Anda di halaman 1dari 10

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kacang Hijau


Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat.
Tanaman yang termasuk dalam keluarga kacang-kacangan ini sudah lama dibudidayakan di
Indonesia. Kacang hijau merupakan salah satu sumber makanan penting karena tingginya
kandungan nutrisi dalam semua bagian biji. Di Indonesia, tanaman kacang hijau merupakan
tanaman kacang-kacangan ketiga yang banyak di budidayakan setelah kedelai dan kacang tanah.
Bila dilihat dari kesesuaian iklim dan kondisi lahan yang dimiliki, Indonesia termasuk salah satu
negara yang memiliki kesempatan untuk melakukan ekspor kacang hijau (Purwono, 2005).
Tanaman kacang hijau memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Dibanding
dengan tanaman kacang-kacangan lainnya, kacang hijau memiliki kelebihan ditinjau dari segi
agronomi dan ekonomis, seperti:
a) lebih tahan kekeringan,
b) serangan hama dan penyakit lebih sedikit,
c) dapat dipanen pada umur 55-60 hari,
d) dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan
e) cara budidayanya mudah (Sunantara, 2000).

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau


Klasifikasi taksonomi tanaman kacang hijau adalah sebagai berikut
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (Suku polong-polongan)
Genus : Phaseolus
Spesies : Vigna radiata L.

2.1.2. Morfologi Tanaman Kacang Hijau


Tanaman kacang hijau berakar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua yaitu
mesophytes dan xerophytes. Mesophytes mempunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah
dan tipe pertumbuhannya menyebar, sementara xerophytes memiliki akar cabang lebih sedikit
dan memanjang kearah bawah.
Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau kecokelatan atau
kemerah-merahan. Batang tumbuh tegak mencapai ketinggian 30-110 cm dan cabang menyebar.
Setiap buku batang menghasilkan satu tangkai daun, kecuali pada daun pertama berupa sepasang
daun yang berhadapan dan masing-masing daun berupa daun tunggal.
Daun tanaman kacang hijau terdiri dari 3 helaian (trifoliat) dan letaknya bersilang.
Tangkai daunnya cukup panjang dari daun. Daunnya berwarna hijau muda sampai hijau tua (
Andrianto dan Indarto 2004).
Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaprodite), berbentuk kupu-kupu dan
berwarna kuning. Proses penyerbukan terjadi pada malam hari sehingga pada pagi harinya bunga
akan mekar dan pada sore hari menjadi layu.
Kacang hijau memiliki buah yang berbentuk polong, dengan panjang 5-16 cm, setiap
polong berisi 10-15 butir biji. Polong kacang hijau berbentuk bulat silindris atau pipih dengan
ujung agak runcing atau tumpul. Polong muda berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi
coklat kehitaman (Marzuki dan Soeprapto 2004).
Biji kacang hijau lebih kecil dibandingkan biji kacang-kacangan lainnya, warna biji
kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap dan beberapa ada yang berwarna kuning, coklat
dan hitam.

2.1.3. Syarat Tumbuh


Menurut Rukmana (1997), kacang hijau merupakan tanaman tropis yang menghendaki
suasana panas selama hidupnya. Tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah hingga 500 m di
atas permukaan laut. Di daerah dengan ketinggian 750 m di atas permukaan laut, kacang hijau
masih tumbuh baik, tetapi hasilnya cenderung turun (rendah). Keadaan iklim yang ideal untuk
tanaman kacang hijau adalah daerah yang bersuhu 25°C – 27°C dengan kelembaban udara 50% -
80%, curah hujan antara 50 – 200 mm perbulan, dan cukup sinar matahari (tempat terbuka).
Danarti dan Najiyanti (2000), menyatakan bahwa tanah yang ideal bagi tanaman kacang hijau
adalah tanah gembur yang berdrainase baik dan mempunyai pH 5,8 – 6,5. Pada pH kurang dari 5,
sebaiknya tanah tersebut diberi kapur terlebih dahulu. Ketinggian tempat pun menjadi faktor
pembatas bagi pertumbuhan kacang hijau.
Tanaman kacang hijau dapat tumbuh di daerah yang curah hujannya rendah dengan
memanfaatkan sisa – sisa kelembaban pada tanah bekas tanaman yang diairi, misalnya padi.
Tanaman ini tumbuh baik diwaktu musim kemarau. Pada musim hujan, pertumbuhan
vegetatifnya sangat cepat sehingga mudah rebah. Hambatan utama dalam proses penanaman
pada musim hujan adalah penyakit yang menyerang daun dan polong (Mazuki dan Soeprapto,
2001).
Tanaman kacang hijau memerlukan tanah yang gembur, banyak mengandung humus,
aerase dan drainase baik. Tanaman kacang hijau menghedaki tanah yang tidak terlalu berat,
artinya tidak terlalu banyak mengandung liat. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi
sangat disukai oleh tanaman kacang hijau (Purwono dan Hartono, 2005).
2.1.4. Pupuk dan Pemupukan
Pupuk merupakan hasil akhir dari penguraian sisa-sisa tanaman limbah dan kotoran
ternak, seperti pupuk kandang, kompos dan pupuk hijau (Sutedjo, 1995) dalam Winata et al.
(2012). Pupuk organik umumnya merupakan pupuk lengkap karena mengandung unsur hara
makro dan mikro meskipun dalam jumlah sedikit. Pupuk organik ini diolah dari bahan baku
berupa kotoran ternak, kompos, limbah alam, hormon tumbuhan dan bahan – bahan alami
lainnya yang diproses secara alamiah selama 4 bulan. Pupuk organik selain dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan
produk tanaman mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan alternatif pengganti pupuk
kandang (Indar kusuma, 2000) dalam Winata et al.(2012). Penambahan pupuk organik dapat
meningkatkan kandungan unsur hara yang ada di dalam tanah, sehingga dapat digunakan untuk
pertumbuhan tanaman (Syukur dan Indah, 2006) dalam Winata et al. (2012). Pupuk
dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu pupuk pupuk organik dan pupuk anorganik,
pupuk organik dapat berbentuk padat dan cair.
Pemupukan adalah penambahan bahan atau zat pada tanah untuk memperlengkap
kandungan unsur hara yang tidak mencukupi untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
(Mulyani, 1999) dalam Winata et al. (2012). Pemupukan secara organik mampu berperan
memobilisasi atau menjembatani hara yang sudah ada dalam tanah sehingga mampu membentuk
partikel ion yang mudah diserap oleh akar tanaman. Efisiensi pemupukan haruslah dilakukan,
karena kelebihan dosis merupakan pemborosan yang berarti meningkatkan pengeluaran
disamping berpengaruh negatif terhadap kesuburan tanah. (Kastono, 1999) dalam Winata et al.
(2012) menyatakan bahwa pemupukan mempuyai dua tujuan utama, yaitu: mengisi perbekalan
zat hara tanaman yang cukup dan memperbaiki atau memelihara kondisi tanah, dalam hal
struktur, kondisi pH, potensi pengikat terhadap zat hara tanaman.
Kacang hijau menghendaki tanah dengan kandungan hara (fosfor, kalium, kalsium,
magnesium, dan belerang) yang cukup. Dosis anjuran pemupukan tanaman kacang hijau adalah
50 N kg/ha, 75 TSP kg/ha atau 34,5 kg/ha P2O5, 50 kg/ha KCL atau 30 kg/ha K2O (Marzuki
dan Soeprapto, 2004).

2.2. Stek
Menurut Widiarsih et al (2008), setek merupakan cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk
ditumbuhkan menjadi tanaman baru.
Stek adalah reproduksi vegetatif suatu tumbuhan dari potongan batang, daun, akar , tunas
yang kemudian ditanam. Penyetekan adalah suatu perlakuan atau pemotongan beberapa bagian
dari tanaman seperti akar, batang, daun, dan tunas dengan maksud agar organ-organ tersebut
membentuk akar yang selanjutnya menjadi tanaman baru yang sempurna dalam waktu yang
relative cepat dan sifat-sifatnya serupa dengan induknya. Pembiakan dengan cara stek ini pada
umumnya dipergunakan untuk mengekalkan klon tanaman unggul dan juga untuk memudahkan
serta mempercepat perbanyakan tanaman (Abdullah, 2007).
Menurut Widiarsih et al (2008), faktor intern yang paling penting dalam mempengaruhi
regenerasi akar dan pucuk pada stek adalah faktor genetik. Jenis tanaman yang berbeda
mempunyai kemampuan regenerasi akar dan pucuk yang berbeda pula. Untuk menunjang
keberhasilan perbanyakan tanaman dengan cara setek, tanaman sumber seharusnya mempunyai
sifat-sifat unggul serta tidak terserang hama atau penyakit. Selain itu, manipulasi terhadap
kondisi lingkungan dan status fisiologi tanaman sumber atau induk juga penting dilakukan agar
tingkat keberhasilan setek tinggi (Widiarsih et al, 2008).
Untuk klasifikasi tanaman yang akan di stek dapat dilihat di bawah ini sebagai berikut:
2.2.1. Klasifikasi Tanaman Anggrek
Menurut Dressier dan Dodson (2000) dalam Widiastoety, dkk. (2010), kiasiflkasi
anggrek Dendrobium adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Subfamili : Epidendroideae
Suku : Epidendreae
Subsuku : Dendrobiinae
Genus : Dendrobium
Spesies : D. macrophyllum, D. canaliculatum, D. lineale, D. bifalce,
D. Secundum.

2.2.2. Klasifikasi Tanaman Aglonema


Klasifikasi Aglaonema berdasarkan kedudukannya dalam taksonomi tumbuhan sebagai
berikut :
Filum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Araceales
Famili : Araceae
Genus : Aglaonema
Spesies : Aglaonema modestum, Aglaonema brevispathum, Aglaonema
cochinchinense, Aglaonema pumilum, Aglaonema hospitum,
Aglaonema simplex, Aglaonema commutatum, Aglaonema costatum,
Aglaonema densinervisum, Aglaonema crispum (Leman, 2005).
2.2.3. Klasifikasi Tanaman Pucuk Merah
Klasifikasi Pucuk Merah berdasarkan kedudukannya dalam taksonomi tumbuhan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium oleosum (F.Muell.) B.Hyland
Nama Lokal : Pucuk Merah (Herbarium Medanese, 2015)

2.2.4. Klasifikasi Tanaman Melati Jepang


Klasifikasi tanaman melati (J.sambac Ait) menurut Tjitrosoepomo (2005) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonae
Ordo : Oleales
Famili : Oleaceae
Genus : Jasminum
Spesies : Jasminum sambac(L) W. Ait

2.3. Pupuk Organik dan Non Organik


Pupuk organik merupakan pupuk yang sebagian atau seluruhnya berasal dari hewan
maupun tumbuhan yang berfungsi sebagai penyuplai unsur hara tanah sehingga dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah menjadi lebih baik (Nurhidayati, dkk., 2008).
Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah karena pembentukan agregat yang lebih
stabil, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, dapat mengurangi erosi karena infiltrasi air hujan
berlangsung baik serta kemampuan tanah menahan air meningkat. Pupuk organik dapat
memperbaiki sifat kimia tanah karena dapat meningkatkan unsur hara tanah baik makro maupun
mikro, meningkatkan efisiensi pengambilan unsur hara, meningkatkan kapasitas tukar kation,
dan dapat menetralkan sifat racun Al dan Fe. Pupuk organik juga dapat memperbaiki sifat
biologi tanah karena pupuk organik menjadi sumber energi bagi jasad renik/mikroba tanah yang
mampu melepaskan hara bagi tanaman.
Pupuk anorganik atau disebut juga pupuk mineral adalah pupuk yang mengandung satu
atau lebih senyawa anorganik. Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur
hara atau nutrisi tanaman. Dalam aplikasinya sering dijumpai beberapa kelebihan dan kelemahan
pupuk anorganik antara lain: mampu menyediakan hara dalam waktu yang relatif lebih cepat,
menghasilkan nutrisi lebih banyak, tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan.
Sedangkan kelemahan dari pupuk anorganik adalah harga relatif mahal dan mudah larut dan
mudah hilang, menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi. Unsur
yang paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K.
Penggunaan pupuk anorhanik yang tak terkendali menjadi salah satu penyebab penurunan
kualitas kesuburan fisik dan kimia tanah. Keadaan ini semakin diperparah oleh kegiatan
pertanian secara terus menerus, sedang pengembalian ke tanah pertanian hanya berupa pupuk
kimia. Hal ini mengakibatkan terdegradasinya daya dukung dan kualitas tanah pertanian
sehingga produktivitas lahan semakin menurun. Pupuk anorganik mempunyai kelemaha, yaitu
selain hanya mempunyai unsur makro, pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun hampir tidak
mengandung unsur hara mikro (Lingga dan Marsono, 2000). Kandungan hara dalam pupuk
anorganik terdiri atas unsur hara makro utama yaitu nitrogen, fosfor, kalium sedangkan hara
makro sekunder yaitu sulfur, calcium, magnesium dan hara mikro yaitu tembaga, seng, mangan
molibden, boron dan kobal.

2.4. Pestisida
Pestisida (Inggris : Pesticide) berasal dari kata pest yang berarti organisme pengganggu
tanaman (hama) dan cide yang berarti mematikan atau racun. Jadi pestisida adalah racun yang
digunakan untuk membunuh hama. Menurut USEPA (United States Environmental Protection
Agency), pestisida merupakan zat atau campuran yang digunakan unuk mencegah,
memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman dan
mikroorganisme pengganggu (Soemirat, 2003 dalam Zulkanain, 2010). Berdasarkan SK Menteri
Pertanian RI NO. 24/Permentan/SR.140/4/2011 tentang syarat dan tatacara pendaftaran pestisida
menyatakan pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta zat renik dan virus yang
dipergunakan untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian
tanaman atau hasil-hasil pertanian;
2. Memberantas rerumputan;
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk
pupuk;
5. Memeberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak;
6. Memberantas atau mencegah hama-hama air;
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
8. Memberantas atau mencegah biatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau
air.
Sampai saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 80.000-100.000 hama dan penyakit
tanaman yang disebabkan oleh virus, bakteri, organisme yang menyerupai mikoplasma, riketsia,
jamur patogen, gang-gang, dan tumbuhan parasit tingkat tinggi. Diperkirakan terdapat 30.000
jenis gulma yang tersebar secara merata dengan 1 .800 jenis gulma yang dapat menurunkan hasil
panen secara serius, terdapat 3.000 jenis nematoda yang menyerang tanaman dengan 1.000 jenis
nematoda yang dapat menimbulkan kerusakan, dan terdapat lebih dari 800.000 serangga dengan
10.000 jenis serangga dapat menyebabkan kerusakan berat pada tanaman (Sastroutomo, 1992).
Beberapa jenis formulasi pestisida yang umum digunakan dan diperdagangkan
(Sastroutomo, 1992):
1. Emulsi Pekat (Emulsifiable Concentrate)
Bahan ini merupakan formulasi cairan yang bahan aktifnya dapat larut dalam pelarut
yang tidak larut dalam air seperti minyak. Oleh karena itu, jika formulasi ini dicampurkan
dengan air maka akan membentuk emulsi pekat. Sehingga untuk mengurangi emulsi, maka
dicampurkan zat penahan emulsi. Selain ditambahkannya zat penahan emulsi, pencampuran
dosis yang sesuai dapat mengurangi terjadinya emulsi. Kestabilan emulsi sangat dipengaruhi
oleh pH air dan kondisi penyimpanan.
2. Serbuk Basah (Wettable Powders)
Serbuk basah merupakan formulasi pestisida yang kering dengan kandungan bahan aktif
yang cukup tinggi. Apabila formulasi ini dicampurkan dengan air, maka akan terbentuk dua
lapisan yang terpisah dimana bagian serbuknya akan berada di bagian atas. Untuk menghindarai
hal ini, formulasi dicampurkan dengan bahan pembasah (wetting agent), karena tanpa adanya
bahan ini serbuk tidak akan dapat bercampur dengan air. Pada umumnya, formulasi serbuk basah
mengandung 50-75% tanah liat atu bedak sehingga formulasi ini dapat cepat tenggelam ketika
dicampur air dan mengendap di bagian bawah tangki penyemprot. Sehingga apabila akan
digunakan harus diaduk terlebih dahulu.
3. Serbuk Larut Air (Water Soluble Powders)
Sama halnya dengan formulasi serbuk basah, formulasi ini merupakan formulasi kering.
Perbedaannya adalah formulasi ini dapat membentuk larutan jika dicampur dengan air.
Formulasi ini biasanya mengandung 50% bahan aktif. Biasanya diperlukan bahan pembasah atau
bahan perata jika digunakan untuk menyemprot tanaman yang mempunyai permukaan batang
atau daun yang licin dan berbulu.
4. Suspensi
Terdapat jenis-jenis pestisida yang dapat terlarut dalam air atau pelarutan minyak. Selain
itu ada beberapa jenis pestisisda yang hanya larut pada jenis-jenis pelarut orgaik yang sulit untuk
diperoleh sehingga formulasinya mahal dan sulit diperdagangkan. Untuk mengatasi masalah
tersebut, maka bahan murninya harus dicampur terlebih dahulu dengan serbuk tertentu dan
sedikit air sehingga terbentuk campuran pestisida dengan serbuk halus yang basah. Campuran ini
dapat bercampur dengan rata jika larutan dalam air sebelum disemprotkan. Komposisi inilah
yang dikelan dengan suspensi.
5. Debu
Debu merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana untuk dipakai, debu
merupakan formulasi kering yang mengandung konsentrasi bahan aktif yang sangat rendah yaitu
berkisar 1 -10%. Bahan murninya dicampurkan dengan bahan liat kemudian dihancurkan
menjadi halus seperti debu. Formulasi ini biasanya digunakan dalam bentuk kering tanpa perlu
dicampur dengan air atau zat pelarut lainnya. Pestisida jenis ini sangat mudah utuk digunakan
dikawasan yang sempit. Debu pestisida mudah melekat pada daun yang basah, oleh karena itu
sering digunakan pada waktu masih pagi.
6. Butiran (Granules)
Formulasi ini menyerupai debu tetapi dengan ukuran yang besar dan dapat digunakan
langsung tanpa cairan atau dicampur dengan bahan pelarut. Bahan aktif dari formulasi ini pada
mulanya berbentuk cair tetapi setelah dicampur dengan butiran, bahan aktifnya akan menyerap
atau melekat pada butiran. Jumlah bahan aktif yang terdapat pada formulasi ini biasanya berkisar
antara 2-45%.
7. Aerosol
Penyemprotan nyamuk, penyemprotan wangi-wangian, penyemprot rambut dan lain
sebagainya merupakan beberapa contoh aerosol yang sering kita gunakan. Insektisida semprot
telah banyak dikembangkan sejak Perang Dunia II. Jenis insektisida tersebut hanya efektif
terhadap serangga yang terbang atau merayap dengan pengaruh residu yang sangat rendah.
Bahan aktifnya mudah larut dan menguap dengan ukuran butiran kurang dari 10µm sehingga
mudah terhisap manusia pada saat bernafas, oleh karena itu pada waktu melakukan
penyemprotan sebaiknya nafas ditahan.
8. Umpan
Umpan merupakan makanan atau bahan-bahan tertentu yang telah dicampur dengan
racun. Bahan ini menjadi daya penarik jasad pengganggu sasaran. Umpan dapat digunakan di
rumah, kantor, kebun ataupun sawah dan bisa digunakan pada tikus, lalat, burung ataupun siput.
Pestisida dengan formulasi ini sangat mudah untuk digunakan karena kita hanya perlu
meletakkannya di tempat-tempat tertentu yang strategis. Jumlah bahan aktif racun di dalam
umpan sangat rendah sehingga tidak menimbulkan pengaruh apa-apa terhadap lingkungan.
9. Gas
Fumigan merupakan formulasi dalam bentuk gas atau cairan yang mudah menguap. Gas
ini dapat menyerap dikulit. Fumigan sering digunakan untuk mengendalikan hama-hama gudang,
hama-hama, dan jamur patogen yang berada di dalam tanah.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Hasil

1.1.1. Tanaman Kacang Hijau

X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X

Gambar 1. Lobang Tanam dan Populasi Kacang Hijau

Populasi kacang hijau yang hidup adalah 67 buah, dan ada 3 buah yang mati. Jarak

tanam yang digunakan yaitu 30cm x 40cm. Pestisida yang digunakan sebanyak 2 mL yang

dilarutkan dalam air sebanyak 2 L. Pupuk kandang yang digunakan adalah 1 karung yaitu untuk

pemupukan dasar. Pemupukan ulang menggunakan pupuk anorganik yaitu pupuk urea, tsp dan

kcl dengan perbandingan 80 gr : 120 gr : 80 gr.

1.1.2. Stek

Tabel 1. Hasil Stek Tanaman Hias

Jenis Tanaman Sampel 1 Sampel 2


Aglonema Hidup Mati
Pucuk Merah Mati Mati
Melati Jepang Hidup Mati
Anggrek Mati Hidup

Anda mungkin juga menyukai