102014161
E5
Pendahuluan
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik.1 Rinitis alergi dapat
mengenai siapa saja di usia mana saja. Rinitis alergi ini paling sering terjadi pada masa kanak-
kanak khususnya mereka yang memiliki riwayat alergi di dalam keluarga. Alergen dapat masuk
kedalam tubuh seseorang dengan berbagai cara seperti inhalan, ingestan, injektan dan kontak.2
Skenario
Seorang perempuan berusia 15 tahun datang dengan keluhan sering bersih di pagi hari
sejak 1 tahun yang lalu, disertai keluar ingus encer dan bening.
Anamnesis
Anamnesis adalah suatu teknik wawancara terhadap pasien disertai dengan empati.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
pengobatan, faktor pencetus, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi, riwayat
penyakit keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi. Tujuan utama anamnesis
adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien
dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya dan kemudian membuat penilaian keadaan pasien.
- Apakah bersin-bersin di pagi hari muncul terutama setelah kontak dengan binatang
peliharaan, debu atau karena cuaca yang dingin ?
1
- Apakah ada sekret yang keluar dan bagaimana kriteria sekretnya ?
- Apakah ada hidung tersumbat ? Jika ada, apakah tergantung dari posisi ?
- Apakah ada rasa gatal dan mata berair ?
- Apakah ada riwayat alergi ?
- Apakah ada riwayat penggunaan obat-obatan yang memicu terjadinya bersin ?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum,
kesadaran, pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) pada pasien. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan head-to-toe. Dan bila ada berhubungan dengan paru-paru, jantung, ginjal, hati,
lambung, atau limpa ada beberapa pemeriksaan fisik yang khusus terhadap organ-organ itu.
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan inspeksi pada permukaan anterior dan
inferior hidung. Biasanya penekanan lembut pada ujung depan hidung pasien dengan jari
tangan. Dengan cara itu maka akan memperlebar nostril (lubang hidung) dan melihat dengan
bantuan spekulum. Jika ujung hidung terasa nyeri biasanya ada infeksi lokal (furunkel). Deviasi
septum juga harus diperhatikan.3
Inspeksi bagian dalam hidung dengan spekulum: untuk melihat konka inferior dan
media, septum nasi, dan saluran hidung.3
2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dari skenario untuk menunjang diagnosis :1,2
Anatomi Hidung
Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :
3
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars
allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas
nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks
(puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang
dibatasi oleh :4
Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang
membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan
sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum
nasi :4
4
subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini
disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.
5. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid, konka
nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.
Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan
belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis
sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian
ini.
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar
rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai
silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara
mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa.
Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh
palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar
mukosa dan sel goblet.4
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan
gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring.
Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga
untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi
silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.
Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang,
sekret kental dan obat – obatan.4
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia
(pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel,
yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna
coklat kekuningan.
5
Working Diagnosis
Rinitis Alergi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama yang diperantarai oleh IgE.1,2
Definisi rinitis alergi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis ans its Impact on Asthma)
tahun 2011 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinorea, rasa gatal, dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.1
Etiologi
Pada bayi dan anak-anak, alergi makanan seperti susu, telur, kedelai, gandum, tungau
debu, dan alergen inhalan seperti bulu binatang merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya rinitis alergi dan bersifat komorbit terhadap terjadinya dermatitis atopic, otitis media
efusi dan asma. Pada remaja, alergen polen (serbuk sari) menjadi penyebab tersering terjadinya
rinitis alergi.2
Epidemiologi
Rinitis alergi merupakan salah satu penyakit alergi tersering di Amerika dengan
prevalensi sekitar 20% hingga 25% populasi. Rinitis alergi dapat terjadi pada semua usia,
dengan insiden terbanyak terjadi pada masa remaja dan menurun seiring dengan pertambahan
usia. Puncak prevalensi terjadinya rinitis alergi yaitu pada dekade ketiga dan keempat. 2,6
Klasifikasi
6
1. Alergen inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan seperti tungau debu, lecoa,
bulu binatang, rerumputan, jamur.
2. Alergen ingestas : masuk melalui saluran cerna seperti telur, susu, sapi, makanan laut,
coklat, kacang-kacangan.
3. Alergen injektan : masuk melalui suntikan atau tusukan seperti penisilin dan sengatan
lebah.
4. Alergen kontaktan : masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa seperti perhiasan,
bahan kosmetik.
Saat ini klasifikasi rinitis alergi yang digunakan berdasarkan rekomendasi dari WHO
dan ARIA tahun 2001 yaitu :1,2
1. Intermiten : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu
2. Persisten : bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu
1. Ringan : jika tidak terdapat adanya gangguan tidur dan gangguan dalam aktifitas sehari-
hari
7
2. Sedang-berat : jika terdapat 1 atau lebih gangguan tidur dan gangguan dalam aktifitas
sehari-hari
Patofisiologi
1. Sensitisasi
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses
sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di
mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel
Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian
antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul
MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan
dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang
dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti
IL3, IL4, IL5, IL9,IL10, IL13 dan lainnya.1
IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B
menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat
dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE
yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.1
2. Reaksi Alergi Fase Cepat
Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan
allergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, tiptase
dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin. Mediator-
mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari
anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah
pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari
saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada
ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.1,7
3. Reaksi Alergi Fase Lambat
Reaksi alergi fase lambat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini
disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel
postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM)
dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofi menempel pada sel.1
8
Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast,
limfosit,basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian
menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein
(ECP),Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan
EosinophilicPeroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif
hidung.Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.1
Manifestasi Klinik
Gejala rinitis alergi yang khas yaitu adanya serangan bersin yang berulang. Bersin ini
terutama merupakan gejala pada Reaksi Alergi Fase Cepat dan kadang-kadang pada Reaksi
Alergi Fase Lambat sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain yaitu adanya sekret /
ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidup tersumbat, hidung dan mata yang gatal dan kadang
sering disertai dengan banyak air mata yang keluar (lakrimasi). Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tampak mukosa yang edem, basah, pucat/livid dan disertai dengan sekret yang banyak
dan encer.1
Gejala spesifik lain yang dapat ditemui terutama pada anak-anak yaitu terdapatnya
bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi
hidung yang disebut allergic shiner. Selain itu jusa sering tampak anak menggosok-gosok
hidung karena gatal dengan punggung tangan yang disebut allergic salute. Keadaan
menggosok hidung ini lama-kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di
dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan
lengkung langit-langit yang tinggi sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan
gigi gerigi (facies-adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone
appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta
(geographic tongue).1,5
Different Diagnosis
Rinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor merupakan suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinophilia, perubahan hormonal dan pajanan obat. Rinitis tipe ini digolongkan
sebagai rinitis non-alergi bila adanya alergen spesifik tidak dapat diidentifikasi.7,8
9
Gejala yang muncul dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik, seperti
asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman berakohol, parfum, udara dingin,
perubahan kelembapan, perubahan suhu luar, kelelahan dan stress/emosi.8
Keluhan yang dominan yaitu hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan serta
tergantung dari posisi pasien. Selain itu terdapat juga rinore yang mukoid atau serosa. Keluhan
ini jarang disertai dengan keluhan mata. Gejala biasanya memburuk pada pagi hari waktu
bangun tidur karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab. Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior biasanya terdapat gambaran mukosa yang edem, konka berwarna merah
gelap atau merah tua dan dapat juga berwarna pucat.7,8
Rinitis Viral
Rinitis viral merupakan salah satu rinitis yang juga sering terjadi dan biasanya diserati
dengan manifestasi infeksi virus seperti sakit kepala, lemas, nyeri badan dan batuk. Sekret pada
rinitis viral biasanya bening atau putih dan juga dapat disertai dengan hidung tersumbat dan
bersin.2
Tatalaksana
Medikamentosa
Antihistamin
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, yang bekerja secara
inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang
paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam
kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
10
dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respon fase cepat seperti
rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada face
lambat. Antihistamin non- sedatif dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut keamanannya.
Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik.
Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang tertunda dan dapat
menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung dan bahkan kematian mendadak (sudah ditarik
dari peredaran). Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin dan
levosetrisin.1 Loratadin dapat diberikan dengan dosis 10 mg per hari, desloratadin 5 mg per
hari, fexofenadine 60 mg 2 kali per hari, dan setrizin 10 mg per hari. Diantara sediaan
antihitamin, setrisin memiliki efek sedasi yang paling ringan.6
Dekongestan
Kortikosteroid
Kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respons fase lambat
tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topical
(beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat, triamsinolon).
Kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung,
mencegah pengeluaran protein sitotoksik, dari eosinofil, mengurangi aktivitas limfosit,
mencegah bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperesponsif terhadap
rangsangan elergen (bekerja pada respon fase cepat dan lambat).1
Preparat yang tersedia seperti beklometason (42 mcg/semprot 2 kali sehari), flunisolid
(25 mcg/semprot 2 kali sehari), mometason furoate (200 mcg/semprot 1 kali sehari),
budesonide (100mcg/semprot 2 kali sehari), flutikason (200 mcg/semprot 1 kali sehari).6
Sodium Kromoglikat
11
Antikolinergik
Non-medikamentosa
Operatif
Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah
berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG bloking antibody dan penurunan IgE. Ada
2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sub-lingual.1
Komplikasi
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu factor
penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal
Prognosis
Baik. Sebagian besar pasien dapat hidup normal. Rinitis alergi tidak mengancam jiwa
tetapi dapat menurunkan kualitas hidup karena dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan
dalam beraktifitas, terutama pada anak-anak yang dapat menyebabkan gangguan pada proses
pembelajaran.2
Pencegahan
12
Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menghindari kontak dengan alergen, seperti sering
membersihkan kamar, mengganti sarung tempat tidur dengan rutin, memakai masker ketika
berkendara atau keluar rumah, tidak memelihara binatang peliharaan, dan sebagainya.
Kesimpulan
Rinitis alergi merupakan salah satu penyakit inflamasi yang disebabkan karena terpapar
alergen yang telah tersensitisasi terlebih dahulu yang diperantarai oleh IgE. Rinitis alergi dapat
disebabkan oleh beberapa penyebab seperti polen, tungau debu, spora jamur, makanan,
suntikan ataupun kontak terhadap alergen. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan
menghindari kontak dengan alergen.
Daftar pustaka
13