Pembimbing :
Dr. Ita L Roderthani, Sp.THT-KL
Anatomi
Anatomi hidung luar
pangkal hidung (bridge),
dorsum nasi,
puncak hidung,
ala nasi,
kolumela dan
lubang hidung (nares anterior).
Kerangka tulang:
1.tulang hidung (os nasalis),
2.prosesus frontalis os
maksila dan
3.prosesus nasalis os frontal
Tulang rawan:
1.sepasang kartilago nasalis
lateralis superior,
2. sepasang kartilago nasalis
lateralis inferior (kartilago
alar mayor),
3.beberapa pasang kartilago
alar minor dan
4.tepi anterior kartilago
septum.
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi.
Kavum nasi bagian depan - nares anterior, bagian
belakang - nares posterior (koana).
Vestibulum - dilapisi oleh kulit,banyak kelenjar
sebasea, vibrise.
Kavum nasi - 4 dinding
Medial - septum nasi
Lateral - 4 buah konka
Inferior - dasar rongga hidung dan dibentuk oleh
os maksila dan os palatum
Superior - lamina kribriformis
Perdarahan
Bagian atas rongga hidung
- a.etmoid anterior dan
posterior cabang dari
a.oftalmika berasal dari
a.karotis interna.
Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini
bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag
tidak berhasil seluruhnya dihilangkan.
Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau
keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap
ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada
defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi
respon tersier.
Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh.
Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung
dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Gell dan Coombs
mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu
1. tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity),
2. tipe 2 atau reaksi sitotoksik,
3. tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan
4. tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity).
Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di
bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi.
GEJALA KLINIS
bersin
rinore
Gatal hidung
Berat gejala
Lama gejala *Gangguan aktivitas
*Gangguan tidur
Intermitten *Simptom dirasakan
mengganggu
< 4 hari/minggu
atau < 4 minggu
Ringan
Persisten
> 4 hari/minggu
Sedang-berat
dan > 4 minggu
Patogenesis hipersensitifitas tipe I
sensitisasi
aktivasi
Patogenesis RA
DIAGNOSIS
ANAMNESA
oCari kemungkinan alergen
penyebab
Prognosis
Dengan mengetahui faktor penyebab dan dengan
penghindaran dapat mengurangi kekerapan timbulnya
gejala. penggunaan beberapa jenis medikamentosa
profilaksis juga dapat mengurangi gejala yang timbul
KESIMPULAN
Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala
bersin bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa
hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. Diagnosis
rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan dari rinitis
alergi adalah menghindari kontak dengan allergen,
medikamentosa, operatif, imunoterapi, dan edukasi kepada
pasien. Komplikasi yang sering terjadi pada rinitis alergi
adalah polip hidung, otitis media, gangguan fungsi tuba dan
sinusitis paranasal.
DAFTAR PUSTAKA
Irawati, N., Kasakeyan, E., Rusmono, N. Rinitis Alergi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telonga
Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007; 128-134.
Irawati, N., Kasakeyan, E., Rusmono, N. Rinitis Alergi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telonga
Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007; 128-134.
Harsono, Ariyanto, Endaryato, Anang. Rinitis Alergika. Diunduh dari :
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf
=&html=07110-bfxu225.htm. [Diakses 14 November 2017].
Ariefputra A, Irawan N. 2014. Rinitis alergi. Kapita Selekta Kedokteran.Media Aescupilus. Jakarta.
Hal 375-377
ARIA. ARIA At A Glance Pocket Reference 2007 1st Edition. 2007
Munasir Z, Rakun MW. 2008. Rinitis Alergik. Buku Ajar Imunologi Anak. Edisi 2. Jakarta. Balai
penerbit IDAI. Hal 245-251
Sudiro, M., Madiadipoera, T., Purwanto, B. Eosinofil Kerokan Mukosa Hidung Sebagai Diagnostik
Rinitis Alergi. MKB volume 42 No 1; 2010. hslm 6-11
Soetjipto D,Mangunkusumo E, Wardani RS.2007. Sumbatan Hidung.Buku Ajar Ilmu Kesehtan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher.FK Ui.Jakarta. Hal:118-122
Bernstein JM. Peran hipersensitivitas dengan perantaraan igE panda otitis media dan rinitis.
Penyakit telinga hidung tenggorok kepal leher. Jilid 1 jakarta. Binarupa aksara. Hal 159-179