Anda di halaman 1dari 45

KARYA TULIS ILMIAH

PENGGUNAAN MINUMAN HERBAL JAHE MADU UNTUK


KENYAMANAN DAN KENYENYAKAN TIDUR AN. N
UMUR 4 TAHUN 4 BULAN SELAMA MENGALAMI
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
DI BPM HARIYATI ADIMULYO KEBUMEN

Diajukan Untuk Memenuhi Jenjang Pendidikan


Diploma III Kebidanan

Disusun Oleh :
NANDA NUR AINI
B1301073

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH GOMBONG
2016

ii
ii
iii
iv
KARYA TULIS ILMIAH

PENGGUNAAN MINUMAN HERBAL JAHE MADU UNTUK


KENYAMANAN DAN KENYENYAKAN TIDUR AN. N
UMUR 4 TAHUN 4 BULAN SELAMA MENGALAMI
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN DI BPM
HARIYATI ADIMULYO KEBUMEN1
Nanda Nur Aini2, Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH3

INTISARI

Latar Belakang: ISPA merupakan penyakit yang sering dialami oleh balita.
ISPA dapat menyebabkan masalah diantaranya yaitu gangguan tidur. Hal ini
menyebabkan tidur menjadi tidak berkualitas sehingga membuat ibu khawatir
dengan keadaan anaknya. Tidur diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak balita. Apabila anak tidak mendapat tidur yang cukup, dia
akan menjadi mudah lelah sehingga rewel, mudah menangis dan juga akan sulit
mengerti keadaan disekelilingnya. Gangguan tidur penurunan tingkat kecerdasan,
konsentrasi, daya ingat menjadi lemah serta fungsi kognitif terganggu akibatnya
dia akan menjadi lebih agresif, hiperraktif dan menjadi tidak kooperatif. Oleh
karena itu gangguan tidur perlu segera diatasi agar tidak menghambat
pertumbuhan dan perkembangan balita.
Tujuan: Mengatasi gangguan tidur pada balita selama mengalami infeksi saluran
pernapasan akut atau ISPA.
Metode: Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode penulisan
deskriptif kualitatif jenis studi kasus. Pengumpulan data pada studi kasus
dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer. Sedangkan
metode pengolahan data dilakukan menggunakan 3 cara yaitu reduksi, penyajian
data dan penarikan kesimpulan.
Hasil: Setelah diberi minuman herbal jahe madu kepada An. N selama 5 hari
berturut-turut (Dengan dosis 100 ml setiap 30 menit sebelum tidur) An. N
berangsur-angsur bisa tidur dengan nyaman dan nyenyak. Hal itu terjadi seiring
dengan gejala ISPA seperti batuk, pilek dan tenggorokan gatal yang juga
berangsur-angsur sembuh.
Kesimpulan: Minuman herbal jahe madu terbukti dapat membantu An. N tidur
dengan nyaman dan nyenyak, sehingga gangguan tidurnya selama mengalami
ISPA dapet teratasi.
Kata kunci : ISPA, gangguan tidur, minuman herbal jahe madu
Kepustakaan : 20 Literatur (tahun 2006-2015)
Jumlah halaman : 53 Lembar

1 Judul
2 Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan
3 Dosen STIKES Muhammadiyah Gombong

v
SCIENTIFIC PAPER

THE USE OF HONEY GINGER HERBAL DRINK FOR COMFORTABLE


AND SOUNDLY SLEEP TOWARDS “N”, A 4, 4 YEAR-OLD BOY
DURING HIS SUFFER FROM RESPIRATORY INFECTION IN
PRIVATE MIDWIFERY CLINIC OF MIDWIFE HARIYATI
AT ADIMULYO, KEBUMEN

ABSTRACT

Backgroud: Accute Respiratory Infection (ARI) is a disease that is often suffered


by toddler. ARI can cause some problems. One of the problems is sleep disorder.
This may cause unqualified sleep. Sleep is important for the growth and
development of toddler. If a child does not sleep enough and well, he will get tired
easily. This will make him so fussy and easily to cry. It is also difficult for him to
understand the circumstances around it. Besides, it can also decrease the level of
intelligence and concentration. The memory is weakening and there will be
cognitive disturbance. Consequently, he becomes more aggressive, hyperactive,
and uncooperative. Therefore, sleep disorder needs to be overcome so as not to
disturb the growth and development of toddler.
Objective: To overcome sleep disorder of a toddler during the suffer of acute
respiratory infections (ARI).
Method: This scientific paper uses qualitative descriptive with case study type.
The data collection of this case study was conducted by collecting secondary data
and primary data. Whereas the data processing was done by using three different
kinds of methods – reduction, data presentation and conclusion.
Results: After being given honey ginger herbal drink during 5 days (with the dose
of 100 ml every 30 minutes before bedtime), N is gradually able to sleep
comfortably and soundly. This happened simultaneously with ARI symptoms,
such as cough, runny nose and itchy throat which are also getting fine.
Conclusion: Honey ginger herbal drink is really able to help a toddler sleep
comfortably and soundly. Therefore sleep disorders can be overcome.

Keywords : ARI, Sleep Disorder, Ginger Honey Herbal Drink


Literature : 38 Literatures (2006-2015)
Number of Pages : 53 pages

1 Title
2 Student of DIII Program of Midwifery Dept.
3 Lecturer of Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Puji syukur kehadirat Alloh Subhanahu Wata’ala (SWT), yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan karya tulis ilmiah dengan judul “Penggunaan Minuman
Herbal Jahe Madu”. Laporan asuhan kebidanan ini disusun sebagai syarat
memperoleh gelar ahli madya kebidanan.
Selama penyusunan laporan karya tulis ilmiah ini penulis mendapat
bimbingan, masukan dan dukungan dari beberapa pihak, sehingga laporan asuhan
kebidanan ini dapat terselesaikan dengan baik, untuk itu penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. M. M Anis, S. Kep., Ns. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong.
2. Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH selaku Ketua Program Studi DIII
Kebidanan STIKes Muhammadiyah Gombong.
3. Siti Muthoharoh S.ST., MPH selaku Penguji I yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.
4. Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH selaku pembimbing akademik dan
penguji II yang telah membimbing penulis dengan baik dan sabar sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat waktu.
5. Bidan Hariyati Amd. Keb selaku penmbimbing lahan dan penguji III yang
telah banyak membimbing dan membantu penulis sehingga dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik.
6. Ny. M dan An. N selaku pasien inovasi neonatus penulis yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
7. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik materiil
maupun moriil, dorongan semangat dan doa yang tiada henti untuk penulis.
8. Semua teman-teman DIII Kebidanan STIKes Muhammadiyah Gombong
seangkatan 2013, yang telah memberi semangat dan membantu penulis
dalam menyelesaikan laporan ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam penyusunan laporan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari banyak berbagau keterbatasan yang dimiliki oleh penulis,
baik pengetahuan maupun pengalaman tentunya laporan karya tulis ilmiah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan. Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan
rahmat dan hidayah yang tidak berkesudahan dan semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua (Aamiin).
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Gombong, Juni 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................. iv
INTISARI ............................................................................................................ v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan........................................................................................................ 4
C. Manfaat...................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI .................................................................................. 7
1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ........................................... 7
2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)............................................... 11
3. Terapi Herbal ........................................................................................ 24
4. Tidur...................................................................................................... 32
B. KERANGKA TEORI................................................................................ 35
BAB III METODE PENULISAN
A. Jenis Penelitian.......................................................................................... 36
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 37
C. Subjek Penelitian....................................................................................... 37
D. Instrumen Penelitian.................................................................................. 38
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 38
F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil .......................................................................................................... 43
B. Pembahasan .............................................................................................. 46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 51
B. Saran.......................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nutrisi yang Terkandung pada Madu....................................................28


Tabel 2.2 Rincian Biaya........................................................................................30
Tabel 4.1 Hasil Observasi Pemberian Minuman Herbal Jahe Madu ....................45

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ................................................................................. 35

x
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak umur bawah 5 tahun (balita) merupakan kelompok umur yang

rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo,

2011). Penyakit Infeksi yang sering terjadi pada anak balita diantaranya

adalah penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA (Harsono, 1999

dalam Maitatorum 2009).

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut para

ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena

sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila dalam satu rumah anggota

keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak

yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA

mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi

menyebab kan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan mastoiditis.

Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia (Anonim,

2010).

Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di

dunia, karena penyebab ISPA merupakan salah satu hal yang angat akrab di

masyarakat. ISPA merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus

meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran

pernapasan bagian bawah. ISPA menjadi perhatian bagi anak-anak (termasuk

1
2

balita) baik dinegara berkembang maupun dinegara maju karena ini berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dan balita akan sangat rentan

terinfeksi penyebab ISPA karena sistem tubuh yang masih rendah, itulah

yang menyebabkan prevalensi dan gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-anak

dan balita (Riskesdas, 2007).

ISPA adalah Infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14

hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara

pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes

RI, 2012). Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah,

ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Sedangkan faktor individu anak

meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status

imunisasi. Faktor lingkungan meliputi perilaku pencegahan dan

penanggulangan ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat

dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikan

kesehatan seperti merokok dalam keluarga (Maryunani, 2010).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat menimbulkan beberapa

masalah diantaranya tidur yang tidak berkualitas, sering batuk, kesulitan

bernafas, tenggorokan gatal dan sakit, pilek dan kehilangan nafsu makan.

Menurut Robotham (2011) Tidur juga mempengaruhi kemampuan kita dalam

menggunakan bahasa, mempertahankan konsentrasi, memahami apa yang kita

baca dan menyimpulkan apa yang kita dengarkan. Selain itu tidur juga

mempengaruhi sistem imun tubuh.


3

Pada usia pra sekolah (4-6 tahun) biasanya memerlukan waktu tidur 11-

12 jam. Kebanyakan pada usia ini tidak menyukai waktu tidur, bisa jadi anak

usia 4-5 tahun mengalami kurang istirahat dan mudah sakit jika kebutuhan

tidurnya tidak terpenuhi (Asmadi, 2008).

Balita usia 3-5 tahun dan anak usia 6 tahun memerlukan waktu tidur 10-

12 jam perhari. Waktu tidur siang mereka makin lama makin sedikit dan

umumnya usia 5 tahun, anak tidak lagi tidur siang (Benaroch, 2012).

Kemampuan anak untuk menjalankan segala kegiatannya tergantung

dari seberapa banyak tidur yang didapatnya. Bila anak tidak cukup tidur, dia

mudah lelah sehingga rewel, menangis dan sulit mengerti keadaan

disekelilingnya. Setiap anak memerlukan waktu tidur yang berbeda, jadi

berapa banyak waktu tidur yang diperlukan oleh setiap anak akan bervariasi.

Ada anak yang memerlukan waktu lebih banyak dibandingkan yang lain

(Suririnah, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan secara empiris bahwa lonjakan

pertumbuhan tidak hanya terjadi saat tidur, tetapi juga secara signifikan

memengaruhi waktu tidur. Waktu tidur panjang terkait dengan pertumbuhan

yang lebih besar (Dr. Michelle lampl dari Deparment Antropologi di Emory

Uniersity, 2008)

Menurut Jurnal Solyom dan Baghiu (2013), gangguan tidur dapat

terjadi akibat kondisi medis diantaranya penyakit psikiatris, penyakit saraf,

penyakit saluran pernapasan, penyakit lain dan gangguan tidur yang

disebabkan karena mengkonsumsi zat tertentu.


4

Beberapa gejala anak yang kurang tidur di antaranya sulit di bangunkan

di pagi hari, emosional, impulsif, rewel, mudah frustasi, penurunan tingkat

kecerdasannya, kurang konsentrasi, daya ingat menjadi lemah, serta gangguan

fungsi kognitif, sehingga dia lebih agresif dan hiperaktif, menjadi tidak

kooperatif (dr. Ram Peter, 2007).

Jahe memiliki efek yang menghangatkan dan melegakan saat batuk,

demam, flu, dan masalah pernapasan lainnya. Madu memiliki efek sedaktif

sehingga dapat menyebabkan tidur nyenyak. Di dalam tubuh, madu

dimetabolosir seperti halnya gula sehingga menyebabkan kadar sinotonin

(suatu senyawa yang dapat meredakan aktivitas otak) dalam otak meninggi

yang menginduksi pada relaksasi dan keinginan untuk tidur ( Sarwono, 2006).

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa tidur adalah proses fisiologis

yang sangat penting bagi anak-anak khususnya balita, pada saat tidur terjadi

proses pertumbuhan dan perkembangan pada balita yang lebih cepat atau

signifikan daripada saat ia terjaga, selain itu juga karena selama ini

pengobatan balita sakit dengan ISPA hanya dilakukan dengan cara medis

sehingga penulis ingin membuat inovasi “Minuman hebal jahe madu untuk

membantu kenyamanan dan kenyenyakan tidur An.N selama mengalami

ISPA” yang dilaksanakan di BPM Hariyati Desa Sugihwaras, Kecamatan

Adimulyo, Kabupaten Kebumen.


5

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengatasi gangguan tidur pada balita selama mengalami Infeksi

saluran pernapasan akut atau ISPA.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita sebelum

diberikan minuman jahe madu.

b. Mengetahui kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita setelah

diberikan minuman jahe madu.

c. Mengetahui khasiat jahe madu untuk membantu melegakan

tenggorokan selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut

(ISPA).

C. Manfaat

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Pasien dan Keluarga

Membantu balita merasa lebih nyaman dan nyenyak tidur

selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan

mengonsumsi minuman herbal jahe madu yang dapat berfungsi

untuk melegakan tenggorokan.


6

b. Bagi Penulis

Penulis dapat mengembangkan ide tentang membuat minuman

herbal jahe madu yang berkhasiat untuk melegakan tenggorokan,

sehingga dapat membantu kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita

selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Bidan

Menambah pengetahuan Bidan tentang pengobatan alternatif

yang dapat membantu balita mengatasi masalah gangguan tidur

selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

b. Bagi Institusi

Karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk menambah

keragaman pustaka bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)

Muhammadiyah Gombong khususnya program studi DIII Kebidanan

tentang hasil inovasi mahasiswa.


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

American Academy of Sleep Medicine. 2007. The International Classification of


Sleep Disorder. One Westbook Corporate Center. USA: 3-23.
Arikunto, Suharsimin. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Asdi Mahasatya.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi
Revisi IV: Rineka Cipta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Buletin Jendela Epidemiologi
Pnemonia Balita. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. 2007. Pedoman Tatalaksanaan Pnemonia Balita. Dirjen PP & PL.
Jakarta.
Hamad, S. 2007. Terapi Madu. Jakarta : Pustaka Iman. 30 hlm.
Herdiansyah, haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Salemba
Humanika.
Hidayat. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Pustaka Pelajar.
Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta. Trans Info
Media.
Manurung, Santa. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan
Akibat Infeksi. Jakrta Timur : CV. Trans Indo Media.
Mubarak, Wahit & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori
dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : Salemba Medika.
Nastiti Rahajoe, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsi-Prinsip Dasar. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Purbaya, J.Rio. 2007. Mengenal Madu Alami. Bandung Pionir Jaya.

Rahajoe, N. Nastiti dkk. 2008. Respirologi Anak. Jakarta: IDAI.


Rostita. 2007. Berkat Madu Sehat, Cantik, dan Penuh Vitalitas. Bandung : PT
Mizan Pustaka.

Sarwono, B. 2006. Lebah Madu cetakan III. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Saryono (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia.

Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabetha.

Sugiyono, 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D. Bandung:


Alfabetha.
Sukarni K Icesmi, Margareth ZH. (2013) Kehamilan, Persalinan dan Nifas.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Suririnah. 2010. Buku Pintar Mengasuh Balita: Panduan Bagi Orang Tua untuk
Merawat dan Membimbing Anak 1-3 tahun Secara Sehat dan
menyenangkan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Widoyono. 2007. Penyakit Tropis, epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasan. Jakarta : hal 38-41

Jurnal :
Combest. W.L. 2011. Ginger Herbal Therapy.
Denyer, C.V., P. Jackson, D.M. Loakes, M.R. Ellis dan D.A.B. Yound. 2011.
Isolation of antirhinoviral sesquiterpenes from ginger ( Zingiber
Officinale). J Nat Products. 57 : 658-662.
Ramadhani, A.N, Novayelinda, R., & Woferst, R. (2014). Efektifitas Pemberian
Minuman Herbal Jahe Madu Terhadap Keparahan Batuk pada Anak
dengan ISPA : Universitas Riau. Program Studi Ilmu Keperawatan, 8
(VOL 1) 1-8
Soylom & Baghiu D.M (2013). Sleep Disorders – The Disease Of The Modern
world Literature Review. AMT;II(2): 305-308

Internet :

Anonim. 2010. Skripsi. Diakses pada http://www.antholeo.wordpress.com pada


tanggal 1 Mei 2016 pukul 07.03 WIB
Benaroch, R. 2012. How Much sleep Do Children Need?. Soong. Diunduh dari
http://www.nhlbi.nih.gov/health/public/sleep/healthysleep.pdf pada 21
April jam 08.31 WIB
Robotham, D. ,Chakkalackal, L. , Cyhlarova, E. , 2011. Robotham : the impact of
sleep on health and wellbeing, mental Health foundation. Available from :
http://www.howdidyousleep.org/media/downloads/MHFsleepmatterreport.
pdf. Diakses pada 1 Mei 2016 pukul 06.58 WIB
__________. 2014. Komposisi dan Kandungan Madu. http://madu-murni-
alami.blogspot.co.id/p/komposisi-dan-kandungan-madu.html Di akses
pukul 16.53 WIB pada tanggal 4 April 2016

__________. 2011. Manfaat dan Kandungan Jahe sebagai kesehatan tubuh.


https://www.borobudurherbal.com/artikel-kesehatan/manfaat-dan-
kandunganjahe-sebagai-kesehatan-tubuh/ Di akses pukul 16.54 WIB pada
4 April 2016

WHO. 2006. Traditional Medicine. dari http://www.who.int/inf-fs/en/fact134.html


Diakses pada tanggal 22 Maret 2016 pukul 09.30 WIB

WHO. 2006. Traditional Medicine. dari


http://www./who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diperoleh tanggal
22 maret 2016 pukul 09.31 WIB
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUATAN MINUMAN
HERBAL JAHE MADU

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBUATAN SKOR


Ya Tidak
MINUMAN HERBAL JAHE MADU
PENGERTIAN
adalah minuman yang dibuat dari jahe putih dan madu yang diramu
menjadi sebuah minuman herbal yang bermanfaat untuk
menghangatkan tenggorokan, sehingga balita dapat tidur dengan
nyaman dan nyenyak
TUJUAN
Mengatasi masalah gangguan tidur pada balita saat mengalami ISPA
ALAT DAN BAHAN
1. 130 ml air putih (2/3 gelas)
2. 1 sendok madu asli
3. 4 cm jahe putih
INDIKASI
Balita dengan ISPA yang mengalami gangguan tidur
SIKAP DAN PERILAKU
1. Menyambut pasien, memberi salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan
3. Menanyakan kesiapan pasien
4. Menjaga privasi pasien
5. Mengawali dengan tazmiah dan mengakhiri dengan tahmid
PROSEDUR KERJA
1. Siapkan 4 cm jahe lalu di kupas sampai bersih.
2. Cuci jahe yang sudah dikupas dengan air bersih.
3. Kemudian geprek jahe, tetapi jangan sampai hancur.
4. Siapkan panci kecil dan masukkan air 2/3 gelas tadi ke
dalamnya.
5. Lalu masukkan jahe yang sudah digeprek kedalam air yang
mendidih, aduk beberapa kali.
6. Tunggu 1 menit setelah air mendidih.
7. Kemudian angkat lalu diamkan sampai air jahe hangat.
8. Setelah hangat, tuangkan air jahe dan di pindahkan dari panci
ke dalam gelas ukuran 200 ml.
9. Setelah itu tambahkan 1 sendok makan madu, aduk hingga
tercampur rata.
10. Berikan minuman herbal jahe madu pada balita dengan dosis 1
kali sehari sebanyak ½ gelas pada malam hari, 30 menit
sebelum tidur, pemberian minuman herbal jahe madu dilakukan
selama 5 hari berturut-turut.
TEKNIK
1. Teruji melakukan tindakan dengan sistematis dan berurutan
2. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien dan melakukan kontak
mata dengan pasien
3. Teruji percaya diri dan tidak ragu-ragu.
4. Teruji sabar dan teliti
5. Dokumentasi
Gambar 1.1 Alat dan Bahan yang dibutuhkan

Gambar 1.2 Saat melakukan pemberian minuman herbal jahe madu hari ke – 5
LEMBAR OBSERVASI

1. Apakah anak mau meminum minuman herbal jahe madu yang diberikan ?

a. Ya b. Tidak

2. Jika iya, apakah anak mau meminumnya sampai habis ?

a. Ya b. Tidak

3. Setelah meminum jahe madu apakah ada perubahan pada pola tidur anak ?

a. Ya b. Tidak

4. Jika iya, apakah tidurnya menjadi nyenyak dan tidak sering bangun ?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah menurut ibu minuman herbal ini membantu ibu dalam menjaga

pola istirahat/ tidur anaknya saat sedang menderita infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) ?

a. Ya, alasannya .........................................................................................

..................................................................................................................

..................................................................................................................

b. Tidak, alasannya .....................................................................................

..................................................................................................................

..................................................................................................................

6. Apakah ibu akan menggunakan resep minuman herbal ini setiap kali untuk

membantu membuat anaknya tidur nayaman dan nyenyak selama

mengalami sakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ?

a. Ya b. Tidak
EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN JAHE MADU
TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA

Apri Nur Ramadhani1, Riri Novayelinda2, Rismadefi Woferst3


Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Email : apridhani@gmail.com

Abstract
This research aims to determine the effectiveness of ginger honey ale to children with acute respiration infection (ARI) cough
saverity. The method of this research is a quasi-experimental approach with non-equivalent control group. This research was
conducted in the working area of Rumbai health center to 52 coughing children with ARI. There population of this study are
divided into experimental group with 26 children and the control group with 26 children. The sampling method was purposive
sampling using a observation shee of cough saverity. Data analized with independent t test, the result show while in the control
and eksperiment group without giving ginger honey ale obtained p-value (0,001) > α (0,05) it can be concluded there is
difference in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale . The results of this study recommends to
giving honey ginger ale to be one of the nursing intervention in addressing the severity of cough in children with ARI.

Keywords:honey ginger ale, cough saverity

PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi
ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor
serius baik di dunia maupun di Indonesia. United lingkungan seperti pencemaran udara dalam
Nations International Children's Emergency rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian.
Fund (UNICEF) dan World Health Organization Sedangkan faktor individu anak meliputi umur
(WHO) pada tahun 2008 telah melaporkan anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A
bahwa ISPA merupakan penyebab kematian dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi
paling besar pada manusia dibandingkan dengan perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA
jumlah kematian akibat AIDS, malaria dan pada balita atau peran aktif keluarga atau
campak. ISPA menyebabkan lebih dari 2 juta masyarakat dalam menangani penyakit ISPA
anak meninggal dunia tiap tahunnya, yang serta perilaku kebiasaan yang merugikan
didominasi balita umur 1 sampai 4 tahun. Kasus kesehatan seperti merokok dalam keluarga
kematian balita seluruhnya dari umur 1-5 tahun (Maryunani, 2010).
akibat ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 ISPA disebabkan oleh berbagai pemicu,
negara. Indonesia menempati peringkat keenam seperti keadaan sosial ekonomi menurun, gizi
di dunia dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 buruk, pencemaran udara dan asap rokok
juta kasus per tahun (Depkes RI, 2010). (Depkes, 2002). Pencemaran udara contohnya
Data Kemenkes Indonesia, kasus ISPA tiap tahun biasanya terjadi kabut asap di daerah
pada tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami Riau kususnya di Kota Pekanbaru. Asap
peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 7,2 juta kebakaran menyebabkan kondisi udara tidak
kasus ISPA dan tahun 2011 kasus menjadi 18,79 sehat. Diperoleh dari data Dinas Kesehatan
juta kasus ISPA. Berdasarkan hasil survei Propinsi Riau sedikitnya 3.160 anak berumur
demografi kesehatan Indonesia, angka kematian kurang dari 5 tahun (balita) menderita infeksi
balita (AKABA) 1-4 pada tahun 2007 sebesar 44 saluran pernafasan akut (ISPA) akibat
per 1000 kelahiran hidup, 15,5 persen atau menghirup asap sisa kebakaran hutan dan lahan
sebesar 30.470 kematian pada balita usia 1-5 yang mencemari udara di Propinsi Riau
tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti secara (Yohanes, 2013).
rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
setiap harinya karena ISPA (Iptek kesehatan, Kota Pekanbaru, kejadian infeksi saluran
2012). pernafasan pada bayi dan balita tahun 2012
sebanyak 1.576 kejadian. Sedangkan yang

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


terbanyak dalam 3 tahun terakhir dari 20 (2011), pemberian minuman jahe juga efektif
puskesmas di Kota Pekanbaru ditemukan di untuk menurunkan keparahan batuk pada anak
Puskesmas Rumbai yaitu mencapai 591 kejadian dengan ISPA. Peneliti melakukan wawancarai
ISPA pada tahun 2010, pada tahun 2011 angka terhadap 5 orang tua yang mempunyai anak
kejadian ISPA mencapai 596 kejadian dan pada antara usia 1 sampai 5 tahun yang menderita
tahun 2012 angka kejadian ISPA mencapai 357 ISPA di Puskesmas Rumbai Pesisir, orang tua
kejadian (Dinas kesesehatan Kota Pekanbaru, mengatakan aktifitas anak tergannggu, tidur anak
2012). tidak efektif pada malam hari, anak rewel akibat
Salah satu tanda dan gejala ISPA adalah batuk.
batuk. Batuk merupakan alasan kunjungan rawat
jalan yang hampir mencapai tiga persen dari METODE
semua kunjungan rawat jalan di Amerika Serikat Desain penelitian
paling banyak dalam hubungannya dengan ISPA Desain penelitian adalah bentuk rancangan
(Paul, dkk, 2007). Batuk menyebabkan yang di gunakan dalam melakukan prosedur
terganggunya kualitas tidur pada anak. Jika penelitian (Hidayat, 2009). Jenis penelitian yang
kebutuhan tidur tidak cukup sel darah putih digunakan adalah quasi eksperiment dengan
dalam tubuh akan menurun, sehingga memiliki rancangan penelitian Non-Equivalent Control
dampak yang sangat merugikan pada Group. Rancangan ini bertujuan untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak dan membandingkan hasil yang didapat sebelum dan
efektifitas sistem daya tahan tubuh anak juga sesudah diberi perlakuan pada kelompok
menurun menyebabkan pertumbuhan dan intervensi dan tidak diberi perlakuan pada
kemampuan berpikirnya akan terganggu. Selain kelompok kontrol. Pada rancangan ini, kelompok
itu, bayi atau anak yang kurang tidur akan intervensi diberi perlakuan sedangkan kelompok
menjadi rewel, gampang marah dan sulit diatur kontrol tidak diberi perlakuan (Nursalam,2008).
(Lamberg, 2002). Pada kedua kelompok di awali dengan pre test,
Pengobatan yang dilakukan untuk dan setelah pemberian perlakuan di adakan
menangani batuk pada ISPA diantaranya dengan pengukuran kembali (post test) (Nursalam,
pengobatan tradisional, World Health Organization 2008).
(WHO) merekomendasi penggunaan obat
tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan HASIL PENELITIAN
kesehatan masyarakat, pencegahan dan Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah
pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit sebagai berikut:
kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO
juga mendukung upaya-upaya dalam A. Analisa Univariat
peningkatan keamanan dan khasiat dari obat Tabel 3.
tradisional (WHO, 2003). Distribusi karakteristik responden
Obat tradisional telah diterima secara luas
di hampir seluruh Negara di dunia, negara-
negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin
menggunakan obat herbal sebagai pelengkap
pengobatan primer yang mereka terima. Di
Afrika, sebanyak 80 persen dari populasi
menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer. Negara Cina dari total konsumsi obat,
sebesar 30 sampai 50 persen menggunakan obat-
obat tradisional (WHO, 2003).
Penelitian oleh Department of Pediatrics
di Amerika, madu merupakan salah satu Tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 52
pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala orang responden yang diteliti, distribusi
ISPA, diantaranya dapat menurunkan keparahan responden menurut jenis kelamin yang terbanyak
batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur adalah perempuan dengan jumlah 31 orang
anak pada malam hari. Penelitian Yulvina responden (59,6%), sedangkan usia responden
2

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


yang terbanyak adalah kelompok usia 3 tahun Homogenitas keparahan batuk sebelum
dengan jumlah 25 orang responden ( 48,07%). diberikan intervensi pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol
Tabel 4
Distribusi tingkat keparahan batuk sebelum
diberikan intervensi pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol.
Tabel 7 diatas dari hasil uji statistik
didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan
batuk anak sebelum diberikan minuman jahe
madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00
Tabel 4 di atas dapat dilihat nilai rata-rata dengan standar deviasi 1,918 dan 26,96 pada
tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA kelompok kontrol dengan standar deviasi 2,270.
sebelum diberikan intervensi minuman jahe Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05),
madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen berarti tingkat kerahan batuk anak pada
dan 26,96 pada kelompok kontrol. Standar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,918 sebelum diberikan minuman jahe madu adalah
dan 2,596 pada kelompok kontrol. homogen.

Tabel 5 Tabel 8
Disribusi tingkat keparahan batuk sesudah Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada
diberikan intervensi pada kelompok eksperimen kelompok eksperimen sebelum dan sesudah
dan kelompok kontrol. diberikan minuman jahe madu

Tabel 5 dapat dilihat nilai rata-rata tingkat


keparahan batuk sesudah diberikan minuman Tabel 8 diatas dari hasil uji statistik
jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan
eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol.
batuk sebelum diberikan minuman jahe madu
Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu
1,517 dan 3,417 pada kelompok kontrol. pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan
standar deviasi 1,918 dan 16,62 sesudah
B. Analisa Bivariat diberikan minuman jahe madu dengan standar
Tabel 6 deviasi 1,517. Hasil analisa diperoleh p (0,032) <
Homogenitas karakteristik responden α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan
yang signifikan antara mean keparahan batuk
anak sebelum dan sesudah diberikan minuman
jahe madu pada kelompok eksperimen sebanyak
2 kali sehari dalam waktu 5 hari.
Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa
semua karakteristik responden (jenis kelamin Tabel 9
dan umur anak) baik antara kelompok kontrol Tingkat keparahan batuk anak pada kelompok
dan kelompok eksperimen adalah homogen kontrol sebelum dan sesudah tanpa diberikan
dengan p (0,195-0,653) > α (0,05) (tabel 6). minuman jahe madu
Tabel 7

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


Tabel 9 diatas memperlihatkan hasil uji 3,049. Hasil analisa diperoleh p (0,001) < α
statistik di dapatkan nilai rata-rata tingkat (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan
keparahan batuk anak sebelum diberikan yang signifikan antara mean tingkat keparahan
minuman jahe pada kelompok kontrol adalah batuk anak sesudah diberikan minuman jahe
26,90 dengan standar deviasi 2,270 dan 23,58 madu pada kelompok eksperimen dan mean
sesudah tanpa diberikan minuman jahe dengan tingkat keparahan batuk anak tanpa diberikan
standar deviasi 3,049. Hasil analisa diperoleh p minuman jahe madu pada kelompok kontrol.
(0,134) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak
ada perbedaan yang signifikan antara mean PEMBAHASAN
tingkat keparahan batuk sebelum dan sesudah Analisa data univariat adalah analisa data
diberikan minuman jahe madu pada kelompok yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
kontrol tanpa pemberian minuman jahe madu masing-masing variabel yang terdiri dari
selama 5 hari. karakteristik responden, meliputi umur anak dan
jenis kelamin responden serta pembahasan
Tabel 10 tentang keparahan batuk responden sebelum dan
Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada sesudah diberikan minuman jahe madu pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kelompok eksperimen maupun kelompok
kontrol. Analisa bivariat digunakan untuk
sebelum diberikan minuman jahe madu
melihat perbedaan keparahan batuk anak pada
kelompok eksperimen dan kontrol serta melihat
efektivitas pemberian minuman jahe madu
terhadap keparahan batuk pada anak dengan
Tabel 10 diatas memperlihatkan rata-rata ISPA.
tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan 1. Karakteristik responden
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen a. Jenis kelamin
adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan Penelitian yang telah dilakukan di
26,90 pada kelompok kontrol tanpa diberikan wilayah kerja Puskesmas Rumbai,
minuman jahe madu dengan standar deviasi didapatkan hasil bahwa jenis kelamin
2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α responden hampir seimbang antara laki
(0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada laki dan perempuan yaitu 21 orang
perbedaan yang signifikan antara mean tingkat (40,4%) respoden laki-laki dan 31 orang
keparahan batuk anak sebelum diberikan (59,6%) responden perempuan. Data yang
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen ditemukan di BPS (2010) sebaran
dan mean tingkat keparahan batuk anak tanpa penduduk di Riau laki-laki sebanyak
diberikan minuman jahe madu pada kelompok 2.853.168 jiwa dan perempuan sebanyak
kontrol. 2 685 199 jiwa, ini berarti persebaran
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan
Tabel 11 hampir seimbang.
Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada Penelitian ini juga sejalan dengan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah penelitian yang dilakukan oleh Nasution,
diberikan minuman jahe madu dkk (2009) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan infeksi saluran
pernafasan akut pada balita di daerah urban
Jakarta menemukan hasil bahwa jenis
kelamin hampir seimbang antara laki-laki
(51,5%) dan perempuan (48,5%). Pada
Tabel 11 diatas memperlihatkan rata-rata penetilian tersebut tidak didapatkan
tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan hubungan antara jenis kelamin dengan
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen prevalensi ISPA pada balita.
adalah 16,62 dengan standar deviasi 1,499 dan b. Umur
23,58 pada kelompok kontrol tanpa diberikan Hasil penelitian yang telah dilakukan
minuman jahe madu dengan standar deviasi di wilayah kerja Puskesmas Rumbai,
4

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


didapatkan hasil usia responden terbanyak 3. Efektifitas pemberian minuman jahe madu
berada pada rentang umur 3 tahun terhadap penurunan keparahan batuk pada
sebanyak 25 orang (40,07%). Penelitian anak
yang dilakukan oleh Elyana dan Candra Penelitian yang telah dilakukan diwilayah
(2008) menunjukkan bahwa umur tidak kerja Puskesmas Rumbai, maka didapatkan hasil
berhubungan dengan frekuensi ISPA. uji statistik dengan menggunakan uji t
Mikroorganisme penyebab ISPA sangat independent diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal
banyak jenisnya dan bisa menyerang ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan
segala usia sehingga infeksi saluran antara mean tingkat keparahan batuk anak pada
pernafasan atas dapat terjadi pada siapa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
saja, pada usia berapapun. Walaupun pada sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga
umumnya semakin dewasa, daya tahan dapat disimpulkan bahwa pemberian minuman
tubuh sudah semakin sempurna, namun hal jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan
ini tidak berpengaruh terhadap kejadian batuk.
ISPA. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji
t dependent diperoleh p value (0,032) < α (0,05).
Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan
2. Gambaran tingkat keparahan batuk anak antara mean tingkat keparahan batuk anak pada
sebelum dan sesudah pemberian minuman kelompok eksperimen sebelum dan sesudah
jahe madu pada kelompok eksperimen dan diberikan minuman jahe madu sehingga dapat
kelompok kontrol ditarik kesimpulan bahwa pemberian minuman
Penelitian yang telah dilakukan di jahe madu efektif dalam menurunkan keparahan
wilayah Puskesmas Rumbai didapatkan hasil batuk pada anak.
rata-rata tingkat keparahan batu anak sebelum Hal ini sejalan dengan penelitian yang
diberikan minuman jahe madu yaitu 22,00 dilakukan oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas
pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada pemberian minuman jahe terhadap penurunan
kelompok kontrol. Sedangkan rata-rata keparahan batuk pada anak dengan ISPA di
tingkat keparahan batuk anak sesudah wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru
diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 dengan hasil p value = 0,000 atau p < α (0,05)
pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada maka Ho ditolak artinya pemberian minuman
kelompok kontrol. Berdasarkan hasil tersebut jahe efektif untuk menurunkan keparahan batuk
dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan pada anak dengan ISPA.
rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah Penelitian ini juga didukung sebuah
diberikan minuman jahe madu (post test) pada penelitian di Amerika yang dilakukan oleh
kelompok eksperimen sedangkan pada Cohen, dkk pada tahun 2009. Anak-anak dengan
kelompok kontrol terjadi penurunan rata-rata ISPA dan batuk malam hari diberi 1 dari 3
tingkat keparahan batuk (post test) yang tidak produk madu, plasebo pada pemberian 30 menit
signifikan tanpa diberikan minuman jahe sebelum tidur dan tanpa ada perawatan. Hasil
madu. yang ditemukan madu menghasilkan
Hasil penelitian ini sesuai dengan peningkatan perbaikan yang terbesar. Frekuensi
penelitian yang dilakukan oleh oleh Yulfina batuk anak yang menerima madu memiliki rata-
(2011) tentang efektifitas pemberian rata peningkatan 1,89 poin, 1,39 poin bagi anak
minuman jahe terhadap penurunan keparahan yang menerima plasebo dan 0,92 poin bagi yang
batuk pada anak dengan ISPA di wilayah tidak memerima perawatan (p 0,01).
kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Pemberian minuman jahe madu dapat
Mimuman jahe madu diberikan 2 kali dalam 1 menurunkan keparahan batuk pada anak, karena
hari selama 5 hari kepada responden. Jahe kandungan minyak atsiri dalam jahe yang
yang mengandung minyak atsiri berkisar 3% merupakan zat aktif yang dapat mengobati batuk
merupakan sebuah zat aktif yang dapat (Nooryani, 2007), sedangkan zat antibiotik pada
mengobati batuk. madu yang dapat menyembuhkan beberapa
penyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA
(Aden, 2010). Anak yang telah diberikan
5

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


minuman jahe madu oleh peneliti gejala penelitian lebih aplikatif tentang jahe dan
keparahan batuk seperti batuk berdahak, pilek, madu terhadap batuk pada anak.
rewel, tidak nafsu makan dan gejala lainnya
menjadi berkurang. Dengan demikian pada UCAPAN TERIMA KASIH
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pemberian minuman jahe madu dapat Terima kasih kepada Kepala Puskesmas Rumbai
menurunkan tingkat keparahan batuk pada anak yang telah bersedia memberikan izin kepada
dengan ISPA. peneliti untuk melakukan penelitian.

KESIMPULAN 1
Apri Nur Ramadhani:Mahasiswa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Studi Ilmu Keperawatan
karakteristik responden paling banyak kelompok Universitas Riau, Indonesia
perempuan (59,6%) dan umur 3 tahun (48,07%).
2
Berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan Riri Novayelinda: Dosen Departemen
signifikansi dengan nilai p (0,032) < α (0,05). Keperawatan Anak Program Studi Ilmu
Pada kelompok kontrol terjadi penurunan Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
keparahan batuk namun tidak signifikan 3
berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan Rismadefi Woferst: Dosen Departemen
tidak terdapat signifikansi dengan nilai p (0,134) Keperawatan Medikal Bedah Program
> α (0,05). Hasil uji t independent dimana Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau,
diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti Indonesia.
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-
rata tingkat keparahan batuk anak pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sesudah diberikan minuman jahe madu.
DAFTAR PUSTAKA
SARAN
1. Bagi pelayanan kesehatan Badan Pusat Statistik (2010). Sensus penduduk
Bagi pelayanan kesehatan disarankan 2010 Propinsi Riau. Diperoleh tanggal,
untuk dapat menjadikan hasil penelitian ini 14 juli 2014 dari
sebagai salah satu intervensi keperawatan http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id
pada anak yang menagalami batuk. =1400000000&wilayah=Riau.
2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran
Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
khususnya tenaga pengajar dan pelajar Departemen Kesehatan RI. (2010). Kejadian
disarankan untuk dapat memakai hasil penyakit ISPA pada balita. Diperoleh
penelitian ini sebagai salah satu sumber tanggal 7 Oktober 2013 dari
informasi mengenai perbandingan efektifitas http://www.depkes.go.id/index.php?vw=
pemberian minuman jahe madu terhadap 2&id=2086.
keparahan batuk anak dengan ISPA sehingga Departemen Kesehatan RI. (2002).Pedoman
dapat dijadikan sebagai salah satu terapi pemberantasan penyakit infeksi saluran
alternatif. pernapasan akut untuk penanggulangan
3. Bagi masyarakat pnemonia pada balita. Jakarta: Dirjen
Bagi masyarakat khususnya ibu yang PPM & PLP.
anaknya mengalami batuk disarankan untuk Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2012). Data
dapat mengaplikasikan minuman jahe madu penemuan penyakit ISPA. Pekanbaru:
sebagai salah satu metode pengobatan Dinkes Kota Pekanbaru.
alternatif untuk mengurangi batuk pada anak. Elyana, M. & Candra, A. (2008). Hubungan
4. Bagi peneliti selanjutnya frekuensi ispa dengan status gizi balita.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan Diperoleh tanggal 1 juni 2014 dari
tambahan informasi untuk mengembangkan http://ejournal.undip.ac.id/index.php/acta
nutrica/article/view/4859.
6

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. tidak ada pengobatan batuk pada
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat nocturnal dan kualitas tidur untuk batuk
Universitas Riau. anak-anak dan orang tua mereka.
Heru, S. K., & Yasril. (2009). Tehnik sampling Diperoleh pada tanggal 3 September
untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta: 2013 dari http//www.archpediatrics.com.
Graha Ilmu. Riset Kesehatan Dasar(2007). Badan penelitian
Hidayat, A. A (2007). Riset keperawatan dan dan pengembangan kesehatan. Jakarta:
teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Kementrian Kesehatan Republik
Medika. Indonesia.
Hidayat, A. (2009). Pengantar kebutuhan dasar Sofyani, S. (2011). Perbedaan gangguan tidur
manusia. Jakarta: Salemba Medika. pada remaja. Diperoleh tanggal 23
Iptek kesehatan. (2012). Perubahan iklim picu September 2013 dari
wabah penyakit pernapasan. Diperoleh repository.usu.ac.id/bitstream/123456789
tanggal 25 Oktober 2013 dari /29430/4/Chapter%20II.pdf.
http://www.poskotanews.com/2012/09/21 Uripi, V. (2004). Menu sehat untuk balita. Jakarta:
/perubahan-iklim-picu-wabah-penyakit- Puspa Swara.
pernapasan/. WHO. (2003a). Traditional medicine. Diperoleh
Lamberg, L. (2002). Inadequate sleep. American tanggal 2 Desember 2013 dari
Medical Association. Diperoleh tanggal 5 http://www.who.int/inf-
September 2013 dari fs/en/fact134.html.
http://futureofchildren.org/futureofchildre
WHO. (2003b). Traditional medicine. Diperoleh
n/ publications/docs/
tanggal 5 September 2013 dari http
16_01_03.pdf&prev/.
//www.who.int/mediacentre/
Maryunani, A. (2010). Ilmu kesehatan anak
factsheets/fs134/en/.
dalam kebidanan. Jakarta. Trans Info
Media.
Mei, E., & Aryu, C. (2008). Hubungan
Frekuensi ISPA dengan status gizi balita.
Diperoleh pada tanggal 20 juni 2014 dari
http://download.portalgaruda.org/article.
Nasution, K., dkk. (2009). Infeksi saluran napas
akut pada balita di daerah urban
Jakarta. Sari Pediatri. Diperoleh tanggal
20 juni 2014 dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-4-
1.pdf.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodelogi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep & penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan:
Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen
penelitian keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam. (2008). Metodologi riset
keperawatan: pedoman praktis
keperawatan. Surabaya: Salemba
medika.
Paul, I. M., Beiler J., McMonagle, A., Shaffer,
M, L., Duda, L., & Berlin, C, M. (2007).
Pengaruh madu, dextromethorphan, dan
7

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN JAHE MADU
TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA

Apri Nur Ramadhani1, Riri Novayelinda2, Rismadefi Woferst3


Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Email : apridhani@gmail.com

Abstract
This research aims to determine the effectiveness of ginger honey ale to children with acute respiration infection (ARI) cough
saverity. The method of this research is a quasi-experimental approach with non-equivalent control group. This research was
conducted in the working area of Rumbai health center to 52 coughing children with ARI. There population of this study are
divided into experimental group with 26 children and the control group with 26 children. The sampling method was purposive
sampling using a observation shee of cough saverity. Data analized with independent t test, the result show while in the control
and eksperiment group without giving ginger honey ale obtained p-value (0,001) > α (0,05) it can be concluded there is
difference in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale . The results of this study recommends to
giving honey ginger ale to be one of the nursing intervention in addressing the severity of cough in children with ARI.

Keywords:honey ginger ale, cough saverity

PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi
ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor
serius baik di dunia maupun di Indonesia. United lingkungan seperti pencemaran udara dalam
Nations International Children's Emergency rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian.
Fund (UNICEF) dan World Health Organization Sedangkan faktor individu anak meliputi umur
(WHO) pada tahun 2008 telah melaporkan anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A
bahwa ISPA merupakan penyebab kematian dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi
paling besar pada manusia dibandingkan dengan perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA
jumlah kematian akibat AIDS, malaria dan pada balita atau peran aktif keluarga atau
campak. ISPA menyebabkan lebih dari 2 juta masyarakat dalam menangani penyakit ISPA
anak meninggal dunia tiap tahunnya, yang serta perilaku kebiasaan yang merugikan
didominasi balita umur 1 sampai 4 tahun. Kasus kesehatan seperti merokok dalam keluarga
kematian balita seluruhnya dari umur 1-5 tahun (Maryunani, 2010).
akibat ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 ISPA disebabkan oleh berbagai pemicu,
negara. Indonesia menempati peringkat keenam seperti keadaan sosial ekonomi menurun, gizi
di dunia dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 buruk, pencemaran udara dan asap rokok
juta kasus per tahun (Depkes RI, 2010). (Depkes, 2002). Pencemaran udara contohnya
Data Kemenkes Indonesia, kasus ISPA tiap tahun biasanya terjadi kabut asap di daerah
pada tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami Riau kususnya di Kota Pekanbaru. Asap
peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 7,2 juta kebakaran menyebabkan kondisi udara tidak
kasus ISPA dan tahun 2011 kasus menjadi 18,79 sehat. Diperoleh dari data Dinas Kesehatan
juta kasus ISPA. Berdasarkan hasil survei Propinsi Riau sedikitnya 3.160 anak berumur
demografi kesehatan Indonesia, angka kematian kurang dari 5 tahun (balita) menderita infeksi
balita (AKABA) 1-4 pada tahun 2007 sebesar 44 saluran pernafasan akut (ISPA) akibat
per 1000 kelahiran hidup, 15,5 persen atau menghirup asap sisa kebakaran hutan dan lahan
sebesar 30.470 kematian pada balita usia 1-5 yang mencemari udara di Propinsi Riau
tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti secara (Yohanes, 2013).
rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
setiap harinya karena ISPA (Iptek kesehatan, Kota Pekanbaru, kejadian infeksi saluran
2012). pernafasan pada bayi dan balita tahun 2012
sebanyak 1.576 kejadian. Sedangkan yang

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


terbanyak dalam 3 tahun terakhir dari 20 (2011), pemberian minuman jahe juga efektif
puskesmas di Kota Pekanbaru ditemukan di untuk menurunkan keparahan batuk pada anak
Puskesmas Rumbai yaitu mencapai 591 kejadian dengan ISPA. Peneliti melakukan wawancarai
ISPA pada tahun 2010, pada tahun 2011 angka terhadap 5 orang tua yang mempunyai anak
kejadian ISPA mencapai 596 kejadian dan pada antara usia 1 sampai 5 tahun yang menderita
tahun 2012 angka kejadian ISPA mencapai 357 ISPA di Puskesmas Rumbai Pesisir, orang tua
kejadian (Dinas kesesehatan Kota Pekanbaru, mengatakan aktifitas anak tergannggu, tidur anak
2012). tidak efektif pada malam hari, anak rewel akibat
Salah satu tanda dan gejala ISPA adalah batuk.
batuk. Batuk merupakan alasan kunjungan rawat
jalan yang hampir mencapai tiga persen dari METODE
semua kunjungan rawat jalan di Amerika Serikat Desain penelitian
paling banyak dalam hubungannya dengan ISPA Desain penelitian adalah bentuk rancangan
(Paul, dkk, 2007). Batuk menyebabkan yang di gunakan dalam melakukan prosedur
terganggunya kualitas tidur pada anak. Jika penelitian (Hidayat, 2009). Jenis penelitian yang
kebutuhan tidur tidak cukup sel darah putih digunakan adalah quasi eksperiment dengan
dalam tubuh akan menurun, sehingga memiliki rancangan penelitian Non-Equivalent Control
dampak yang sangat merugikan pada Group. Rancangan ini bertujuan untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak dan membandingkan hasil yang didapat sebelum dan
efektifitas sistem daya tahan tubuh anak juga sesudah diberi perlakuan pada kelompok
menurun menyebabkan pertumbuhan dan intervensi dan tidak diberi perlakuan pada
kemampuan berpikirnya akan terganggu. Selain kelompok kontrol. Pada rancangan ini, kelompok
itu, bayi atau anak yang kurang tidur akan intervensi diberi perlakuan sedangkan kelompok
menjadi rewel, gampang marah dan sulit diatur kontrol tidak diberi perlakuan (Nursalam,2008).
(Lamberg, 2002). Pada kedua kelompok di awali dengan pre test,
Pengobatan yang dilakukan untuk dan setelah pemberian perlakuan di adakan
menangani batuk pada ISPA diantaranya dengan pengukuran kembali (post test) (Nursalam,
pengobatan tradisional, World Health Organization 2008).
(WHO) merekomendasi penggunaan obat
tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan HASIL PENELITIAN
kesehatan masyarakat, pencegahan dan Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah
pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit sebagai berikut:
kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO
juga mendukung upaya-upaya dalam A. Analisa Univariat
peningkatan keamanan dan khasiat dari obat Tabel 3.
tradisional (WHO, 2003). Distribusi karakteristik responden
Obat tradisional telah diterima secara luas
di hampir seluruh Negara di dunia, negara-
negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin
menggunakan obat herbal sebagai pelengkap
pengobatan primer yang mereka terima. Di
Afrika, sebanyak 80 persen dari populasi
menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer. Negara Cina dari total konsumsi obat,
sebesar 30 sampai 50 persen menggunakan obat-
obat tradisional (WHO, 2003).
Penelitian oleh Department of Pediatrics
di Amerika, madu merupakan salah satu Tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 52
pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala orang responden yang diteliti, distribusi
ISPA, diantaranya dapat menurunkan keparahan responden menurut jenis kelamin yang terbanyak
batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur adalah perempuan dengan jumlah 31 orang
anak pada malam hari. Penelitian Yulvina responden (59,6%), sedangkan usia responden
2

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


yang terbanyak adalah kelompok usia 3 tahun Homogenitas keparahan batuk sebelum
dengan jumlah 25 orang responden ( 48,07%). diberikan intervensi pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol
Tabel 4
Distribusi tingkat keparahan batuk sebelum
diberikan intervensi pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol.
Tabel 7 diatas dari hasil uji statistik
didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan
batuk anak sebelum diberikan minuman jahe
madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00
Tabel 4 di atas dapat dilihat nilai rata-rata dengan standar deviasi 1,918 dan 26,96 pada
tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA kelompok kontrol dengan standar deviasi 2,270.
sebelum diberikan intervensi minuman jahe Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05),
madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen berarti tingkat kerahan batuk anak pada
dan 26,96 pada kelompok kontrol. Standar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,918 sebelum diberikan minuman jahe madu adalah
dan 2,596 pada kelompok kontrol. homogen.

Tabel 5 Tabel 8
Disribusi tingkat keparahan batuk sesudah Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada
diberikan intervensi pada kelompok eksperimen kelompok eksperimen sebelum dan sesudah
dan kelompok kontrol. diberikan minuman jahe madu

Tabel 5 dapat dilihat nilai rata-rata tingkat


keparahan batuk sesudah diberikan minuman Tabel 8 diatas dari hasil uji statistik
jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan
eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol.
batuk sebelum diberikan minuman jahe madu
Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu
1,517 dan 3,417 pada kelompok kontrol. pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan
standar deviasi 1,918 dan 16,62 sesudah
B. Analisa Bivariat diberikan minuman jahe madu dengan standar
Tabel 6 deviasi 1,517. Hasil analisa diperoleh p (0,032) <
Homogenitas karakteristik responden α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan
yang signifikan antara mean keparahan batuk
anak sebelum dan sesudah diberikan minuman
jahe madu pada kelompok eksperimen sebanyak
2 kali sehari dalam waktu 5 hari.
Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa
semua karakteristik responden (jenis kelamin Tabel 9
dan umur anak) baik antara kelompok kontrol Tingkat keparahan batuk anak pada kelompok
dan kelompok eksperimen adalah homogen kontrol sebelum dan sesudah tanpa diberikan
dengan p (0,195-0,653) > α (0,05) (tabel 6). minuman jahe madu
Tabel 7

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


Tabel 9 diatas memperlihatkan hasil uji 3,049. Hasil analisa diperoleh p (0,001) < α
statistik di dapatkan nilai rata-rata tingkat (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan
keparahan batuk anak sebelum diberikan yang signifikan antara mean tingkat keparahan
minuman jahe pada kelompok kontrol adalah batuk anak sesudah diberikan minuman jahe
26,90 dengan standar deviasi 2,270 dan 23,58 madu pada kelompok eksperimen dan mean
sesudah tanpa diberikan minuman jahe dengan tingkat keparahan batuk anak tanpa diberikan
standar deviasi 3,049. Hasil analisa diperoleh p minuman jahe madu pada kelompok kontrol.
(0,134) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak
ada perbedaan yang signifikan antara mean PEMBAHASAN
tingkat keparahan batuk sebelum dan sesudah Analisa data univariat adalah analisa data
diberikan minuman jahe madu pada kelompok yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
kontrol tanpa pemberian minuman jahe madu masing-masing variabel yang terdiri dari
selama 5 hari. karakteristik responden, meliputi umur anak dan
jenis kelamin responden serta pembahasan
Tabel 10 tentang keparahan batuk responden sebelum dan
Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada sesudah diberikan minuman jahe madu pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kelompok eksperimen maupun kelompok
kontrol. Analisa bivariat digunakan untuk
sebelum diberikan minuman jahe madu
melihat perbedaan keparahan batuk anak pada
kelompok eksperimen dan kontrol serta melihat
efektivitas pemberian minuman jahe madu
terhadap keparahan batuk pada anak dengan
Tabel 10 diatas memperlihatkan rata-rata ISPA.
tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan 1. Karakteristik responden
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen a. Jenis kelamin
adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan Penelitian yang telah dilakukan di
26,90 pada kelompok kontrol tanpa diberikan wilayah kerja Puskesmas Rumbai,
minuman jahe madu dengan standar deviasi didapatkan hasil bahwa jenis kelamin
2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α responden hampir seimbang antara laki
(0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada laki dan perempuan yaitu 21 orang
perbedaan yang signifikan antara mean tingkat (40,4%) respoden laki-laki dan 31 orang
keparahan batuk anak sebelum diberikan (59,6%) responden perempuan. Data yang
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen ditemukan di BPS (2010) sebaran
dan mean tingkat keparahan batuk anak tanpa penduduk di Riau laki-laki sebanyak
diberikan minuman jahe madu pada kelompok 2.853.168 jiwa dan perempuan sebanyak
kontrol. 2 685 199 jiwa, ini berarti persebaran
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan
Tabel 11 hampir seimbang.
Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada Penelitian ini juga sejalan dengan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah penelitian yang dilakukan oleh Nasution,
diberikan minuman jahe madu dkk (2009) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan infeksi saluran
pernafasan akut pada balita di daerah urban
Jakarta menemukan hasil bahwa jenis
kelamin hampir seimbang antara laki-laki
(51,5%) dan perempuan (48,5%). Pada
Tabel 11 diatas memperlihatkan rata-rata penetilian tersebut tidak didapatkan
tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan hubungan antara jenis kelamin dengan
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen prevalensi ISPA pada balita.
adalah 16,62 dengan standar deviasi 1,499 dan b. Umur
23,58 pada kelompok kontrol tanpa diberikan Hasil penelitian yang telah dilakukan
minuman jahe madu dengan standar deviasi di wilayah kerja Puskesmas Rumbai,
4

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


didapatkan hasil usia responden terbanyak 3. Efektifitas pemberian minuman jahe madu
berada pada rentang umur 3 tahun terhadap penurunan keparahan batuk pada
sebanyak 25 orang (40,07%). Penelitian anak
yang dilakukan oleh Elyana dan Candra Penelitian yang telah dilakukan diwilayah
(2008) menunjukkan bahwa umur tidak kerja Puskesmas Rumbai, maka didapatkan hasil
berhubungan dengan frekuensi ISPA. uji statistik dengan menggunakan uji t
Mikroorganisme penyebab ISPA sangat independent diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal
banyak jenisnya dan bisa menyerang ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan
segala usia sehingga infeksi saluran antara mean tingkat keparahan batuk anak pada
pernafasan atas dapat terjadi pada siapa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
saja, pada usia berapapun. Walaupun pada sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga
umumnya semakin dewasa, daya tahan dapat disimpulkan bahwa pemberian minuman
tubuh sudah semakin sempurna, namun hal jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan
ini tidak berpengaruh terhadap kejadian batuk.
ISPA. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji
t dependent diperoleh p value (0,032) < α (0,05).
Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan
2. Gambaran tingkat keparahan batuk anak antara mean tingkat keparahan batuk anak pada
sebelum dan sesudah pemberian minuman kelompok eksperimen sebelum dan sesudah
jahe madu pada kelompok eksperimen dan diberikan minuman jahe madu sehingga dapat
kelompok kontrol ditarik kesimpulan bahwa pemberian minuman
Penelitian yang telah dilakukan di jahe madu efektif dalam menurunkan keparahan
wilayah Puskesmas Rumbai didapatkan hasil batuk pada anak.
rata-rata tingkat keparahan batu anak sebelum Hal ini sejalan dengan penelitian yang
diberikan minuman jahe madu yaitu 22,00 dilakukan oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas
pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada pemberian minuman jahe terhadap penurunan
kelompok kontrol. Sedangkan rata-rata keparahan batuk pada anak dengan ISPA di
tingkat keparahan batuk anak sesudah wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru
diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 dengan hasil p value = 0,000 atau p < α (0,05)
pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada maka Ho ditolak artinya pemberian minuman
kelompok kontrol. Berdasarkan hasil tersebut jahe efektif untuk menurunkan keparahan batuk
dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan pada anak dengan ISPA.
rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah Penelitian ini juga didukung sebuah
diberikan minuman jahe madu (post test) pada penelitian di Amerika yang dilakukan oleh
kelompok eksperimen sedangkan pada Cohen, dkk pada tahun 2009. Anak-anak dengan
kelompok kontrol terjadi penurunan rata-rata ISPA dan batuk malam hari diberi 1 dari 3
tingkat keparahan batuk (post test) yang tidak produk madu, plasebo pada pemberian 30 menit
signifikan tanpa diberikan minuman jahe sebelum tidur dan tanpa ada perawatan. Hasil
madu. yang ditemukan madu menghasilkan
Hasil penelitian ini sesuai dengan peningkatan perbaikan yang terbesar. Frekuensi
penelitian yang dilakukan oleh oleh Yulfina batuk anak yang menerima madu memiliki rata-
(2011) tentang efektifitas pemberian rata peningkatan 1,89 poin, 1,39 poin bagi anak
minuman jahe terhadap penurunan keparahan yang menerima plasebo dan 0,92 poin bagi yang
batuk pada anak dengan ISPA di wilayah tidak memerima perawatan (p 0,01).
kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Pemberian minuman jahe madu dapat
Mimuman jahe madu diberikan 2 kali dalam 1 menurunkan keparahan batuk pada anak, karena
hari selama 5 hari kepada responden. Jahe kandungan minyak atsiri dalam jahe yang
yang mengandung minyak atsiri berkisar 3% merupakan zat aktif yang dapat mengobati batuk
merupakan sebuah zat aktif yang dapat (Nooryani, 2007), sedangkan zat antibiotik pada
mengobati batuk. madu yang dapat menyembuhkan beberapa
penyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA
(Aden, 2010). Anak yang telah diberikan
5

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


minuman jahe madu oleh peneliti gejala penelitian lebih aplikatif tentang jahe dan
keparahan batuk seperti batuk berdahak, pilek, madu terhadap batuk pada anak.
rewel, tidak nafsu makan dan gejala lainnya
menjadi berkurang. Dengan demikian pada UCAPAN TERIMA KASIH
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pemberian minuman jahe madu dapat Terima kasih kepada Kepala Puskesmas Rumbai
menurunkan tingkat keparahan batuk pada anak yang telah bersedia memberikan izin kepada
dengan ISPA. peneliti untuk melakukan penelitian.

KESIMPULAN 1
Apri Nur Ramadhani:Mahasiswa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Studi Ilmu Keperawatan
karakteristik responden paling banyak kelompok Universitas Riau, Indonesia
perempuan (59,6%) dan umur 3 tahun (48,07%).
2
Berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan Riri Novayelinda: Dosen Departemen
signifikansi dengan nilai p (0,032) < α (0,05). Keperawatan Anak Program Studi Ilmu
Pada kelompok kontrol terjadi penurunan Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
keparahan batuk namun tidak signifikan 3
berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan Rismadefi Woferst: Dosen Departemen
tidak terdapat signifikansi dengan nilai p (0,134) Keperawatan Medikal Bedah Program
> α (0,05). Hasil uji t independent dimana Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau,
diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti Indonesia.
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-
rata tingkat keparahan batuk anak pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sesudah diberikan minuman jahe madu.
DAFTAR PUSTAKA
SARAN
1. Bagi pelayanan kesehatan Badan Pusat Statistik (2010). Sensus penduduk
Bagi pelayanan kesehatan disarankan 2010 Propinsi Riau. Diperoleh tanggal,
untuk dapat menjadikan hasil penelitian ini 14 juli 2014 dari
sebagai salah satu intervensi keperawatan http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id
pada anak yang menagalami batuk. =1400000000&wilayah=Riau.
2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran
Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
khususnya tenaga pengajar dan pelajar Departemen Kesehatan RI. (2010). Kejadian
disarankan untuk dapat memakai hasil penyakit ISPA pada balita. Diperoleh
penelitian ini sebagai salah satu sumber tanggal 7 Oktober 2013 dari
informasi mengenai perbandingan efektifitas http://www.depkes.go.id/index.php?vw=
pemberian minuman jahe madu terhadap 2&id=2086.
keparahan batuk anak dengan ISPA sehingga Departemen Kesehatan RI. (2002).Pedoman
dapat dijadikan sebagai salah satu terapi pemberantasan penyakit infeksi saluran
alternatif. pernapasan akut untuk penanggulangan
3. Bagi masyarakat pnemonia pada balita. Jakarta: Dirjen
Bagi masyarakat khususnya ibu yang PPM & PLP.
anaknya mengalami batuk disarankan untuk Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2012). Data
dapat mengaplikasikan minuman jahe madu penemuan penyakit ISPA. Pekanbaru:
sebagai salah satu metode pengobatan Dinkes Kota Pekanbaru.
alternatif untuk mengurangi batuk pada anak. Elyana, M. & Candra, A. (2008). Hubungan
4. Bagi peneliti selanjutnya frekuensi ispa dengan status gizi balita.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan Diperoleh tanggal 1 juni 2014 dari
tambahan informasi untuk mengembangkan http://ejournal.undip.ac.id/index.php/acta
nutrica/article/view/4859.
6

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. tidak ada pengobatan batuk pada
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat nocturnal dan kualitas tidur untuk batuk
Universitas Riau. anak-anak dan orang tua mereka.
Heru, S. K., & Yasril. (2009). Tehnik sampling Diperoleh pada tanggal 3 September
untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta: 2013 dari http//www.archpediatrics.com.
Graha Ilmu. Riset Kesehatan Dasar(2007). Badan penelitian
Hidayat, A. A (2007). Riset keperawatan dan dan pengembangan kesehatan. Jakarta:
teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Kementrian Kesehatan Republik
Medika. Indonesia.
Hidayat, A. (2009). Pengantar kebutuhan dasar Sofyani, S. (2011). Perbedaan gangguan tidur
manusia. Jakarta: Salemba Medika. pada remaja. Diperoleh tanggal 23
Iptek kesehatan. (2012). Perubahan iklim picu September 2013 dari
wabah penyakit pernapasan. Diperoleh repository.usu.ac.id/bitstream/123456789
tanggal 25 Oktober 2013 dari /29430/4/Chapter%20II.pdf.
http://www.poskotanews.com/2012/09/21 Uripi, V. (2004). Menu sehat untuk balita. Jakarta:
/perubahan-iklim-picu-wabah-penyakit- Puspa Swara.
pernapasan/. WHO. (2003a). Traditional medicine. Diperoleh
Lamberg, L. (2002). Inadequate sleep. American tanggal 2 Desember 2013 dari
Medical Association. Diperoleh tanggal 5 http://www.who.int/inf-
September 2013 dari fs/en/fact134.html.
http://futureofchildren.org/futureofchildre
WHO. (2003b). Traditional medicine. Diperoleh
n/ publications/docs/
tanggal 5 September 2013 dari http
16_01_03.pdf&prev/.
//www.who.int/mediacentre/
Maryunani, A. (2010). Ilmu kesehatan anak
factsheets/fs134/en/.
dalam kebidanan. Jakarta. Trans Info
Media.
Mei, E., & Aryu, C. (2008). Hubungan
Frekuensi ISPA dengan status gizi balita.
Diperoleh pada tanggal 20 juni 2014 dari
http://download.portalgaruda.org/article.
Nasution, K., dkk. (2009). Infeksi saluran napas
akut pada balita di daerah urban
Jakarta. Sari Pediatri. Diperoleh tanggal
20 juni 2014 dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-4-
1.pdf.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodelogi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep & penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan:
Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen
penelitian keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam. (2008). Metodologi riset
keperawatan: pedoman praktis
keperawatan. Surabaya: Salemba
medika.
Paul, I. M., Beiler J., McMonagle, A., Shaffer,
M, L., Duda, L., & Berlin, C, M. (2007).
Pengaruh madu, dextromethorphan, dan
7

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

Anda mungkin juga menyukai