Anda di halaman 1dari 2

Masalah umum daerah rawan konflik

Dewasa ini kehidupan Bangsa Indonesia tengah mangalami banyak ancaman yang
serius dengan memanasnya konflik-konflik di masyarakat. Trend konflik ini semakin
mengkhawatirkan pasca era reformasi 1998. Bila ditelursuri lebih lanjut, terjadinya konflik
sosial dikala itu cenderung disebabkan oleh lemahnya sharing of understanding and
acceptance (berbagai pemahaman dan penerimaan) yang menyangkut ruang, kekuasaan,
ekonomi dan kebudayaan (Fahmi dan Akbar, 2015).
Konflik sosial pada masyarakat pluralisme seperti Indonesia, yang memiliki
keanekaragaman suku, agama, ras dan budaya dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta
jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesajahteraan
masyarakat. Namun pada sisi lain, kondisi tersebut dapat membawa dampak buruk bagi
kehidupan nasional, apabila terdapat kondisi ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan
kesenjangan sosial, ekonomi, kemiskinan serta dinamika kehidupan politik yang tidak
terkendali seperti dalam pelaksanaan pemilihan legislatif, presiden dan wakil presiden, dan
pemilihan kepala daerah
Konflik adalah suatu pernyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat
kreatif.Jika konflik selalu ada, berarti konflik itu memang sebenarnya dibutuhkan. Manfaat
konflik antara lain membuat masyarakat menyadari adanya banyak masalah, mendorong
kearah perubahan yang dibutuhkan, memperbaiki solusi, menumbuhkan semangat,
mempercepat perkembangan pribadi, menambah kepedulian diri, mendorong kedewasaan
psikologis dan menimbulkan kesenangan (Tjosvold, 2000). Penyebab konflik antara lain:
1. Kurangnya sumberdaya: dana, alat, orang
2. Sikap berbeda, ketidaksetujuan, komunikasi buruk, lemahnya teamwork (kepercayaan)
3. Struktur organisasi yang tidak cukup dan kurang jelasnya peran.
4. Sedangkan gejala-gejala konflik antara lain:
5. Ada sesuatu yang tidak beres: merasa gelisah, frustasi, terhina, tersakiti hati, sedih, marah
dan tidak setuju.
6. Tidak saling bicara
7. Sengaja merusak/menjatuhkan dan tidak kooperatif;
8. Berkontradiksi, berkata-kata tidak baik;
9. Debat, polemik, kelompok-kelompok;
10. Ancaman dan tindakan merusak.
Beberapa kajian menunjukkan bahwa konflik akan selalu diawali dengan adanya
potensi yang mengendap kemudian dapatberkembang memanas menjadi ketegangan emosi
dan akhirnya pecah memuncak menjadi konflik fisik akibat adanya faktor pemicu konflik.
Contohkonkrit masalah konflik di Indonesia yang cukup serius baik yang bersifathorizontal
maupun vertikal antara lain:
1. Konflik yang bernuansa separatisme (gerakan untuk mendapatkankedaulatan dan
memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia):konflik Republik Maluku Selatan
(RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
2. Konflik yang bernuansa etnis: konflik di Lampung, Kalimantan Tengah, dan Ambon.
3. Konflik yang bernuansa ideologis: isu faham komunis, Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia (G30S PKI), faham radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
4. Konflik yang benuansa politis: isu kecurangan Pilkada, isu pemekaran wilayah di
beberapa wilayah yang berakibat penyerangan dan pengerusakan.
5. Konflik yang bernuansa ekonomi: konflik antar kelompok nelayan di selat Madura,
antar kelompok preman, antar kelompok pengemudi, antar kelompok pedagang.
6. Konflik bernuansa solidaritas: tawuran antar wilayah, antar pendukung sepak bola.
7. Konflik isu agama atau aliran kepercayaan: isu berkaitan dengan Ahmadiyah, isu
aliran sesat.
8. Konflik isu kebijakan pemerintah: BBM (Bahan Bakar Minyak), BOS (Bantuan
Oprasional Sekolah), LPG (Liquified Petroleum Gas).

Antaranews. (2012). Konflik sosial di Indonesia semakin meningkat. Accessed date: May 19,
2015. http://www.antaranews.com/berita/335047/konflik-sosial-di-indonesia-semakin-
meningkat
Fahmi. T dan Akbar.M,Z. 2015. Pemetaan Daerah Rawan Konflik Sosial di Kabupaten
Tanggamus.

Anda mungkin juga menyukai