Disusun Oleh :
Winda Ayu Purnamasari 1610029040
Muhammad Mirza 1610029039
Nurhasanah 1610029038
Pembimbing:
Dr. Krispinus Duma, SKM, M.Kes
dr. Opiansyah
Hasmariadi, SKM
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Laboratorium
Ilmu Kesehatan Masyarakat mengenai Faktor-Faktor yang mempengaruhi
ketidaklengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Palaran.
Kami menyadari bahwa keberhasilan penyusunan tugas ini tidak lepas dari
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Krispinus Duma, SKM, M.Kes, sebagai Kepala Laboratorium Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan
sebagai pembimbing klinik selama belajar di Laboratarium Ilmu Kesehatan
Masyarakat .
2. Seluruh dokter dan staff di Puskesmas Palaran yang telah membantu dalam
proses pengumpulan data hingga penyusunan tugas Diagnosis Komunitas di
Puskesmas Palaran.
3. Seluruh dokter pengajar di Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
telah mengajarkan ilmunya dan memberikan masukan kepada penyusun.
4. Rekan sejawat dokter muda Ilmu Kesehatan Masyarakat periode Desember
2017 - Februari 2018 yang telah bersedia memberikan saran kepada penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, kami membuka
diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
Halaman Judul
....................................................................................................................................
i
Kata Pengantar
....................................................................................................................................
ii
Daftar Isi
....................................................................................................................................
iii
BAB 1 Pendahuluan
....................................................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang
....................................................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
....................................................................................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian
...............................................................................................................................
2
1.4 Manfaat Penelitian
...............................................................................................................................
2
BAB 2 Tinjauan Pustaka
....................................................................................................................................
4
2.1. imunisasi.............................................................................................................4
2.1.1 Definisi Imunisasi.........................................................................................4
2.1.2 Tujuan Imunisasi.............................................................................................4
2.1.3 Epidemiologi Imunisasi...................................................................................4
2.1.4 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisiasi (PD3I).................................5
2.1.5 Jenis-jenis imunisasi.....................................................................................10
2.1.6 Imunisasi Program............................................................................................ 11
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi
2.2.1 Faktor internal..............................................................................................18
iii
2.2.2 Faktor Eksternal............................................................................................22
BAB 3 Kerangka Konsep
....................................................................................................................................
24
BAB 4 Metode Penelitian
....................................................................................................................................
25
4.1 Desain Penelitian
...............................................................................................................................
25
4.2 Tempat Penelitian
...............................................................................................................................
25
4.3 Waktu Penelitian
...............................................................................................................................
25
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian
...............................................................................................................................
25
4.5 Besar Sampel
...............................................................................................................................
25
4.6 Kriteria Sampel
...............................................................................................................................
25
4.7 Data dan Instrumen Penelitian
...............................................................................................................................
26
4.8 Definisi Operasional
...............................................................................................................................
26
4.9 Cara Pengambilan Data
...............................................................................................................................
27
4.10 Pengolahan dan Penyajian data
iv
...............................................................................................................................
27
Daftar Pustaka
....................................................................................................................................
29
v
BAB 1
PENDAHULUAN
2
Dengan melakukan penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan kemampuan untuk
berpikir kritis dan menemukan solusi untuk permasalahan-permasalahan kesehatan, terutama
di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Imunisasi
2.1.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu
penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2017).
2.1.2 Tujuan Imunisasi
a. Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
b. Tujuan Khusus
Tercapainya cakupan Imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target
RPJMN.
Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Prosentase minimal 80%
bayi yang mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan
Tercapainya target Imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua tahun
(baduta) dan pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur (WUS).
Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah
dengan Imunisasi.
Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan berpergian
ke daerah endemis penyakit tertentu.
Terselenggaranya pemberian Imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah
medis (safety injection practise and waste disposal management).
2.1.3 Cakupan Imunisasi
Berdasarkan data cakupan imunisasi dasar pada bayi menurut provinsi tahun 2016, di
Indonesia capaian imunisasi dasar lengkap sebesar 91,1% dengan rincian yang sudah
imunisasi BCG sebesar 92,7%, Hb-0 sebesar 87%, DPT-HB-Hib (1) sebesar 94,7%, DPT-
HB-Hib (3) sebesar 93%, polio 4 sebesar 92,2%, dan campak 92,5%. Sedangkan di
Kalimantan timur sendiri capaian imunisasi dasar lengkap baru sekitar 85,8% pada tahun
2016 dengan rincian yang sudah imunisasi BCG sebesar 89,2%, Hb-0 sebesar 78,1%, DPT-
HB-Hib (1) sebesar 93,7%, DPT-HB-Hib (3) sebesar 92%, polio 4 sebesar 88,9%, dan
campak 87% (KEMENKES, 2017).
4
Data yang di dapatkan sampai bulan November 2017, untuk Imunisasi BCG,
Kelurahan Rawa Makmur sudah mencapai target UCI yaitu 92,1%, sedangkan di Kelurahan
Simpang Pasir dan Handil Bakti belum mencapai target UCI yaitu masing-masing 79,9% dan
76,6%. Untuk Imunisasi Polio-1, Kelurahan Rawa Makmur sudah mencapai target UCI yaitu
90,0%, sedangkan di Kelurahan Simpang Pasir dan Handil Bakti belum mencapai target UCI
yaitu masing-masing 82,9% dan 82,2%. %. Untuk Imunisasi Polio-2, Kelurahan Rawa
Makmur, Simpang Pasir dan Handil Bakti belum mencapai target UCI yaitu masing-masing
86,7%, 68,9% dan 77,1%. Untuk Imunisasi Polio-3, Kelurahan Rawa Makmur sudah
mencapai target UCI yaitu 87,4%, sedangkan di Kelurahan Simpang Pasir dan Handil Bakti
belum mencapai target UCI yaitu masing-masing 70,9% dan 77,3%. Untuk Imunisasi Polio-
4, Kelurahan Rawa Makmur, Simpang Pasir dan Handil Bakti belum mencapai target UCI
yaitu masing-masing 79, 8%, 76,2% dan 76,6%.
Untuk Imunisasi HB-0, Kelurahan Rawa Makmur sudah mencapai target UCI yaitu
94,5%, sedangkan di Kelurahan Simpang Pasir dan Handil Bakti belum mencapai target UCI
yaitu masing-masing 78,7% dan 71,4%. Untuk Imunisasi DPT-HB-Hib-1, Kelurahan
Simpang Pasir sudah mencapai target UCI yaitu 91,5%, di Kelurahan Rawa Makmur dan
Handil Bakti belum mencapai target UCI yaitu masing-masing 86,4%, dan 85,9%. Untuk
Imunisasi DPT-HB-Hib-2, Kelurahan Rawa Makmur, Simpang Pasir dan Handil Bakti belum
mencapai target UCI yaitu masing-masing 78,8%, 29,8% dan 40,7%. Untuk Imunisasi DPT-
HB-Hib-3, Kelurahan Rawa Makmur, Simpang Pasir dan Handil Bakti belum mencapai
target UCI yaitu masing-masing 84,8%, 85,4% dan 84,4%.
Untuk Imunisasi Campak, Kelurahan Rawa Makmur dan Simpang Pasir sudah
mencapai target UCI yaitu masing-masing 92,6% dan 95,1%, sedangkan Kelurahan Handil
Bakti belum mencapai target UCI yaitu 72,9%.
2.1.4 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisiasi (PD3I)
Ada banyak penyakit menular di Indonesia yang dapat dicegah dengan imunisasi
selanjutnya disebut dengan Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Dengan
mempelajari konsep dalam tabel berikut ini, Anda dapat mengetahui jenis penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi antara lain sebagai berikut (Kemenkes RI, 2014):
5
Penyakit Penyebab
1. Difteri Penyakit yang Melalui kontak Radang gangguan
disebabkan oleh fisik dan tenggorokan pernafasan yang
bakteri pernafasan Hilang nafsu berakibat
Corynebacterium makan kematian
Demam ringan
diphtheria Dalam 2–3 hari
timbul selaput
putih kebiru-
biruan pada
tenggorokan dan
tonsil
2. Pertusis Penyakit pada Melalui percikan Pilek pneumonia
saluran ludah (droplet Mata merah bacterialis yang
Bersin
pernapasan yang infection) dari Demam dapat
disebabkan oleh batuk atau bersin Batuk ringan yang menyebabkan
bakteri Bordetella lama-kelamaan kematian
pertussis. (batuk menjadi parah dan
rejan) menimbulkan
batuk yang cepat
dan keras
3. Tetanus Penyakit yang Melalui kotoran Gejala awal: kaku Patah tulang
akibat kejang,
disebabkan oleh yang otot pada rahang,
Pneumonia
Clostridium tetani masuk ke dalam disertai kaku pada Infeksi lain
yang luka leher, kesulitan yang dapat
menimbulkan
menghasilkan yang dalam. menelan, kaku kematian.
neurotoksin. otot
perut, berkeringat
dan demam.
Pada bayi terdapat
gejala berhenti
menetek (sucking)
antara 3 sampai
dengan 28 hari
setelah lahir.
Gejala berikutnya
kejang yang hebat
dan tubuh menjadi
kaku.
4. Tuberculosis Penyakit yang Melalui Gejala awal: Kelemahan dan
(TBC) disebabkan oleh pernafasan lemah kematian.
Mycobacterium Lewat bersin badan, penurunan
berat badan,
atau batuk
6
tuberculosa demam,
dan keluar
disebut
keringat
juga batuk darah.
pada malam hari.
Gejala
selanjutnya:
batuk terus-
menerus,
nyeri dada dan
(mungkin) batuk
darah.
Gejala lain:
tergantung pada
organ yang
diserang
5. Campak Penyakit yang Melalui udara Gejala awal: Diare hebat
disebabkan oleh (percikan Peradangan
demam,
bercak pada telinga
virus ludah) dari Infeksi
kemerahan, saluran napas
myxovirus viridae bersin atau
batuk, pilek, (pneumonia)
measles. batuk penderita konjunctivitis
(mata
merah) dan koplik
spots.
Selanjutnya
timbul
ruam pada muka
dan leher,
kemudian
menyebar ke
tubuh
dan tangan serta
kaki.
6. Poliomielitis Penyakit pada Melalui kotoran Demam Bisa
susunan saraf manusia Nyeri otot dan menyebabkan
kelumpuhan
pusat yang (tinja) yang kematian jika
terjadi
disebabkan oleh terkontaminasi pada minggu otot pernafasan
virus polio tipe 1, pertama terinfeksi dan
2,atau 3. Secara tidak segera
klinis menyerang ditangani.
anak dibawah
umur 15 tahun
dan menderita
lumpuh layu akut
7
(acute flaccid
paralysis = AFP).
7. Hepatitis B Penyakit yang Penularan secara Merasa lemah Penyakit ini bisa
disebabkan oleh horizontal: Gangguan perut menjadi kronis
Gejala lain seperti
virus hepatitis • dari darah dan yang
flu,urin menjadi
B yang merusak produknya menimbulkan
kuning, kotoran
hati (penyakit • Suntikan yang Pengerasan hati
menjadi pucat.
kuning). tidak Warna kuning bias (Cirrhosis
aman terlihat pada mata Hepatis), kanker
• Transfusi darah ataupun kulit. hati (Hepato
• Melalui Cellular
hubungan Carsinoma) dan
seksual menimbulkan
kematian.
Penularan secara
vertical:
• Dari ibu ke
bayi
selama proses
persalinan
8. Hemofilus Salah satu bakteri Droplet melalui Pada selaput otak
Influenza yang dapat nasofaring. akan timbul
tipe b menyebabkan gejala meningitis
(Hib) infeksi dibeberapa (demam, kaku
organ, seperti kuduk,
meningitis, kehilangan
epiglotitis, kesadaran),
pneumonia, • Pada paru
artritis, dan menyebabkan
selulitis. pneumonia
8
pendengaran.
9. HPV Virus yang Penularan Beberapa
(Human menyerang kulit melalui menyebabkan
papiloma dan membran hubungan kulit kutil, sedangkan
Virus) mukosa manusia ke kulit, HPV lainnya dapat
dan hewan. menular dengan menyebabkan
mudah. infeksi
yang menimbulkan
munculnya lesi, ca
servik juga
disebabkan oleh
virus HPV melalui
hubungan seks.
10. Hepatitis A Suatu penyakit Disebarkan oleh • Kelelahan
yang disebabkan kotoran/ tinja • Mual dan muntah
oleh virus penderita; • Nyeri perut atau
biasanya rasa tidak nyaman,
melalui makanan terutama di daerah
(fecaloral). hati
• Kehilangan nafsu
makan
• Demam
• Urin berwarna gela
• Nyeri otot
• Menguningnya
kulit dan mata
(jaundice).
2.1.5 Jenis-jenis imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang
merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu (Kemenkes RI, 2017):
a. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan (vaksin) agar
nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh
9
imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa
unsur-unsur vaksin, yaitu:
1. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang
didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti
polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen
organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari
organisme yang dijadikan vaksin.
2. Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin
tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya
mikroba. Bahanbahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik yang biasa
digunakan.
3. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang
digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum, dan
bahan kultur sel.
4. Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan sistem imun
dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan
perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi
peningkatan antibodi tubuh.
b. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat
imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari
plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa
ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang
yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir
dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta
selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
10
a. Imunisasi Rutin
Imunisasi Dasar
Tabel 2.2. Jadwal Pemberian Imunisasi
Umur Jenis Interval Minimal untuk jenis
Imunisasi yang sama
0-24 Jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2 1 bulan
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak
Catatan :
• Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan,
dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan
akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.
• Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi BCG
dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
• Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai usia
<1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
• Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2, dan
DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan
mempunyai status Imunisasi T2.
• IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
• Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum bayi
berusia 1 tahun.
Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjamin terjaganya
tingkat imunitas pada anak baduta, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk
ibu hamil.
Vaksin DPT-HB-Hib terbukti aman dan memiliki efikasi yang tinggi, tingkat kekebalan yang
protektif akan terbentuk pada bayi yang sudah mendapatkan tiga dosis Imunisasi DPT-HB-
Hib.Walau Vaksin sangat efektif melindungi kematian dari penyakit difteri, secara
keseluruhan efektivitas melindungi gejala penyakit hanya berkisar 70-90 %.
Hasil penelitian (Kimura et al,1991) menunjukkan bahwa titer antibodi yang
terbentuk setelah dosis pertama <0.01 IU/mL dan setelah dosis kedua berkisar 0.05-0.08
IU/mL dan setelah 3 dosis menjadi 1,5 -1,7 IU/mL dan menurun pada usia 15-18 bulan
11
menjadi 0.03 IU/mL sehingga dibutuhkan booster. Setelah booster diberikan didapatkan titer
antibodi yang tinggi sebesar 6,7 – 10.3 IU/mL.
Hasil serologi yang didapat pada anak yang diberikan DPT-HB-Hib pada usia 18-24
bulan berdasarkan penelitian di Jakarta dan Bandung (Rusmil et al,2014) diketahui Anti D
99.7 %, Anti T 100 %, HbSAg 99.5%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Imunisasi
DPT harus diberikan 3 kali dan tambahan pada usia 15-18 bulan untuk meningkatkan titer
anti bodi pada anak-anak.
Penyakit lain yang membutuhkan pemberian Imunisasi lanjutan pada usia baduta
adalah campak. Penyakit campak adalah penyakit yang sangat mudah menular dan
mengakibatkan komplikasi yang berat. Vaksin campak memiliki efikasi kurang lebih 85%,
sehingga masih terdapat anak-anak yang belum memiliki kekebalan dan menjadi kelompok
rentan terhadap penyakit campak.
Tabel 2.3 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun
Umur Jenis Imunisasi Interval minimal setelah Imunisasi dasar
18 bulan DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-HB-Hib 3
Campak 6 bulan dari Campak dosis pertama
Catatan:
• Pemberian Imunisasi lanjutan pada baduta DPT-HB-Hib dan Campak dapat diberikan
dalam rentang usia 18-24 bulan
• Baduta yang telah lengkap Imunisasi dasar dan mendapatkan Imunisasi lanjutan DPT-
HB-Hib dinyatakan mempunyai status Imunisasi T3.
Tabel 2.4. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah Dasar
Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 5 SD Td November
Catatan
• Anak usia sekolah dasar yang telah lengkap Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan
DPT-HB-Hib serta mendapatkan Imunisasi DT dan Td dinyatakan mempunyai status
Imunisasi T5.
Tabel 2.5. Imunisasi Lanjutan pada Wanita Usia Subur (WUS)
Status Imunisasi Interval Minimal Masa Perlindungan
Pemberian
T1 - -
12
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 Lebih dari 25 tahun
Catatan:
• Sebelum Imunisasi, dilakukan penentuan status Imunisasi T (screening) terlebih dahulu,
terutama pada saat pelayanan antenatal.
• Pemberian Imunisasi Td tidak perlu diberikan, apabila status T sudah mencapai T5,
yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak, kohort dan/atau rekam
medis.
Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa kali harus diberikan serta jumlah dosis yang
dipakai juga sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi. Untuk jenis imunisasi
yang harus diberikan lebih dari sekali juga harus diperhatikan rentang waktu antara satu
pemberian dengan pemberian berikutnya. Untuk lebih jelasnya, jadwal imunisasi dijelaskan
pada tabel berikut ini:
Tabel 2.6 Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017
b. Imunisasi Tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan Imunisasi Tambahan adalah:
Backlog fighting
Merupakan upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk melengkapi Imunisasi dasar pada
anak yang berumur di bawah tiga tahun. Kegiatan ini diprioritaskan untuk dilaksanakan di
desa yang selama dua tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
13
Crash program
Kegiatan ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas yang ditujukan untuk wilayah yang
memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan
daerah yang akan dilakukan crash program adalah:
1) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi;
c. Imunisasi Khusus
Imunisasi Meningitis Meningokokus
1) Meningitis meningokokus adalah penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan
oleh bakteri Neisseria meningitidis.
14
2) Meningitis merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh
dunia. Case fatality rate-nya melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi
modern dan suportif, case fatality rate menjadi 5-15%.
3) Pencegahan dapat dilakukan dengan Imunisasi dan profilaksis untuk orang-orang
yang kontak dengan penderita meningitis dan carrier.
4) Imunisasi meningitis meningokokus diberikan kepada masyarakat yang akan
melakukan perjalanan ke negara endemis meningitis, yang belum mendapatkan
Imunisasi meningitis atau sudah habis masa berlakunya (masa berlaku 2 tahun).
5) Pemberian Imunisasi meningitis meningokokus diberikan minimal 30 (tiga puluh)
hari sebelum keberangkatan. Setelah divaksinasi, orang tersebut diberi ICV yang
mencantumkan tanggal pemberian Imunisasi.
6) Bila Imunisasi diberikan kurang dari 14 (empat belas) hari sejak keberangkatan ke
negara yang endemis meningitis atau ditemukan adanya kontraindikasi terhadap
Vaksin meningitis, maka harus diberikan profilaksis dengan antimikroba yang sensitif
terhadap Neisseria Meningitidis.
7) Bagi yang datang atau melewati negara terjangkit meningitis harus bisa menunjukkan
sertifikat vaksin (ICV) yang masih berlaku sebagai bukti bahwa mereka telah
mendapat Imunisasi meningitis.
Imunisasi Yellow Fever (Demam Kuning)
1) Demam kuning adalah penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek masa
inkubasi 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) hari dengan tingkat mortalitas yang
bervariasi. Disebabkan oleh virus demam kuning dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, vektor perantaranya adalah nyamuk Aedes aegypti.
2) Icterus sedang kadang ditemukan pada awal penyakit. Setelah remisi singkat selama
beberapa jam hingga 1 (satu) hari, beberapa kasus berkembang menjadi stadium
intoksikasi yang lebih berat ditandai dengan gejala perdarahan seperti epistaksis
(mimisan), perdarahan ginggiva, hematemesis (muntah seperti warna air kopi atau
hitam), melena, gagal ginjal dan hati, 20%-50% kasus ikterus berakibat fatal.
3) Secara keseluruhan mortalitas kasus di kalangan penduduk asli di daerah endemis
sekitar 5% tapi dapat mencapai 20% - 40% pada wabah tertentu.
4) Pencegahan dapat dilakukan dengan Imunisasi demam kuning yang akan memberikan
kekebalan efektif bagi semua orang yang akan melakukan perjalanan berasal dari
negara atau ke negara/daerah endemis demam kuning.
5) Vaksin demam kuning efektif memberikan perlindungan 99%. Antibodi terbentuk 7-
10 hari sesudah Imunisasi dan bertahan seumur hidup.
15
6) Semua orang yang melakukan perjalanan, berasal dari negara atau ke negara yang
dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis dikeluarkan oleh WHO
yang selalu di update) kecuali bayi di bawah 9 (sembilan) bulan dan ibu hamil
trimester pertama harus diberikan Imunisasi demam kuning, dan dibuktikan dengan
International Certificate of Vaccination (ICV).
7) Bagi yang datang atau melewati negara terjangkit demam kuning harus bisa
menunjukkan sertifikat vaksin (ICV) yang masih berlaku sebagai bukti bahwa mereka
telah mendapat Imunisasi demam kuning. Bila ternyata belum bisa menunjukkan ICV
(belum diImunisasi), maka terhadap mereka harus dilakukan isolasi selama 6 (enam)
hari, dilindungi dari gigitan nyamuk sebelum diijinkan melanjutkan perjalanan
mereka. Demikian juga mereka yang surat vaksin demam kuningnya belum berlaku,
diisolasi sampai ICVnya berlaku.
8) Pemberian Imunisasi demam kuning kepada orang yang akan menuju negara endemis
demam kuning selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum berangkat, bagi yang
belum pernah diImunisasi. Setelah divaksinasi, diberi ICV dan tanggal pemberian
vaksin dan yang bersangkutan setelah itu harus menandatangani di ICV. Bagi yang
belum dapat melakukan tanda tangan (anak-anak), maka yang menandatanganinya
orang tua yang mendampingi bepergian.
Imunisasi Rabies
1) Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan suatu penyakit
infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang
ditularkan oleh anjing, kucing dan kera.
2) Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu
diakhiri dengan kematian, sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan takut
bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan bagi
masyarakat pada umumnya. Vaksin rabies dapat mencegah kematian pada manusia
bila diberikan secara dini pasca gigitan.
3) Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan kepada seluruh kasus gigitan hewan
penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga kemungkinan kematian akibat rabies
dapat dicegah.
Imunisasi Polio
1) Polio adalah penyakit lumpuh layu yang disebabkan oleh virus Polio liar yang dapat
menimbulkan kecacatan atau kematian
16
2) Pencegahan dapat dilakukan dengan Imunisasi untuk orang-orang yang kontak
dengan penderita polio dan carrier.
3) Imunisasi Polio diberikan kepada orang yang belum mendapat Imunisasi dasar
lengkap pada bayi atau tidak bisa menunjukkan catatan Imunisasi/buku KIA, yang
akan melakukan perjalanan ke negara endemis atau terjangkit polio. Imunisasi
diberikan minimal 14 (empat belas) hari sebelum keberangkatan, dan dicatatkan
dalam sertifikat vaksin (International Certificate of Vaccination).
4) Bagi yang datang dari negara endemis atau terjangkit polio atau transit lebih dari 4
minggu di negara endemis polio harus bisa menunjukkan sertifikat vaksin
(International Certificate of Vaccination) yang masih berlaku sebagai bukti bahwa
mereka telah mendapat Imunisasi polio.
17
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2008), pekerjaan adalah keburukan yang
harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kahidupan keluarga.
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya kegiatan
yang manyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga.
Salah satu yang dapat memungkinkan untuk terjadi kelengkapan imunisasi pada bayi
atau balita, yaitu status pekerjaan seorang ibu apakah ibu bekerja atau tidak bekerja dan
hanya sebagai ibu rumah tangga. Dengan adanya perbaikan dan perhatian terhadap wanita,
maka semakin meningkatnya pekerja wanita baik di sector formal maupun informal, tentunya
aktifitas ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki ibu untuk
memberikan kasih sayang kepada anaknya termasuk perhatian ibu terhadap imunisasi dasar
anak tersebut (Prayugo, Ari et al, 2009).
3. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2008), usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998)
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
dipercayai dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari
pengalaman dan kematangan jiwa.
Menurut Rizqiawan (2008), menjelaskan bahwa usia ibu yang mengalami peningkatan
dalam batas tertentu maka dapat meningkatkan pengalaman ibu dalam mengasuh anak,
sehingga akan berpengaruh dalam upaya pencegahan dan penanggulangan timbulnya
penyakit. Namun usia ibu bukan salah satu dari faktor penyebab kelengkapan imunisasi,
banyak faktor dan salah satunya adalah tingkat pendidikan.
4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan
penginderaan terhadap suatu objak tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui
panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan
sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2007)
18
Tingkat pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat yaitu: (Notoatmodjo, 2007)
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara
benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi terus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap suatu obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analisys)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu obyek
kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan
19
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini barkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
Kriteria tingkat pengetahuan
Menutur Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan
dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
a. Baik : Hasil persentase 76%-100%
b. Cukup : Hasil persentase 56%-75%
c. Kurang : Hasil persentase > 56%
5. Tradisi
Tradisi juga dapat disebut kebiasaan hidup yang terdapat dalam adat istiadat, menurut
teori Noor (1997) Adat istiadat termasuk didalam kelompok etnik dimana kelompok etnik
meliputi kelompok homogeny yang berdasarkan kebiasaan hidup maupun homogenitas
biologis atau genetik. Kelompok etnik lebih didasarkan pada perbedaan adat, kebiasaan hidup
dan mungkin keadaan sosio, ekonomi dan lingkungan hidup, jenis pekerjaan utama dan
lainnya. Berdasarkan hasil analisis pengaruh antara tradisi dengan kelengkapan imunisasi
terdapat adanya pengaruh antara tradisi terhadap kelengkapan status imunisasi pada bayi atau
balita. Di dalam tradisi yang tidak terbiasa memberikan imunisasi pada bayi atau balitanya,
terdapat kepercayaan didalam diri seseorang mengenai bayangan akan dampak buruk yang
akan terjadi setelah pemberian imunisasi, sehingga dengan adanya kepercayaan tersebut
dapat menimbulkan tradisi yang berakibat tidak diberikannya imunisasi pada bayi atau
balitanya (Rahmawati & Umbul, 2014).
6. Dukungan Keluarga
Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
dan anggota keluarga lainnya yang bertempat tinggal di dalam satu rumah karena adanya
hubungan darah maupun ikatan pernikahan, sehingga terdapat interaksi antara anggota
keluarga satu dengan anggota keluarga lainnya, apabila salah satu dari anggota keluarga
memperoleh masalah kesehatan, maka akan dapat berpengaruh kepada anggota keluarga
lainnya. Sehingga keluarga merupakan focus pelayanan kesehatan yang strategis karena
20
keluarga mempunyai peran utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga,
dan masalah keluarga saling berkaitan, keluarga juga dapat sebagai tempat pengambil
keputusan (decision making) dalam perawatan kesehatan (Mubarak, 2012).
Berdasarkan analisis pengaruh antara dukungan keluarga dengan kelengkapan imunisasi
terdapat pengaruh antara dukungan keluarga terhadap ketidaklengkapan status imunisasi pada
bayi atau balita. dukungan keluarga juga berkaitan dengan tradisi, apabila tradisi dikeluarga
terbiasa memberikan imunisasi maka secara otomatis keluarga yang ada didalamnya juga
mendukung untuk pemberian imunisasi (Rahmawati & Umbul, 2014).
21
Ketidaklengkapan imunisasi terjadi tidak hanya berdasarkan dari salah satu fakor, namun
banyak faktor yang mempengaruhinya dan semuanya saling terkait, baik dari faktor
responden itu sendiri, lingkungan responden yang terdiri dari lingkungan luar maupun
lingkungan keluarga. Dan dari faktor yang telah ada, faktor yang dapat berkaitan dengan
ketidaklengkapan imunisasi lainnya adalah faktor sikap petugas, yaitu keramahan petugas
terhadap responden.
Berdasarkan teori Lawrance Green dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa
perilaku seseorang tentang kesehatan dapat juga ditentukan oleh ketersediaan fasilitas, sikap
dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku. dengan adanya sikap petugas yang ramah menyebabkan
para ibu semangat untuk mengantarkan anaknya ke posyandu untuk diberikan imunisasi atau
hanya sekedar melakukan penimbangan (Rahmawati & Umbul, 2014).
22
BAB 3
KERANGKA KONSEP
Imunisasi Dasar
Internal Eksternal
Tradisi
Dukungan Keluarga
23
BAB 4
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus, yaitu penelitian
yang mempelajari secara mendalam satu kasus atau program pada satu periode tertentu
Penelitian ini akan mulai dilakukan pada bulan Januari 2018 dan berlangsung selama
2 minggu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang telah mencapai umur 12
bulan dengan status imunisasi dasar tidak lengkap yang bertempat tinggal di Kecamatan
Palaran.
Sampel dalam penelitian ini adalah balita yang telah mencapai umur 12 bulan yang
memenuhi kriteri inklusi dan eksklusi.
Metode sampling yang akan peneliti gunakan untuk penelitian ini adalah purposive
sampling. Jumlah sampel yang akan menjadi subjek penelitian adalah tidak ditentukan hingga
data telah jenuh.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam kepada pasien dan akan
dilakukan pula kepada pihak lain seperti keluarga, kader posyandu, pihak puskesmas dan
pihak lain yang terkait jika diperlukan dan mendapat izin dari pasien.
Data yang berupa hasil wawancara akan dikumpulkan dengan menggunakan guided
interview. Wawancara akan dilakukan dengan menggunakan alat perekam suara dan kamera
dalam bentuk narasi, video, dan gambar untuk menkonfirmasi data yang peneliti kumpulkan
selama wawancara.
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah guided interview, alat perekam
suara dan gambar.
Ketidaklengkapan imunisasi: bila balita yang telah berumur 12 bulan atau lebih belum
mendapatkan salah satu imunisasi BCG satu kali, DPT tiga kali, polio empat kali, HB tiga
kali, campak satu kali.
25
4.9 Cara Pengambilan Data
Balita yang telah berumur 12 bulan atau lebih yang bertempat tinggal di
Kecamatan Palaran.
Balita yang tidak lengkap imunisasi dilihat dari KMS yang tidak terisi
lengkap sampai usia 12 bulan atau dari keterangan ibu.
Screening pasien dilakukan dengan melihat KMS yang tidak lengkap hingga usia
balita lebih dari 12 bulan atau melalui keterangan anggota keluarga mengenai riwayat
ketidaklengkapan imunisasi. Balita yang diketahui tidak lengkap imunisasinya dapat diminta
izin kepada anggota keluarga untuk wawancara lebih mendalam mengenai alasan-alasan
ketidaklengkapan imunisasi tersebut.
26
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer untuk
menyajikan data dalam narasi.
Analisis data dilakukan dengan mencari kesamaan dan perbedaan informasi antar
pasien hingga faktor-faktor yang menyebabkan ketidaklengkapan imunisasi dapat ditemukan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Kemenkes RI. (2014). Buku Ajar Imunisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga
Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI). 2017. Data dan Informasi
Profil Kesehatan Indonesia 2016. Hal 94-96.Jakarta : Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI. Diunduh dari http:/ HYPERLINK
"http://www.depkes.go.id/pusdatin/lain-lain"
www.depkes.go.id/pusdatin/lain-lain
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI). 2017. Imunisasi Efektif Cegah
Difteri. Diunduh dari http:/ HYPERLINK www.depkes.go.id
/article/view/1712050001/-imunisasi-efektif-cegah-difteri.html
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI). 2015.Program Imunisasi Ibu
Hamil, Bayi, dan Batita di Indonesia. Diunduh dari http:/www.gkia.org
Mubarak, W. I. (2012). Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep dan Aplikasi dalam Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Ningrum, P. E., & Sulastri. (2008). Imunisasi Dasar pada bayi di Puskesmas Bayudono
Kabupaten Boyolali.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian . Jakarta: Salemba Medika.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Republik Indonesia (PUSDATIN), 2016. Situasi
Imunisasi di Indonesia Tahun 2007-2015. Diunduh dari
http:/www.depkes.go.id/download/pusdatin
Rahmawati, A. I., & Umbul, C. (2014). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR DI KELURAHAN KREMBANGAN
UTARA. Jurnal Berkala Epidemiologi, 59-70.
"http://www.who.int/topics%20/immunization" www.who.int/topics
/immunization
WHO. 2017. Immunization. Diunduh dari http:/ HYPERLINK "http://www.who.int/immunization"
www.who.int/immunization
/monitoring_surveillance/data/SEAR/en/
KUISIONER
Nama :
29
Usia :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Jumlah Anak :
30