Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU PENYAKIT TROPIS

One-step RT-PCR for detection of Zika virus


Dosen Pengampu Mata Kuliah Ilmu Penyakit Tropis
Yulianto Ade Prasetya, S.Si., M.Si

Penyusun :
Ike Yuyun Winarsih (15010100005)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Zika (Zika) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Zika
yang menyebar melalui gigitan terinfeksi spesies nyamuk Aedes. Gejala yang
paling umum dari Zika adalah demam, ruam, nyeri sendi, dan konjungtivitis
(mata merah). Virus Zika pertama ditemukan pada seekor monyet resus di
hutan Zika, Uganda pada tahun 1947. Virus Zika kemudian ditemukan kembali
pada nyamuk spesies Aedes Africanus di hutan yang sama pada tahun 1948
dan pada manusia di Nigeria pada tahun 1954. Sejak kasus manusia pertama
Zika terdeteksi dan sejak itu, wabah Zika telah dilaporkan di Afrika tropis, Asia
Tenggara, dan Kepulauan Pasifik. Wabah zika mungkin telah terjadi di banyak
lokasi. Sebelum tahun 2007, setidaknya 14 kasus Zika telah didokumentasikan
(COCA, 2016).
Pada tahun 2015 menurut WHO dan PAHO, virus ini kembali merebak
yang mana di Brazil telah dikonfirmasi 404 kasus. Jumlah itu meningkat dari
waktu ke waktu. Microcephaly diduga terkait dengan virus Zika. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menilai penyakit yang terkaitdengan virus Zika di
Amerika Latin pada akhir tahun 2015 hingga Januari 2016 telah menimbulkan
keadaan darurat kesehatan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, WHO
mengumumkan Status Darurat Kesehatan Internasional.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini yakni :
a. Bagaimana epidemiologi virus Zika ?
b. Bagaimana penularan dan pencegahan virus Zika ?
c. Apa metode yang digunakan dalam penegakan diagnosanya virus Zika ?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini dibuat yaitu untuk :
a. Mengetahui epidemiologi virus Zika.
b. Mengetahui penularan dan pencegahan virus Zika.
c. Mengetahui metode yang digunakan untuk menegakkan diagnosa adanya
infeksi virus Zika.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Virus Zika
Virus Zika (ZIKV) adalah virus dengan vektor nyamuk, flavivirus (family
Flaviviridae). Genom virus adalah untai tunggal RNA positif dari 10.794 basis.
Penyebab penyakit Zika (Zika disease) ataupun demam Zika (Zika fever) adalah
virus Zika. Virus Zika termasuk dalam garis Flavivirus kelompok Arbovirus bagian
dari virus RNA (Amadou, et al., 2008). Yang masih berasal dari keluarga yang sama
dengan virus penyebab penyakit dengue/demam berdarah. Virus Zika disebarkan
kepada manusia oleh nyamuk Aedes yang terinfeksi. Nyamuk ini menjadi terinfeksi
setelah menggigit penderita yang telah memiliki virus tersebut. Nyamuk ini sangat
aktif di siang hari dan hidup serta berkembang biak di dalam maupun luar ruangan
yang dekatdengan manusia, terutama di area yang terdapat genangan air (Hamel, et
al., 2016).

(Virus Zika) (Aedes aegypti sebagai vektor virus Zika)


Infeksi manusia ditandai oleh sindrom mirip influenza seperti yang
dikaitkan dengan demam, sakit kepala, artralgia, mialgia, malaise, anoreksia, ruam,
astenia, nyeri retro-orbital, edema, limfadenopati, atau diare. ZIKV pertama kali
diisolasi pada tahun 1947 dari seekor monyet di Uganda dan telah dikenal beredar
secara aktif di Kalimantan Timur dan Afrika Barat dan Asia Tenggara. Pada bulan
April 2007, demam Zika (ZF) mewabah terjadi di Negara Yap di Mikronesia,
terjadi dalam 99 kasus yang dikonfirmasi dalam 2 bulan. KLB itu menunjukkan
bahwa ZF adalah penyakit yang muncul dan membutuhkan alat diagnostik, karena
kasus pertama salah didiagnosis sebagai infeksi dengue. Uji diagnosis laboratorium
untuk ZF didasarkan pada metode isolasi dan serologis virus. Namun, Isolasi virus
memakan waktu yang lama, sedangkan metode serologis dibatasi oleh kebutuhan
untuk akut dan/atau penyembuhan sampel dan reaksi silang antar flavivirus. Karena
RT-PCR banyak digunakan untuk mendeteksi flavivirus dengan cepat, sensitif, dan
spesifik dalam konsep klinis manusia maka, dalam jurnal One-step RT-PCR for
detection of Zika Virus mengembangkan metode RT-PCR untuk deteksi ZIKV
(Amadou, et al., 2008).
2.2 Epidemiologi Virus Zika
Pada manusia, virus Zika tidak menimbulkan kesakitan yang berat serta
sangat jarang menimbulkan kematian, oleh karena itu banyak orang yang tidak
menyadari bahwa mereka telah terinfeksi. Tidak ada pengobatan khusus atau vaksin
yang tersedia hingga saat ini. Sedangkan bentuk terbaik pencegahan dilakukan
dengan perlindungan terhadap gigitan nyamuk. Penyakit ini pertama kali diketahui
pada rhesus sentinel monyet yang ditempatkan di platform pohon di Hutan Zika
Uganda pada tahun 1947, survey penduduk Uganda menemukan prevalensi
kejadian sebesar 6,1%. tahun 1952 adaalah tahun dimana kasus Zika pada manusia
pertama kali terdeteksi, dan sejak saat itu pula wabah Zika telah banyak dilaporkan
di Afrika tropis, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik. Pada tahun 2007, wabah
pertama virus Zika terjadi besarbesaran dimana sebanyak 185 kasus dikonfirmasi
dan dilaporkan di Kepulauan Yap Negara Federasi Mikronesia (Federated States of
Micronesia). Sebanyak 108 kasus dikonfirmasi dengan PCR (Polymerase Chain
Reaction) atau uji serologi dan dicurigai pula terdapat 72 kasus tambahan. Adapun
mengenai pengenalan dan penularan di Pulau Yap sendiri masih belum jelas,
kemungkinan pengenalan terjadi melalui nyamuk yang terinfeksi pada manusia
viraemic dengan strain yang berhubungan dengan orang-orang yang tinggal di Asia
Tenggara. Kasus ini merupakan pertama kalinya demam Zika telah dilaporkan di
luar Afrika dan Asia. Sebelum tahun 2007, setidaknya 14 kasus Zika telah
didokumentasikan, meskipun kasus lainnya kemungkinan besar akan terjadi dan
tidak dilaporkan. Karena gejala Zika mirip dengan banyak penyakit lainnya, banyak
kasus mungkin tidak terdeteksi dan dilaporkan (Hamel, et al., 2016).
Pada Mei 2015, Pan American Health Organization (PAHO) mengeluarkan
peringatan mengenai konfirmasi infeksi virus Zika di Brazil. Di Brazil teramati
terjadinya peningkatan infeksi virus Zika pada masyarakat dan terjadinya
peningkatan bayi lahir dengan microcephaly. Beberapa lembaga penelitian disana
menumukan bukti hubungan Virus Zika dan microcephaly. Namun, penyelidikan
lebih lanjut diperlukan sebelum memahami hubungan antara microcephaly pada
bayi dan virus Zika. Selanjutnya Zika juga dilaporkan muncul di wilayah Amerika
Selatan, dan menyebabkan penyebaran yang cepat di seluruh Amerika Selatan dan
Tengah, hingga mencapai Meksiko pada November 2015.
CDC kemudian mengeluarkan peringatan perjalanan pada 15 Januari 2016
yang menghimbau wanita hamil untuk mempertimbangkan menunda perjalanan ke
negara-negara berikut, yakni: Brazil, Kolombia, El Salvador, Guyana Prancis,
Guatemala, Haiti, Honduras, Martinique, Meksiko, Panama, Paraguay, Suriname,
Venezuela, dan Commonwealth of Puerto Rico. Akhirnya pada tanggal 1 Februari
2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menyatakan virus Zika dalam
keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi keprihatinan internasional
(PHEIC). Adapun transmisi lokal telah dilaporkan di banyak negara dan wilayah
lainnya, virus Zika kemungkinan akan terus menyebar ke daerah baru. Menurut
laporan WHO, antara 1 Januari 2007 dan 17 Februari 2016, terdapat total 48 negara
dan teritori melaporkan penularan virus Zika, termasuk negara dan wilayah yang
memberikan bukti langsung dari transmisi lokal. Di antara 48 negara dan wilayah,
Aruba dan Bonaire adalah wilayah terbaru dalam pelaporan transmisi ini.
Pada beberapa hasil kajian menunjukkan kemungkinan adanya hubungan
antara infeksi virus Zika dengan kejadian microcephaly pada janin. Microcephaly
ditandai dengan lingkar kepala janin yang lebih kecil dari rata-rata lingkar kepala
janin normal yang sesuai dengan umurnya. Kecilnya ukuran lingkar kepala ini
terjadi akibat otak janin tidak berkembang sebagaimana seharusnya. Sehingga
pertumbuhan dan perkembangan kepala serta bangunan didalamnya terhambat
(Oliveira., et al. 2016). Hal ini juga menyebabkan gangguan intelektual dan cacat
secara fisik. Data dari Departemen Kesehatan Brasil menunjukkan bahwa terdapat
4180 laporan kasus microcephaly yang berhubungan dengan virus Zika. (Aryal,
2015). Persamaan serta perbedaan gejala dan tanda infeksi virus Zika dan DBD.
Zika DBD Zika DBD
a. Demam  Demam
b. Sakit kepala  Sakit kepala
c. Muncul bintik merah  Muncul bintik merah
d. Nyeri otot dan sendi  Nyeri otot dan sendi
e. Tidak menunjukkan mual dan  Tidak menunjukkan mual dan
muntah muntah
f. Konjungtivitis  Konjungtivitis
2.3 Patogenesis Virus Zika
Virus Zika masuk ke sel manusia melalui arthropoda arbovirus, salah
satunya adalah dengan melalui nyamuk. Jenis nyamuk yang dapat membawa virus
Zika adalah nyamuk genus Aedes termasuk Aedes africanus, Aedes apicoargenteus,
Aedes leuteocephalus, Aedes aegypti, Aedes vitattus dan Aedes Furcifer. Virus Zika
termasuk dalam golongan genus flavivirus, sehingga patogenesis dari virus Zika
hampir sama dengan virus dengue atau demam berdarah. Beberapa sumber
menyatakan bahwa virus Zika dapat menular ke manusia melalui transfusi darah,
transmisi perinatal dan transmisi seksual (Howard, 2016).
Patogenesis virus Zika berawal ketika nyamuk Aedes betina yang membawa
virus Zika menggigit manusia, kemudian virus masuk ke tubuh manusia. Setelah
masuk ke tubuh manusia, virus Zika akan menginfeksi sel dendritik pada daerah
dimana nyamuk menyuntikkan virus Zika. Kemudian diikuti penyebaran ke
kelanjar getah bening dan aliran darah. Seperti pada kelompok flavivirus lainnya,
virus mengalami siklus replikasi dengan empat tahap, yaitu terjemahan RNA
genomik menjadi protein virus, replikasi RNA virus, berkumpulnya partikel virus
di retikulum endoplasma dan pelepasan virion. Replikasi virus Zika terjadi pada
sitoplasma, akan tetapi antigen virus Zika telah ditemukan dalam inti sel yang
terinfeksi (Aryal, 2015).
Gejala dari infeksi virus Zika biasanya muncul 3-11 hari setelah gigitan
nyamuk yang membawa virus, meskipun periode viremic masih belum dipastikan.
Infeksi virus Zika dapat terkait dengan pengembangan kepala yang kecil dan
kerusakan otak pada bayi baru lahir atau mikrosefali. Penelitian yang dilakukan di
Brasil pada September 2015 juga menyebutkan bahwa ada hubungan antara infeksi
virus Zika dengan kejadian mikrosefali dan bayi lahir cacat. Karena ada
peningkatan kasus mikrosefali di daerah yang mengalami wabah Zika, dan adanya
peningkatan munculnya gejala klinis pada ibu hamil selama awal kehamilan. Hal
tersebut dibuktikan dengan ditemukannya RNA Zika pada sampel cairan ketuban
dari dua ibu hamil yang janinnya didiagnosis mikrosefali. Waktu paling berbahaya
diperkirakan selama trimester pertama kehamilan. Akan tetapi para ahli belum
dapat memastikan bagaimana virus memasuki plasenta dan menyebabkan
gangguan perkembangan otak pada janin (Oliveira, 2016).
2.4 Diagnosa Virus Zika
Gejala Zika mirip dengan demam berdarah dan chikungunya, penyakit
menyebar melalui nyamuk yang sama yaitu aedes yang menularkan Zika.Untuk
menghindai kesalahan diagnosis yaitu dengan tes darah untuk mencari Zika atau
virus lainnya seperti demam berdarah dan chikungunya. Ketika gejala, infeksi virus
Zika biasanya seperti sindrom influenza, sering keliru dengan infeksi arboviral lain
seperti demam berdarah atau chikungunya. Diagnosis dikonfirmasi diberikan
dengan RT-PCR, yang secara khusus mendeteksi virus selama viremia. Dalam
ELISA tes serologi dapat memastikan adanya Zika IgM dan flaviviruses IgG,
dimana spesifisitas ditentukan oleh seroneutralisation (Musso, et al., 2014).
Beberapa metode dapat digunakan untuk diagnosis, seperti virus deteksi
asam nukleat, solasi virusi dan uji serologis. Diagnosis dengan serologi sulit karena
virus dapat crossreact dengan flaviviruses lainnya. Dengan demikian, deteksi asam
nukleat virus tetap disukai. Selanjutnya pengujian diagnostik untuk virus zika dapat
dilakukan dengan beberapa cara menurut Aryal (2015) yaitu:
1. Reverse reaksi berantai transcriptase-polymerase (RT-PCR) untuk RNA virus
dalam serum dikumpulkan ≤7 hari setelah onset penyakit.
2. Serologi untuk IgM dan antibodi dalam serum dikumpulkan ≥4 hari setelah
onset penyakit.
3. Plaque uji reduksi netralisasi (PRNT) untuk kenaikan ≥4 kali lipat antibodi
penetral virus-spesifik paired sera.
4. Immunohistochemical (IHC) pewarnaan untuk antigen virus atau RT - PCR
pada jaringan tetaperologi Cross- Reaksi dengan flaviviruses Lain.
5. Zika virus serologi (IgM) dapat menjadi positif karena antibodi terhadap
flaviviruses terkait (misal : Dengue dan virus demam kuning).
6. Neralisasi tes antibodi dapat membedakan antara antibodi bereaksi silang di
flavivirusinfections primer.
7. Sulit untuk membedakan menginfeksi virus pada orang yang sebelumnya
terinfeksi atau divaksinasi terhadap flavivirus terkait penyedia.
8. Healthcare harus bekerja dengan negara bagian dan lokal departemen
kesehatan untuk memastikan hasil tes diinterpretasikan dengan benar.
Berdasarkan gambaran klinis yang khas, diagnosis untuk infeksi virus Zika
adalah luas. Selain dengue, pertimbangan lainnya termasuk Leptospirosis, malaria,
Rickettsia, kelompok A Streptococcus, rubella, campak, dan Parvovirus
Enterovirus, Adenovirus, dan infeksi Alphavirus (misalnya, Chikungunya,
Mayaro, Ross River, Barmah Forest, O'nyong – nyong, dan virus Sindbis)
(Zanluca, et al., 2016). Diagnosis awal didasarkan pada gambaran klinis pasien,
tempat dan tanggal perjalanan, dan kegiatan. Diagnosis laboratorium umumnya
dilakukan dengan pengujian serum atau plasma untuk mendeteksi virus, asam
nukleat virus, atau virusspesifik immunoglobulin M, dan antibodi. Diagnosa
serologi dapat dilakukan dengan beberapa cara menurut Yuningsih (2016) sebagai
berikut :
1. Jenis sampel : serum (dikumpulkan pada tabung kering , 5 sampai 7 cc bila
memungkinkan) atau urine.
Gejala akibat ZIKV infeksi biasanya cenderung ringan, gejala awal bisa
luput dari perhatian, mengurangi kesempatan untuk mengambil sampel.
Meskipun periode viremic masih belum ditetapkan sepenuhnya, RNA virus
telah terdeteksi dalam serum hingga hari ke 10 setelah timbulnya gejala ZIKV
RNA juga telah terdeteksi dalam urin selama jangka dalam fase akut yang
berarti yang bisa menjadi sampel alternatif untuk dipertimbangkan.Namun,
karena studi lebih lanjut diperlukan, dianjurkan bahwa sampel serum diambil
selama 5 hari pertama setelah timbulnya gejala.
2. Jenis sampel: serum (dikumpulkan pada tabung kering)
ZIKV spesifik antibodi IgM dapat dideteksi dengan ELISA atau tes
imunofluoresensi pada spesimen serum dari hari 5 setelah timbulnya gejala.
Karena serum tunggal pada fase akut adalah dugaan, disarankan bahwa sampel
kedua diambil 1-2 minggu setelah sampel pertama untuk menunjukkan
serokonversi (negatif ke positif) atau peningkatan empat kali lipat pada titer
antibodi (dengan tes kuantitatif).
Interpretasi dari tes serologi sangat penting untuk diagnosis ZIKV. Pada
infeksi primer (infeksi pertama dengan flavivirus: a) telah menunjukkan bahwa
antibodi reaksi silang minimal dengan lainnya virus terkait genetik. Namun, telah
menunjukkan bahwa individu dengan riwayat infeksi dari flaviviruses lainnya
(terutama dengue, demam kuning dan West Nile) dapat terjadi reaksi silang dalam
tes ini. Meskipun netralisasi dengan reduksi plak (PRNT) menawarkan kekhususan
yang lebih besar dalam mendeteksi antibodi (IgG), cross-reaksi juga telah
didokumentasikan; pada kenyataannya, beberapa pasien dengan riwayat infeksi
oleh flaviviruses lainnya telah menunjukkan peningkatan hingga empat kali lipat
dalam menetralisir titer antibodi bila terinfeksi ZIKV (Aryal, 2015).
2.5 Pencegahan dan Tindakan Pengendalian
WHO dan PAHO pada tahun 2015 mengatakan, tindakan pencegahan dan
pengendalian diarahkan pada pengurangan kepadatan vektor yang mendasar dan
dapat mencegah penularan jika efektif. Strategi Manajemen Terpadu untuk
Pencegahan dan Pengendalian Dengue (IMS-Dengue) memberikan dasar untuk
kesiapan virus Zika. Dalam situasi saat ini, intensifikasi pencegahan dan
pengendalian IMS-dengue yang luas dianjurkan. Rekomendasi ini meliputi:
1. Partisipasi lintas sektor dan kolaborasi di semua tingkat pemerintahan dan
kesehatan, pendidikan, lingkungan, pembangunan sosial dan sektor pariwisata.
2. Partisipasi organisasi non-pemerintah (LSM) dan organisasi swasta; Menjaga
komunikasi risiko dan mobilisasi bagi seluruh masyarakat.
Pengendalian nyamuk adalah satu-satunya ukuran yang dapat mengganggu
transmisi vektor ditanggung virus seperti demam berdarah, chikungunya, dan Zika.
Elemen-elemen kunci dari program pengendalian vektor yang seharusnya
memandu respon yaitu seperti di bawah ini :
1. Memperkuat pengelolaan lingkungan dan menghilangkan situs vektor
berkembang biak dalam rumah tangga dan area umum (misalnya: taman,
sekolah, pemakaman, dll) untuk mencegah atau meminimalkan
perkembangbiakan vektor dan kontak manusia dengan vektor nyamuk
2. Menyelenggarakan kampanye sanitasi massa untuk penghapusan daerah
perkembangbiakan, khususnya di daerah-daerah di mana pengumpulan sampah
rutin telah terganggu
3. Menerapkan langkah-langkah pengendalian daerah perkembangbiakan melalui
metode fisik, biologi dan kimia saat melibatkan keluarga dan masyarakat
secara aktif.
4. Mengidentifikasi daerah penularan berisiko tinggi (risiko stratifikasi), dan
memprioritaskan tempat di mana orang berkumpul (misalnya, sekolah,
terminal transportasi, rumah sakit, pusat kesehatan, dll) Nyamuk harus
dihilangkan dengan radius minimal 400 meter dari sekitar tempat-tempat ini
(Yuningsih, 2016).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan dan Metode
a. Virus
Isolasi ZIKV dan flavivirus yang digunakan dalam penelitian ini didukung
oleh WHO Collaborating Center for Arboviruses and Viral Hemorrhagic
Fever (CRORA) di Institut Pasteur de Dakar (Tabel 1 dan 2). Virus disiapkan
menggunakan sel AP61 dan progresi infeksi dipantau dengan menggunakan
uji Indirect Immunofluorescence Assay.

b. Ekstraksi RNA
RNA diekstraksi dari isolat ZIKV dan flavivirus stok menggunakan QIAamp
RNA Viral Kit (Qiagen, Heiden, Germany) menurut rekomendasi pabrik
pembuatnya.
c. Desain primer
Daerah pengkode protein amplop isolat ZIKV diurutkan mengikuti langkah
penguatan dengan RT-PCR protocol dengan primer pairs Unifor
(5’1171TGGGGNAAYSRNTGYGGNYTNTTYGG11973’) dan Unirev
(5’2178CCNCCHRNNGANCCRAARTCCCA21553’) dan inner pairs
Mounifor2 (5’1209GGRDRMDTBKWSAYVTGYGCNAWRTT12353’) dan
Mounirev2 (5’2094CCNATNSWRCTHCCHKHYYTRWRCCA20683’)
(Gaunt, personal communication). Posisi primer yang dikemukakan
berdasarkan pada urutan MR-766 strain ZIKV (AY632535). Untuk
merancang spesifik primer deteksi ZIKV, urutan yang diperoleh untuk
pengkodean protein amplop ZIKV dan urutan flavivirus lainnya tersedia di
Genbank diselaraskan menggunakan Clustal X. Primer ZIKENVR dan
ZIKENVF dipilih untuk deteksi genom ZIKV.

d. Amplifikasi One-step RT-PCR


RT-PCR dilakukan dengan menggunakan TITAN one-tube RT-PCR kit
(Boehringer Mannheim Biochemicals) dengan 22.8 µl RNA dari ekstrak 50
µl ZIKV sampel dan eluen dalam 50 µl buffer Tris EDTA(TE) dan 500 ng
each primer. Amplifikasi menggunakan 9700 GeneAmp PCR Thermocycler
(Applied Biosystem, Foster City, USA) dengan langkah : 1 cycle pada 500C
selama 30 min dan 950C selama 2 min, dan 35 cycles pada 950C selama 20 s,
550C selama 20 s, dan 680C selama 30 s, diikuti tahap akhir elongasi pada
680C selama 7 min. Amplifikasi divisualisasikan pada pewarnaan ethidium
bromida 2% gel agarose.
e. Spesifisitas dan batas deteksi dari RT-PCR assay
Spesifisitas pengujian dievaluasi dengan menggunakan berbagai variasi
ZIKV isolat dan flaviviruses dijelaskan pada Tabel 1 dan 2. Selain itu,
flavivirus diuji dengan primer VD8 / EMF1 seperti yang dijelaskan oleh
Pierre et al. (1994) untuk mengkonfirmasi kehadiran RNA.
Batas deteksi uji menggunakan primer ZIKENVF dan ZIKENVR dievaluasi
dengan menguji 10 kali lipat dari suspensi virus pada manusia yang
sebelumnya diuji negatif untuk nyamuk flaviviruses dan Leibovitz 15
medium (L-15) ditambah dengan fetal bovine serum 10% (FBS).
Pengulangan intra-assay diukur dengan pengujian 10 kali seri pengenceran,
10 kali lipat selama putaran yang sama.
BAB IV
HASIL DAN DISKUSI
4.1 Hasil
4.1.1 Pemilihan primer dan evaluasi spesifisitasnya
ZIKVENVF (5’-GCTGGDGCRGACACHGGRACT-3’) dan
ZIKVENVR (5’-RTCYACYGCCATYTGGRCTG-3’) primers yang
dirancang untuk one-step RT-PCR dan dihibridasi untuk posisi 1538–1558 dan
1902–1883 dari ZIKV genome sequence AY632535 (Gambar 1).
One-step RT-PCR assay mendeteksi viral RNA dari semua 37 strain
ZIKV (Tabel 1, Gambar 2). Sebagai konfirmasi lebih lanjut, 364 bp amplikon
dari lima isolat diurut dan ditunjukkan 92% sampai 99% nukleotida kesamaan
dengan ZIKV Uganda 1947 strain MR-766 sequence (AY632535) dengan
analisis BLAST (Amadou, et al., 2008).

Gambar 1. Alignment of annealing regions of ZIKENVR and ZIKENVF for Zika virus and selected flavivirus strains.
Gambar 2. Agarose gel electrophoresis of products of RT-PCR assay sensitivity in (A) L-15 medium and (B) human serum
in pfu/ml. T, negative control; M, molecular weight marker (Amersham100 pair Base-Pair Ladder, GE Healthcare, UK).

4.1.2 Batas deteksi one-tube RT-PCR assay


Untuk mengevaluasi batas deteksi, dua isolat ZIKV, ArD165531 dan
ArD142623, dipilih untuk dipertimbangkan variabilitas urutan di situs
pengikatan primer. Seri 10 kali pengenceran stok awal ZIKV 3,37×105 pfu/ml
telah diaplikasikan pada media L-15 yang mengandung FBS 10% atau pada
manusia. Serum yang sebelumnya diuji negatif oleh RT-PCR untuk nyamuk-
borne flavivirus. Batas deteksi uji ditemukan menjadi 7,7 pfu/reaksi dalam
serum manusia dan media L-15 (Gambar 2), sesuai dengan titer 337 pfu/ml
untuk kedua isolat ZIKV. Pengulangan intra assay dari batas deteksi di serum
manusia dan L-15 dinilai dengan menguji 10 sampel, masing berisi 3370 pfu /
ml, 337 pfu/ml, atau 33,7 pfu/ml. Uji coba assay mendeteksi 10 dari 10 (100%)
pengenceran di L-15 dan di sera dengan 3370 pfu/ml dan 337 pfu/ml; tidak ada
pengenceran dalam sampel dengan 33,7 pfu/ml terdeteksi (Amadou, et al.,
2008).
4.2 Diskusi
RT-PCR telah berhasil digunakan untuk identifikasi dan diagnosis
Arbovirus (Scaramozzino et al., 2001 dalam Amadou, et al., 2008). Telah
dikembangkan dan dievaluasi secara cepat, sensitif, dan spesifik RT-PCR
untuk deteksi ZIKV pada media L-15 dan serum manusia. Spesifisitas analisis
uji dievaluasi dengan menggunakan RNA dari 37 isolat ZIKV dan dari 31 isolat
19 yang terkait flaviviruses. Amplicons dari ukuran dan urutan yang
diharapkan diamati hanya dari sampel ZIKV, menunjukkan Spesifisitas
pengujian ini. Batas deteksi 337 pfu/ml sama dengan yang dilaporkan untuk
uji flavivirus (Morita et al., 1991; Brown et al., 1994 dalam Amadou, et al.,
2008) dan cukup rendah untuk mendeteksi viremia ZIKV dari 103 pfu / ml
sampai 106 pfu / ml pada infeksi alami manusia (Simpson, 1964; Weinbren
dan Williams, 1958; Bearcroft, 1956, dalam Amadou, et al., 2008).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Virus Zika (ZIKV) adalah virus dengan vektor nyamuk, flavivirus (family
Flaviviridae). Virus Zika yang menyebar melalui gigitan terinfeksi spesies
nyamuk Aedes. Gejala yang paling umum dari Zika adalah demam, ruam, nyeri
sendi, dan konjungtivitis (mata merah). Virus Zika pertama ditemukan pada
seekor monyet resus di hutan Zika, Uganda pada tahun 1947. Virus Zika
kemudian ditemukan kembali pada nyamuk spesies Aedes Africanus di hutan
yang sama pada tahun 1948 dan pada manusia di Nigeria pada tahun 1954.
Sejak kasus manusia pertama Zika terdeteksi dan sejak itu, wabah Zika telah
dilaporkan di Afrika tropis, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik. Wabah zika
mungkin telah terjadi di banyak lokasi. Sebelum tahun 2007, setidaknya 14
kasus Zika telah didokumentasikan .
Pada tahun 2015 menurut WHO dan PAHO, virus ini kembali merebak
yang mana di Brazil telah dikonfirmasi 404 kasus. Jumlah itu meningkat dari
waktu ke waktu. Microcephaly diduga terkait dengan virus Zika. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menilai penyakit yang terkait dengan virus Zika di
Amerika Latin pada akhir tahun 2015 hingga Januari 2016 telah menimbulkan
keadaan darurat kesehatan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, WHO
mengumumkan Status Darurat Kesehatan Internasional.
Uji diagnosis laboratorium untuk ZF didasarkan pada metode isolasi dan
serologis virus. Namun, Isolasi virus memakan waktu yang lama, sedangkan
metode serologis dibatasi oleh kebutuhan untuk akut dan/atau penyembuhan
sampel dan reaksi silang antar flavivirus. Karena RT-PCR banyak digunakan
untuk mendeteksi flavivirus dengan cepat, sensitif, dan spesifik dalam konsep
klinis manusia maka, dalam jurnal One-step RT-PCR for detection of Zika
Virus mengembangkan metode RT-PCR untuk deteksi ZIKV.
DAFTAR PUSTAKA
Shall, A. Amadou, Anne, D., Mady, N., Manfred, W., Oumar, F., Ousmane, F.
2008. One-step RT-PCR for Detection of Zika Virus. Journal of Clinical
Virology 43 (2008) 96–101.
Aryal, S. 2015. Zika Virus- Structure, Genome, Symptoms, Transmission,
Pathogenesis, Diagnosis. Diakses pada
http://www.microbiologyinfo.com/zika-virus-structuregenome-symptoms-
transmission-pathogenesis-diagnosis/ tanggal 01 Maret 2016.
Clinician Outreach and Communication Activity (COCA) Call January 26, 2016.
Office of Public Health Preparedness and Response Division of Emergency
Operations. CDC Giri, Dhurba. 2016. Zika Virus : Structure, Epidemiology,
Pathogenesis, Symptoms, Laboratory Diagnosis and Prevention. Diakses
pada http://laboratoryinfo.com/zika-virus-structureepidemiology-
pathogenesis-symptoms-laboratory-diagnosis-and-prevention/ tanggal 01
Maret 2016.
Hamel, R., et al. 2016. Zika Virus: Epidemiology, clinical features and host- virus
interaction. Institut Pasteur Micobesa and Infection. Diakses pada
http://dx.doi.org/10.1016/j.micinf.2016.03.009.
Howard, Z. M.D, J.D. Zika Virus Clinicians. NYS Commissioner of
Health.Newyork state university. February 1, 2016. Massachusetts
Department of Public Health | Bureau of Infectious Disease | 305 South.
Musso, D., Nilles, E.J., dan Cao-Lormeau, V.M. 2014. Rapid spread of emerging
Zika virus in the Pacific area. No. 20 New Jersey Department of Health:
http://www.nj.gov/health diakses tanggal 1 April 2016.
Oliveira, A.S., dkk. 2016. Zika virus intrauterine infection causes fetal brain
abnormality and microcephaly: tip of the iceberg-Ultrasound Obstet
Gynecol. Vol 47. Hal 6-7.
WHO Collaborating Center: National Center for Emerging and Zoonotic Infectious
Diseases, Division of Vector-Borne Diseases, Arboviral Diseases Branch,
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Washington D.C.
United States of America.
WHO dan PAHO . Epidemiological Update Iililt Zika Virus Infection Iirifti.
Amerika. 2015
Yuningsih, R. Mewaspadai Ancaman Virus Zika Di Indonesia. Jakarta : Bidang
Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI. 2016.
Zanluca, C. & Claudia, N. 2016. Zika Virus – On Overview. Institut Pasteur
Micobesa and Infection. Diakses pada
http://dx.doi.org/10.1016/j.micinf.2016.03.003.

Anda mungkin juga menyukai