Anda di halaman 1dari 128

Manokwari, 18-19 Juli 2017

Oleh :
Hendrik Pristianto, ST., MT.
=== Dosen Program Studi Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Sorong ===
SISTIMATIKA

I. PENDAHULUAN

II. DASAR – DASAR TEORI PENGUKURAN

III. RENCANA PENGKURAN

IV. PENGGAMBARAN

V. PENGENALAN ALAT
I. PENDAHULUAN
Pengukuran untuk Keperluan Perencanaan Irigasi

1. Mengetahui bentuk topografi atau kontur daerah yang


akan dibangun
2. Mengetahui luas daerah yang akan dibangun
3. Mengetahui sumber air yang akan dimanfaatkan
4. Mengetahui Letak bangunan yang akan dibangun
5. Mengetahui aksessibilitas daerah yang akan dibangun
8 PERSYARATAN IRIGASI

1. Ada lahan yang cocok dikembangkan menjadi daerah irigasi

2. Ada sumber air yang cukup yang dapat dimanfaatkan

3. Ada petani yang akan menggarap

4. Ada jalan yang dapat ditempuh untuk menuju lokasi

5. Ada masyarakat yang akan memanfaatkan hasil pertanian

6. Secara Teknis dan ekonomis layak dilaksanakan

7. Tidak menimbulkan dapak negatif terhadap lingkungan

8. Ada dukungan dari pemerintah


8 syarat
TAHAPAN
Pengembangan
PERENCANAAN Irigasi IRIGASI

Penyelidikan Pengukuran dan Pengumpulan


Geologi dan Pemetaan Situasi data dan analisa
Mekanika Tanah 1 : 5.000 / 1 ; 2000 Hidrologi

Pemilihan tipe Perencanaan Perhitungan


bangunan dan Peta Petak dan Kebutuhan air dan
kriteria Sistim Planning water balance

Pengukuran Trase
Saluran dan Situasi Perencanaan Pola Tanam dan
Bangunan Tersier Golongan

Perencanaan
Detail dan BOQ

Manual OP
SYARAT – SYARAT PETA SITUASI UNTUK
KEPERLUAN PERENCANAAN

1. Mudah dibaca oleh pengguna

2. Memiliki ketelitian yang memenuhi keperluan perencanaan

3. Tahan terhadap perubahan temperatur

4. Mudah digunakan

5. Menonjolkan informasi yang berkaitan dengan sumber air

6. Dapat dipercaya
II. DASAR-DASAR TEORI PENGUKURAN
SISTIM KOORDINAT KARTESIAN

Sumbu Y

II I
D ( - xd , + yd) A(+ xa , + ya)

Sumbu X
C( -xc , - yc)
B( +xb , - yb)

III IV
KOORDINAT DINYATAKAN DENGAN ABSIS (X) DAN ORDINAT(Y)
ATAU EAST (E) DAN NORTH (N)

A : + 500,OOO.00 (E) ; - 750,000.00 (N)

ATAU

B: X = 650,000.00; Y = - 600,500.00
HAL YANG PERLU DIINGAT
Y/U
∂x B (XB,YB)
YB

α = Azimuth atau sudut jurusan ∂y


dari A ke B2 α d

YA
A(X ,Y )
A A
X
XA XB

∂x = (XB-XA) = d Sin α
XB = XA +∂x
∂y = (YB-YA) = d Cos α
YB = YA + ∂y
d2 = (XB – XA)2 + (YB – YA)2

α= arc.Tg. (XB-XA) / (YB – YA)


Sudut ( θ )
Sudut ( θ ) yang dibentuk oleh dua arah adalah selisih bacaan horizontal
Pada dua arah yang dibidik. Jika Alat berdiri di titik P, teropong diarahkan
ke titik A dibaca 600 30’ 30” kemudian diputar searah jarum jam membidik
titik B dibaca 1200 30’ 30”, maka sudut APB yang terbentuk di P adalah
1200 30’ 30” dikurangi 600 30’ 30” atau 600 00’ 00”
A

B
θ

P
Sudut Jurusan ( α )

Sudut Jurusan ( α ) sering juga disebut dengan istilah “bearing” adalah


Sudut pada satu titik yang dibentuk dari arah Utara kearah titik bidik.
Misalnya alat berdiri di titik A dan teropong diarahkan (dibidik) ke titik B
Sebagai target, maka apabila bacaan NOL (00) diimpitkan ke arah Utara
(Utara Peta) dan bacaan ke titik B adalh 600 maka sudut jurusan ( α )
Titik A ke titik B adalah 600 u
00 0’ 0”
B

600

A
Menghitung Sdt Jurusan ke:
SUDUT JURUSAN
pada kwadran A = 420
D A B = 1380
420 C = 2220
420 D = 3180

420 420

C B

Sudut yang dibentuk arah Utara dengan jurusan yang dibidik


Menghitung sudut jurusan dari koordinat dua titik yang
diketahui dengan ∂x B
Rumus arc Tangen , yaitu:
∂y α
( α ) = Arc Tg ( dx ) / ( dy ) ϴ
A

Perlu diingat bahwa rumus tersebut berlaku pada segita siku-


siku = Rumus Pythagoras, yaitu: perbandingan sisi tegak
dihadapan dengan sisi tegak disampingnya

Harus memperhatikan letak kwadrant posisi titik-titik


tersebut dengan mencoba menggambar letak kedua titik
tersebut dengan menggunakan koordinatnya masing-
masing.
Menentukan Sudut Jurusan
+
berdasarkan letak kwadran

B ∂x α=ϴ

∂x B
ϴ ∂y
I
II ∂y α
ϴ
α= 360 - ϴ
A
α A
+
_
α
A
A
α
ϴ ϴ
∂y
∂y
∂x ∂x
B
B
α= 180 + ϴ _ α= 180 - ϴ
III IV
CENTERING adalah ketepatan berdirinya alat atau target diatas
patok yang seharusnya

A’
A
B’
B

θ
P
Θ’
P

Akibat kesalahan centering maka sudut yang diukur θ’ tidak sama


dengan sudut yang sebenarnya θ
SETIAP KESALAHAN YANG TIMBUL PADA PENGGUKURAN AKAN
MERAMBAT KETITIK BERIKUTNYA SECARA KUMULATIP

KEMUNGKINAN TERJADI KESALAHAN DALAM ( + ) DAN ( - )


SAMA KEMUNGKINANNYA DALAM SEBUAH PENGUKURAN

KESALAHAN PADA PENGUKURAN DAPAT TERJADI PADA PENGUKURAN


SUDUT MAUPUN PENGUKURAN JARAK DAN PENGUKURAN BEDA TINGGI

KESALAHAN TIDAK DAPAT DIHINDARI HANYA DAPAT DIKURANGI SERTA


DIPERHITUNGKAN (DIRATA-RATAKAN)
Utara Magnetis VS Utara Peta

Utara Magnetis Utara Peta

Matahari


αMatahari
αP1
O
P
BEDA ANTARA UTARA PETA DAN UTARA MAGNETIS

UTARA PETA ADALAH UTARA GEOGRAFIS DALAM


SISTIM PROYEKSI PETA, BERIMPIT DENGAN UTARA
YANG SEBENARNYA (UTARA SEJATI)

UTARA MAGNETIS ADALAH UTARA YANG MENUJUK


KEARAH KUTUB UTARA DIPENGARUHI OLEH POSISI
BERDIRI DAN KONDISI MAGNIT LOKAL.

PERBEDAAN ANTARA UTARA GEOGRAFIS DAN UTARA


MAGNETIS DISEBUT KONVERGENSI
 Utara peta merupakan arah utara yang ditunjukkan
dengan garis-garis tegak lurus vertikal (sumbu y). Garis
ini dihasilkan dari proyeksi bujur dan lintang bumi pada
peta sehingga menjadi sistem koordinat atau grid. Ini
disebabkan bentuk bumi yang bulat sehingga saat dibuat
datar, garis bujur yang harusnya bertmu di kutub tidak
bisa terjadi.
 Utara sebenarnya merupakan kutub utara bumi yang
pada peta disimbolkan dengan tanda arah panah atau
bintang. Tanda tersebut mengarahkan pembaca ke arah
utara sebenarnya sesuai garis lintang bumi.
 Utara magnetis adalah arah yang dihasilkan oleh sudut
kompas dari suatu lokasi tertentu ke arah kutub utara
magnetis bumi yang terletak dekat Greenland. Sudut
yang dihasilkan antar utara sebenarnya dinamakan sudut
deklinasi.
BEDA ANTARA UTARA PETA DAN UTARA MAGNETIS

Lihat Video Ini 


JARAK (D)

Jarak antara dua titik dapat dinyatakan dengan Jarak Miring dan
Jarak Datar
Jarak miring biasanya diukur dengan alat dengan sudut miring tertentu,
Dapat diukur dengan optis (jarak optis) maupun dengan elektronis.
atas

(d) optis
tengah

bawah

(d) Optis = bacaan benang atas dikurangi bacaan benang bawah


kali 100
JARAK ELEKTRONIS Lihat Artikel Ini 

∆t l

v
2 (d) = f ( v . L . ∆t)
JARAK (d) dihitung berdasarkan selisi waktu (∆t) antara waktu
gelombang elektro ditembakkan ke target dan waktu kembali diterima.
V = kecepatan cahaya; l = panjang gelombang elektromagnetis yang dipancarkan
JARAK DATAR

JARAK DATAR ANTARA DUA TITIK ADALAH JARAK DIATAS


BIDANG PROYEKSI

BIDANG PROYEKSI ADALAH BIDANG MATEMATIS DIMANA


TITIK-TITIK DIATAS ELIPSOID DIPROYEKSIKAN.

ELLIPSOID ADALAH BENTUK MATEMATIS BUMI DENGAN


PARAMETER TERTENTU YANG BERLAKU PADA MASING-
MASING NEGARA.
Ellipsoid adalah model teoritis yang paling representative untuk bumi. Yang dimaksud
ellipsoid disini adalah ellip yang berotasi pada sumbu pendeknya. Ellipsoid yang
digunakan sebagai model bumi sering disebut dengan Ellipsoid referensi.

Ellipsoid referensi digunakan


sebagai acuan untuk melakukan
perhitungan. Dalam ellipsoid
terdapat parameter yang
mendefiniskan bentuk atau
geometri dari ellipsoid. terdapat
tiga parameter utama yakni semi
major axis, minor axis dan juga
flattening atau penggepengan.
Ketiga parameter ini
mendefinisikan geometri dari
ellipsoid tersebut.

Dari tahun ke tahun dilakukan pengukuran terhadap geometri ellipsoid. Namun


semenjak tahun 1984 atau setelah penentuan datum WGS84 tidak dilakukan lagi
pengukuran ellipsoid karena setelah datum WGS 84 tidak mengalami perubahan
yang signikan seperti tahun tahun sebelumnya
Jarak diatas tanah dan jarak diatas peta

Proyeksi peta a’ b’

a
b f = faktor skala
ellipsoid

Jarak a-b diatas permukaan bumi


jarak a’-b’ diatas peta a’ – b’ = a – b kali (f)
Mengukur Jarak

ϴ ϴ = kemiringan

d1
d2
A d3

DAB B

DAB = d1 + d2 + d3
GRID
Y

x
Grid
y

BM (X,Y)REFERENSI

X
Titik Referensi

x P
y

BM (X,Y)
Y

Koordinat P ( X + x ) ; ( Y + y )
TRAVERSE MARCATOR

selinder
bumi
ELLIPSOID

a = 6378388 m 1/f = 297 WGS84


Faktor skala = 0,99996 pada garis meridian singgung
PEMBAGIAN ZONE PETA DI INDONESIA

20’ X 20’

E
Zona Universal Transverse Mercator (UTM) Indonesia - Sistem proyeksi Universal
Transverse Mercatoratau UTM adalah Proyeksi bekerja pada setiap bidang Elipsoide
yang dibatasi cakupan garis meridian dengan lebar 60 yang disebut Zona.

Sumber : http://www.gispedia.com/2016/03/zona-universal-transverse-mercator-utm-
indonesia.html#ixzz4n7CRB3zE

Selain itu
perbedaan
lintang juga
mempengaruhi
apakah wilayah
tersebut berada
di zona utara
atau selatan
(batasnya
adalah garis
khatulistiwa
atau 00)
DATUM

+ 2.00
2.00
PILAR BETON
MSL

DATUM ADALAH BIDANG REFERENSI KETINGGIAN TERHADAP


MUKA AIR RATA-RATA
Biasanya ditetapkan berdasarkan pengamatan pasang surut air laut dan
Dipilih agar pengukuran tidak ada yang mempunyai elevasi negatif ( - )
Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah
parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan geometri ellipsoid bumi
serta orientasi sumbu koordinat terhadap tubuh bumi. Datum geodetik
diukur menggunakan metode manual hingga yang lebih akurat lagi
menggunakan satelit.
PEMBACAAN SUDUT
Sudut vertikal Sudut horizontal
P2
90 90
P1

0 180 0
360

270

Biasa P1: 300 15’ 30”


Biasa P2: 1350 30’ 30”
ᵦ: 1050 15’ 00”

Biasa : 300 15’


LB
LB
P1: 2100 15’ 33”
P2: 3150 30’ 32”
ᵦ: 1050 14”59”
Luar Biasa : 300 16’
Biasa – LB = 1800 ± fᵦ
PEMBACAAN SUDUT BIASA DAN LUAR BIASA
Biasa/
Target L.Biasa Bacaan Sudut Rata-rata Skets
F B 00 17 24 00 00 00 00 00 00

G B 32 31 43 32 14 19 32 14 F G
18.5 C
C B 56 07 03 55 49 38 B
55 49
B B 73 12 39 72 55 15 37.5

B LB 253 12 44 72 55 13 72 55 A
14.0
C LB 236 07 08 55 49 37

G LB 212 31 49 32 14 18

F LB 180 17 31
target P1
alat target bacaan sudut

B 170 25 31 35
P1
LB 350 25 32 34

179 19 49
Alat P2 P2
179 19 49

B 349 45 20 22
P3
LB 169 45 21 20

target P3 B 69 15 40 45
P2
LB 249 15 40 43

175 25 16
P3
175 25 15

B 244 40 56 54
P4
LB 64 40 55 54

Sudut P2 (B) = bacaan P3 (B) – bacaan P1(B)

Sudut P2 (LB)= bacaan P3(LB) – bacaan P1(LB)


Centering alat

20 cm

80 cm

Penyimpangan maksimum 2mm


unting2

Titik centering

Bench Mark
Arah target

Target yang dibidik


benang unting-unting

unting-unting

patok beton

centering maksimum 2 mm
Rencana
TAHAP PELAKSANAAN Pengukuran
PENGUKURAN SITUASI
Survey
Pendahuluan

Penentuan
Kerangka

Pemasangan
BM

Polygon Pengukuran Waterpass


Situasi
Hitungan dan
perataan

Penggambaran

Kompilasi dan
finishing
III. RENCANA PENGUKURAN
PERSIAPAN:

1. Maksud dan tujuan pengukuran.

2. Lokasi dan luas daerah yang akan diukur.

3. Skala peta yang akan dibuat.

4. Ketelitian yang diminta


PERSIAPAN:

5. Jenis-jenis alat yang akan digunakan


6. Waktu yang tersedia dan waktu yang diperlukan
7. Metode pengukuran yang akan diterapkan.
8. Jumlah tenaga yang diperlukan
9. Alat transportasi yang diperlukan
10. Biaya yang diperlukan
PEMILIHAN SKALA PETA

Skala peta disesuaikan dengan fungsi dan maksud


Penggunaannya:

1. Sistem Planning dan peta petak : 1 : 5.000


2. Perencanaan Tersier : 1 : 2.000
3. Perencanaan Saluran (Trace Saluran): 1 : 2.000

4. Perencanaan Bendung: 1 : 500 - 1 : 1.000


5. Study Kelayakan dan Ikhtisar: 1 : 10.000 - 1 : 25.000
INTERVAL GARIS KONTUR

Interval garis kontur disesuaikan dengan skala peta dan kemiringan


lereng.

Kemiringan Skala Peta Interval Kontur Keterangan


Lereng
0% sd 5% 1 : 500 sd 1 : 0.25 m sd 0.50 m Perencanaan detail;
2.000 tersier
5% sd 15% 1 : 1.000 sd 1 : 1.0 m sd 2.5 m Perencanaan
5.000 khusus, Sistim
Planning
15% sd 30% 1 : 2.000 sd 1 : 1.0 m sd 2.5 m Perencanaan
5.000 Khusus; Sistim
Planning
>>30% 1 : 5.000 sd 1 : 2.5 m sd 5.0 m Feasibility Study
25.000
MERENCANAKAN KERANGKA PENGUKURAN
Kerengka Pengukuran sangat penting untuk memperoleh hasil
Pengukuran yang baik, efisien dan memenuhi syarat.
1. Menentukan lokasi penempatan BM-BM yang akan dilalui oleh jalur kerangka
pengukuran.
2. Mencari Titik-titik triangulasi yang terdapat sekitar daerah yang akan
diukur sebagai titik referensi.
3. Menentukan jalur-jalur pengukuran dilapangan.

4. Mencari lokasi base-camp, atau tempat logistik yang bisa digunakan selama
pelaksanaan pengukuran.

Diperlukan peta skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000 sebagai peta dasar


CONTOH KERANGKA PENGUKURAN

BM

Kring (2) Kring (4)

Kring (1)
Kring (5)
Kring (3)

Kring (7)

Kring (6)

BM

Kerangka Pengukuran dibagi menjadi (7) Kring


KETELITIAN KERANGKA PENGUKURAN

KETELITIAN KERANGKA UTAMA KERANGKA CABANG


KETELITIAN Salah penutup sudut Salah penutup sudut
PLANIMETRIS 10”√n 12”√n
Salah penutup jarak Salah penutup jarak 1
1:10.000 5000
KETELITIAN VERTIKAL Salah penutup pergi- Salah penutup pergi-
pulang 7(mm)√D(km) pulang 7(mm)√D(km)
Salah penutup Kring Salah penutup Kring
tertutup 7(mm)√D(km) 7(mm)√D(km)
Kerangka Utama dan Cabang diukur dengan Polygon
dan Sipat Datar dengan ketelitian yang sesuai dengan
keperluan Perencanaan Teknis (Irigasi)

Ketilitian pengukuran Polygon dinyatakan dengan:


Salah penutup sudut : 10”√ n dimana n = jumlah sudut
Salah penutup jarak: 1 : 10.000

Ketelitian beda tinggi dinyatakan dengan:


Salah penutup beda tinggi pergi-pulang: 7 (mm)√ D(Km)
Dimana D = Total Jarak pengukuran dalam satu seksi.
Kerangka pengukuran ditandai dengan BM
untuk setiap jarak maksimum 2 kilometer.

(Pada tahap pelaksanaan konstruksi umumnya dilakukan


penambahan BM-BM pada lokasi tertentu untuk referensi
Pekerjaan konstruksi)

Lokasi Bendung, Bangunan bagi/sadap, talang, siphon, dll.


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETELITIAN
PENGUKURAN

1. Faktor Alat yang digunakan

2. Faktor Manusia

3. Faktor lingkungan

Metoda pengukuran
KESALAHAN DALAM PENGUKURAN
Kesalahan dalam pengukuran tidak bias dihindari akan tetapi harus diolah
dalam batas Batas tertentu.

1. Kesalahan blunder akibat kesalahan manusia tidak dapat


dipergunakan dalam perhitungan

2. Hanya kesalahan yang bersifat sistimatis akibat keterbatasan


kemampuan alat dan factor lingkungan (cuaca, dll) yang dapat
diperhitungkan.

3. Resultante dari kesalah sistimatis diperhitungkan dalam hitungan perataan

4. Metode atau hitungan perataan dipilih sesuai dengan tingkat ketelitian yang
disyaratkan (mis: Kwadrat Terkecil; Boldwin; grafis, dll)
CONTOH PROSEDUR PENGUKURAN

pengukuran sudut : Pembacaan Biasa dan Luar Biasa;

Pengukuran jarak: Pembacaan I dan II

Sipat Datar: Pembacaan Double Stand; Pergi-Pulang


KETELITIAN PETA

Ketelitian Peta dinyatakan dengan toleransi kesalahan 5


% titik spot- height diatas peta tidak boleh lebih
seperempat interval garis kontur.

Sebaran titik-titik spot heigh diatas peta 95% tidak


boleh lebih dari 2 cm untuk setiap skala.

Kesalahan plot titik grid diatas peta tidak melebihi 0.1


mm untuk setiap skala peta
3.1. PENGUKURAN POLYGON
Polygon Terbuka

A 2 4

5
1 3

Polygon dimulai dari Titik A (X,Y), dengan azimuth awal Matahari α0


Pengukuran bearkhir dititik 4 dengan target titik 5; sebagai kontrol
ukuran Dilakukan pengamatan azimuth Matahari dititik 4
Polygon Tertutup
2

3
1

6
4

5
MENGHITUNG SUDUT JURUSAN

βC
αAB αCD
C
A dCD
dBC αCB
dAB βB αBC
D
αBA
B
αBC = αBA + βB – 3600 atau (αAB + 1800) + βB – 3600 atau αAB + βB - 1800

Dengan cara yang sama maka,

αCD = αBC + βC – 1800 sama dengan αAB + βB + βC – 2. 1800


1

∂x
∂y ∆ P
P’

3
Salah penutup Jarak ∆ = 1 : 10.000

Salah penutup sudut fα = (αAkhir-αAwal) + ∑β – n.1800


Ketelitian pengukuran dinyatakan dengan :

(1) 10 (det) √ n n = jumlah sudut yang diukur

∆ ≤ 1/10.000 ∆
∂y
∂x
(2) 7 (mm) √ D(km) D = jumlah jarak pengukuran
MENGHITUNG POLYGON

Menghitung koordinat dengan cara Polygon mudah dilakukan manual.


umumnya perhitungan dibantu dengan form hitungan yang sederhana.

Buku ukur dan buku hitungan telah didesain sedemikian rupa untuk
memudahkan pekerjaan.
POLYGON

Xn = X1 + ∑∂x1→n ± fx

Yn = Y1 + ∑dy1→n ± fy
dimana:

∂x = D.Sinα ; ∂y = D.Cosα
Sebagai kontrol sudut:

αakhir – αawal = ∑β - n.1800 ± fβ


Menghitung Polygon

∂xAB ∂xBC C
A

∂YCD
B
∂xCD D

XD = XA + ∂AB + ∂BC + ∂CD


YD = YA + ∂AB + ∂BC + ∂CD
Buku hitungan Polygon

Azimuth awal
Titik Sudut(β) X Y
Azimuth (α) Jarak(D) ∂x ∂y

Azimuth akhir

∑β αakh - αaw ∑D ∑∂x ∑∂y


Polygon tertutup dua sisi CD dan GH diketahui
C
D E
Koordinat diketahui:
I
B F C (Xc,Yc)
K D (Xd,Yd)

G (Xg,Yg)
H
G H (Xh,Yh)
A
Sisi Jarak titik blk mk sudut Azimuth
AB 1 180.79 A H B 241 48 11 331 29 21
BC 1 379.34 B A C 237 09 54 28 39 15
CD 2 988.49 C B D 243 24 54 92 04 09
DE 3 185.24 D C E 173 25 54 85 30 21 (03)
EF 1 489.82 E D F 288 09 47 193 40 08
FG 1 085.29 F E G 137 39 53 151 20 01
GH 3 267.45 G F H 299 07 41 270 27 42
HA 3 162.23 H G A 179 13 28 269 41 10
HITUNG KOORDINAT

sis Jarak(d) titik blk mk Azimuth dx dy x y


i (α)
AB 1 180.79 A H B 331 29 21
BC 1 379.34 B A C 28 39 15
C 2 988.49 C B D 92 04 09 0.0 0.0
D
DE 3 185.24 D C E 85 30 21
EF 1 489.82 E D F 193 40 08

FG 1 085.29 F E G 151 20 01
G 3 267.45 G F H 270 27 42
H
HA 3 162.23 H G A 269 41 10
∑ ∑
dx = d.Sinα ; dy = d.Cosα
Buku Hitungan Polygon

alat Sudut(β) Azimuth(α) Jarak(d) dx=d.sinα dy=d.Cosα X Y target Ket

A 241 48 11 331 29 48 1180.79 - 563.48 +1037.66 131006.41 206474.89 B

B 237 09 54 28 39 45 1379.34 + 661.60 +1210.32 131104.68 208723.04 C

C 243 24 54 92 04 41 2988.49 + 2986.53 ‘- 108.37 134091.39 208614.87 D

D 173 25 54 85 30 37 3185.24 -+ 3175.47 + 249.34 137267.05 208864.43 E

E 288 09 47 193 40 26 1489.82 - 352.19 ‘- 1447.59 136914.95 207416.94 F

F 137 39 53 151 20 22 1085.29 + 520.53 ‘- 952.32 137435.55 206464.70 G

G 299 07 41 270 28 05 3267.45 - 3267.34 + 26.69 134168.41 206491.61 H

H 179 13 28 269 41 35 3162.23 - 3162.19 ‘- 16.94 131006.41 206474.89 A

18 17738.65 ‘- 1.07 ‘- 1.21


Bench Mark(BM)
3.2. PENGUKURAN SIPAT DATAR
Mengukur beda tinggi antara dua titik dengan menyipat
datar, menggunakan alat ukur Waterpass.
BEDA TINGGI DENGAN SIPAT DATAR

Jika : db = dm

b’ θ
m’
θ
b m

h
db dm

h = b - m
h = b’ - m’
KALIBRASI ALAT

h = a - b

h’ = a’ - b’

h’ ≠ h

a b
b’
a’

D
1/10 D
Jika h’ - h > 5 mm maka harus dilakukan kalibrasi
KONTROL BACAAN
ba
btblk btmk
bb

B h

A
h = btblk - btmk
HB = H A + h
Kontrol bacaan: 2bt = ba + bb
PENGUKURAN PERGI - PULANG
Pergi

A
Pulang

∆HABpergi - ∆HABpulang ≤ 7mm √ DAB(km)


PENGUKURAN DOUBLE STAND

Stand 2 Stand 1

dh1 – dh2 ≤ 2 mm
CONTOH HITUNGAN SIPAT DATAR

Alat patok BLK b.atas ½(ba – bb) jarak Beda tinggi Elevasi
berdiri MK b.tengah (+/-)
b.bawah
P1 blk 1675 + 150.550
1590 1590.5 16.9
1506
x + 0.169
P2 mk 1579 + 150.719
1421 1421.0 31.6
1263

P2 blk 2241 + 150.719


2115 2115.0 25.2
1989
x + 0.692
P3 mk 1578 + 151.411
1422 1423.0 31.0
1268
BUKU UKUR SIPAT DATAR
b.atas

Titik b.tenga jarak Elevasi


h
b.bwah

alat h

h = btblk - btmk
2 bt = ba + bb
Jarak = (ba – bb ) x 100
Untuk mengukur beda tinggi antara dua titik yang
jauh (s/d 2 kilometer), dilakukan dengan cara pergi
dan pulang yang harus selesai dalam satu hari.

Perpindahan rambu dilakukan selang-seling, sehingga


rambu belakang awal akan menjadi rambu muka pada
akhir pengukuran.

Diusahakan agar jarak alat ke rambu belakang sama dengan


jarak ke rambu muka, atau jumlah jarak rambu belakang
sama dengan jumlah jarak rambu muka.

∑ dblkg = ∑ dmk
3.3 TACHYMETRI
PENGUKURAN TACHYMETRI

Dengan adanya alat Total Station maka metode pengukuran Tachymetri


semakin efektif dan efisien.

Jarak dan sudut diukur dengan alat ukur yang dilengkapi komputer dan
software Sehingga hasil ukuran dapat diketahui langsung.

Hasil ukuran direkam dalam disk yang kemudian dapat diproses lebih lanjut
untuk berbagai keperluan seperti: penggambaran kontur dan lain-lain.
Pengukuran dengan Tachymetri

rambu

d
m
br
Alat θ D

ta
dH

dH = ta + m – br ; dimana (m) = d Sinθ


ϴ
P Y
d = 100(ba-bb)
Z s
D = d.Cos2ϴ
Q
X
h = ½ . D.Sin2ϴ

H = h + ta - bt
h
T

ϴ H
I
D

ta = tinggi alat ; bt = bacaan benang tengah


Pengukuran dengan Total Station
2
H2 = H1 + h2
rambu

m2

m1 h2

ϴ2 Br=h1
Alat θ1 D

ta 1 dH

h2 = m2 + h1 – m1
Dimana: (m1) = d1 Sinθ1; m2 = d2.Sinϴ2
bacaan bacaan bacaan
jarak beda tinggi elevasi
vertikal horizontal rambu

D = dm Cos2a atau Sin2q

V = D Tga atau Cotq bt


v
q
a

tA
h = tA + v - bt h

(D)
CONTOH BUKU UKUR TACHYMETRI

Lokasi: Surveyor: Tanggal:

Alat ukur: Asisten:

Posisi Alat Skets Targ sudut sudut Ba Jarak miring Jarak datar m= m-bt elevasi
(d) =(ba-bb) (D)=d.Cos2ϴ ½.d.Sin2ϴ
et datar miring Bt
(β) (ϴ) bb
P1 PP1 P2 00 00 4 45 4080 3.30 323 ft + 27.22 +24.80 178.24
Ta:4.5 ft 2420
El:148.94
0780
a a 02 18 4 58 5000 2.34 282 ft + 24.48 +20.90 174.3
3580
2160
b 04 21 5 58 8000 2.53 250 ft + 26.16 +19.43 172.9
b 6730
5470
c 11 46 7 38 8000 1.98 194 ft + 26.06 +19.05 172.5
c 7010
6020
P2
d
e
Mengukur Situasi
Pengukuran secara terestris yaitu pengukuran yang dilakukan
secara langsung dilapangan dengan menggunakan alat ukur.

Untuk pengukuran situasi pada umumnya digunakan alat theodolit


dengan cara Tachymetri dimana jarak bidik terhadap obyek diukur
dengan cara optis atau elektronis

Dewasa ini, pengukuran situasi dilakukan dengan alat Total Station,


dimana jarak diukur dengan cara elektronis.
Pengukuran situasi dilakukan dengan cara:

1) Radial, dimana obyek dibidik dari posisi alat berdiri sebanyak mungkin.

2) Sistim Raai: dimana obyek diukur setiap alat berpindah tempat.

3) Sistim kombinasi 1) dan 2)

Total Station memungkinkan sistim 1) dilakukan karena posisi


Alat dapat berdiri disembarang tempat.
Bidiklah sebanyak mungkin titik detail dilapangan dengan kerapatan
setiap 2 cm dikalikan skala peta.

Untukk Skala 1 : 2.000, maka jarak antar titik bidik tidak boleh lebih dari
40 meter dilapangan. Semakin rapat jarak antar titik bidik akan memberikan
hasil yang lebih baik. Tentu biaya akan bertambah.

Bidiklah semua obyek yang penting untuk guna perencanaan dan jangan
lupa untuk membuat skets dan keterangan agar memudahkan pada saat
penggambaran.

Sering pencatatan ulang harus dilakukan dilapangan akibat kekurangan


catatan pada saat pengukuran. Dapat ditambah dengan foto dilapangan.
3.4 PENGUKURAN SITUASI TRACE SALURAN
Pengukuran trace diperlukan untuk keperluan perencanaan
Saluran : Penentuan alignment saluran, penentuan letak
Bangunan, perkiraan pembebasan tanah, hitungan galian
dan timbunan.

Pengukuran trace saluran seperti halnya pengukuran situasi,


harus dapat memberi gambaran yang jelas kontur dan kondisi
lapangan yang sebenarnya

Pengukuran trace dilengkapi dengan pengukuran profil


memanjang dan profil melintang untuk setiap jarak profil 25 sd
50 meter; dengan lebar struuk ke kiri dan ke kanan masing
masing: 7.5 m (tersier); 10m – 20m (untuk sekunder); dan
25m – 50 m (untuk saluran induk)
SITUASI TRACE SALURAN HARUS DAPAT MENGGAMBARKAN
SEMUA DETAIL YANG ADA DISEPANJANG RENCANA TRACE
SALURAN TERMASUK KONDISI TANAH UNTUK MEMASTIKAN
BAHWA RENCANA SALURAN DAPAT DILAKSANAKAN, SERTA
BANGUNAN YANG AKAN DIBUAT SESUAI DENGAN LAPANGAN

SKALA YANG DIBUTUHKAN 1 : 2000 LENGKAP DENGAN KONTUR SERTA PATOK-


PATOK YANG JELAS.

LEBAR STRUUK PENGUKURAN :


SALURAN INDUK / SEKUNDER : 50 M SAMPAI 100 M
TERSIER : 15 M SAMPAI 20 M
STA
+100.20 1+100

P1

50
+97.90 +100.35 1+150
P2
CP1:525.30, 180,55
IP1: 500.00 , 150.50

25

Θ= 45
T= 25
+97.85 +100.36

R= 100
IP1
θ

25
R

+97.80 +100.37 1+200


P3

60
CP1

+97.67 +100.20 1+260


P4

30

50
15
IP2

40 +97.55 +100.35 1+290


P5

40

+97.48 +100.30 1+330


P6

CP2

+97.40 +100.38 1+370


P7
IP2 : 600.55 , 100.00
CP2: 630.00, 80.50
3.5 PENGUKURAN PROFIL MEMANJANG/MELINTANG

UNTUK MERENCANAKAN DIMENSI SALURAN DAN HITUNGAN GALIAN


/ TIMBUNAN DIPERLUKAN GAMBAR PROFIL MEMANJANG DAN
PROFIL MELINTANG SALURAN

PENGUKURAN BIASANYA MENGGUNAKAN ALAT UKUR SIPAT DATAR DENGAN


JARAK PROFIL SETIAP 25 M SAMPAI 50 M.

PENGGAMBARAN BIASANYA DIBUAT DALAM SKALA 1 : 2000 DAN 1 : 100


IV. PENGGAMBARAN
Persiapan
TAHAPAN Penggambaran
PENGGAMBARAN
Penggambaran
Grid

Plotting BM

Plotting titik-
titik polygon
Plotting titik titik Plotting jalur-jalur
rincikan/detail pengukuran

Gambar obyek2 Gambar batas-


penting batas land used
kompilasi

Gambar kontur

Penghalusan

Anotasi
URUT URUTAN PENGGAMBARAN PETA

1. Penggambaran dilakukan diatas kertas yang stabil.


2. Penggambaran didahului dengan memplot semua titik control
dan kerangka pengukuran
3. Semua titik titik detail atau spot height diplot disertai keterangan
berdasarkan skets dan keterangan yang dicatat didalam buku ukur
4. Lakukan kompilasi data dan informasi yang penting sesuai dengan
keperluan perencanaan irigasi, bila diperlukan penambahan data
dengan pengukuran tambahan dilapangan
5. Lakukan interpolasi dan penggambaran garis kontur
6. Lakukan penggambaran halus dan penegasan dibantu penambahan
symbol dan legenda penting
7. Rencanakan pembagian lembar peta yang efisien
8. Pemberian keterangan peta dan validasi, dll
9. Finalisasi gambar dan pencetakan.
GRID
Y

x
Grid
y

BM (X,Y) REFERENSI

X
RINCIKAN
Kerangka pengukuran BM

jalan
saluran

Titik titik rincikan

Jalur rincikan

2cm
V. PENGETAHUAN ALAT UKUR
Alat Ukur
ALAT UKUR DAN PENGGUNAANNYA

NO JENIS ALAT KETELITIAN PENGGUNAA KETERANGA


BACA N N
1 THEODOLIT T2 0.1 DETIK UTAMA DIANJURKAN
2 THEODOLIT T1 10 DETIK CABANG
3 THEODOLIT T0 30 DETIK SITUASI DIANJURKAN
4 WATERPASS NAK2 2 MM UTAMA DIANJURKAN
5 WATERPASS NAK1 2 MM CABANG
6 WATERPASS NO 2 MM CABANG
7 TOTAL STA 10 DETIK SITUASI DIANJURKAN
Sekian dan Terima Kasih
SOAL:

1. Diketahui
A: X = + 357.500 ; Y = 1.500.300
B: X = + 845.600 ; Y = 1.450.500

hitung : a) berapa jarak A ke B ?


b) berapa sudut jurusan AB ?

2. Sebutkan syarat2 pengukuran Sipat Datar?

3. Apa yang saudara ketahui tentang Total Stasion?

Waktu: 45 menit.

Anda mungkin juga menyukai