Anda di halaman 1dari 23

2014

MAKALAH PLH
“Ruang Terbuka Hijau”

NAMA KELOMPOK :
RINI AYU UTARI
NURWAHYUNI NAHRU
PUTRI DAMAYANTI
REKHA ARSYAD
MAULIATE H.L.TOBING
WAHYUSYAH SUSARWADI

ii
SMAN 12 MAKASSAR
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa kami telah menyelesaikan
makalah dengan membahas Ruang Terbuka Hijau.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan
dan bimbingan orang tua, bapak guru dan teman-teman sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak guru bidang studi PLH yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami
sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan makalah ini.
2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga tugas Karya Tulis ini selesai.
3. Dan dukungan teman-teman.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Aamiin.

Makassar, Februari 2014

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1


1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 1
1.3 TUJUAN TULISAN .............................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 3

BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 7

BAB IV PENUTUP .............................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya populasi manusia di dunia secara drastis telah menjadi permasalahan besar
bagi kehidupan manusia di bumi. Jumlah penduduk bumi yang kini telah mencapai 7 milyar jiwa
menciptakan ketidakseimbangan antara kebutuhan yang harus dipenuhi dengan sumberdaya alam
dan lahan yang tersedia, sehingga melahirkan berbagai masalah sosial dan lingkungan.

Dewasa ini, telah terjadi penuruanan kualitas udara dan air yang tinggi khususnya di
daerah perkotaan yang merupakan pusat peradaban kehidupan manusia sekarang. Pada awalnya,
sebagian besar lahan perkotaan terdiri atas ruang terbuka hijau, namun seiring meningkatnya
kebutuhan ruang untuk menampung kebutuhan manusia beserta aktivitasnya maka terjadilah alih
guna ruang terbuka hijau secara besar-besaran. Menghilangnya sebagian besar ruang terbuka
hijau di perkotaan mengakibatkan berbagai zat pencemar utama perkotaan yang merupakan hasil
produk pembakaran bahan bakar minyak dan fosil oleh berbagai sektor seperti pemukiman,
industri maupun transportasi. Meningkatnya kadar CO, CO2, NO2,NO,SO2, hidrokarbon, timah
hitam (Pb) dan partikulat padat tersuspensi di atmosfer berdampak buruk bagi keberlangsungan
hidup di bumi. Tanpa adanya ruang terbuka hijau yang mencukupi, maka potensi kerusakan
lingkungan menjadi semakin besar karena berkurangnya siklus pembaharuan udara.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja kegiatan masyarakat diperkotaan yang memicu pada permasalahan lingkungan
serta bagaimana dampaknya?
2. Apa yang dimaksud ruang terbuka hijau dan seberapa pentingkah perannya dalam
kehidupan khususnya daerah perkotaan?
3. Bagaimana ruang terbuka hijau dapat meminimalisir efek buruk dari gas-gas beracun
penemar udara?

1
1.3 Tujuan Tulisan

Tujuan dari tulisan ini adalah memberitahukan bagaimana permasalahan dalam


lingkungan di daerah perkotaan dapat terjadi serta betapa pentingnya peran Ruang Terbuka Hijau
(RTH) dalam berbagai aspek bagi kelangsungan hidup masyarakat kota.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka
hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari
ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman
dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya
dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.
Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang
terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang
diperuntukkan sebagai genangan retensi. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami
yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-
alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga. Secara ekologis
RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan
menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain
seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial-
budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana
rekreasi, dan sebagai tetenger kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya
antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU dan sebagainya.

Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif
untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan
transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga
menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Hal ini umumnya
merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis.
Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai
bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar
dan telah menimbulkan berbagai ketidaknyamanan di lingkungan perkotaan.

3
Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik
bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan.
Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai
berbagai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem
transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan
utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari
suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan
kotanya.

Pemanasan global adalah fenomena yang menjadi isu krusial baik di tingkat nasional
maupun internasional. Hal ini dengan sangat cepat mengancam keberlangsungan hidup manusia,
sehingga harus segera ditanggapi dengan serius bukan hanya oleh pemerintah atau aktivis-aktivis
lingkungan, namun juga oleh seluruh umat manusia. Pemanasan global adalah suatu kejadian
alam, dimana suhu atmosfer bumi mengalami peningkatan yang disebabkan oleh berbagai
aktivitas, baik yang terjadi secara alami atau merupakan hasil perbuatan manusia. Akhir-akhir ini
pemanasan global telah mengakibatkan terjadinya bencana alam di berbagai penjuru dunia.
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya pemanasan global, khususnya
disebabkan oleh paham antroposentrisme yang menganggap manusia sebagai pusat dari
kehidupan alam semesta, sehingga manusia berhak mengeksploitasi SDA guna memenuhi
kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas. Tingginya hasrat untuk memuaskan kebutuhan manusia
membuat kita melupakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh eksploitasi sumber daya alam
yang semakin lama semakin meningkat.

Populasi manusia terus meningkat secara drastis. Menurut perhitungan statistik Populasi
Penduduk Dunia PBB ,tepat pada tanggal 31 Oktober 2011 lalu populasi manusia di dunia telah
mencapai tujuh milyar jiwa. Hal ini telah menjadi perhatian khusus dalam rangka mengantisipasi
semakin membeludaknya permintaan akan pemenuhan kebutuhan hidup yang seiring dengan
kemajuan teknologi dan gaya hidup yang serba modern. Semakin banyak manusia yang lahir
maka semakin banyak pula penyediaan terhadap berbagai kebutuhan.

4
Inilah yang memicu adanya perilaku eksploitasi terhadap SDA secara besar-besaran.

Jumlah populasi yang terus bertambah semakin menciptakan kesesakan khususnya


daerah perkotaan, yang kini telah menjadi pusat aktivitas perekonomian masyarakat dunia. Saat
ini sekitar 52% penduduk tinggal di perkotaan dan diperkirakan membengkak menjadi 68% pada
2025. Sebagian besar kegiatan manusia dalam berbagai sektor berlangsung di perkotaan.
Perkotaan menjadi padat dan sesak oleh kendaraan yang berlalu-lalang dan bangunan-bangunan
yang berlomba mencakar langit, baik dari perumahan sampai dengan perusahaan dan industri.
Hal ini mengakibatkan ketidakmerataan penduduk karena perkotaan menjadi sasaran masyarakat
daerah dalam memperoleh sumber penghidupan. Dengan demikian, bukanlah suatu hal yang
aneh jika perkotaan memiliki kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara yang sangat rendah.

“Gas rumah kaca atau green house gasses adalah sekelompok gas yang terdiri atas gas-
gas CO2 (karbon dioksida), CH4 (methan), NO2 (nitrogen oksida), CFC (chloro fluoro carbon),
HFC (hidro fluoro karbon), PFC (perfluoro carbon) dan SF6 (sulfur hexa fluorida)” (Wardhana,
2010).

Inilah alasan mengapa kota mengalami kerusakan lingkungan yang sangat cepat. Terjadi
peningkatan rumah-rumah baik legal maupun ilegal, gedung-gedung kaca yang menjulang,
transportasi bahkan peningkatan sampah yang berdampak pada kesehatan lingkungan kota.
Seluruh aktivitas tersebut melepaskan gas-gas beracun ke udara yang mencemar dan merusak
lingkungan bumi sehingga terjadilah perubahan iklim yang kini tidak menentu dan sulit
diprediksi. Pencemaran udara adalah salah satu permasalahan krusial dalam isu lingkungan
khususnya di perkotaan. Mengenai berbagai zat pencemar lingkungan perkotaan dideskripsikan
sebagai berikut:

“Di lingkungan perkotaan, pencemar udara dikeluarkan terutama dari proses kegiatan
pembakaran bahan bakar minyak, baik dari sektor pemukiman, transportasi maupun industri,
serta hasil pengelolaan limbah padat perkotaan. Berbagai zat pencemar utama perkotaan adalah
hasil produk pembakaran bahan bakar minyak dan fosil, yaitu CO, CO2, NO2,NO,SO2,

5
hidrokarbon, timah hitam (Pb) dan partikulat padat tersuspensi” (Soedomo, 2001).

Partikel-partikel zat tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, diantaranya


adalah partikel debu yang dapat menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis,
emfiesma paru, asma brochnical dan bahkan kanker paru-paru. Kadar timah (Pb) yang tinggi di
udara dapat mengganggu pembentukan sel darah. SOx, NO X, H2S dapat merangsang saluran
pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan. Secara umum, semua bahan pencemar
gas yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam tubuh sampai ke paru-paru yang
pada akhirnya diserap oleh sistem peredaran darah.

6
BAB III

PEMBAHASAN

RUANG TERBUKA HIJAU

Secara historis pada awalnya istilah ruang terbuka hijau hanya terbatas untuk vegetasi
berkayu (pepohonan) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan kehidupan
manusia. Danoedjo (1990) dalam Anonimous (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau di
wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dimana didominasi
oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alami. Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan
berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut :

 ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space);


 ruang terbuka di pinggir sungai (river flood plain);
 ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenways);
 ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan Bandar Udara.

Berdasarkan fungsi dan luasan, ruang terbuka hijau dibedakan atas :

 Ruang terbuka makro, mencakup daerah pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota,
dan pengaman di ujung landasan Bandar Udara;
 Ruang terbuka medium, mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga, Tempat
Pemakaman Umum (TPU);
 Ruang terbuka mikro, mencakup taman bermain (playground) dan taman lingkungan
(community park).

Haryadi (1993) membagi sistem budidaya dalam ruang terbuka hijau dengan dua sistem
yaitu sistem monokultur dan sistem aneka ragam hayati. Sistem monokultur hanya terdiri dari
satu jenis tanaman saja, sedang sistem aneka ragam hayati merupakan sistem budidaya dengan
menanam berbagai jenis tanaman (kombinasi antar jenis) dan dapat juga kombinasi antar flora
dan fauna, seperti perpaduan antaran taman dengan burung-burung merpati.

7
Banyak pendapat tentang luas ruang terbuka hijau ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota.

Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) melalui World Development Report (1984)


menyatakan bahwa prosentase ruang terbuka hijau yang harus ada di kota adalah 50% dari luas
kota atau kalau kondisi sudah sangat kritis minimal 15% dari luas kota. Direktorat Jendral Cipta
Karya Departemen Pekerjaan Umum, menyatakan bahwa luas ruang terbuka hijau yang
dibutuhkan untuk satu orang adalah 1,8 m2. Jadi ruang terbuka hijau walaupun hanya sempit
atau dalam bentuk tanaman dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika ruang
terbuka hijau akan dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar
diperhitungkan secara proporsional.

RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi. Berbagai fungsi yang terkait
dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang
dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam meningkatkan kualitas lingkungan
dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan
identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem
perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi
pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis, kondisi dan ke-
inginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan perkembangan kota merupakan
determinan utama dalam menentukan besaran RTH fungsi-onal ini.

Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas
lingkungan. Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional
dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan. Kelestarian
RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan ketersediaan dan seleksi tanaman yang
sesuai dengan arah rencana dan rancangannya.

 Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Tanaman secara fisiologis bersifat menetralisir keadaan lingkungan yang berada di bawah
daya tampung lingkungan. Kemampuan ini dapat berasal dari kerja fotosintesis yang dapat

8
menyerap polutan udara; melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan air hujan sebagai

imbuhan untuk air tanah; sedangkan aroma yang dikeluarkan tanaman, maupun bentuk fisik
tanaman (bentuk tajuk dan pilotaxy batang yang khas) secara tidak langsung bermanfaat untuk
melindungi lingkungan dari terik matahari atau mencegah erosi dan sedimentasi. Dengan
kemampuan tersebut, maka tanaman dalam ruang terbuka hijau memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Ameliorasi iklim, artinya dapat mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. Ruang
terbuka hijau menghasilkan O2 dan uap air (H2O) yang menurunkan, serta menyerap CO2
yang bersifat gas rumah kaca sehingga dapat menaikkan suhu udara dan berpengaruh pada
iklim mikro setempat
b. Memberikan perlindungan terhadap terpaan angin kencang dan peredam suara. Tanaman
berfungsi sebagai pematah angin (windbreak) dan peredam suara (soundbreak)
c. Memberikan perlindungan terhadap terik sinar matahari. Kehadiran tanaman dalam ruang
terbuka hijau akan mengintersepsi dan memantulkan radiasi matahari untuk fotosintesis dan
transpirasi sehingga di bawah tajuk akan terasa lebih sejuk
d. Memberikan perlindungan terhadap asap dan gas beracun, serta penyaring udara kotor dan
debu
e. Mencegah erosi. Arsitektur tanaman (pilotaxi) berupa pohon akan mempengaruhi sifat aliran
batang (steam flow) air hujan yang tertampung oleh tajuk, sehingga dapat mempengaruhi tata
air dan erosi lahan.
f. Merupakan sarana penyumbang keindahan dan keserasian antara struktur buatan manusia
secara alami;
g. Ruang terbuka hijau berfungsi secara tidak langsung untuk memperbaiki tingkat kesehatan
masyarakat.
h. Membantu peresapan air hujan sehingga memperkecil erosi dan banjir serta membantu
penanggulangan intrusi air laut. Tanaman dalam ruang terbuka hijau yang diperuntukkan
untuk mencegah intrusi air laut adalah jenis tanaman yang berkemampuan dalam menyerap,
menyimpan, dan memasok air. Sebagai sarana rekreasi dan olah raga;
i. Tempat hidup dan berlindung bagi hewan dan pakan mikroorganisme;
j. Sebagai tempat konservasi satwa dan tanaman lain;
k. Sarana penelitian dan pendidikan;
9
l. Sebagai pelembut, pengikat, dan pemersatu bangunan;
m. Meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar ruang terbuka hijau, apabila jenis tanaman yang
ditanam bernilai ekonomi;
n. Sarana untuk bersosialisasi antar warga masyarakat;
o. Sebagai media pengaman antar jalur jalan.

Sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau di wilayah perkotaan memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan penyelenggaraan ruang terbuka hijau


di kota sesuai dan tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) kota masing-
masing;
2. Bagi daerah yang telah memiliki Ruang Terbuka Hijau, maka harus mengadakan
penyesuaian dengan peraturan instruksi ini;
3. Melaksanakan pengelolaan dan pengendalian fungsi serta peranan Ruang Terbuka Hijau
dengan melarangnya untuk penggunaan dan peruntukan ruang yang lain;
4. Melaksanakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau untuk mencapai pembangunan
berwawasan lingkungan.

Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari RTH, namun masih terlalu banyak
khalayak yang belum menyadari hal ini. Pentingnya RTH bagi kehidupan telah dianaktirikan,
padahal ini adalah faktor utama yang dapat menjamin keberlangsungan hidup yang bersih, sehat,
nyaman dan indah. Jika zaman dahulu permukaan daratan masih berupa tanah dan bebatuan,
berbeda dengan sekarang yang sangat susah menemukan tanah kosong. Jika zaman dahulu air
hujan dapat segera terserap oleh akar-akar tumbuhan, berbeda dengan sekarang bahwa air lebih
sering menggenang karena tidak ada aliran. Secara lebih rinci mengenai fungsi dan manfaat RTH
dalam empat aspek ekologis, ekonomi, sosial dan arsitektural dijelaskan dalam tabel yang
terlampir pada halaman akhir makalah ini.

RTH daerah perkotaan sangatlah beragam. “RTH di perkotaan dapat berupa lapangan

10
olahraga, hutan kota, taman kota, taman lingkungan perkotaan, atau kawasan dan jalur hijau
sepanjang jalan” (Maniac 2011). Keberadaan mereka adalah sangat penting, khususnya dalam
menjaga sirkulasi udara dan keterseiaan air tanah. Selain itu, RTH dapat menjadi pilihan lokasi
kunjungan alternatif untuk sekedar melepas kepenatan di akhir pekan sekedar jalan atau lari pagi
dan duduk-duduk besama keluarga dan teman. RTH menjadi solusi dalam merespon berbagai
tantangan perubahan iklim yang berakibat pada banyak aspek dalam keberlangsungan hidup
manusia khususnya masyarakat kota

 Elemen Pengisi RTH


RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi
dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang
berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan
memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan
rancangan RTH yang berbeda.

Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta
kriteria arsitektural dan hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan
pertimbangan dalam men-seleksi jenis-jenis yang akan ditanam.Persyaratan umum tanaman
untuk ditanam di wilayah perkotaan:
a. Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota,
b. Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang
tercemar)
c. Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme)
d. Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang
e. Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural
f. Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
g. Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat
h. Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal
i. Keanekaragaman hayati

11
Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu
(ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan
tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna
mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.

 Teknis Perencanaan RTH


Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah
perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu
a. Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan di-tentukan secara
komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:
1) Kapasitas atau daya dukung alami wilayah
2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pela-yanan lainnya)
3) Arah dan tujuan pembangunan kota RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi
ekologis yang ber-lokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan
RTH privat.
b. Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH
c. Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi)
Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.

Menurut Correa, (1988), dalam penelitian dikatakan bahwa apabila RTH diabstraksikan
kebutuhan akan hal-hal yang bersifat sosial tercermin di dalam 4 (empat) unsur utama, yaitu :
a. Ruang keluarga yang digunakan untuk keperluan pribadi
b. Daerah untuk bergaul/ sosialisasi dengan tetangga
c. Daerah tempat pertemuan warga
d. Daerah ruang terbuka utama yang digunakan untuk kegiatan bersama seluruh warga
masyarakat

 Pendekatan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsinya

12
Pendekatan ini didasarkan atas satu atau lebih manfaat yang dapat diperoleh oleh
pengguna, terutama di kawasan perkotaan. Secara umum manfaat yang diinginkan adalah
berupa perolehan kondisi dan atau suasana yang sifatnya membangun kesehatan jasmani dan
rohani manusia.
a. Peningkatan kesehatan dan kesegaran lingkungan
b. Penciptaan susunan ruang vista
c. Penciptaan ruang bagi pendidikan lingkungan.

Pola Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Beberapa Kota Besar

Pola pengembangan ruang terbuka hijau di berbagai kota memiliki keragaman


penanganan yang disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah, pola hidup masyarakat, dan
konsistensi kebijakan pemerintah.
Berikut akan diuraikan beberapa kasus pengembangan ruang terbuka hijau kota sebagai
bahan komparasi untuk memperoleh masukan yang komprehensif mengenai bentuk pengaturan
yang akan dihasilkan.

a) Ruang Terbuka Hijau di Luar Negeri


Kesadaran pembangunan perkotaan berwawasan lingkungan di negara-negara maju telah
berlangsung dalam hitungan abad. Pada jaman Mesir Kuno, ruang terbuka hijau ditata dalam
bentuk taman-taman atau kebun yang tertutup oleh dinding dan lahan-lahan pertanian seperti di
lembah sungai Efrat dan Trigis, dan taman tergantung Babylonia yang sangat mengagumkan,
The Temple of Aman Karnak, dan taman-taman perumahan.

Selanjutnya bangsa Yunani dan Romawi mengembangkan Agora, Forum, Moseleum dan
berbagai ruang kota untuk memberi kesenangan bagi masyarakatnya dan sekaligus lambang
kebesaran dari pemimpin yang berkuasa saat itu.
Gerakan baru yang lebih sadar akan arti lingkungan melahirkan taman kota skala besar

13
dan dapat disebut sebagai pemikiran awal tentang sistem ruang terbuka kota. Central Park New
York oleh Frederick Law Olmested dan Calvert Voux melahirkan profesi Arsitektur Lansekap
yang kemudian mengembang dan mendunia.
Melihat kenyataan tersebut tampaknya kebutuhan ruang terbuka yang tidak hanya
mengedepankan aspek keleluasaan, namun juga aspek kenamanan dan keindahan di suatu kota
sudah tidak dapat dihidari lagi, walaupun dari hari ke hari ruang terbuka hijau kota menjadi
semakin terdesak. Beberapa pakar mengatakan bahwa ruang terbuka hijau tidak boleh kurang
dari 30%, Shirvani (1985), atau 1.200 m2 tajuk tanaman diperlukan untuk satu orang, Grove
(1983).
Bagaimana kota-kota di Mancanegara menghadapi hal ini, berikut diuraikan beberapa
kota-kota yang dianggap dapat mewakili keberhasilan Pemerintah Kota dalam pengelolaan ruang
terbuka hijau kota.

b) Ruang Terbuka Hijau di Dalam Negeri


Hampir semua studi mengenai perencanaan kota (yang dipublikasikan dalam bentuk
rencana umum tata ruang kota dan pendetailannya) menyebutkan bahwa kebutuhan ruang
terbuka di perkotaan berkisar antara 30% hingga 40%, termasuk di dalamnya bagi kebutuhan
jalan, ruang-ruang terbuka perkerasan, danau, kanal, dan lain-lain. Ini berarti keberadaan ruang
terbuka hijau (yang merupakan sub komponen ruang terbuka) hanya berkisar antara 10 % – 15
%.

Kenyataan ini sangat dilematis bagi kehidupan kota yang cenderung berkembang
sementara kualitas lingkungan mengalami degradasi/kemerosotan yang semakin
memprihatinkan. Ruang terbuka hijau yang notabene diakui merupakan alternatif terbaik bagi
upaya recovery fungsi ekologi kota yang hilang, harusnya menjadi perhatian seluruh pelaku
pembangunan yang dapat dilakukan melalui gerakan sadar lingkungan, mulai dari level
komunitas pekarangan hingga komunitas pada level kota.

Sebagai contoh Pembangunan infrastruktur di kota Makassar makin maju. Tapi ruang

14
terbuka hijau makin minim. Begitu minimnya, ruang terbuka hijau (RTH) di makassar tak cukup
sepuluh persen dibanding luas wilayah. Padahal seharusnya, minimal 30 persen. Minimnya RTH
ini tentu berdampak pada kesehatan lingkungan. Sebab kota yang sehat, tentu harus memiliki
paru-paru kota. Dan paru-paru kota itu adalah taman-taman kota. Hadirnya taman kota yang
cukup juga sangat penting dalam mewujudkan makassar sebagai kota dunia 2025
mendatang1[4].

 Upaya Peningkatan Kualitas dan Kuantitas RTH


Ruang terbuka hijau sebaiknya ditanami pepohonan yang mampu mengurangi polusi
udara secara signifikan.. Menurut penelitian di laboratorium,pohon yang baik di tanam adalah
pohon felicium, mahoni, kenari, salam, perdu dan anting anting. Upaya yang penanaman bisa
pula dilakukan warga kota di halaman rumah masing-masing. Dengan penanaman pohon atau
tanaman perdu tadi, selain udara menjadi lebih sejuk, polusi udara juga bisa dikurangi. Untuk
menutupi kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah, setiap keluarga bisa melengkapi
rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman, dengan sumur resapan. Sumur resapan
merupakan sistem resapan buatan yang dapat menampung air hujan, baik dari permukaan tanah
maupun dari air hujan yang disalurkan melalui atap bangunan. Bentuknya dapat berupa sumur,
kolam dengan resapan, dan sejenisnya. Pembuatan sumur resapan ini sekaligus akan mengurangi
debit banjir dan genangan air di musim hujan. Salah satu contoh upaya yang baik untuk
mengembalikan kualitas dan kuantitias RTH yang dapat diterapkan di lingkungan permukiman
adalah beberapa kebijaksanaan perencanaan oleh pemerintah

Upaya yang harus dilakukan Kota Makassar dalam menjaga keseimbangan ekologi
lingkungan sebagai berikut:
Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan RTH yang cukup yaitu:
o Untuk kawasan yang padat, minimum disediakan area 10 % dari luas total kawasan.
o Untuk kawasan yang kepadatan bangunannya sedang harus disediakan ruang terbuka hijau
minimum 15 % dari luas kawasan.

15
o Untuk kawasan berkepadatan bangunan rendah harus disediakan ruang terbuka hijau minimum 20
% terhadap luas kawasan secara keseluruhan.
Pada kawasan terbangun kota, harus dikendalikan besaran angka Koefisien Dasar Bangunan
(KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sesuai dengan sifat dan jenis penggunaan
tanahnya. Secara umum pengendalian KDB dan KLB ini adalah mengikuti kaidah semakin besar
kapling bangunan, nilai KDB dan KLB makin kecil, sedangkan semakin kecil ukuran kapling,
maka nilai KDB dan KLB akan semakin besar.
Untuk mengendalikan kualitas air dan penyediaan air tanah, maka bagi setiap bangunan baik
yang telah ataupun akan membangun disyaratkan untuk membuat sumur resapan air. Hal ini
sangat penting artinya untuk menjaga agar kawasan terbangun kota, tinggi muka air tanah agar
tidak makin menurun. Pada tingkat yang tinggi, kekurangan air permukaan ini akan mampu
mempengaruhi kekuatan konstruksi bangunan.
Untuk meningkatkan daya resap air ke dalam tanah, maka perlu dikembangkan kawasan resapan
air yang menampung buangan air hujan dari saluran drainase. Upaya lain yang perlu dilakukan
adalah dengan membuat kolam resapan air pada setiap wilayah tangkapan air.
Untuk kawasan pemukiman sebaiknya jarak maksimum yang ditempuh menuju salah satu jalur
angkutan umum adalah 250 meter.

16
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Melihat daripada fungsi RTH, maka telah kita ketahui bahwa banyak sekali manfaat yang
dapat diperoleh dari RTH bagi kelangsungan hidup manusia khususnya di perkotaan. Kesadaran
manusia akan pentingnya peran tumbuhan pada RTH harus terus disosialisasikan agar manusia
semakin bijak dalam bertindak. Sudah seharusnya manusia mengaitkan aspek lingkungan
sebagai sebuah pertimbangan dalam pengambilan setiap keputusan dalam hidupnya. Setiap
kerusakan lingkungan yang terjadi akan terus berkesinambungan terhadap munculnya berbagai
macam permasalahan lainnya. Bukan hanya berdampak terhadap manusia, namun juga terhadap
beraneka ragam flora dan fauna yang ditakutkan lambat laun akan menghilang dan punah.
Menciptakan RTH serta menjaga dan melindungi kelestariannya adalah salah satu tugas mulia
yang menjadi tanggung jawab setiap manusia.

Saran

RTH telah menjadi syarat penting dalam pembangunan perkotaan demi keberlangsungan
hidup yang sehat dan nyaman. Hal itu semua tidak terlepas dari peran serta seluruh masyarakat
kota untuk terlibat dalam menjaga kelestarian lingkungan kota, sebagaimana kita ketahui bahwa
hanya sedikit sekali RTH yang tersisa. Pemerintahpun kurang tegas dalam menyikapi
pembangunan kota yang menghiraukan masalah ini. Namun masih segelintir masyarakat kota
yang paham mengenai betapa pentingnya keberadaan penghijauan. Oleh sebab itu, penulis
memberikan saran sebagai berikut :

 Perlunya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berkriteria ramah lingkungan


dengan menyediakan lahan untuk taman.
 Bukan sekedar aksi-aksi lingkungan seperti penanaman kembali pepohonan saja yang
perlu ditingkatkan, tetapi seiring dengan hal tersebut yang lebih penting adalah rasa

17
memiliki dan menyayangi lingkungan yang dapat dimulai dari penyadaran oleh
pemerintah melalui sosialisasi dan pemberlakuan kembali sangsi-sangsi bagi seluruh
lapisan masyarakat diberbagai lokasi.

 Pemerintah harus menegakkan kembali dengan sangat tegas bagi pelanggar UU No.
32/2009 dalam menindak lanjuti segala kegiatan yang menimbulkan pencemaran
lingkungan atau berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.
 Pemerintah sebaiknya membebaskan sisa lahan di kota untuk penghijaun secara
maksimal.
 Masyarakat perkotaan sebaiknya menyediakan sedikit lahan di halaman rumahnya atau
ruang di dalam maupun di luar rumah yang dapat dimanfaatkan sebagai area hijau.
 Memfungsikan kelompok penyelamat lingkungan serta memberi penghargaan kepada
para pahlawan lingkungan sehingga memacu pada tiap individu untuk menciptakan
lingukungan kota yang sehat dan bersih.

18
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. [tidak ada tahun]. Ruang
Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Bogor [ID]: Lab. Perencanaan Lanskap Departemen
Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian – IPB. [Internet]. [diunduh 5 November 2011]. Format:
PDF. Dapat diunduh dari: http://penataruang.nettarumakalah.bnpb.co.id

Pahrurodji P. 2009. Laut Kita Sumber Potensi Masa Depan, Bukan Tempat Sampah. Bogor [ID]:
Aung Shin Sei. 149 hal.

Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau (Rth) di Permukiman Kota. 2001. [Internet].
[diunduh 5 November 2011]. Format: PDF. Dapat diunduh dari:
http:/prints.undip.ac.id/14701/Kuantitas-dan-Kualitas-Ruang-Terbuka-Hijau

Manfaat Pohon. 2011. [Internet]. [diunduh 5 November 2011]. Dapat diunduh dari:
http://www.hutanrakyat.perumperhutani.com

Maniac Administrator. Januari 2011. Ruang Terbuka Hijau. [Internet]. [diunduh 5 November
2011]. Dapat diunduh dari:
http://werdhapura.penataanruang.netindex.phpoption=com_jfusion&jfile=doku.php&id=isu_stra

Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung [ID]: Penerbit ITB. Hal. 7.

Wardhana WA. 2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta [ID]: Penerbit ANDI
Yogyakarta. 188 hal.

Yunus, Hadi Sabar, (2005). Manajemen Kota: Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman Berpotensi untuk Penghijauan Kota.


19
http://rustam2000.wordpress.com/persepsi-masyarakat-terhadap-aspek-perencanaan-ruang-
terbuka-hijau-kota-jakarta/

http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/ruang-terbuka-hijau/

Danisworo, M, 1998, Makalah Pengelolaan kualitas lingkungan dan lansekap perkotaan di


indonesia dalam menghadapi dinamika abad XXI.

http://rustam2000.wordpress.com/ruang-terbuka-hijau/

http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=44:adpu4433-
perencanaan-kota&catid=29:fisip&Itemid=74

http://perencanaankota.blogspot.com/2008/09/penyediaan-ruang-terbuka-hijau-rth-pada.html

20

Anda mungkin juga menyukai