Efektifitas system transport mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lender. Palut
lendir dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar seromusinosa submukosa. Bagian
bawah palut lendir terdiri cairan serosa (laktoferin, lisozim, inhibitor lekoprotease sekretoorik,
dan IgA sekretorik), sedangkan bagian permukaan palut lendir terdiri dari mucus (protein
plasma: albumin, IgG, IgM, dan factor komplemen).
Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transport mukosilier. Rute pertama merupakan
gabungan sekresi sinus frontal, maksila, dan etmoid anterior. Sekret ini biasanya bergabung di
dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalan menuju tepi bebas prosesus unsinatus, dan
sepanjang dinding medial konka inferior menuju nasofaring melewati bagian anteroinferior
orifisium tuba eustachius. Transport aktif berlanjut ke bata epitel bersilia dan epitel skuamosa
pada nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan dengan gaya gravitasi dan proses
menelan.
Rute kedua merupakan gabunga sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang bertemu di
resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian postero-superior orifisium tuba
eustachius.
Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung dengan sekret rute
pertama, yaitu di inferior dari tuba eustachius. Sekret pada septum berjalan vertical ke arah
bawah terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian inferior tuba eustachius.
b. Nasal cycle
c. Nasal puff
Pengaruh terhadap kualitas hidup seperti adakah gangguan terhadap pekerjaan, sekolah,
tidur dan aktifitas sehari-hari.
Komorbid di organ lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis alergi Rinosinusitis,
asma bronkhial, eosinofilik otitis media, hipertrofi tonsil adenoid, dermatitis atopik,
urtikaria, alergi makanan
Riwayat atopi di keluarga, apakah ada anggota keluarga (ayah, ibu, saudara sekandung)
yang pernah menderita salah satu penyakit alergi tersebut diatas (Riwayat atopik
keluarga).
Faktor pemicu timbulnya gejala rinitis alergi Lingkungan misalnya polutan, asap rokok,
udara dingin, polutan, bau kimia seperti parfum, bau deodoran dan olah raga. Selain itu
terdapat juga hipersensitifitas dan hiperesponsif.
Riwayat pengobatan dan hasilnya Efektifitas obat yang dipergunakan sebelumnya dan
macam pengobatan yang sudah diterima dan kepatuhan berobat
b. Pemeriksaan Fisik
- Rinoskopi anterior, menggunakan cahaya yang cukup dan spekulum hidung Perhatikan
adanya edem dari konka inferior / media yang diliputi sekret encer bening, mukosa
pucat. Keadaan anatomi hidung lainnya seperti septum nasi. Perhatikan pula
kemungkinan adanya polip nasi.
- Nasoendoskopi (bila fasilitas tersedia), pemeriksaan ini dapat menilai patologi hidung
dan sinus paranasalis yang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Dapat
menggunakan endoskopi tipe rigid atau flexible. Gambaran konka inferior livid/ pucat
dan dapat juga ditemukan konka yang hipertrofi.
- Terdapat tanda khas penderita rinitis alergi:
Allergic shinner: warna kehitaman pada orbita dan palpebral
Nasal crease/linea nasalis: Penebalan serta timbulnya skar pada hidung
Allergic shalutte: biasanya terdapat pada anak, hal ini karena anak mencoba
mengurangi rasa gatal di hidung.
c. Pemeriksaan Penunjang Pertimbangkan keadaan / kondisi di seluruh R.S
- Tes Kulit Tusuk (Prick test)
- Intradermal skin test / Skin End Point Titration Test (bila tersedia)
- IgE serum spesifik (mahal)
- IgE serum total (kurang bermanfaat), nilai normal dewasa 100 – 150 IU/ml
- Test provokasi hidung/ nasal challenge test (bila tersedia), dilakukan bila ada
keraguan dan kesulitan dalam mendiagnosis rinitis alergi, dimana riwayat rinitis
alergi positif, tetapi hasil tes alergi selalu negatif. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk
hal-hal sebagai berikut :
Untuk mendiagnosis rinitis okupasi
Untuk mendiagnosis rinitis alergi lokal
Untuk penelitian.
- Foto polos sinus paranasal: bila ada indikasi keterlibatan sinus paranasal
- CT Scan / MRI sinus paranasal: atas indikasi, dilakukan bila
Untuk menentukan adakah komplikasi seperti rhinosinusitis
Tidak ada respons terhadap terapi
Direncanakan tindakan operatif
- Perhatikan adakah sekret di dasar hidung, apakah sekret serosa, mukoid atau
mukopurulen?
- Perhatikan dari bawah : bentuk konka inferior, bentuk konka inferior bagian
posterior dan perlekatannya dengan dinding lateral.
- Perhatikan bentuk septum dari atas sampai dasar, adakah kelainan dibagian tengah
dan belakang septum.
- Lihat : muara tuba eustachius, mukosa nasofaring, fossa rosenmuller, sisa
adenoid, adakah massa?
- Apakah ada post nasal drip (PND)? (pada sinusitis grup anterior, PND terdapat di
anterior muara tuba, pada grup posterior PND ada di belakang muara tuba)
PERSIAPAN PROSEDUR
a. Pastikan kelengkapan peralatan nasofaringolaringoskopi serat optik lentur telah tersedia
dan lengkap, yaitu:
- Nasofaringolaringoskopi serat optik lentur
- Sumber cahaya
- Kabel sumber cahaya
- TV monitor dan dvd/video recording
- Makanan dengan 6 konsistensi : cairan encer (thin liquid), cairan kental (thick
liquid), bubur saring (puree), bubur nasi (gastric rice/soft food), bubur tepung
(havermouth), dan biskuit. Semua konsistensi makanan kecuali biskuit diberi warna
hijau untuk visualisasi yang lebih baik saat pemeriksaan.
- Xylocain jelly dan antifog
b. Persiapan Pasien
- Pasien dalam keadaan sadar.
- Bisa diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk
- Beberapa keadaan yang dapat dipertimbangkan untuk tidak dilakukan pemeriksaan
FEES ialah gangguan hemostasis, penurunan kesadaran, tanda vital yang tidak stabil.
Preswallowing assessment
Swallowing Assessment
a. Tes menelan dengan 6 konsistensi makanan seperti uraian di atas. Dimulai dengan
memberikan 1 sendok bubur saring, pasien diminta menahannya dalam mulut kira-kira
10 detik untuk menilai adanya kebocoran fase oral (premature oral leakage) atau
aspirasi sebelum menelan (preswalllowing aspiration).
b. Kemudian pasien diminta menelan dan pada saat bersamaan gambaran visualisasi akan
hilang sesaat, kurang dari satu detik (white spot/blind spot) karena kontraksi velofaring
dan elevasi laring, penilaian dilakukan sesaat sebelum dan sesudah momen ini
c. Penting dicatat adanya lateralisasi aliran makanan, penetrasi atau aspirasi, dan
residu/sisa makanan pada valekula, sinus piriformis, pangkal lidah, dan postkrikoid.
Bila terdapat residu maka pasien diminta menelan lagi dan dinilai apakah dengan
menelan berulang efektif untuk membersihkan residu.
d. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemberian bubur nasidan dihentikan bila terdapat
aspirasi. Respons terhadap aspirasi dan efektifitas refleks batuk dinilai.
e. Bila tidak ada aspirasi pemeriksaan dilanjutkan dengan 5 konsistensi makanan lainnya
dengan urutan dari bubur nasi, havermout, susu, air dan terakhir biskuit atau krekers.
Perubahan posisi kepala dan teknik lain yang membantu memperbaiki proses menelan
dilakukan saat pemeriksaan di atas dan dinilai efektivitasnya. Hasil pemeriksaan
direkam dalam komputer perekam data untuk bahan analisa selanjutnya.
Theurapeutic assessment
a. Modifikasi diet memerlukan kerjasama dengan ahli gizi dan ahli Rehabilitasi Medik
untuk menentukan bentuk makanan yang dapat diterima dan aman untuk pasien.
Pemberian makanan per oral dalam jumlah yang adekuat untuk kalori, protein, vitamin,
mineral dan cairan dengan rupa dan rasa yang dapat diterima pasien merupakan tujuan
utama penatalaksanaan disfagia.
b. Perlu ditentukan posisi kepala saat makan yang membuat proses makan menjadi lebih
lancar seperti posisi menunduk (Chin tuck), posisi kepala menoleh ke satu sisi (head
rotation) atau kepala miring ke satu sisi (head tilt)
c. Bila perlu dicoba manuever yang dapat membantu proses menelan seperti :
- Perasat supraglotik (supraglottic swallow): pasien diminta menelan makanan
sambil menahan napas dan batuk setelah menelan sebelum inspirasi. Tujuannya
untuk menutup plika vokalis dan membersihkan residu yang mungkin masuk ke
laring.
- Perasat super-supraglotik (super-supraglottic swallow) : Sama dengan perasat
supraglotik dengan menahan napas sedikit lebih lama dan dalam. Bertujuan untuk
menambah penutupan plika vokalis atau membantu penutupan bagian posterior
plika vokalis.
- Effortful swallow : pasien diminta menelan sambil menekan bolus dengan kuat
dengan kekuatan otot pangkal lidah dan faring.
- Perasat Mendelsohn : pasien melakukan beberapa kali gerakan menelan sambil
merasakan tonjolan tiroid terangkat. Kemudian pasien diminta menahanbeberapa
detik pada saat posisi tiroid terangkat (laring elevasi). Laring yang dipertahankan
terelevasi akan merelaksasi sfingter esofagus superior sehingga dapat dilalui
makanan.
PASCA TINDAKAN
a. Observasi apakah masih terdapat residu makanan di valekula, sinus piriformis dan
postkrikoid. Bila masih ada harus dibersihkan.
b. Ditentukan cara pemberian makanan yang terbaik, baik secara per oral, per pipa
nasogaster atau sekaligus keduanya
c. Terapi operatif :
- Gastrostomi dilakukan pada penderita yang tidak mampu menelan peroral secara
adekuat sedangkan fungsi traktus gastrointestinal baik. Dilakukan setelah
penggunaan pipa nasogaster selama 2 bulan.
- Operasi untuk mencegah aspirasi seperti trakeostomi, medialisasi plika vokalis
dengan injeksi plika vokalis, adduksi aritenoid, penutupan laring, dan
pengangkatan kornu superior kartilago tiroid.