

57
BAB III

KESIMPULAN

Osteoartritis adalah salah satu tipe tersering dari radang sendi yang

merupakan kelainan degeneratif. Osteoartritis dapat menyebabkan hendaya

dalam rutinitas sehari-hari dan pekerjaan. Osteoartritis dicirikan dengan

kerusakan sendi yang kronik dan progresif dengan ditemukan menipisnya

struktur rawan sendi. Individu dengan osteoartritis akan menderita nyeri pada

daerah persendian yang membatasi ruang geraknya untuk beraktivitas.

Osteoartritis biasanya muncul pada sendi penopang berat tubuh seperti sendi

lutut dan panggul, namun dapat juga terjadi pada sendi lain seperti sendi-sendi

pada tangan. Penyebab osteoartritis sangat multifactorial dan hingga kini belum

diketahui secara pasti etiologinya. Maka modalitas pemeriksaan penunjang yang

efektif untuk identifikasi pun belum ditemukan.

Secara umum tatalaksana dari osteoartritis adalah untuk mengurangi

gejala dan memperbaiki hendaya. Terapinya terbagi dalam terapi non-

farmakologis, farmakologis, dan operatif. Terapi operatif diperuntukkan bagi

individu penderita osteoartritis yang gagal diperbaiki kondisinya dengan terapi

medis lain dan hendaya dalam fungsi sehari-harinya dikeluhkan menurunkan

kualitas hidup. Jenis terapi farmakologis yang ditujuankan untuk meredakan

gejala-gejala osteoartritis terbatas efektifitasnya karena adanya efek toksisitas

dan efek samping dari obat-obatan oral tersebut. Sementara, pengobatan

osteoartitis diperlukan dalam jangka waktu lama dan dibutuhkan oleh populasi

58
individu dengan usia rata-rata di atas 60 tahun dimana usia tersebut juga rentan

terhadap toksisitas obat. Maka terapi farmakologis yang dikombinasi dengan

perubahan gaya hidup seperti olahraga, penurunan berat badan, dan fisioterapi

(terapi non-farmakologis) menjadi sangat berguna.

Hingga kini masih terus dilakukan penelitian untuk menemukan

tatalaksana yang lebih efektif dan dapat memperlambat hingga menghentikan

proses kerusakan pada penyakit osteoartritis.

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Jordan KM, Arden NK, Doherty M, Bannwarth B, et al. EULAR Recommendations

2003: An Evidence Based Approach to the Management of Knee Osteoarthritis:

Report of a Task Force of the Standing Committee for International Clinical

Studies Including Therapeutic Trials (ESCISIT). Ann Rheum Dis. 2003; 62:1145-

1155.

2. Altman RD, Hochberg MC, Moskowitz RW, Schnitzer TJ. Recommendations for

the medical management of Osteoarthritis of the hip and knee. Arthritis and

Rheumatism. 2000; 43(9) 1905-1915.

3. Haq I, Murphy E, Darce J. Osteoarthritis. Postgrad Med J 2003; 79:377-383.

4. Wolf AD, Pfleger B. Burden of Major Musculoskeletal Conditions. Policy and

Practice. Special Theme-Bone and Joint Decade 2000-2010. Bulletin of the World

Health Organization 2003, 81 (9): 646-656.

5. Aprevea Education, team. Modul 5 : Skeletal System. Anatomy and Physiology

Revealed. McGraw Hill 2014, 7 :171-191.

6. Dawson, J Fitzpatrick, R., Fletcher, K. Wilson, R. (2004) 'Osteoarthritis Affecting

the Hip and Knee', in A Stevens, J Raftery, J Mant and S Simpson (eds.), Health

Care Needs Assessment. Oxford: Radcliffe Publishing, 2004, pp 549-634

7. Eyre DR. (2004) ‘Collagens and cartilage matrix homeostasis’ in Clin Orthop

Relat Res. 2004:S118-22.

8. NCCCC - National Collaborating Centre for Chronic Conditions. Osteoarthritis:

national clinical guideline for care and management in adults. London: Royal

College of Physicians, 2008.

60
9. Oben, J. Enonchong, E. Kothari, S. (2009) ‘Phellodendron and Citrus extracts

benefit joint health in osteoarthritis patients: a pilot, double-blind, placebo-

controlled study’ Nutr J. 2009; 8: 38

10. Felson DT, Zhang Y, Anthony JM, Nainark A, Anderson AJ. Weight loss reduces

the risk for symptomatic knee OA in women : the Framingham study. Ann Intern

Med 1992; 116:535-39

11. Jordan JM, Kingston RS, Lane NE, Nevitt MC et al., Systemic risk factors for

osteoarthritis. In Felson DT, conference chair. Osteoarthritis: new insights. Part

1: The Disease and its risk factors. Ann Intern Med. 2000; 133:637-639.

12. Mankin HJ, Brandt KD, Schulman LE. Workshop on Etiopathogenesis of OA.

Proceedings and Recommendations. J Rheumatol 1986; 13:1130-60

13. Kellgen JH, Moore R. Generalized OA and Heberden’s nodes. Br Med J 1962;

1:181-87

14. Egger P, Cooper C, Hart PJ, Doyle DV, Coggon D, Spector TD. Patterns of joint

involvement in OA of the hands: the Chingford study. J Rheumatol 1995;

22:1509-13

15. NCCCC - National Collaborating Centre for Chronic Conditions. Osteoarthritis:

national clinical guideline for care and management in adults. London: Royal

College of Physicians, 2008 accessed at www.nice.org January 2010

16. Lim KKT. Osteoarthritis. In Howe HS, Feng PH eds. Textbook of Clinical

Rheumatology. Singapore National Arthritis Foundation, 1997; 277-293

17. Bullough PG. Osteoarthritis and Related Disorders in Rheumatology. In Klippel

JH, Dieppe PA, eds. Rheumatology, 2nd Edition. London: Mosby, 1998; 8.1 - 8.8

18. Hinton R, Moody RL , Davis AW. Am Fam Physician. 2002;65:841-848.

19. Goldring SR , Goldring MB . J Musculoskelet Neuronal Interact. 2006; 6:376-378..

61
20. Manek NJ, Lane NE. Osteoarthritis: current concepts in diagnosis and

management. Am Fam Physician. 2000;61(6):1795-1804.

21. Jackson BR. The dangers of false-positive and false-negative test results: false-

positive results as a function of pretest probability. Clin Lab Med.

2008;28(2):305-319.

22. Lichtenstein MJ, Pincus T. How useful are combinations of blood tests in

“rheumatic panels” in diagnosis of rheumatic diseases? J Gen Intern Med.

1988;3(5):435-442.

23. Guidelines for the initial evaluation of the adult patient with acute

musculoskeletal symptoms. American College of Rheumatology Ad Hoc

Committee on Clinical Guidelines. Arthritis Rheum. 1996;39(1):1-8.

24. Doherty M, Jones, A. Cawston, T. (2004) ‘Osteoarthritis’ in Maddison, P. Isenberg,

D. Woo, P and Glass, D. (Eds.) ‘Oxford textbook of Rheumatology’ Oxford

University Press: Oxford

25. Kokebie R and Block JA. (2008) "Managing osteoarthritis: Current and future

directions". Journal of Musculoskeletal Medicine.

26. Lawrence J. (1977) ‘Rheumatism in populations’ Heinemann, London

27. O'Reilly, S. and Doherty, M. (2003) Chapter 8: Signs, symptoms, and laboratory

tests. In: Brandt, K., Doherty, M. and Lohmander, S. (Eds.) Osteoarthritis. 2nd edn.

Oxford: Oxford University Press.

28. Altman R, Hochberg M Moskowitz et al. The ACR Recommendations for the

Medical Management of Osteoarthritis of the Hip and Knee, 2000 update.

Arthritis Rheum 2000; 43:1905-15

29. Pendleton A, Arden N, Dougados M et al. EULAR Recommendations for the

Management of Knee Osteoarthritis. Ann Rheum Dis 2000; 59:936-44

30. Felson DT. Weight and Osteoarthritis. J.Rheumatol.1995; 43:7-9

62
31. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoarthritis, 2nd

Edition, Professional Communication Inc, 2000; 122-25

32. Deyle GD, Henderson NE, Matekel RL, Ryder MG, Garber MB, Allison SC.

Effectiveness of manual physical therapy and exercise in osteoarthritis of the

knee. A randomised, controlled trial. Annals Intern Med 2000; 132:173-81

33. Van Baar ME, Assendelf WJJ, Dekker J, Oostendorp RAB, Bulsma JWJ.

Effectiveness of exercise therapy in patients with osteoarthritis of hip or knee.

Arthritis and Rheumatism 1999; 42:1361-69

34. Ettinger WH, Burns R, Messier SP, Applegate W, Rejeski WJ, Morgan T, et al. A

randomised trial comparing aerobic exercise and resistance exercise with a

health education programme in older adults with knee osteoarthritis. JAMA

1997; 277(1): 25-31

35. Neumann DA. Hip abductor muscle activity as subjects with hip prostheses walk

with different methods of using cane. Physical Therapy 1998; 78(5):490-501.

36. Komistek RD, Dennis DA, Northcut EJ, Wood A. An vivo analysis of effectiveness

of the osteoarthritic knee brace during heel strike of gait. J Arthroplasty 1999

Sep; 14(6): 738-42.

37. Hewett TE, Noyes FR, Barber-Westin SD, Heckmann TP. Decrease in knee joint

pain and increase in function in patients with medial compartment arthrosis: a

prospective analysis of valgus bracing. Orthopedics 1998; 21(2): 131-38

38. Binette M, et al. Valgus bracing for isolated medial compartmental osteoarthritis

of the knee. [abstract]. American Academy of Orthopaedic Surgeons 68th Annual

Meeting; 2001 Feb 28 - Mar 4; San Francisco

39. Cushnaghan J, McCarthy C, Dieppe P. Taping the patella medially : a new

treatment for osteoarthritis of the knee joint. Br Med J 1994; 308:753-55

63
40. Osiri M, Welch V, Brosseau L, Shea B, McGowan J, Tugwell P, Wells G.

Transcutaneous electrical nerve stimulation for knee osteoarthritis (Cochrane

Review). In: The Cochrane Library, 4, 2000. Oxford: Update Software

41. Jeanne L. Melvin,O.T.R. Rheumatic Disease Occupational Therapy and

Rehabilitation, 2nd Edition. F.A. Company, Philadelphia, USA 1982

42. Donohue WO, Rasner LK. Handbook of Psychological Skills Training-Clinical

Techniques and Application. Ally and Bacon 1995; p.306-08

43. Brandt KD. Should osteoarthritis be treated with nonsteroidal anti-inflammatory

drugs? Rheum Dis Clin North Am 1993; 19:697-712.

44. Williams HJ, Ward JR, et al. Comparison of naproxen and acetamenophen in a

two- year study of treatment of osteoarthritis of the knee. Arthritis Rheum 1993;

36:1196-1206.

45. Bradly JD, Brandt KD, Katz BP, Kalasinki LA, Ryan SL. Comparison of an

inflammatory dose of ibuprofen, an analgesic dose of ibuprofen, and

acetaminophen in the treatment of patients with osteoarthritis of the knee. N

Engl J Med 1991; 325:87-91.

46. Moreland LW, St. Clair EW. The use of analgesics in the management of pain in

rheumatic diseases. Rheum Dis Clin North Am 1999; 25:153 -82.

47. Spiller HA, Gorman SE. Villalobos D, et al. Prospective multi-center evaluation of

tramadol exposure. J Toxicol Clin Toxicol 1996; 34: 578-79.

48. British National Formulary. British Medical Association, Royal Pharmaceutical

Society of Great Britain, 2001; 42; 470

49. Singh G, Ramey DR. NSAID induced gastrointestinal complication-The ARAMIS

perspective-1997. J Rheumatol 1998; 25 Suppl 51:8-16.

50. Gabriel SE, Jaakkimainen L, Bombardier C. Risk factors for serious

gastrointestinal complications related to use of non-steroidal anti-inflammatory

drugs. A meta-analysis. Ann Intern Med 1991; 115: 787-96.

64
51. Lancaster-Smith MJ, Jaderberg MR, Jackson DA. Ranitidine in the treatment of

non-steroidal anti-inflammatory drug associated gastric and duodenal ulcers.

Gut 1991; 32:252-6.

52. Hawkey CJ, Karrasch JA, Szczepanski L, et al. Omeprazole compared with

misoprostol for ulcers associated with with non-steroidal anti-inflammatory

drugs. N Engl J Med 1998; 338:727-34.

53. Ehsanullah RS, Page MC, Tildesley G, Wood JR. Prevention of gastroduodenal

damage by nonsteroidal anti-inflammatory drugs: controlled trial of ranitidine.

BMJ 1988; 297:1017-21.

54. Taha AS, Hudson N, Hawkey CJ, et al. Famotidine for the prevention of gastric

and duodenal ulcers caused by non-steroidal anti-inflammatory drugs. N Engl J

Med 1996; 334:1435-9.

55. Silverstein FE, Graham DY, Senior JR, et al. Misoprostol reduces serious

gastrointestinal complications in patients receiving non-steroidal anti-

inflammatory drugs. Ann Int Med 1995; 123: 241-9.

56. Guidance on the use of COX 2 selective inhibitors, celecoxib, rofecoxib,

meloxicam and etodolac for osteoarthritis and rheumatoid arthritis. Technology

Appraisal no. 27, July 2001. National Institute of Clinical Excellence, NHS, U.K.

57. Schoenfield P. Gastrointestinal safety profile of meloxicam : A meta-analysis and

systematic review of randomized controlled trials. The American Journal of

Medicine 1999; 107(6A): 48S- 54S

58. Silverstein FE, Faich G, Goldstein JL, et al. Gastrointestinal toxicity with celecoxib

vs NSAIDs for osteoarthritis and rheumatoid arthritis. The CLASS study : A

randomized controlled trial. JAMA 2000; 284:1247-55

59. Bombardier C, Laine L, Reicin A et al. Comparison of upper gastrointestinal

toxicity of rofecoxib and naproxen in patients with rheumatoid arthritis. New

Engl J Med 2000; 343:1520-28

65
60. Bradley JD, Brandt KD, Katz BP, et al. Comparison of an anti-inflammatory dose

of ibuprofen, an analgesic dose of ibuprofen, and acetaminophen in the

treatment of patients with osteoarthritis of the knee. N Engl J Med 1991; 325:87-

91

61. Black D, Tuppen J, Heller A. NSAID withdrawal in elderly patients. J Am Geriatr

Soc 1991; 39:52

62. Brandt KD. The role of analgesics in the management of osteoarthritis pain. Am J

Therapeutics 2000; 7:75-90

63. Griffin MR, Ray WA, Schaffner W. Nonsteroidal anti-inflammatory drug use and

death from peptic ulcer in elderly persons. Ann Intern Med 1988; 109:359-63

64. Griffin MR, Piper JM, Daugherty JR, Snowden M, Ray WA. Nonsteroidal anti-

inflammatory drug use and increased risk for peptic ulcer disease in elderly

persons. Ann Intern Med 1991; 114:257-63

65. Epstein M. Aging and the kidney. J Am Soc Nephrol. 1996; 7:1106-22

66. Heerdink ER, Leufkens HG, Herings RM, et al. NSAIDs associated with increased

risk of congestive heart failure in elderly patients taking diuretics. Arch Intern

Med. 1998; 158:1108-12

67. Sathapatayavongs B, Jones HE, Bacon PA, Ring EF, Dieppe PA. Intra-articular

steroids in osteoarthritis. Rheumatol Rehabil. 1980; 19(4): 212-17

68. Friedman DM, Moore ME. The efficacy of intra-articular steroids in

osteoarthritis: a double-blind study. J Rheumatol. 1980; Nov-Dec; 7(6): 850-56

69. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoarthritis, 2nd

Edition, Professional Communication Inc, 2000; 223

70. Altman RD, Moskowitz R. Intraarticular sodium hyaluronate (Hyalgan) in the

treatment of patients with osteoarthritis of the knee: a randomized clinical trial.

Hyalgan Study Group. J Rheumatol.1998, 25:2203-12

66
71. Wobig M, Dickhut A, Maier R, Vetter G. Viscosupplementation with hylan G-F 20:

a 26-week controlled trial of efficacy and safety in the osteoarthritic knee. Clin

Ther. 1998; May-Jun; 20(3): 410-23

72. Moore RA, Tramer M, Carroll D, et al. Quantitative systemic review of topically

applied non steroidal anti-inflammatory drugs. BMJ. 1998; 316:333-38

73. Reginster JY, Deroisy R, Rovati LC at el: Long-term effect of glucosamine sulphate

on osteoarthritis progression: a randomised, placebo-controlled clinical trial.

Lancet 2001; 357:251-56

74. McAlindon TE, La Valley MP, Gulin JP, Felson DT. Glucosamine and chondroitin

for treatment of osteoarthritis. a systemic quality assessment and meta-analysis.

JAMA . 2000; 282:1469-75

75. Bliddal H., Rosetzky A, Schlichting P., Weidner MS , Andersen LA, Ibfelt HH,

Christensen K., Jensen O.N. and Barslev J. A randomized, placebo controlled,

cross-over study of ginger extracts and ibuprofen in osteoarthritis.

Osteoarthritis and Cartilage. 2000; 8:9-12

76. BM Berman, BB Singh, L.Lao, P.Langenberg, H.Li, V. Hadhazy, J. Bareta, M.

Hochberg. A randomised trial of acupuncture as an adjunctive therapy in

osteoarthritis of the knee. Rheumatology 1999; 38:346-54

77. Long L, Ernest S Homeopathic remedies for the treatment of osteoarthritis; a

systemic review. British Homeopathic Journal 2001; 90:37-43

78. Little CV, Parson T, Logan S. Herbal therapy for treating osteoarthritis (Cochrane

Review). The Cochcrane Library, 3, 2001. Oxford: Update Software

79. Goldman RT, Scuderi GR, Kelly MA. Arthroscopic treatment of the degenerative

knee in older athletes. Clin Sports Med 1997; 16:51-68

80. McGinley BJ, Cushner FD , Scott WN. Debridement arthroscopy-10 year follow-

up. Clin Orthop 1999; 367:190-94

67
81. Noyes FR, Barber-Westin SD. Arthroscopic assisted allograft anterior cruciate

ligament reconstruction in patients with symptomatic arthrosis.

Arthroscopy.1997; 13:24-32

82. Insall JN, Joseph DM, Msika C: High tibial osteotomy for varus gonarthosis . A

long term follow-up study. J Bone and Joint Surg. Sept 1984; 55-A:23-48

83. Heck DA, Marmor L, Gibson A, Rougraff BT. Unicompartmental knee

arthroplasty: a multicenter investigation with long term follow-up evaluation.

Clin Orthop. 1993; 286:154-59

84. Murray DW, Goodfellow JW, O’Connor JJ. The Oxford knee arthroplasty. A ten

year survival study. J Bone Joint Surg (Br) 1998; 80-B:983-89

85. NIH. Total hip replacement. NIH Consensus Statement 1994;12:1-31

86. Hunter D. (2007) ‘In the Clinic:Osteoarthritis’ Annals of Internal Medicine

47:ITC8-2

87. Hunter D. (2009) ‘Focusing osteoarthritis management on modifiable risk

factors and future therapeutic prospects’ Ther Adv Musculoskel Dis 1(1) 35:47

68

Anda mungkin juga menyukai