Gangguan Dan Masalah Pada Pasien Geriatri
Gangguan Dan Masalah Pada Pasien Geriatri
102014161
B4
Pendahuluan
Penambahan usia pada seseorang akan menyebabkan menurunnya fungsi fisiologis dari sel-
sel tubuhnya. Salah satu yang kerap terjadi adalah dan inkontinensia urin dan osteoartritis dalam hal
ini pada sendi lutut. Inkontinensia merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menahun hasrat
untuk berkemih sehingga menimbulkan gangguan dari segi kesehatan maupun sosial. Sedangkan
osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi.
Skenario
Anamnesa
Anamnesis adalah suatu teknik wawancara terhadap pasien disertai dengan empati.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat obstetri, dan ginekologi, riwayat penyakit keluarga, anamnesis
susunan sistem dan anamnesis pribadi. Tujuan utama anamnesis adalah untuk mengumpulkan
semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap
penyakitnya dan kemudian membuat penilaian keadaan pasien.
Identitas meliputi nama lengkap, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang
tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa
dan agama. Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membuat pasien pergi
ke dokter atau mencari pertolongan. Riwayat penyakit sekarang atau riwayat perjalanan
penyakit adalah cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat penyakit dahulu untuk
mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah
diderita dengan penyakitnya sekarang. Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan
data-data positif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien
berdasarkan alat tubuh yang sakit. Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk mencari
kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.
Pada skenario di dapatkan hasil anamnesa :
Identitas : seorang perempuan berusia 70 tahun
Keluhan utama : tidak dapat menahan kencing
Riwayat penyakit sekarang : saat tertawa / batuk suka ngompol karena tidak dapat
menahan kencing. Merasa tidak nyaman, malu dan tidak mau keluar rumah padahal
sebelumnya aktif. Mengeluh tidak dapat berjalan cepat dan harus pelan-pelan dan takut jatuh
karena pernah jatuh. Adanya nyeri sendi lutut ketika berjalan.
Riawayat penyakit dahulu : DM, hipertensi, jantung
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan biasanya adalah kesadaran, pemeriksaan tanda-tanda
vital (TTV) pada pasien, bila ada berhubungan dengan paru-paru, ginjal, hati, lambung, atau
limpa ada beberapa pemeriksaan fisik yang khusus terhadap organ-organ itu.
Inkontinensia
Inkontinensia urin meningkat seiring dengan lanjutnya usia. Usia lanjut bukan
penyebab terjadinya inkontinensia urin, melainkan merupakan faktor kontributor terjadinya
inkontinensia urin. Proses menua baik pada laki-laki maupun perempuan diketahui
mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis dan fisiologis pada sistem urogenital bagian
bawah. Perubahan tersebut berkaitan dengan menurunkan kadar estrogen pada perempuan
dan kadar androgen pada laki-laki. Pada dinding kandung kemih terjadi peningkatan fibrosis
dan kandungan kolagen sehingga mengakibatkan fungsi kontraktil tidak efektif lagi dan
mudah terbentuk trabekulasi sampai divertikel.3
Inkontinesia urin lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
Pada orang usia lanjut di masyarakat, inkontinensia urin dikaitkan dengan depresi, transient
ischaemic attacks dan stroke, gagal jantung kongestif, konstipasi dan inkontinensia feses,
obesitas, penyakit paru obstruktif kronik, batuk kronik, dan gangguan mobilitas. Resiko
inkontinensia urin meningkat pada perempuan dengan indeks massa tubuh yang lebih besar,
dengan riwayat histerektomi, infeksi urin, dan trauma perineal. Melahirkan per vaginam akan
meningkatkan resiko inkontinensia urin tipe stres dan campuran.3
Delirium : gangguan kognitif akut dengan latar belakang yang beragam seperti dehidrasi,
infeksi paru, gangguan metabolisme dan elektrolit. Delirium menyebabkan proses hambatan
refleks miksi berkurang sehingga menimbulkan inkontinensia yang bersifat sementara.
Infeksi : inflamasi dan infeksi pada saluran kemih sering mengakibatkan terjadinya
inkontinensia.
Atrophic vaginitis dan atrophic urethritis : pada umumnya atropik vaginitis akan disertai
dengan atropik uretritis dan keadaan ini menyebabkan inkontinensia pada perempuan.
Pharmaceuticals : obat-obatan merupakan salah satu penyebab utama dari inkontinensia yang
sementara seperti diuretika, antikolinergik, psikotropik, analgesik opioid, alfa bloker pada
wanita, alfa agonis pada pria dan penghambat kalsium.
Excess urine output : pengeluaran urin berlebihan dapat melampaui kemampuan orang usia
lanjut mencapai kamar kecil. Selain obat diuretika, penyebab lain yang sering seperti
pengobatan gagal jantung, gangguan metabolik seperti hiperglikemia ataupun terlalu banyak
minum.
Stool impaction : impaksi feses juga merupakan penyebab yang sering dari inkontinensia
pada mereka yang dirawat.
1. Inkontinensia urgensi
Ditandai dengan keadaan dimana tidak dapat menahan kencing segera setelah timbul
sensasi untuk berkemih. Keadaan ini disebabkan oleh otot-otot detrusor sudah mulai
mengadakan kontraksi pada saat kapasitas buli-buli belum terpenuhi. Frekuensi miksi
menjadi lebih sering dan disertai dengan perasaan urgensi. Penyebab inkontinensia
urgensi adalah kelainan yang berasal dari buli-buli, diantaranya adalah overaktivitas
detrusor dan menurunnya komplains buli-buli. Overaktivitas detrusor dapat
disebabkan oleh kelainan neurologik ataupun non-neurologik. Kelainan neurologis
(hiper-refleksia detrusor) disebabkan oleh kelainan neurologis seperti stroke,
Parkinson, cedera korda spinalis, multipel sklerosis, spina bifida, atau mielitis
transversal. Kelainan non-neurologis (instabilitas detrusor) sering disebabkan oleh
obstruksi infravesika, pasca bedah infavesika, batu buli-buli, tumor buli-buli dan
sistitis.2-4
2. Inkontinensia stess
Terjadi akibat tekanan intraabdominal yang meningkat seperti tertawa, bersin, batuk
atau mengejan, terutama pada perempuan usia lanjut yang mengalami hipermobilitas
uretra dan lemahnya otot dasar panggul.3
3. Inkontinensia paradoksa / overflow
Keluarnya urin tanpa dapat dikontrol pada keadaan volume urin di buli-buli melebihi
kapasitasnya. Detrusor mengalami kelemahan sehingga terjadi atonia atau arefleksia.
Ditandai dengan overdistensi buli-buli (retensi urin), tampak urin selalu menetes dari
meatus uretra. Kelemahan otot detrusor ini dapar disebabkan karena obstruksi uretra,
neuropati diabetikum, cedera spinal, defisiensi vit B12, efek samping pemakaian obat
atau pasca bedah pada daerah pelvis. Manifestasi klinisnya berupa berkemih sedikit,
pengosongan kandung kemih tidak sempurna dan nokturia.3,4
4. Inkontinensia fungsional
Terjadi akibat penurunan berat fungsi dan kognitif sehingga pasien tidak dapat
mencapai toilet pada saat yang tepat. Terjadi biasanya pada demensia berat, gangguan
mobilitas (artritis genu, konfraktur), gangguan neurologik dan psikologik.3
Pada pasien geriatri sering pula terjadi inkontinensia tidak hanya satu tipe melainkan
campuran yaitu kombinasi 2 jenis inkontinensia ataupun lebih. Inkontinensia campuran yang
sering terjadi adalah kombinasi antara tipe stress dan urgensi.
Pemeriksaan fisik lebih ditekankan pada pemeriksaan abdomen, rektum, genital dan
evaluasi persyarafan lumbosakral. Pemerikaan pelvis perempuan penting untuk menemukan
beberapa kelainan seperti prolaps, inflamasi, keganasan. Penilaian khusus terhadap mobilitas
pasien, status mental, kemampuan mengakses toilet.3
1. Semua pasien
a. riwayat penyakit termasuk kartu catatan berkemih
b. urinalisis: untuk membuktikan adanya infeksi dan hematuria
c. pengukuran volume residu urin post-miksi
2. Pasien dengan kondisi tertentu
a. Laboratorium
Kultur urin: untuk menyingkirkan infeksi.
Sitologi urin
Gula darah, kalsium darah
Uji fungsi ginjal
USG ginjal
b. Pemeriksaan ginekologik
c. Pemeriksaan urologic
d. Cystouretroskopi
e. Uji Urodinamik
Simpel
Observasi proses pengosongan kandung kemih
Uji batuk
Cystometri simple: menggambarkan kontaksi detrusor
Kompleks
Urine flowmetry: megukur kecepatan aliran
Multichannel cystomegram
Pressure-flow study
Leak-point pressure
Urethral pressure profilometry
Sphincter electromyography
Video urodynamics: menunjukan kebocoran urin saat
mengedan pada pasien dengan inkontinensia stress.3
Penatalaksanaan
Tipe
Jenis Obat Mekanisme Efek Samping Nama Obat dan Dosis
Inkontinensia
Antikolirgenik Meningkatkan Urgensi atau Mulut kering, Oksibutinin : 2,5-5mg tid
dan kapasitas vesika stress dengan penglihatan Tolterodine : 2 mg bid
antipasmodic urinaria. instabilitas kabur, Propanthelin : 15-30 mg
Mengurangi detrusor atau peningkatan tid
involunter hiperrefleksia. TIO, konstipasi Dicyclomine : 10-20mg
vesika urinaria. dan delirium. Imipramine : 10-50 mg tid
α-Adrenergik Meningkatkan Stress dengan Sakit kepala, Pseudofedrin : 15-30mg
agonis kontraksi otot kelemahan takikardi, tid
polos uretra. sphineter. peningkatan Phenylpropanolamine :
tekanan darah. 75mg bid
Imipramine : 10-50mg tid
Estrogen agonis Meningkatkan Stress, urgensi Kanker Oral : 0,625mg/hr
aliran darah yang endometria, Topical : 0,5-1gr/aplikasi
periuretra. berhubungan peningkatan
dengan vaginitis tekanan darah,
atropi. batu kandung
kemih.
Kolinergilk Menstimulasi Overflow Bradikardi, Bethanechol : 10-30mg tid
agonis kontraksi vesica dengan vesika hipotensi,
urinaria. urinaria atonik. bronkokontriksi,
sekresi asam
lambung.
α-Adrenergik Merelaksasi otot Overflow, Hipotensi Terasozine : 1-10mg/hr
antagonis polos uretra dan urgensi yang postural.
kapsul prostat. berhubungan
dengan
pembesaran
prostat.
Osteoartritis (OA)
Umur : bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan
berbeda dengan perubahan pada OA.
Jenis kelamin : perempuan lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan
laki-laki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Dibawah 45
tahun, frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan perempuan, tetapi diatas 50
tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak terjadi pada perempuan.
Diakrenakan karena adanya peran hormonal pada patogenesis OA.
Suku bangsa
Genetik : adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk
unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau
proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA.
Kegemukan dan penyakit metabolik : disamping oleh faktor mekanis yang berperan,
terdapat faktor metabolik yang berperan. Peran faktor metabolik dan hormonal pada
kaitannya dengan OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya kaitan antara OA
dengan penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi. Pasien OA ternyata
mempunyai resiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada
orang-orang tanpa OA.
Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Kelainan kongenital dan pertumbuhan
Faktor lain : tingginya kepadatan tulang dikatakan meningkatkan resiko timbulnya
OA. Hal ini timbul karena tulang yang lebih padat tidak membantu mengurangi
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada
orang gemuk dan pelari.
Osteoartritis dapat terjadi secara primer maupun sekunder. OA primer disebut juga OA
idiopatik dimana OA tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang
didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas
mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama.4,5
Klasifikasi osteoartritis
1. Primer (idiopatik)
Lokalisata (tempat utama)
Pinggul-pangkal paha (superolateral, superomedial, medial,
inferoposterior)
Lutut (medial, lateral, patellofemoral)
Spinal apophyseal
Tangan (interfalang, pangkal ibu jari)
Kaki (sendi MTP, kaki bagian tengah, kaki belakang)
Lain-lain (bahu, siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki)
Generalisata
Tangan (Nodes Herbeden)
Tangan dan lutut, spinal apophyseal (OA generalisata)
2. Sekunder
Diplastik
Kondrodisplasia
Displasia epiphyseal
Salah satu sendi yang kongenital
Gangguan pertumbuhan (penyakit Perthes, epifisiolisis)
Pasca trauma
Akut
Berulang
Pasca operasi
Kegagalan struktur
Osteonekrosis
osteokondritis
Pasca inflamasi
Infeksi
Atropati inflamatoar
Endokrin dan metabolik
Akromegali
Okronosis
Hemokromatosis
Gangguan timbunan kristal
Jaringan ikat
Sindroma Hipermobilitas
mukopolisakaridoses
Sebab tidak jelas
Penyakit Kashin-Beck
Riwayat penyakit
Pada umumnya pasien OA memiliki keluhan-keluhan yang sudah berlangsung lama dan
berkembang secara perlahan :
Nyeri sendi
Hambatan gerakan sendi
Kaku pagi
Krepitasi
Pembesaran sendi (deformitas)
Perubahan gaya berjalan
Pemeriksaan fisik
Hambatan gerak
Krepitasi
Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
Tanda-tanda peradangan
Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan gaya berjalan
Pemeriksaan penunjang
Terapi non-farmakologis
Edukasi
Terapi fisik dan rehabilitasi
Penurunan berat badan
Terapi farmakologis
Analgesik oral non opiat
Analgesik topikal
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
Chondroprotective Agent : obat-obatan yang dapat menjaga atau meragsang
perbaikan tulang rawan sendi. Yang termasuk kelompok obat ini : tetrasiklin,
asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide
dismutase, steroid intra-artikulas.
Terapi bedah
Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus
Arthroscopic debridement dan joint lavage
Osteotomi
Artroplasti sendi total
Working Diagnosis
Pasien diduga menderika inkontinensia tipe campuran yaitu urgensi-stress dan juga
menderita osteoartritis.
Proses menua
Proses penuaan bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang yang berusia lanjut,
melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan
kematian. Efek penuaan tersebut umumnya menjadi lebih terlihat sejak usia 40 tahun. Secara
umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasistas fungsional baik pada
tingkat selular maupun tingkat organ sejalan dengan proses menua. Akibat penurunan
kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut umumnya tidak berespon terhadap
berbagai rangsangan internal ataupun ekstrenal. Gangguan terhadap homeostasis tersebut
menyebabkan disfungsi berbagai sistem organ lebih mungkin terjadi dan juga toleransi
terhadap obat menurun.6
Menua diartikan sebagai proses mengubah seorang dewasa sehat menjadi ‘frail’
dengan berkurangnya sebagian besar cadangan fisiologis dan meningkatnya kerentanan
terhadap berbagai penyakit dan kematian secara eksponensial.
Beberapa teori lain juga telah dikemukakan untuk menjelaskan proses yang terjadi
selama menuaan antaralain aging by program, teori gen dan mutasi gen, cross-linkage theory,
cellular garbage theory, wear-and-tear theory dan teori autoimun.
Implikasi klinis
Beberapa perubahan yang terjadi pada berbagai sistem tumbuh pada proses menua :6
Akibat populasi usia lanjut yang meningkat makan akan terjadi transisi epidemiologi,
yaitu bergesernya pola penyakit dari penyakit infeksi dan gangguan gizi menjadi penyakit-
penyakit degeneratif, diabetes, hipertensi, neoplasma, penyakit jantung koroner. Faktor yang
turur berperan pada transisi epidemiologi ini adalah keberhasilan mengatasi infeksi dengan
penggunaan antimikroba serta majunya sistem penanggulangan dan pencegahan penyakit
infeksi dibawah pengarahan WHO.3
1. Multipatologi
2. Menurunnya daya cadangan fisiologis
3. Bertambahnya gejala dan tanda penyakit dari yang klasik
4. Terganggunya status fungsional pasien geriatri
5. Terdapat gangguan nutrisi, gizi kurang atau gizi buruk
Pendekatan yang dilakukan mutlak harus bersifat holistik atau paripurna. Pendekatan
paripurna di sini tidak semata-mata dari sisi bio-psiko-sosial namun juga harus senantiasa
dari sisi kuratif, rehabilitatif, promotif dan preventif. Menatalaksana pasien geriatri dengan
pendekatan paripurna tersebut memerlukan pendekatan yang khusus yang disebut sebagai
pendekatan paripurna pasien geriatri (comprehensive geriatric assessment). Tujuan lain dari
pendekatan ini adalah mengkaji aset (aset sosial, psikologik maupun biologik) yang ada
untuk kemudian ditingkatkan guna memperoleh hasil penatalaksanaan optimal dari segi
kuratif, rehabilitatif maupun preventif. Jenis pendekatan yang digunakan adalah intredisiplin.
Efek buruk yang terjadi jika pengelolaan dilakukan tidak bersifat interdisiplin misalnya
interaksi obat, iatrogenesis akibat inkoordinasi serta tujuan pengobatan tidak tercapai.8
1. Unidisiplin
Setiap disiplin (ilmu) membuat rencana bekerja (praktik) dan mendapatkan
pengalaman secara sendiri-sendiri, tanpa memperhatikan bahwa ada disiplin lain yang
juga berkembang bersama. Pengembangan individu baik dalam hal kompetensi, minat
maupun hubungan profesi di luar bidangnya dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan
tidak profesional.
2. Paradisiplim
Setiap disiplin membuat rencana praktik dan memperoleh pengalaman secara sendiri-
sendiri walau mengetahui bahwa terdapat disiplin lain yang juga bisa ikut berperan.
Berbagai data maupun laporan yang masuk boleh saja dipelajari atau dibaca oleh
disiplin lain, namun tidak dirasakan perlunya meminta keikutsertaan disiplin lain
tersebut secara profesional.
3. Multidisiplin
Berbagai disiplin berupaya untuk mengintegrasikan pelayanan demi kepentingan
pasien. Mereka bertemu, saling berbagi informasi, merencanakan dan menetapkan
siapa yang akan ikut berperan/berkontribusi dan jenis ekspertise apa yang bisa
diperankan. Tugas dan tanggung jawab diterapkan pada setiap bidang ilmu dengan
batasan yang tegas sesuai disiplin masing-masing. Setiap bidang melaksanakan
pekerjaan mereka secara independen, sangat berhati-hati untuk tidak memasuki
wilayah bidang lain.
4. Interdisiplin
Perencanaan, pengembangan pengalaman dan pelaksanaan pelayanan dikerjakan
dengan penuh pemahaman bahwa terdapat tumpang tindih dalam hal kompetensi dan
bahwasannya masalah-masalah pasien bisa saling terkait satu sama lain. Setiap bidang
mampu mengembangkan diri bersama, mereka bertemu untuk mengevaluasi masalah
yang sedang dihadapi, membicarakan tujuan spesifik yang harus dicapai serta
berbagai intervensi yang harus diambil untuk mencapai tujuan tadi. Peran dan
tanggung jawab setiap disiplin tidaklah kaku namun dapat beralih sesuai
perkembangan masalah yang ada saat itu.
5. Pandisiplin
Sebagai geriatrisien melihat geriatri/gerontologi sebagai sebuah ilmu yang terpisah
dari ilmu yang lain, dan tidak melihat sebagai subspesialis dari ilmu tertentu.
Implikasinya adalah seorang geriatrisien menganggap dirinya mempunya kompetensi
primer di semua ranah proses penuaan. Ia menganggap dirinya paling kompeten
sebagai konsultan, praktisi maupun pendidik sekaligus.
Keluaran yang diukur pada berbagai penelitian tentang manfaat dari P3G yaitu lama
rawat, perubahan status fungsional, perubahan kualitas hidup, biaya perawatan, sintasan yang
lebih baik, perawatan ulang yang makin jarang serta kepuasan pasien dan keluarga.
Perubahan penting yang terjadi pada pasien usia lanjut adalah farmakokinetik dan
farmako dinamik.
Farmakokinetik
1. Absorbsi
Setelah obat diabsorbsi, obat mengalami metabolisme lintas pertama di hepar maka
bioavailabilitas obat yang masuk sirkuilasi mayor akan lebih besar karena fungsi
metabolisme hepar sudah menurun.
2. Distribusi
Obat dipengaruhi oleh berat dan komposisi tubuh yaitu cairan tubuh, massa otot,
fungsi dan peredaran darah berbagai organ, juga organ yang mengatur ekskresi obat.
Kadar albumin plasma memastikan kadar obat bebas dalam sirkulasi. Hal ini
memerlukan pedoman yang menyesuaikan dosis obat dengan berat badan untuk
meningkatkan rasio resiko/kegunaan pada pasien tua yang kurus.
3. Metabolisme
Eliminasi obat menjadi lebih kecil dan lebih lambat. Metabolisme obat di hepar
berlamngsung dengan katalis/aktifitas enzim mikrosoma hepar. Aktivitas enzim ini
dapat dirangsang oleh obat dan dapat pula dihambat oleh inhibitor. Obat yang
mengalami metabolisme di hepar misalnya parasetamol, salisilat, diazepam, prokain,
propranorol, quinidine, warfarin, eliminasinya akan menurun oleh karena kemunduran
kapasitas fungsi hepar.
4. Ekskresi
Konsekuensi dari penurunan fungsi ginjal adalah eliminasi obat berkurang sehingga
pada pemberian obat dengan dosis/frekuensi lazim KOP dalam darah akan menjadi
lebih besar dan t1/2nya menjadi lebih panjang oleh karena itu besarannya dosis
pemberian dari obat yang dieliminasi lewat ginjal perlu perhitungan dengan baik
seperti aminoglikosida, digoxin, obat antidiabetik oral, simetidin.
Farmakodinamik
Polifarmasi
Obat-makanan
Obat-penyakit
Obat-obat
Polifarmasi susah untuk dihindari karena :
Perubahan fisik dan penurunan fungsi organ tubuh akan memegaruhi konsumsi dan penyerapan
zat gizi besi. Defisiensi zat gizi termasuk zat besi pada lansia akan mempunyai dampak terhadap
penurunan kemampuan fisik dan menurunkan kekebalan tubuh.Masalah gizi pada lansia berupa
masalah gizi berlebih dan kegemukan/obesitas memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung coroner, hipertensi, DM, batu empedu, gout, ginjal, sirosis hati dan kanker.
Sedangkan masalah gizi kurang seperti kurang energi kronis (KEK), anemia juga sering terjadi.7
Kesimpulan
Proses penuaan tidak hanya terjadi pada orang yang berusia lanjut, melainkan suatu
proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Seiring
dengan pertambahan usia, cadangan fisiologi seseorang menjadi berkurangnya sehingga
seorang usia lanjut lebih mudah untuk terkena suatu penyakit.
Daftar pustaka