Anda di halaman 1dari 47

Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT., karena berkat
ridho dan izin-Nya jualah penulisan Modul Kepaniteraan Klinik Psikiatri FK Unsri ini berhasil
diselesaikan.
Modul ini merupakan satu dari rangkaian modul yang dijadikan pegangan bagi peserta
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya di bagian Psikiatri. Dalam
modul ini dijelaskan mengenai diagnosis gangguan kejiwaan yang diharapkan diketahui
oleh setiap peserta kepaniteraan. Modul ini diharapkan mampu mewakili pengetahuan
mendasar mengenai gangguan kejiwaan tersebut. Tentu saja pengetahuan yang tersedia di
sini terbatas, dan ini menuntut agar setiap peserta kepaniteraan mencari tahu lebih banyak
di bahan rujukan yang dianjurkan.
Pembuatan modul ini merupakan suatu proses yang berkepanjangan, tanpa ada
target penyelesaian yang absolut. Modul ini diharapkan akan dikembangkan seiring dengan
perkembangan Psikiatri. Tentu salah satu komponen yang paling penting untuk
mendukung perkembangan modul ini adalah kritik dan saran yang membangun. Oleh
karena itu, tim penulis dengan rendah hati memberikan kesempatan sebesarnya bagi pihak
yang lebih mengetahui dan lebih berpengalaman untuk memberikan masukan tersebut.
Akhir kata, semoga modul ini dapat berfungsi sebagaimana harapan tim penulis.

Februari 2012

Tim Penulis

1
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Skizofrenia 1
Learning Objectives 1
Pendahuluan 1
Epidemiologi 2
Kriteria Diagnosis 2
Kriteria Diagnosis Skizofrenia Paranoid 3
Kriteria Diagnosis Skizofrenia Hebefrenik / Disorganized 3
Kriteria Diagnosis Skizofrenia Katatonik 3
Kriteria Diagnosis Skizofrenia Simpleks 4
Kriteria Diagnosis Skizofrenia Residual 4
Kriteria Diagnosis Depresi Pasca Skizofrenia 4
Kriteria Diagnosis Skizoafektif 4
Diagnosis Banding 4
Tatalaksana 5
Prognosis 6
Gangguan Bipolar 7
Learning Objectives 7
Pendahuluan 7
Epidemiologi 7
Kriteria Diagnosis 8
Diagnosis Banding 9
Tatalaksana 9
Prognosis 9
Depresi 10

2
Learning Objectives 10
Pendahuluan 10
Epidemiologi 10
Kriteria Diagnosis 11
Diagnosis Banding 14
Tatalaksana 14
Prognosis 15
Gangguan Cemas 16
Learning Objectives 16
Pendahuluan 16
Epidemiologi 17
Kriteria Diagnostik 17
Kriteria Diagnostik Agorafobia 17
Kriteria Diagnostik Fobia Sosial 17
Kriteria Diagnostik Fobia Spesifik 18
Kriteria Diagnostik Gangguan Panik 19
Kriteria Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh 20
Kriteria Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif 21
Tatalaksana 22
Diagnosis Banding 23
Prognosis 23
Gangguan Somatoform 24
Learning Objectives 24
Pendahuluan 24
Epidemiologi 24
Kriteria Diagnostik 25
Diagnosis Banding 25
Tatalaksana 25

3
Prognosis 26
Gangguan Kepribadian Khas 27
Learning Objectives 27
Pendahuluan 27
Epidemiologi 28
Kriteria Diagnosis 28
Kepribadian Paranoid 29
Epidemiologi 29
Kriteria Diagnosis 29
Diagnosis Banding 29
Tatalaksana 29
Prognosis 30
Kepribadian Skizoid 30
Epidemiologi 30
Kriteria Diagnosis 30
Diagnosis Banding 30
Tatalaksana 31
Prognosis 31
Kepribadian Dissosial 31
Epidemiologi 31
Kriteria Diagnosis 31
Diagnosis Banding 32
Tatalaksana 32
Prognosis 32
Kepribadian Emosi Tidak Stabil 32
Epidemiologi 32
Kriteria Diagnosis 32
Diagnosis Banding 33

4
Tatalaksana 33
Prognosis 33
Kepribadian Histrionik 33
Epidemiologi 34
Kriteria Diagnosis 34
Diagnosis Banding 34
Tatalaksana 34
Prognosis 34
Kepribadian Anankastik 34
Epidemiologi 34
Kriteria Diagnosis 35
Diagnosis Banding 35
Tatalaksana 35
Prognosis 35
Kepribadian Cemas (Menghindar) 35
Epidemiologi 35
Kriteria Diagnosis 36
Diagnosis Banding 36
Tatalaksana 36
Prognosis 36
Kepribadian Dependen 36
Epidemiologi 36
Kriteria Diagnosis 37
Diagnosis Banding 37
Tatalaksana 37
Prognosis 37
Kedaruratan Psikiatri 38
Learning Objective 38

5
Pendahuluan 38
Epidemiologi 38
Wawancara Pada Kedaruratan Psikiatri 39
Strategi umum dalam evaluasi pasien 39
Penatalaksanaan 40
Daftar Rujukan 41

6
Skizofrenia
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala skizofrenia
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien skizofrenia
3. Menyusun daftar diagnosis banding skizofrenia
4. Menegakkan diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal pasien skizofrenia
6. Mendeteksi efek samping penggunaan obat-obat antipsikotik
7. Mengatasi efek samping penggunaan obat-obat antipsikotik
8. Menentukan prognosis
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk skizofrenia

Pendahuluan
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan gambaran psikopatologi yang
bervariasi tetapi sangat berat, yang mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, dan aspek
perilaku lainnya. Manifestasi ini bervariasi di antara pasien-pasien dan pada waktu yang
berbeda, namun efeknya selalu berat dan biasanya berlangsung lama. Istilah skizofrenia
pertama kali dikenalkan oleh Eugene Bleurer.
Psikopatologi pada skizofrenia tidak terbatas pada gejala psikotik saja, namun juga
termasuk gangguan pada pikiran, perasaan, dan perbuatan. Sehingga berdasarkan fakta ini,
hampir semua jenis psikopatologi yang pernah diidentifikasi bisa ditemukan pada pasien
dengan skizofrenia. Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Menurut Eugene Bleurer, skizofrenia dibagi menjadi empat subtipe, yang dikenal
sebagai subtipe klasik dari skizofrenia. Keempat subtipe itu adalah skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, dan skizofrenia simpleks. Berdasarkan
PPDGJ-III, skizofrenia dibagi menjadi sembilan subtipe, yaitu skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi
pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya, skizofrenia
YTT. Berdasarkan DSM-IV-TR, skizofrenia dibagi menjadi lima subtype, yaitu skizofrenia
paranoid, skizofrenia terdisorganisasi, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, dan
skizofrenia residual.

7
Epidemiologi
Skizofrenia bisa ditemukan di semua masyarakat dan daerah, dengan angka prevalensi
dan insiden yang kurang lebih sama. Di Amerika Serikat, skizofrenia mempunyai prevalensi
seumur hidup sekitar 1 persen. Menurut studi yang dilakukan oleh The Epidemiologic
Catchment Area yang didukung oleh National Institute of Mental Health (NIMH), prevalensi
seumur hidupnya berkisar antara 0.6 sampai 1.9 persen.

Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis Skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III
Memenuhi salah satu perangkat gejala di bawah ini, yang berlangsung selama setidaknya
satu bulan (tidak termasuk gejala prodormal) dan mengakibatkan penurunan kualitas
hidup secara bermakna

Gejala Kuat (Sedikitnya satu) Gejala Lemah (Sedikitnya dua)


● Thought echo, thought insertion, ● Halusinasi menetap lama, atau bila
thought withdrawal, atau thought ditemani oleh waham atau
broadcast overvalued idea
● Delusion of control, delusion of ● Arus pikiran yang terputus,
influence, delusion of passivity, atau mengalami sisipan, inkoherensi, atau
delusional perception neologisme
● Halusinasi komentar, halusinasi ● Perilaku katatonik
diskusi, atau halusinasi dari anggota ● Gejala negatif, sikap apatis, bicara
tubuh jarang, atau respon emosi yang
● Waham yang bizar menumpul atau tidak wajar

Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan DSM-IV-TR


Dua atau lebih gejala berikut yang muncul dalam satu bulan
● Waham (cukup satu bila waham bizar)
● Halusinasi (cukup satu bila halusinasi komentar atau diskusi)
● Bicara terdisorganisasi (kacau)
● Perilaku terdisorganisasi (kacau) atau katatonik
● Gejala negatif
Terdapat penurunan yang jelas dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau mengurus diri
Lama gangguan setidaknya enam bulan, dengan satu bulan menunjukkan gejala yang
jelas
Kriteria untuk gangguan mood, gangguan mental organik, dan gangguan akibat zat tidak
dipenuhi

8
Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan Kriteria Bleurer
Seperangkat gejala utama yang harus ada Seperangkat gejala pendukung yang bisa
ada
● Gangguan asosiasi berupa asosiasi ● Halusinasi
longgar, inkoherensi, atau ● Waham
neologisme ● Ilusi
● Gangguan afek berupa afek tumpul, ● Gejala katatonik
datar, atau tidak sesuai ● Perilaku abnormal lainnya
(inappropriate)
● Autisme berupa penarikan diri dari
kehidupan nyata
● Ambivalensi pada emosi, keinginan,
atau pikiran

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Paranoid


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
● Kriteria diagnosis skizofrenia harus ● Preokupasi dengan waham atau
terpenuhi terlebih dahulu halusinasi auditorik yang menetap
● Waham atau halusinasi merupakan ● Bicara kacau, perilaku kacau atau
gejala yang paling menonjol katatonik, afek datar atau tidak sesuai
● Gejala lain, bila ada, tidak tidak menonjol
mendominasi

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Hebefrenik / Disorganized


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
● Kriteria diagnosis skizofrenia harus Semua berikut harus ada:
terpenuhi terlebih dahulu ● Bicara kacau
● Dominasi perilaku atau pikiran yang ● Perilaku kacau
kacau dan tidak bertujuan ● Afek datar atau tidak sesuai
● Dominasi afek yang dangkal atau Kriteria untuk katatonik tidak terpenuhi
tidak wajar
● Gejala lain, bila ada, tidak
mendominasi

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Katatonik


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
● Kriteria diagnosis skizofrenia harus Dua dari berikut
terpenuhi terlebih dahulu ● Stupor atau katalepsi
● Perilaku katatonik (stupor, perilaku ● Peningkatan motorik tanpa tujuan
motorik tanpa tujuan, posturing, jelas
negativisme, rigiditas, fleksibilitas ● Negativisme
cerea, atau command automatism ● Posturing, mannerisme, gerakan
dan echolalia echopraxia) yang stereotipi, grimacing
paling menonjol ● Echolalia atau echopraxia
● Gejala lain, bila ada, tidak

9
mendominasi

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Simpleks


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
● Kriteria diagnosis skizofrenia harus TIDAK ADA DALAM DSM-IV-TR
terpenuhi terlebih dahulu
● Gejala negatif merupakan gejala yang
paling menonjol
● Tidak ada gejala subtipe lain atau
riwayat sebelumnya

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Residual


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
● Kriteria diagnosis skizofrenia, dengan ● Gejala negatif tampak nyata
gejala psikosis jelas, pernah ● Gejala lain tampak dalam intensitas
terpenuhi sebelumnya ringan
● Gejala negatif (yang merupakan sisa
episode sebelumnya) masih jelas
● Gejala lain, bila ada, tidak
mendominasi

Kriteria Diagnosis Depresi Pasca Skizofrenia


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
● Kriteria diagnosis skizofrenia, dengan TIDAK ADA DALAM DSM-IV-TR
gejala psikosis jelas, pernah
terpenuhi sebelumnya
● Afek depresif tampak jelas menonjol
● Gejala lain, bila ada, tidak
mendominasi

Kriteria Diagnosis Skizoafektif


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
● Kriteria diagnosis skizofrenia harus ● Kriteria skizofrenia dan gangguan
terpenuhi terlebih dahulu afektif sama-sama terpenuhi
● Kriteria diagnosis gangguan afektif ● Terdapat riwayat halusinasi atau
juga harus terpenuhi waham tanpa gangguan mood
● Kedua gejala tersebut harus
sama-sama menonjol

Diagnosis Banding
Skizofrenia didiagnosis banding dengan berbagai jenis gangguan jiwa karena
psikopatologinya yang beragam. Pada dasarnya, masing-masing subtipe bisa diagnosis
banding dengan yang lainnya. Di luar itu, skizofrenia bisa didiagnosis banding dengan
gangguan waham menetap, gangguan mood, gangguan psikotik akut, gangguan

10
kepribadian skizoid, gangguan kepribadian paranoid, sampai gangguan skizotipal,
tergantung psikopatologi yang ada dan mendominasi.

Tatalaksana
Sampai saat ini, obat antipsikotik merupakan tatalaksana yang utama untuk
skizofrenia. Namun berdasarkan penelitian, intervensi psikososial (termasuk psikoterapi)
bisa menambah perbaikan klinis. Kombinasi obat dan terapi psikososial memberikan
manfaat yang lebih baik daripada menggunakan salah satunya saja.
Tujuan pada terapi skizofrenia adalah mengurangi sampai menghilangkan gejala,
memaksimalkan kualitas hidup dan fungsi adaptif, dan mencapai kesembuhan dan
mencegah terjadinya relaps. Terapi juga harus disesuaikan dengan gejala yang ada saat itu
dan terbagi menjadi fase akut, stabilisasi, dan stabil.
Gejala yang menjadi target terapi (disebut ​target symptoms​) bisa berupa gejala
positif, gejala negatif, gejala disorganisasi. Untuk gejala positif, sampai saat ini antipsikotik
tipikal (Haloperidol, Chlorpromazine, Trifluoroperazine) masih menjadi pilihan pertama
pengobatan. Apabila belum bisa diatasi, maka baru digunakan antipsikotik generasi
selanjutnya seperti Risperidone atau Clozapine. Untuk gejala negatif, antipsikotik tipikal
memiliki efek perbaikan yang terbatas, sehingga antipsikotik atipikal lebih sering
digunakan. Penggunaan antipsikotik tipikal saat ini masih memadai, terutama apabila
mengingat ketersediaannya yang tinggi dan lebih terjangkau. Pemilihan antipsikotik
generasi terkini, seperti ziprasidone, aripiprazole, dan paliperidone, yang dilaporkan
memiliki potensi yang tinggi, rentang ​target symptoms yang luas, dan efek samping yang
ringan, masih terkendala dalam keterjangkauannya.
Efek samping yang paling sering terjadi pada penggunaan antipsikotik (terutama pada
yang tipikal) adalah gejala ekstrapiramidal seperti akatisia, distonia, parkinsonism, dan
diskinesia tardive. Ada beberapa cara untuk mengatasi hal ini antara lain dengan
mengurangi dosis antipsikotik, mengganti dengan antipsikotik atipikal, atau menambah
terapi antiparkinsonism seperti antikolinergik. Efek samping yang sering dikeluhkan pada
penggunaan antipsikotik atipikal adalah sindrom metabolik terutama penambahan berat
badan.

11
Prognosis
Prognosis Baik Prognosis Buruk
● Onset tua ● Onset muda
● Faktor pencetus jelas ● Faktor pencetus tidak jelas
● Onset cepat ● Onset lambat
● Riwayat premorbid baik ● Riwayat premorbid jelek
● Gejala-gejala afektif (terutama ● Gejala-gejala penarikan diri
depresif) ● Tidak menikah
● Menikah ● Riwayat skizofrenia pada keluarga
● Riwayat gangguan mood pada ● Dukungan sosial buruk
keluarga ● Gejala-gejala negatif, neurologis,
● Dukungan sosial yang baik riwayat trauma perinatal, tiga tahun
● Gejala-gejala positif tanpa remisi, sering kambuh, riwayat
agresi

12
Gangguan Bipolar
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala mania
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien gangguan bipolar
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan bipolar
4. Menegakkan diagnosis gangguan bipolar berdasarkan PPDGJ-III
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal gangguan bipolar
6. Memahami perbedaan prinsip terapi psikofarmaka pada depresi bipolar dari
depresi unipolar
7. Memahami bahaya dan efek samping penggunaan obat penstabil mood serta
prosedur untuk memantaunya
8. Menentukan prognosis gangguan bipolar
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan bipolar

Pendahuluan
Gangguan bipolar adalah gangguan mood berulang yang salah satunya memberikan
gambaran mania. Mania adalah peningkatan mood yang abnormal yang menyebabkan
gangguan berat dalam fungsi kejiwaan. Suatu episode peningkatan mood abnormal yang
tidak terlalu menyebabkan gangguan berat dalam fungsi kejiwaan disebut hipomania.
Dalam klasifikasi DSM-IV-TR, satu episode mania sudah memenuhi kriteria untuk gangguan
bipolar.
Pasien manik, selain menunjukkan peningkatan mood, juga mengalami suatu
peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental. Pasien bisa mengalami
peningkatan harga diri, kepercayaan diri, distraktibilitas, keikutsertaan dalam kegiatan
yang menyenangkan, serta penurunan dalam kebutuhan untuk tidur. Suatu episode manik
yang dengan jelas mengikuti penggunaan obat antidepresan tidak dianggap sebagai suatu
gangguan kejiwaan tersendiri (lebih kepada efek dari obat).
Dalam nomenklatur diagnosis lama, gangguan bipolar dikenal dengan nama psikosis
manik-depresif, folie circulaire, dan siklotimia. Saat ini, siklotimia merujuk kepada diagnosis
gangguan mood lain yang mirip dengan gangguan bipolar tetapi dalam bentuk dan
intensitas yang jauh lebih ringan.

Epidemiologi
Gangguan bipolar terjadi kurang dari 1 persen populasi setiap tahunnya. Akan tetapi
angka ini kemungkinan tidak tepat mengingat gangguan bipolar yang ringan seringkali tidak

13
terdiagnosis dengan tepat. Gangguan kejiwaan ini ditemukan dalam proporsi yang sama
antara laki-laki dan wanita, meskipun episode manik lebih sering dialami oleh pasien
laki-laki dan episode depresif oleh pasien wanita. Usia rata-rata untuk gangguan ini adalah
30 tahun. Karakteristik lain mencakup pendidikan yang bukan sarjana, tingkat ekonomi
menengah ke atas, dan orang yang tidak menikah atau bercerai lebih banyak ditemukan.
Tidak ada perbedaan dalam hal ras.

Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis gangguan bipolar harus didahului oleh penegakan diagnosis
mania atau hipomania yang bisa dialami pasien sebelum maupun saat diperiksa. Apabila
gangguan mood yang dialami sudah berulang, maka diagnosis bipolar bisa ditegakkan.
Apabila gangguan mood baru berupa mania tunggal, menurut PPDGJ-III, diagnosis bipolar
belum bisa ditegakkan. Suatu episode mood campuran, dimana pada episode yang sama
tersebut terdapat mood manik dan depresif yang silih berganti, bisa ditemukan pada
gangguan bipolar. Dalam diagnosis DSM-IV-TR terdapat diagnosis gangguan bipolar II,
dimana terdapat suatu gangguan mood episodik yang terdiri dari hipomania dan depresi,
tanpa ada riwayat mania.
Gangguan bipolar, baik mania maupun depresi, bisa menunjukkan gejala psikosis
berupa halusinasi dan atau waham. Isi dari halusinasi atau wahamnya bisa sesuai dengan
mood yang dialami, yang disebut dengan ​mood-​congruent, atau tidak berhubungan
dengan mood yang dialami, yang disebut ​mood-incongruent​. Gejala psikosis tidak
ditemukan pada mood hipomania. Kriteria diagnosis mania dan hipomania berdasarkan
ICD-10 dapat dilihat pada table berikut
Mania Hipomania
▪ Peningkatan keinginan atau dorongan ▪ Lebih banyak bicara
bicara ▪ Kesulitan berkonsentrasi atau
▪ Kesulitan berkonsentrasi atau distractibility
distraktibilitas ▪ Peningkatan aktivitas atau
▪ Peningkatan aktivitas atau kegelisahan kegelisahan fisik (​physical
fisik (​physical restlestness​) restlestness​)
▪ Flight of Ideas atau pengalaman ▪ Kurangnya kebutuhan akan tidur
subjektif bahwa pikirannya saling ▪ Belanja berlebih, atau perilaku
berlomba ceroboh dan tidak bertanggung
▪ Belanja berlebih, atau perilaku jawab lainnya
ceroboh dan tidak bertanggung jawab ▪ Peningkatan energi seksual
lainnya ▪ Keramahan atau keakraban
▪ Peningkatan energi seksual berlebih
▪ Kurangnya kebutuhan akan tidur
▪ Berkurangnya inhibisi sosial normal,
dan berperilaku tidak sesuai keadaan
▪ Penggelembungan (​inflated​) harga diri
atau ​grandiosity

14
Pasien mengalami gangguan atau Pasien mengalami gangguan atau
penurunan yang nyata dalam fungsi penurunan yang ringan, namun kentara,
sehari-harinya dalam fungsi sehari-harinya

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada gangguan bipolar tergantung pada episode mood apa yang
dialami. Secara umum, suatu gangguan mood sebaiknya didiagnosis banding dengan
gangguan mood lain. Namun secara spesifik, diagnosis banding yang paling sering
ditegakkan pada gangguan bipolar episode manik (terutama yang disertai gejala psikotik)
adalah skizoafektif tipe manik. Selain itu, gejala manik juga bisa didiagnosis banding
dengan suatu gangguan kepribadian seperti histrionik, ambang, dan disosial. Bipolar
episode depresif memiliki diagnosis banding yang sama dengan gangguan depresi.

Tatalaksana
Tatalaksana gangguan bipolar tergantung pada episode apa yang dialami oleh pasien
(apakah mania atau depresi). Tatalaksana dibagi menjadi terapi akut dan rumatan. Terapi
akut bertujuan untuk menghilangkan gejala secepat mungkin. Terapi rumatan
menargetkan suatu eutimia yang dipertahankan.
Golongan obat yang digunakan untuk gangguan bipolar biasa disebut sebagai ​mood
stabilizer​, dan yang pertama kali ditemukan adalah litium karbonat. Litium dianggap
berhasil mengatasi gejala akut mania serta bisa digunakan sebagai terapi profilaksis.
Namun karena toksisitasnya, litium baru bisa digunakan bila ada akses terhadap
laboratorium yang memadai untuk pemeriksaan kadar litium darah. Selain litium,
digunakan juga antikonvulsan yang memiliki efek penstabil mood, yakni ​carbamazepine​,
divalproex sodium​, dan asam valproat. Pilihan pengobatan lain mencakup benzodiazepin
potensi tinggi serta antipsikotik atipikal.
Satu hal yang harus diperhatikan adalah pengobatan gangguan bipolar episode
depresif. Karena kecenderungan pasien gangguan bipolar untuk “berpindah kutub”, maka
penggunaan antidepresan tidak dianjurkan karena dapat menginduksi gejala manik. Untuk
itu, penggunaan antidepresan biasanya dikombinasikan dengan penstabil mood atau
antipsikotik atipikal.

Prognosis
Prognosis pasien gangguan bipolar pada umumnya lebih jelek dibanding pasien
depresi. Sekitar 40 sampai 50 persen pasien akan mengalami episode keduanya dalam
waktu dua tahun. Hanya sekitar 7 persen pasien yang tidak mengalami pengulangan gejala;
45 persen mengalami episode berulang (sampai sebanyak 30 episode, dengan rata-rata 9
episode, dan 40 persen lebih dari 10 episode), dan 40 persen menjadi kronis. Pada follow
up jangka panjang, 15 persen pasien dapat berfungsi dengan baik, 45 persen berfungsi baik

15
namun mengalami relaps berulang kali, 30 persen mengalami remisi sebagian, dan 10
persen menjadi kronis.

Depresi
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala depresi
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien depresi
3. Menyusun daftar diagnosis banding depresi
4. Menegakkan diagnosis depresi berdasarkan PPDGJ-III
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal depresi
6. Memahami bahaya dan efek samping penggunaan obat antidepresan
7. Menentukan prognosis depresi
8. Menjalankan sistem rujukan yang benar
9. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk depresi

Pendahuluan
Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur
dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak
berdaya, serta gagasan bunuh diri. Jadi, dapat didefinisikan bahwa depresi adalah
gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental
(pikiran, perasaan, dan perbuatan) seseorang. Perubahan tersebut hampir selalu
menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, social, dan pekerjaan.
PPDGJ III membagi depresi menurut tingkat keparahannya yakni ringan, sedang, berat
dan disertai atau tanpa gejala psikotik. Sementara DSM IV hanya menyatakan adanya
gangguan depresi berat (major depressive disorder) dan pada digit kelimanya diberikan
criteria untuk penentu keparahan, psikotik, atau remisi.

Epidemiologi
Depresi adalah gangguan jiwa yang popular di masyarakat, dengan perkiraan terjadi
pada 340 juta jiwa, dengan perbandingan satu dari dua puluh orang di dunia. Sekitar 80%
dari individu yang melakukan bunuh diri umumnya menderita depresi. Prevalensi seumur
hidup dua kali lebih besar pada wanita dibanding pria yakni, 10 hingga 25% pada wanita,
dan 5 hingga 12% pada pria. Rata-rata usia onset adalah 40 tahun, sekitar 50% dari
penderita berusia 20-50 tahun, yang berarti dapat terjadi pada usia kanak-kanak walaupun
jarang. Akan tetapi beberapa data epidemiologis akhir-akhir ini menyatakan bahwa insiden
gangguan depresif berat meningkat pada orang usia 20 tahun. Pada umumnya gangguan

16
ini terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat
atau yang bercerai atau telah berpisah. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara
depresi dengan faktor ras dan umumnya lebih sering terjadi di daerah pedesaan. . Laki-laki
lebih mungkin untuk menderita episode berulang dan angka kejadian bunuh diri meningkat

Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis dan klasifikasi depresi menurut PPDGJ III yaitu dikatakan episode
depresi F32 jika:
a. Harus memiliki gejala depresi utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) yakni:
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
b. 7 gejala lainnya yaitu:
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan terganggu
c. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut dibutuhkan
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis,akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya.
d. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif
berulang (F33.-)
Episode Depresif Ringan​, minimal 2 gejala utama ditambah 2 gejala lainnya dan tidak
boleh ada gejala berat diantaranya; disabilitas ringan.
Episode Depresif Sedang​, minimal 2 dari 3 gejala utama ditambah 3 (dan sebaiknya 4)

17
gejala lainnya; disabilitas nyata.
Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik​, semua gejala utama depresi harus ada
dan ditambah 4 gejala lainnya, beberapa diantaranya harus berintensitas berat; disabilitas
berat.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik​, kriteria episode depresif berat (F32.2)
yang disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktori biasanya berupa suara
yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan waham atau halusinasi
dapat dispesifikasikan apakah serasi dengan mood (​mood-congruent​).
Seseorang bisa didiagnosis Gangguan Depresif Berulang (F33.-) menurut PPDGJ III jika
memenuhi kriteria dibawah ini:
a. Gangguan ini bersifat episode berulang dari:
1. Episode depresi ringan (F32.0)
2. Episode depresi sedang (F32.1)
3. Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan gangguan bipolar
b. Tanpa adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang
memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2), kecuali jika hipomania yang
dicetuskan oleh pengobatan antidepresan.
c. Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian
kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama
pada usia lanjut
d. Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental
lain

Menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostik untuk ​Major Depressive Disorder​ adalah:


a. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ditemukan selama periode dua minggu yang
sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya; sekurangnya satu dari
gejala adalah salah satu dari (1) mood yang terdepresi atau (2) hilangnya minat

18
atau kesenangan
Catatan: Jangan memasukkan gejala yang jelas karena suatu kondisi medis umum,
atau waham atau halusinasi yang tidak sesuai dengan mood
1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
dilaporkan secara subjektif atau pengamatan yang dilakukan orang lain.
Catatan: pada anak-anak dan remaja, dapat berupa mood yang mudah
tersinggung
2. Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua atau hampir
semua aktivitas sepanjang hari, setiap hari (seperti ditunjukkan oleh
keterangan subjektif atau pengamatan yang dilakukan orang lain)
3. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau
penambahan berat badan, atau penurunan atau peningkatan nafsu makan
hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak pertimbangkan kegagalan untuk
mencapai pertambahan berat badan yang diinginkan
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat dilihat oleh orang
lain, tidak semata-mata perasaan subjektif adanya kegelisahan atau menjadi
lamban)
6. Kelelahan atau hilangnya energy hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat
(mungkin bersifat waham) hampir setiap hari (tidak semata-mata mencela
diri sendiri atau menyalahkan karena sakit)
8. Hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian, atau
tidak dapat mengambil keputusan, hampir setiap hari (baik oleh keterangan
subjektif atau seperti yang dilihat oleh orang lain)
9. Pikiran atau kematian yang rekuren (bukan hanya takut mati), ide bunuh diri
yang rekuren tanpa rencana spesifik, atau usaha bunuh diri atau rencana
khusus untuk melakukan bunuh diri)
b. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran
c. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

19
dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting lain
d. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipotiroidisme)
e. Gejala tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita, yaitu setelah kehilangan orang
yang dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan
fungsional yang jelas, preokupasi morbid dengan rasa tidak berharga, ide bunuh
diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor

Diagnosis Banding
Depresi dapat merupakan ciri dari gangguan jiwa lainnya dari hampir semua jenis
gangguan jiwa. Gangguan jiwa yang berhubungan dengan zat, gangguan psikotik, gangguan
makan, gangguan penyesuaian, gangguan kecemasan, dan gangguan somatoform sering
disertai dengan gejala depresif sehingga harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding.
Selain itu depresi juga harus dapat dibedakan dari dukacita (grieving) karena beberapa
pasien dengan kehilangan yang berat dapat berkembang menjadi depresi. Sehingga
diagnosis baru dapat ditegakkan apabila penyembuhan tidak terjadi dan berdasarkan
keparahan, lamanya gejala, serta tergantung dari kultur setempat. Depresi juga harus
dapat dibedakan dari gangguan mood lainnya, terutama bipolar. Sehingga benar-benar
harus dicari apakah pasien pernah mengalami episode gejala mirip mania atau hipomania
atau gangguan siklotimia.

Tatalaksana
Terapi saat ini ditekankan pada psikofarmaka dan psikoterapi, selain itu terapi juga
harus menurunkan jumlah dan keparahan stressor pada kehidupan pasien. Jenis
psikoterapi yang umum dipakai yaitu terapi kognitif, terapi inter personal, dan terapi
perilaku.
Indikasi utama penggunaan antidepresan adalah depresi berat. Onset kerja
antidepresan rata-rata tiga sampai empat minggu. Obat yang tersedia saat ini adalah
golongan obat trisiklik dan tetrasiklik, monoamine oksidase inhibitor (MAOI),
selective-Serotonin reuptake inhibitors (SSRI) dan buprapion. SSRIs dan buprapion adalah
yang paling aman sehingga dianggap sebagai lini pertama, dan terbukti sama efektifnya
dengan MAOI dan trisiklik tetrasiklik. Pemilihan terapi didasarkan pada riwayat respon
yang baik pada pasien ataupun keluarganya. MAOI biasanya tidak dipilih sebagai lini
pertama karena hubungannya dengan krisis hipertensif akibat tiramin. Alprazolam, suatu
benzodiazepine, dinyatakan berbahaya karena efek sedasi, gangguan motorik, dan addiksi.

20
Pada depresi berat dengan psikotik, antidepresan saja tidak cukup, sehingga
diperlukan kombinasi dengan antipsikotik, kecuali amoxapine. Antidepresan harus
ditingkatkan pada dosis maksimal dan dipertahankan selama empat minggu sebelum
dinyatakan gagal. Pengobatan harus dipertahankan selama enam bulan atau lebih. Adanya
ide bunuh diri dan keparahan episode merupakan indikasi terapi profilaksis.

Prognosis
Depresi berat cenderung bersifat kronis sehingga pasien cenderung untuk relaps, akan
tetapi pasien yang dirawat di Rumah Sakit untuk episode pertama memiliki 50%
kemungkinan untuk pulih pada tahun pertama. Insidens relaps berkurang pada pasien yang
meneruskan terapi psikofarmaka sebagai profilaksis dan pada pasien yang hanya
mengalami satu atau dua episode saja.
Prognosis baik Prognosis Buruk
● Episode ringan ● Riwayat premorbid
● Tanpa gejala psikotik ● Gangguan kepribadian
● Waktu perawatan singkat ● Lebih dari satu kali episode depresi
● Riwayat persahabatan erat berat
● Keluarga yang stabil ● Onset usia muda
● Lingkungan sosial yang baik ● Gangguan distimik
● Riwayat penggunaan alkohol dan zat
lain
● Gangguan cemas

21
Gangguan Cemas
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala gangguan cemas
2. Melakukan pemeriksaan awal gangguan cemas
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan cemas
4. Menegakkan diagnosis gangguan cemas berdasarkan PPDGJ-III
5. Memformulasikan penatalaksanaan gangguan cemas
6. Mendeteksi efek samping penggunaan obat-obat anticemas
7. Mengatasi efek samping penggunaan obat-obat anticemas
8. Menentukan prognosis
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan cemas

Pendahuluan
Gangguan cemas adalah gangguan yang ditandai oleh adanya cemas yang irasional
dan mengganggu. Cemas adalah ketegangan memuncak yang disertai oleh rasa takut dan
ditandai oleh timbulnya gejala fisik seperti: takikardi, takipnoe dan tremor. Walaupun
gejala fisik yang muncul sama namun cemas disini berbeda dengan cemas yang normal.
Pada cemas yang normal, rasa cemas muncul sebagai reaksi emosional terhadap suatu
yang nyata, ancaman dari luar dan sebanding dengan bahaya yang dihadapi. Sedangkan
pada gangguan cemas, rasa cemas muncul tanpa adanya ancaman dari luar atau ketika ada
ancaman dari luar, reaksi emosional yang muncul berlebihan. Penderita gangguan cemas
sering merasakan penderitaan dan mengalami kelelahan akibat reaksi emosional yang
berlebihan, sehingga menimbulkan gangguan pada pekerjaan dan interaksi sosialnya.
Penyebab timbulnya gangguan ini belum jelas namun sering dikaitkan dengan faktor
genetik, kejadian yang traumatis dan stres.
Berdasarkan PPDGJ-III gangguan cemas dibagi menjadi gangguan cemas fobia
(agorafobia, fobia sosial, fobia khas, gangguan cemas fobia lainnya, gangguan cemas fobia
YTT), gangguan cemas lainnya (gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan
campuran cemas dan depresi, gangguan cemas campuran lainnya, gangguan cemas lainnya
YDT, gangguan cemas YTT) dan gangguan obsesif-kompulsif. Sedangkan berdasarkan
DSM-IV, gangguan cemas dibagi menjadi gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia,
gangguan fobia (fobia spesifik, fobia sosial), gangguan cemas menyeluruh, gangguan
obsesfif-kompulsif, gangguan stres akut, gangguan stres pasca trauma, gangguan cemas
karena kondisi medik dan gangguan cemas diinduksi zat.

22
Epidemiologi
Berdasarkan studi pada lima populasi di Amerika Serikat, Inggris dan Swedia, terdapat
2-4,7 per 100 individu yang mengalami gangguan cemas. Wanita lebih banyak dibanding
laki-laki dengan rentang usia 16-40 tahun. Tidak ada perbedaan pada ras kecuali pada
gangguan agorafobia dimana ras afrika-amerika lebih banyak menderita gangguan cemas
dibanding ras kulit putih.

Kriteria Diagnostik

Kriteria Diagnostik Agorafobia


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
Semua kriteria harus dipenuhi untuk ● Kecemasan berada di dalam suatu
diagnosis pasti tempat atau situasi yang sulit untuk
● Gejala psikologis, perilaku atau meloloskan diri atau kecemasan tidak
otonomik yang timbul merupakan adanya pertolongan pada keadaan
manifestasi primer anxietasnya atau situasi yang menimbulkan gejala
● Anxietas yang timbul terbatas pada panik.
(terutama terjadi dalam hubungan ● Situasi tersebut dihindari, atau
dengan) setidaknya dua dari situasi dilakukan dengan penderitaan
berikut: ​banyak orang/ keramaian, bermakna atau dengan kecemasan
tempat umum, bepergian keluar akan timbulnya serangan panik dan
rumah, dan bepergian sendiri perlu ditemani
● Menghindari situasi fobik harus sudah ● Kecemasan atau penghindaran fobik
merupakan gejala yang menonjol tidak disebabkan oleh gangguan
(penderita bisa menjadi ​house bound​) mental lainnya
Catatan: Agorafobia bukan merupakan
gangguan yang berdiri sendiri, tuliskan
diagnosis spesifik dimana agorafobia
terjadi misalnya gangguan panik dengan
agorafobia atau agorafobia tanpa
gangguan panik.

Kriteria Diagnostik Fobia Sosial


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
Semua kriteria di bawah ini: ● Ketakutan yang bermakna dan
● Gejala psikologis, perilaku atau menetap terhadap situasi dimana ia
otonomik yang timbul harus bertemu dengan orang yang tidak
merupakan manifestasi primer dari dikenal atau kemungkinan
anxietasnya diperhatikan oleh orang lain. Ia takut
● Anxietas harus mendominasi atau bahwa tindakannya (atau gejala
terbatas pada situasi sosial tertentu cemasnya) akan memalukan
(​outside the family circle​), dan ● Terpapar dengan situasi sosial selalu
● Menghindari situasi fobik harus atau menimbulkan kecemasan, berupa

23
sudah merupakan gejala yang serangan panik yang dipredisposisikan
menonjol oleh situasi. Catatan: jika terjadi pada
anak-anak bisa diekspresikan melalui
tangisan, tantrum, diam, atau menarik
diri dari situasi sosial yang tidak
dikenal
● Individu menyadari bahwa
ketakutannya berlebihan dan irasional.
Catatan: mungkin tidak ada pada anak
● Situasi sosial ini dihindari atau
dilakukan dengan cemas atau
penderitaan bermakna
● Menyebabkan gangguan pada salah
satu atau seluruh aspek kehidupan
● Pada individu dibawah 18 tahun,
berlangsung paling tidak selama 6
bulan
● Bukan akibat langsung suatu gangguan
medik umum atau efek suatu zat dan
bukan karena gangguan mental yang
lain. Jika ada, maka kriteria pertama
tidak berhubungan dengannya
Bila terlalu sulit membedakan antara Sebutkan jika:
fobia sosial dengan agorafobia hendaknya Menyeluruh: jika ketakutan terdapat pada
diutamakan diagnosis agorafobia (F 40.0) hampir semua situasi sosial
(pertimbangkan diagnosis gangguan
kepribadian menghindar)

Kriteria Diagnostik Fobia Spesifik


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
Semua kriteria dibawah ini harus ● Ketakutan yang bermakna dan irasional
dipenuhi untuk diagnosis pasti: karena adanya atau karena antisipasi
● Gejala psikologis, otonomik atau terhadap suatu objek atau situasi
perilaku merupakan manifestasi ● Terpapar dengan stimulus fobik akan
primer dari anxietasnya memicu timbulnya respon cemas yang
● Anxietas harus terbatas pada situasi segera, berupa serangan panik yang
atau objek tertentu berhubungan situasi atau
● Situasi atau objek fobik tersebut terpredisposisi oleh situasi. Catatan:
sedapat mungkin dihindari pada anak-anak cemas diekspresikan
dengan menangis, diam, tantrum atau
digendong.
● Individu menyadari bahwa
ketakutannya berlebihan dan irasional,
catatan: mungkin tidak ada pada anak
● Objek atau situasi harus dihindari atau
dilakukan akan tetapi menimbulkan

24
kecemasan yang bermakna dan
penderitaan
● Penghindaran, cemas, antisipasi
menimbulkan gangguan pada salah
satu atau seluruh aspek kehidupan
● Jika individu dibawah 18 tahun, maka
berlangsung paling tidak 6 bulan
● Cemas, serangan panik atau
penghindaran fobik dikaitkan oleh
objek spesifik atau situasi tidak
disebabkan oleh gangguan mental
lainnya
Fobia khas ini umumnya tidak ada gejala Tipe spesifik:
psikiatrik lain seperti halnya agorafobia ● Tipe hewan
dan fobia sosial ● Tipe lingkungan alam (ketinggian,
badai, air)
● Tipe darah, injeksi, cedera
● Tipe situasional (situasi seperti pesawat
udara, elevator, tempat tertutup, dll)
● Tipe lain

Kriteria Diagnostik Gangguan Panik


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
Untuk diagnosis pasti harus ditemukan Harus ada keduanya:
adanya serangan anxietas berat (​severe ● Serangan panik (​panic attack​) yang
attack ​of autonomic anxiety​) dalam berulang dan tidak terduga (lihat di
masa 1 bulan: bawah)
● Pada keadaan sebenarnya tidak ada ● Serangan panik harus diikuti paling
bahaya tidak selama 1 bulan oleh satu atau
● Tidak terbatas pada situasi atau lebih hal di bawah ini:
keadaan yang telah diketahui o Perhatian berlebihan akan terjadi
sebelumnya serangan berikutnya
● Keadaan yang relatif bebas pada o Khawatir terhadap akibat serangan
periode diantara serangan panik panik yang terjadi
(umumnya dapat terjadi juga o Perubahan tingkah laku berkaitan
anxietas antisipatorik​) dengan serangan
Gangguan panik baru ditegakkan Ada atau tidaknya agorafobia
sebagai diagnosis utama jika tidak ada
gangguan anxietas fobik Serangan panik bukan disebabkan oleh
efek langsung dari suatu zat, keadaan
medik umum, atau gangguan mental
lainnya
Serangan panik (bukan diagnosis yang
terpisah)
Periode ketakutan hebat atau
ketidaknyaman yang diikuti empat atau

25
lebih gejala dibawah ini yang datang
tiba-tiba dan memuncak dalam waktu 10
menit:
a. Palpitasi jantung berdebar-debar,
takikardi
b. Berkeringat
c. Gemetar atau bergoncang
d. Rasa sesak nafas atau tertahan
e. Perasaan tercekik
f. Nyeri dada atau perasaan tidak
nyaman
g. Mual atau gangguan perut
h. Perasaan pusing atau bergoyang,
melayang, pingsan
i. Derealisasi atau depersonalisasi
j. Ketakutan kehilangan kendali atau
menjadi gila
k. Rasa takut mati
l. Parestesia
m. Menggigil atau perasaan panas

Kriteria Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
Penderita harus menunjukkan anxietas Ketakutan dan kecemasan berlebihan
sebagai gejala primer yang terjadi yang lebih banyak terjadi dibandingkan
beberapa minggu sampai bulan, yang tidak terjadi selama paling tidak 6 bulan
tidak terbatas pada situasi khusus tertentu mengenai kejadian atau aktifitas
saja
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup Cemas dan khawatir berkaitan dengan 3
unsur-unsur berikut: atau lebih gejala dibawah ini (gejala lebih
● Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi
merasa seperti diujung tanduk, sulit selama enam bulan terakhir):
konsentrasi, dsb) ● kegelisahan
● Ketegangan motorik (gelisah, sakit ● mudah lelah
kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ● sulit konsentrasi
● Overatifitas otonom (kepala terasa ● iritabel
ringan, sesak nafas,jatung ● tegang otot
berdebar-debar) ● gangguan tidur
Catatan: Pada anak-anak hanya satu gejala
dibawah ini yang dibutuhkan
Pada anak-anak sering terlihat adanya Gangguan bukan akibat efek langsung dari
kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan zat atau kondisi medik umum lainnya dan
serta keluhan somatik yang menonjol tidak terjadi selama periode gangguan
mood, gangguan psikotik atau gangguan
perkembangan pervasif

26
Adanya gejala lain yang sifatnya Fokus ketakutan dan kecemasan tidak
sementara (untuk beberapa hari), terbatas pada gambaran gangguan axis I.
khusunya depresi tidak membatalkan
diagnosis utama gangguan anxietas Cemas, khawatir dan gejala fisik yang
menyeluruh, selama hal tersebut tidak muncul menyebabkan penderitaan dan
memenuhi kriteria lengkap dari episode gangguan salah satu atau seluruh area
depresif, gangguan anxietas fobik atau fungsi
gangguan obsesif-kompulsif Individu sulit untuk mengontrol
kekhawatiran tersebut

Kriteria Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR
Karakteristik gejala harus mencakup Obsesif atau Kompulsif
hal-hal di bawah, yang harus ada hampir Obsesif ditandai oleh (1), (2), (3) dan (4):
setiap hari selama dua minggu 1) pikiran yang berulang dan persisten,
berturut-turut: impuls atau bayangan yang muncul
● harus disadari sebagai pikiran atau selama gangguan, dirasakan
impuls diri sendiri mengganggu dan tidak sesuai
● sedikitnya harus ada satu pikiran atau sehingga menimbulkan kecemasan
tindakan yang berhasil dilawan bermakna atau penderitaan
walaupun ada lainnya yang tidak lagi 2) pikiran, impuls atau bayangan bukan
dilawan oleh penderita hanya ketakutan yang berlebihan
● pikiran untuk melakukan tindakan mengenai masalah hidup yang nyata
tersebut diatas bukan merupakan hal 3) penderita berusaha untuk
yang memberi kepuasan atau mengabaikan pikiran, impuls,
kesenangan (perasaan lega bukan bayangan dan menghilangkannya
kepuasan atau kesengangan yang dengan beberapa pemikiran atau
dimaksud) tindakan
● gagasan, bayangan atau impuls 4) penderita menyadari bahwa pikiran,
tersebut harus merupakan impuls, bayangan tersebut merupakan
pengulangan yang tidak pikiran mereka sendiri dan bukan
menyenangkan (unpleasently berasal dari orang lain
repetitif) Kompulsif ditandai oleh (1) dan (2):
Bila berkaitan dengan depresi: 1) tingkah laku repetitif (mencuci tangan
o Meningkat atau menurunnya gejala atau mengecek) atau tingkah laku
depresif umumnya dibarengi dengan mental (berdoa, menghitung) yang
perubahan gejala obsesif. dirasakan oleh individu sebagai suatu
o Bila terjadi episode akut dari respon terhadap obsesif atau suatu
gangguan-gangguan tersebut maka peraturan yang harus ditaati secara
diagnosis diutamakan dari gejala yang kaku
muncul lebih dahulu. 2) tingkah laku atau aktivitas mental
o Diagnosis obsesif-kompulsif ditujukan untuk mencegah dan
ditegakkan bila tidak ada gangguan mengurangi penderitaan atau
depresif pada saat gejala mencegah situasi yang menakutkan.
obsesif-kompulsif tersebut timbul Tingkah laku atau aktivitas mental ini
o Jika dari keduanya tidak ada yang tidak berhubungan dengan cara yang

27
menonjol, maka lebih baik realistis dengan cara yang mereka
menganggap depresi sebagai pikirkan atau jelas berlebihan
diagnosis primer.
Hal tersebut merupakan sumber Pada suatu waktu, penderita menyadari
penderitaan (distress) atau mengganggu bahwa obsesif atau kompulsif merupakan
aktivitas penderita sesuatu yang berlebihan dan irasional.
Catatan: tidak berlaku pada anak
Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling Obsesif atau kompulsif menyebabkan
bertahan saat gejala lain menghilang penderitaan dan mengganggu seluruh area
fungsi
Gejala obsesif sekunder yang terjadi
pada gangguan skizofrenia, sindrom Jika terdapat gangguan aksis I yang lain
tourette atau gangguan mental organik maka obsesif atau kompulsif tidak terbatas
harus dianggap sebagai bagian dari pada gangguan tersebut
kondisi tersebut
Gangguan tidak disebabkan oleh efek
langsung suatu zat atau kondisi medik
umum lainnya

Tatalaksana
Terapi pada gangguan cemas tidak hanya ditekankan pada pemberian obat melainkan
juga melalui intervensi psikososial (psikoterapi). Psikoterapi dan obat terbukti
meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah relaps ketika pemberian obat dihentikan.
Saat ini ada beberapa golongan obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan
cemas, diantaranya: SSRI (sertralin, fluoxetin, paroxetin), benzodiazepin (alprazolam,
diazepam, clonazepam), trisiklik (amitriptilin, imipiramin), tetrasiklik, serta MAOi
(phenelzine, tranylcypromine). Berdasarkan hasil penelitian, SSRI memiliki rentang
keamanan yang luas dan efek samping yang minimal, karena itu penggunaannya lebih
disukai dibandingkan golongan obat yang lain.
Efek samping obat gangguan cemas yang paling sering muncul diantaranya adalah
efek antikolinergik (trisiklik, tetrasiklik, MAOi), hipotensi ortostatik, disfungsi seksual (SSRI),
insomnia, peningkatan berat badan (antidepresan atipikal), penyakit jantung koroner
(trisiklik, tetrasiklik), aritmia (tetrasiklik,trisiklik) dan reaksi agitasi inisial (SSRI). Ada
beberapa cara untuk mencegah dan mengatasinya, yakni: (1) memonitor secara berkala
indeks masa tubuh, berat badan dan profil lipid (2) memulai pemberian obat dengan dosis
kecil, (3) pengurangan dosis obat, (4) jika efek samping tetap ada atau bahkan lebih buruk
pertimbangkan penggantian obat.

Diagnosis Banding
Beberapa gangguan psikiatrik lainnya memiliki gejala yang mirip dengan gangguan
cemas, diantaranya: gangguan psikotik, gangguan depresif, gangguan kepribadian

28
(paranaoid, menghindar, skizoid, dependen, obsesif-kompulsif), anoreksia nervosa,
gangguan hipokondria, gangguan dismorfik tubuh dan trikotilomania. Antara subtipe pun
kadang sulit dibedakan, karenanya bisa juga didiagnosis banding dengan sesama subtipe.

Prognosis
Walaupun ada subtipe gangguan cemas yang memilik prognosis baik (gangguan
panik), namun secara keseluruhan prognosis gangguan cemas tidak banyak diketahui dan
sulit diperkirakan, karena merupakan gangguan yang relatif baru dikenali sebagai gangguan
mental penting. Penentuan prognosis pada gangguan ini dikaitkan dengan onset,
perjalanan penyakit, faktor pencetus, komorbid, gejala dan keadaan lingkungan sosial.
Sebagian besar gangguan cemas akan berkembang menjadi kronik apabila tidak dilakukan
pengobatan dan memiliki kecendrungan untuk relaps ketika terapi dihentikan.

29
Gangguan Somatoform
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala somatoform
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien gangguan somatoform
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan somatoform
4. Menegakkan gangguan somatoform berdasarkan PPDGJ-III
5. Memfomulasikan penatalaksanaan awal gangguan somatoform
6. Menentukan prognosis gangguan somatoform
7. Menjalankan sistem rujukan yang benar

Pendahuluan
Gangguan somatoform adalah suatu kelmpok gangguan yang memiliki gejala fisik
dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang akurat. Gejala dan keluhan somatik
cukup serius untuk menimbulkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau
mengganggu fungsi sosial atau pekerjaannya. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh
pura-pura yang disadari atau sengaja dibuat.
Pada gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat
dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan
somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan
melibatkan sistem organ yang multipel. Gangguan ini kronis dan disertai dengan
penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku
mencari bantuan medis yang berlebihan.
Hipokondriasis ditandai dengan seringnya keluhan dibawah rusuk atau abdomen.
Hipokondriasis disebabkan dari interpretasi pasien yang tidak realistik dan tidak akurat
terhadap gejala atau sensasi fisik, yang menyebabkan preokupasi dan ketakutan bahwa
mereka menderita penyakit yang serius walaupun tidak ditemukan penyebabnya secara
medis. Hal ini mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan pasien.

Epidemiologi
Gangguan somatisasi terjadi 0,1 sampai 0,2 persen populasi. Wanita lebih banyak 5
sampai 20 kali dari pria. Terjadi lebih sering pada pasien dengan pendidikan rendah dan
miskin. Gangguan ini sering ditemukan bersama dengan gangguan mental lainnya. Sifat
atau gangguan kepribadian yang sering menyertai adalah yang ditandai dengan ciri
penghindaran, paranoid, mengalahkan diri sendiri dan obsesif-kompulsif.
Prevalensi hipokondriasis sebesar 4 sampai 6 persen populasi. Laki-laki dan wanita
sama. Onset gejala paling sering antara usia 20 dan 30 tahun. Lebih sering terjadi pada ras

30
kulit hitam dibandingkan kulit putih. Tingkat sosial, pendidikan, ekonomi, dan status
perkawinan tidak mempengaruhi.

Kriteria Diagnostik
Penegakan diagnosis menggunakan kriteria diagnostik PPDGJ-III.
Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
▪ Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
▪ Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
▪ Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
▪ Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak
sampai waham)
▪ Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.

Diagnosis Banding
Kondisi nonpsikiatrik harus disingkirkan. Gangguan somatisasi harus dibedakan dari
gangguan somatoform lainnya, seperti hipokondriasis, gangguan konversi, dan gangguan
nyeri.

Tatalaksana
Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka datang hanya ke
satu dokter. Jika gangguan somatisasi telah terdiagnosis, dokter yang mengobati harus
mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukan keluhan medis.
Berikutnya meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis
terlibat sampai pasien mau mengunjungi klinisi kesehatan mental atau psikiater.
Farmakoterapi pada pasien hipokondriasis diberikan jika pasien memiliki suatu kondisi
dasar yang responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemasan atau depresi berat.
Psikoterapi, baik individual atau kelompok, baik dilakukan pada gangguan somatisasi dan
hipokondriasis.

Prognosis
Pada gangguan somatisasi, prognosis buruk sampai sedang. Hal ini dikarenakan

31
perjalanan penyakit yang kronik.
Sepertiga sampai setengah dari semua pasien hipokondriasis membaik secara
bermakna. Prognosis hipokondriasis baik berhubungan dengan status sosioekonomi tinggi,
onset gejala tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi
nonpsikiatrik yang menyertai.

32
Gangguan Kepribadian Khas
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengidentifikasi suatu kepribadian yang khas
2. Mengenali kesepuluh jenis kepribadian khas menurut PPDGJ-III
3. Membedakan gambaran dengan gangguan kepribadian
4. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan kepribadian khas
5. Menegakkan diagnosis gangguan kepribadian khas berdasarkan PPDGJ-III
6. Menentukan prognosis gangguan kepribadian khas
7. Menjalankan sistem rujukan yang benar
8. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan
kepribadian khas

Pendahuluan
Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi
karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya meliputi beberapa
bidang dari kepribadian, dan hampir selalu berhubungan dengan kesulitan pribadi dan
sosial. Suatu kepribadian dapat dikatakan khas apabila kepribadian tersebut bersifat kaku
dan mendalam pada sebagian besar situasi personal dan sosial, yang berarti bahwa ia
dapat muncul dan terasa pada hampir semua bidang kehidupan individu. Perlu
diperhatikan bahwa penegakan diagnosis gangguan kepribadian sangat bergantung pada
situasi dan latar belakang sosiokultural dari individu. Sebagian besar pendapat menyatakan
bahwa kepribadian dinyatakan terganggu apabila tidak sesuai dengan norma dan perilaku
umumnya yang ditemukan pada suatu masyarakat tertentu.
Gangguan kepribadian didiagnosis pada aksis II, sehingga tidak boleh diidentifikasi
pada suatu episode gangguan kejiwaan, dan demikian pula sebaliknya. Apabila terdapat
diagnosis pada aksis I, maka pada umumnya kepribadian hanya dapat diidentifikasi
sebelum onset gangguan kejiwaannya. Sehingga pemeriksa diharapkan berhati-hati dalam
menentukan onset dari psikopatologi agar tidak salah menempatkannya sebagai suatu
gangguan kejiwaan atau gangguan kepribadian.
Kepribadian khas merupakan salah satu faktor predisposisi suatu gangguan kejiwaan,
dan apabila memang terjadi maka gangguan yang dialami bisa lebih berat dan mempersulit
penatalaksanaan. Demikian pula pada kasus gangguan fisik, banyak juga pasien yang
memiliki kepribadian khas sebagai kondisi komorbidnya. Kondisi ini bisa dianggap memiliki
kedudukan di antara gangguan kejiwaan ringan (seperti gangguan penyesuaian) dan berat
(seperti skizofrenia). Pasien dengan gangguan kepribadian memiliki gangguan yang nyata
dan kronis dalam kemampuan bekerja dan berhubungan sosial. Sehingga pada pasien

33
demikian seringkali ditemukan suatu riwayat pekerjaan dan pernikahan yang buruk.
Mereka sering dianggap mengganggu, menuntut, dan membebani orang lain. Mereka bisa
pula dianggap meminta dan bergantung kepada orang lain dan melakukan pendekatannya
dengan cara-cara yang tidak pantas.
Pembahasan gangguan kepribadian khas akan dibagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama menjelaskan gangguan kepribadian secara umum dan bagian kedua menjelaskan
masing-masing gangguan kepribadian khas.

Epidemiologi
Gangguan kepribadian adalah suatu gangguan yang umum dan kronis. Prevalensinya
diperkirakan sekitar 10 sampai 20 persen pada populasi umum, dengan durasi puluhan
tahun. Kebanyakan perilaku kriminal dan sebagian besar dari populasi penjara
dihubungkan dengan suatu gangguan kepribadian. Sekitar setengah dari semua pasien
psikiatri memiliki gangguan kepribadian, yang seringkali menjadi suatu kondisi komorbid.

Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis gangguan kepribadian khas sebaiknya dilakukan dalam tiga
tahap. Sebelum menentukan suatu kepribadian tertentu, suatu kriteria gangguan
kepribadian khas harus terpenuhi terlebih dahulu. Apabila sudah terpenuhi, pemeriksa
kemudian menentukan diagnosis kepribadian mana yang akan ditegakkan. Terakhir,
pemeriksa harus menentukan apakah kasus yang dihadapinya termasuk gangguan atau
gambaran kepribadian.
Gambaran kepribadian mirip dengan gangguan kepribadian. Keduanya mirip dalam
hal cara menghadapi stresor, cara berekspresi, dan cara mempersepsikan lingkungannya.
Yang berbeda adalah bahwa pada kasus gambaran kepribadian khas gejala muncul apabila
individu yang dimaksud terpapar dengan suatu stresor (tanpa stresor, individu bisa saja
berperilaku layaknya orang tanpa kepribadian khas) dan manifestasi klinisnya tidak sampai
mengganggu kehidupan individu tersebut secara substansial.
Kriteria diagnosis gangguan kepribadian khas menurut PPDGJ-III adalah
● Disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat yang biasanya mencakup beberapa
bidang fungsi
● Pola perilaku abnormal yang berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak terbatas
pada episode gangguan jiwa
● Pola perilaku abnormalnya bersifat pervasif dan maladaptif yang jelas terhadap
berbagai keadaan pribadi dan sosial yang luas
● Manifestasi di atas selalu muncul pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut
sampai usia dewasa
● Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yang cukup berarti, tetapi baru
menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut
● Gangguan ini biasanya, tapi tidak selalu, berkaitan secara bermakna dengan
masalah-masalah dalam pekerjaan dan kinerja sosial

34
● Onset perilaku tersebut dapat ditelusuri hingga ke masa remaja atau dewasa awal
Terdapat sedikit perbedaan dalam penegakan diagnosis menurut DSM-IV-TR yang
menyatakan bahwa onset perilaku tersebut dapat ditelusuri hingga ke masa remaja atau
dewasa awal. Hal ini menyiratkan bahwa gangguan kepribadian bisa saja memiliki onset
penuhnya di luar masa kanak-kanak atau remaja, seperti yang digariskan dalam PPDGJ-III.

Kepribadian Paranoid
Individu dengan kepribadian paranoid dicirikan sebagai orang yang mudah mencurigai
dan sukar mempercayai orang lain. Mereka menolak bertanggung jawab (misalnya atas
suatu kesalahan) dan senang melontarkannya kepada orang lain. Mereka sering
menunjukkan permusuhan dan mudah marah.

Epidemiologi
Gangguan kepribadian paranoid memiliki prevalensi sekitar 0,5 sampai 2,5 persen
populasi umum, 10 sampai 30 persen pada populasi rawat inap psikiatrik, dan 2 sampai 10
persen pada populasi rawat jalan psikiatrik. Keluarga pasien skizofrenia memiliki angka
yang lebih tinggi daripada yang bukan. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada laki-laki
dan tampaknya tidak menunjukkan suatu pola yang familial. Kemungkinan angka lebih
tinggi juga dapat ditemukan pada imigran dan penderita tuli.

Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
● Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
● Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam
● Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman
● Perasaan bermusuhan dan berkeras tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi
yang ada
● Kecurigaan yang berulang dan tanpa dasar tentang kesetiaan dari pasangannya
● Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan
● Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang mengarah ke persekongkolan dan
tidak substantif dari suatu peristiwa

Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian paranoid bisa didiagnosis banding dengan skizofrenia paranoid
dan gangguan waham menetap karena sifatnya yang mudah curiga. Agresivitas yang
ditunjukkan juga bisa didiagnosis banding dengan kepribadian dissosial. Dan distorsi
pengalaman yang dialami juga mirip dengan apa yang terjadi pada kepribadian skizoid.

Tatalaksana
Tatalaksana utama gangguan kepribadian paranoid adalah psikoterapi. Psikoterapi
individu lebih baik dibanding psikoterapi kelompok. Namun bermain peran bisa memberi

35
manfaat untuk perbaikan kemampuan sosial dan mengurangi kecurigaan. Psikofarmaka
dapat digunakan dengan tujuan untuk mengatasi agitasi dan ansietas. Obat yang dapat
digunakan antara lain golongan anticemas dan antipsikotik.

Prognosis
Individu dengan kepribadian paranoid memiliki masalah kronis dalam hal bekerja dan
berinteraksi dengan orang lain. Pada beberapa kasus, gangguan yang dialami menetap
seumur hidup, dan pada kasus lainnya gangguan ini menjadi risiko terjadinya skizofrenia
dan gangguan waham menetap. Kepribadian ini juga memberi risiko bagi individu untuk
mengalami episode psikosis singkat, depresi, gangguan obsesif-kompulsif, agorafobia, dan
penyalahgunaan zat.

Kepribadian Skizoid
Kepribadian skizoid dicirikan dengan suatu riwayat penarikan diri yang lama. Individu
dengan kepribadian ini merasakan ketidaknyamanan ketika berinteraksi dengan orang lain.
Mereka cenderung introvert dan memiliki afek yang dingin, dan sering dianggap eksentrik
atau penyendiri.

Epidemiologi
Meski prevalensinya belum diketahui secara pasti, diperkirakan 7,5 persen dari
populasi umum memiliki kepribadian ini. Perbandingan antar jenis kelamin juga belum jelas
dan diperkirakan rasio pria-wanita berkisar dua banding satu. Mereka sepertinya memiliki
kecenderungan untuk memilih pekerjaan yang soliter atau malam hari agar tidak banyak
berinteraksi dengan orang lain.

Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
● Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan
● Emosi dingin, afek mendatar atau tak peduli
● Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan atau kemarahan
terhadap orang lain
● Tidak peduli terhadap pujian maupun kecaman
● Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain
● Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
● Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan
● Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab dan tidak ada
keinginan untuk menjalin hubungan seperti itu
● Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku

Diagnosis Banding
Kepribadian skizoid mudah didiagnosis banding dengan skizofrenia, gangguan waham,
dan gangguan afek karena gejalanya yang mirip. Kepribadian ini juga bisa didiagnosis

36
banding dengan kepribadian paranoid dan kepribadian cemas (menghindar) yang memiliki
kecenderungan untuk beraktivitas sendirian. Gangguan autisme masa kanak dan sindrom
Asperger juga bisa didiagnosis banding berdasarkan kemampuan sosialnya yang terganggu.

Tatalaksana
Psikoterapi memberikan manfaat bagi kepribadian skizoid. Jenis psikoterapi yang bisa
digunakan bisa individu maupun kelompok, meskipun memerlukan waktu bagi mereka
untuk berpartisipasi sesuai harapan. Psikofarmaka yang memberi manfaat antara lain
antipsikotik, antidepresan, dan stimulansia. Benzodiazepin dapat digunakan apabila ada
kecemasan.

Prognosis
Kepribadian skizoid memiliki kemungkinan untuk menetap seumur hidup. Mereka
berisiko mengalami episode psikosis singkat, gangguan waham, dan skizofrenia, namun
jarang mengalami depresi.

Kepribadian Dissosial
Individu dengan kepribadian dissosial memiliki ketidakmampuan untuk menyesuaikan
diri dan sikapnya dengan aturan dan norma yang berlaku. Mereka cenderung bertindak
agresif dan impulsif sehingga kebanyakan darinya menjadi kriminal, meskipun ini bukan
berarti semua individu dengan kepribadian ini merupakan kriminal atau sebaliknya.

Epidemiologi
Prevalensi kepribadian ini adalah 3 persen pada laki-laki dan 1 persen pada
perempuan. Kepribadian ini lebih sering ditemukan pada daerah miskin atau perkotaan.
Pada populasi penjara, prevalensi ini meningkat menjadi setinggi 75 persen. Berdasarkan
hubungan kekeluargaan, individu dengan kerabat dissosial memiliki angka prevalens lima
kali lipat dibanding yang bukan.

Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
● Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain
● Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus serta tidak
peduli terhadap norma peraturan, dan kewajiban sosial
● Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak
ada kesulitan untuk mengembangkannya
● Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk
melampiaskan agresi
● Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman,
khususnya dari hukuman
● Sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi untuk
perilaku yang membuatnya konflik dengan masyarakat

37
Diagnosis Banding
Salah satu diagnosis banding utama kepribadian ini adalah penyalahgunaan zat karena
keduanya memiliki kecenderungan untuk melawan aturan atau norma. Diagnosis banding
lainnya termasuk kepribadian paranoid dan kepribadian ambang yang sama-sama agresif.

Tatalaksana
Psikoterapi pada kepribadian disosial lebih efektif bila dilaksanakan secara
berkelompok, karena ketika mereka berada di tengah lingkungan yang mirip, mereka lebih
termotivasi untuk berubah. Hal ini ditunjukkan dengan lebih efektifnya kelompok yang
demikian dibanding kurungan penjara dalam memperbaiki kondisi ini. Psikofarmaka
digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang mengganggu, namun harus diperhatikan
kecenderungan mereka untuk menyalahgunakan zat yang dipakai.

Prognosis
Perilaku dissosialnya paling berat pada kepribadian ini cenderung muncul di usia
remaja akhir, dan seiring usia sebagian dari mereka menunjukkan penurunan. Gangguan
depresi, penyalahgunaan alcohol dan zat lain sering ditemukan pada kepribadian ini.
Komorbiditas lainnya meliputi gangguan pengendalian impuls, ansietas, dan gangguan
somatisasi.

Kepribadian Emosi Tidak Stabil


Kepribadian emosi tidak stabil memiliki dua varian, yaitu tipe ambang dan tipe
impulsif. Mereka dikatakan berada di antara neurosis dan psikosis dan dicirikan dengan
ketidakstabilan mood, perilaku, dan kesan diri yang berat. Mereka juga tidak jarang
melukai diri sendiri.

Epidemiologi
Prevalensi kepribadian ini diperkirakan 2 persen pada populasi umum, 10 persen pada
pasien rawat jalan psikiatrik, dan 20 persen pada pasien rawat inap psikiatrik. Perempuan
dikatakan dua kali lebih banyak memiliki kepribadian ini dibanding laki-laki.

Kriteria Diagnosis
Tipe Impulsif
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah, salah satunya adalah nomor 2
● Kecenderungan untuk bertindak tidak terduga dan tanpa mempertimbangkan
konsekuensi
● Kecenderungan untuk bertengkar dengan orang lain, terutama ketika tindakan
impulsifnya ditahan

38
● Rentan terhadap suatu ledakan kemarahan atau kekerasan tanpa kemampuan untuk
mengendalikannya
● Kesulitan untuk mempertahankan kegiatan yang tidak memberi hasil segera
● Mood yang labil dan mudah berubah
Tipe Ambang​, tiga gejala tipe impulsif terpenuhi dengan paling sedikit dua tambahan
gejala di bawah
● Gangguan dan ketidakpastian dalam citra diri, tujuan, dan kesenangan
● Mudah terlibat dalam hubungan yang dalam namun tidak stabil dan sering berakhir
dengan suatu krisis emosional
● Usaha berlebih untuk menghindari peninggalan
● Berulang kali mangancam atau berperilaku melukai diri
● Perasaan kosong yang kronis

Diagnosis Banding
Ketidakstabilan mood dan afek pada kepribadian ini mirip seperti yang dialami oleh
pasien gangguan mood. Perilaku yang tidak stabil bisa didiagnosis banding dengan perilaku
pada skizofrenia. Agresivitas bisa didiagnosis banding dengan kepribadian paranoid.

Tatalaksana
Pilihan pertama tatalaksana kepribadian ini adalah dengan psikoterapi. ​American
Psychiatric Association (APA) memiliki petunjuk mengenai sifat psikoterapi yang
dianjurkan. Terapi perilaku digunakan untuk mengontrol impuls pasien dan mengurangi
kepekaan terhadap kritik dan penolakan. Psikoterapi bisa lebih efektif bila dilakukan di
rumah sakit. Untuk perilaku ​parasuicidal​, psikoterapi ​Dialectical Behavior Therapy bisa
digunakan. Psikofarmaka berguna untuk mengatasi gejala yang mengganggu fungsi
keseluruhan pasien. Golongan obat yang digunakan berupa antipsikotik, antidepresan,
benzodiazepin, dan antikejang.

Prognosis
Individu dengan kepribadian ini jarang mengalami perubahan dalam perilakunya.
Meski tidak ada bukti gangguan ini menjadi risiko kejadian skizofrenia, namun individu
dengan kepribadian ini mudah mengalami gangguan depresi. Selain itu, mereka juga
berisiko mengalami penyalahgunaan zat, gangguan makan (terutama bulimia), gangguan
stres pascatrauma, dan ADHD.

Kepribadian Histrionik
Kepribadian histrionik terkenal dengan perilakunya yang berlebihan dan mencari
perhatian. Mereka cenderung bersikap ekstrovert dan memiliki kesulitan dalam
mempertahankan hubungan jangka panjang.

39
Epidemiologi
Prevalensi kepribadian ini diperkirakan 2 sampai 3 persen populasi umum dan 10
sampai 15 persen pada pasien psikiatrik, baik rawat jalan maupun rawat inap. Kepribadian
ini jauh lebih sering ditemukan pada perempuan.

Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
● Ekspresi emosi yang dibuat-buat, seperti bersandiwara, atau dibesar-besarkan
● Bersifat sugestif, sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan atau pendapat orang lain
● Keadaan afektif yang dangkal dan labil
● Terus menerus mencari kegairahan dan penghargaan dari orang lain, dan aktivitas
dimana ia menjadi pusat perhatian
● Penampilan atau perilaku seduktif yang tidak sesuai
● Terlalu peduli dengan daya tarik fisik

Diagnosis Banding
Keinginannya untuk mendapat perhatian membuat individu demikian berperilaku
mirip dengan kepribadian ambang dan dissosial.

Tatalaksana
Tatalaksana pilihan untuk kepribadian ini adalah psikoterapi berorientasi psikoanalisis,
baik individu maupun berkelompok. Penggunaan agen psikofarmaka hanya ditujukan untuk
gejala tertentu saja.

Prognosis
Individu dengan kepribadian histrionik berisiko mengalami depresi, gangguan
somatisasi dan konversi. Mereka juga berkemungkinan sering berurusan dengan hukum
karena perilakunya.

Kepribadian Anankastik
Kepribadian anankastik dicirikan dengan sikap perfeksionis dan mementingkan
keteraturan yang mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi. Mereka juga
sering keras kepala dan sulit menentukan keputusan dengan mood yang terlalu serius
akibat sikapnya tersebut.

Epidemiologi
Angka prevalensi kepribadian ini adalah 1 persen pada populasi umum dan 3 sampai
10 persen pada pasien psikiatrik. Kepribadian ini dua kali lipat lebih sering ditemukan pada
laki-laki dan pada anak sulung. Kerabat individu ini juga lebih banyak ditemukan juga
memiliki kepribadian anankastik. Latar belakang individu biasanya melibatkan disiplin

40
tinggi.

Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
● Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan
● Preokupasi dengan hal-hal yang rinci, peraturan, daftar, urutan, organisasi, atau
jadwal
● Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
● Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan yang tidak semestinya
pada produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan interpersonal
● Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial
● Kaku dan keras kepala
● Pemaksaan yang tidak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya
mengerjakan sesuatu, atau keengganan yang tidak beralasan untuk mengizinkan
orang lain mengerjakan sesuatu
● Mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan

Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang paling sering untuk kepribadian ini adalah gangguan
obsesif-kompulsif. Isolasi sosial akibat preokupasi terhadap pekerjaan bisa didiagnosis
banding dengan kepribadian skizoid. Preokupasi yang sama juga bisa tampak pada
kepribadian dissosial, meskipun untuk tujuan yang jelas berbeda.

Tatalaksana
Psikoterapi kelompok dan perilaku bisa memberi perbaikan. Mereka menyenangi
terapi dengan asosiasi bebas dan ​no-directive therapy​. Apabila ada gangguan
obsesif-kompulsif, penggunaan benzodiazepine bisa diberikan.

Prognosis
Apabila menemukan pekerjaan yang tepat (biasanya yang menuntut ketelitian),
individu bisa menjalaninya dengan sangat baik. Beberapa dari mereka bisa menjadi
individu yang hangat, terbuka, dan penyayang. Namun pada kasus lainnya, mereka mudah
mengalami depresi (terutama dengan onset lambat) sampai skizofrenia.

Kepribadian Cemas (Menghindar)


Individu dengan kepribadian cemas sering disebut memilki suatu ​inferiority complex​.
Mereka sering tampak malu dan merasa rendah diri dan tidak mampu dan sangat sensitif
terhadap penilaian negatif.

Epidemiologi
Kepribadian cemas memiliki prevalensi sebesar 0,5 sampai 1 persen pada populasi
umum dan 10 persen pada populasi pasien psikiatrik. Laki-laki dan perempuan memiliki

41
proporsi yang sama.

Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
● Perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasif
● Merasa dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain
● Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan (dalam situasi sosial)
● Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai
● Pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik
● Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak

Diagnosis Banding
Penolakan terhadap interaksi sosial pada kepribadian ini mirip seperti yang
ditunjukkan pada kepribadian skizoid atau fobia sosial, meskipun kepribadian cemas
sebenarnya memiliki keinginan untuk berinteraksi. Kepribadian ini juga bisa didiagnosis
banding dengan kepribadian dependen karena perasaan diri yang tidak mampu.

Tatalaksana
Psikoterapi yang dianjurkan antara lain psikoterapi kelompok dan ​assertiveness
therapy​, suatu bentuk terapi perilaku. Dalam psikoterapi, individu dianjurkan untuk
pelan-pelan keluar dan menghadapi dunia luar yang dianggapnya penuh risiko penghinaan,
penolakan, dan kegagalan. Sehingga diharapkan agar berhati-hati dalam menentukan tugas
baginya. Psikofarmaka diberikan apabila ada gejala depresi atau kecemasan.

Prognosis
Kepribadian cemas bisa berfungsi dengan baik pada suatu lingkungan yang memadai
dan melindungi bagi dirinya. Beberapa berkeluarga dengan hidupnya dikelilingi oleh
keluarga tersebut. Namun bila sistem pendukung ini gagal, mereka rentan terpapar risiko
depresi, ansietas, dan fobia sosial.

Kepribadian Dependen
Kepribadian dependen memiliki ciri sikap yang bergantung secara berlebihan dan
pervasif. Mereka seringkali takut ditinggal sendirian dan bersikap tunduk kepada siapa
mereka bergantung.

Epidemiologi
Menurut DSM-IV-TR, kepribadian ini termasuk kepribadian yang paling sering
ditemukan. Satu penelitian menyiratkan bahwa sekitar 2,5 persen dari semua gangguan
kepribadian merupakan kepribadian dependen. Perempuan dan urutan lahir lebih kecil
lebih sering ditemukan memiliki kepribadian ini.

42
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
● Mendorong atau membiarkan orang lain mengambil sebagian besar keputusan
penting untuk dirinya
● Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia
bergantung, dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan mereka
● Keengganan untuk mengajukan permintaan yang layak kepada orang dimana tempat
ia bergantung
● Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian karena ketakutan yang
dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri
● Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya,
dan dibiarkan untuk mengurus dirinya sendiri
● Terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa mendapat
nasehat yang berlebihan dan dukungan dari orang lain

Diagnosis Banding
Sikap bergantung yang ditunjukkan pada kepribadian ini juga bisa ditemukan pada
kepribadian histrionik dan ambang. Diagnosis lain yang juga menunjukkan kebergantungan
kepada orang lain (dalam bentuk yang sedikit berbeda) adalah gangguan mood, panik, dan
agorafobia. Mereka juga terkadang terisolasi secara sosial karena sikap bergantungnya ini,
dan ini bisa didiagnosis banding dengan kepribadian cemas.

Tatalaksana
Penatalaksanaan kepribadian dependen seringkali berhasil. Tatalaksana berupa
psikoterapi berorientasi tilikan, dan dengan dukungan terapis mereka bisa menjadi lebih
independen, yakin, dan dapat diandalkan. Terapi perilaku, keluarga, dan ​assertiveness
therapy juga bisa digunakan dengan hasil yang baik. Namun perlu diingat bahwa terapis
harus menghargai perasaan kebergantungan mereka. Psikofarmaka ditargetkan untuk
gejala ansietas dan depresi yang seringkali muncul sebagai komplikasi.

Prognosis
Biasanya fungsi yang terganggu karena kepribadian ini adalah pekerjaan karena
mereka cenderung memerlukan supervisi, hubungan sosial yang terbatas pada siapa
mereka bergantung, dan beberapa individu mengalami perlakuan kasar karena tidak
mampu bersikap tegas. Dengan tatalaksana yang tepat, mereka memiliki kesempatan yang
baik untuk berfungsi normal. Mereka berisiko mengalami gangguan depresi, ansietas,
penyesuaian, dan fobia sosial. Kehidupan mereka bisa berada pada ekonomi yang lemah
serta kehidupan keluarga yang buruk.

43
Kedaruratan Psikiatri
Learning Objective
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengetahui keadaan-keadaan yang berhubungan dengan kedaruratan psikiatri
2. Memahami bahwa kasus-kasus kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang
memerlukan pertolongan segera
3. Membedakan kasus-kasus kedaruratan psikiatri yang merupakan gangguan jiwa
murni atau berhubungan dengan Gangguan Mental Organik
4. Mempunyai keterampilan dalam ​assessment dan teknik evaluasi untuk membuat
diagnosis awal pada kasus-kasus kedaruratan psikiatri, memberi terapi sementara
serta menjalankan sistem rujukan

Pendahuluan
Kedaruratan Psikiatri ​merupakan cabang Ilmu Kedokteran Jiwa dan kedokteran
kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan
intervensi psikiatri. Suatu kedaruratan psikiatri adalah setiap gangguan dalam pikiran,
perasaan dan perbuatan yang memerlukan tindakan segera. Karena berbagai alasan,
seperti bertambah banyaknya kasus-kasus kekerasan, meningkatnya pemahaman
penyakit-penyakit organik yang dapat mengubah status mental seseorang, bertambahnya
jumlah orang-orang dengan penyalahgunaan zat psikoaktif, jumlah kasus-kasus
kedaruratan psikiatri semakin meningkat.

Epidemiologi
Kasus-kasus di ruang kedaruratan psikiatri ditemukan hampir sama antara laki-laki dan
wanita. Orang yang yang tidak menikah lebih banyak dibandingkan dengan yang menikah.
Kira-kira 20 persen kasus adalah pelaku percobaan bunuh diri dan 10 persen kasus yang
berhubungan dengan kekerasan. Diagnosis yang paling sering adalah gangguan mood
(termasuk gangguan depresi dan manik), skizofrenia dan penyalahgunaan zat psikoaktif.
Dari semua kasus-kasus kedaruratan psikiatri kira-kira 40 persen memerlukan perawatan di
rumah sakit dan sebagian besar datang pada malam hari.
Macam-macam kedaruratan psikiatri:
- kekerasan
- bunuh diri
- pembunuhan
- pemerkosaan
- penyalahgunaan zat psikoaktif

44
- masalah sosial : tunawisma, penuaan, AIDS

Diagnosis yang sering :


● Gangguan mood (depresi dan mania)
● Skizofrenia
● Ketergantungan alkohol ( USA )
● Sekitar 40% harus dirawat
● Biasanya datang pada malam hari

Wawancara Pada Kedaruratan Psikiatri


Wawancara pada kedaruratan psikiatri sama dengan wawancara psikiatri yang standar
kecuali untuk batasan waktu. Dokter harus fokus pada keluhan yang sekarang dan alasan
kenapa pasien datang. Struktur wawancara klinis:
● Spesifik
● Berpengalaman
● Mendengarkan
● Observasi
● Interperetasi

Strategi umum dalam evaluasi pasien


1. Perlindungan diri
a. Sedapat mungkin mengetahui tentang pasien sebelum bertemu mereka
b. Hindari prosedur pengekangan fisik
c. Siaga resiko kekerasan yang mengganggu
d. Awasi keadaan fisik
e. Usahakan ada yang mendampingi selama pemeriksaan
f. Usahakan membangun kepercayaan dengan pasien
2. Mencegah kerugian
a. Mencegah melukai diri sendiri
b. Mencegah bunuh diri
c. Mencegah kekerasan
3. Mencegah kekerasan
a. Jelaskan bahwa kekerasan tidak dapat diterima
b. Pendekatan pasien dengan perilaku yang tidak mengancam
c. Tenangkan pasien
d. Jelaskan bahwa pengekangan (fiksasi) akan digunakan bila perlu
e. Mempunyai tim yang siap untuk fiksasi dan jangan lupa observasi dan cek
vital sign serta rencana tindak lanjut
4. Kesampingkan gangguan kognitif yang disebabkan kondisi medik umum

45
5. Kesampingkan gejala psikosis yang datang
a. kekerasan
b. penyerangan

Penatalaksanaan
● Mengatasi kekerasan pada pasien, perlu dihindari:
- mengancam
- perselisihan
- janji- janji palsu
- tidak sembrono.
- hindari obat- obat yang tidak perlu
- hati- hati dengan gangguan fisik
- Secara umum haloperidol IM cukup berguna untuk terapi emergensi pada pasien
psikosis dengan kekerasan
- Diazepam IV bila perlu
● ECT kadang juga digunakan pada kasus-kasus emergensi
● Psikoterapi
● Farmakoterapi sesuai gejala
1. Psikotik →​ anti psikotik.
a. typical antipsikotik ​→​ haloperidol, trifluoperazine, chlorpromazine
b. atypical antipsikotik ​→ risperidone, clozapine, quetiapine, olanzapine,
aripiprazol dll.
2. Depresi →​ anti depresan: amitriptiline, maprotiline, sertraline, fluoksetin
3. Cemas →​ anti cemas: alprazolam
4. Mania →​ anti mania: Litihium, asam valproate

46
Daftar Rujukan
1. An Atlas of Depression
2. Current Diagnostic & Treatment in Psychiatry
3. Depressive Disorder
4. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 4​th Edition, Text
Revision
5. International Classification of Diseases 10​th​ Edition,Chapter V
6. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 8​th​ Edition
7. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10​th​ Edition
8. Pedoman Penegakan Diagnosis Gangguan Jiwa, Edisi III
9. Psychiatric Secrets 2​nd​ Edition
10. Principles and Practice of Psychopharmacology 3​rd​ Edition

47

Anda mungkin juga menyukai