Anda di halaman 1dari 21

SKILLAB

DYSPNEA
Oleh:
Muhammad Afiful Jauhani
082011101057

Pembimbing:
dr. Edi Nurtjahja, Sp.P

LAB/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
JEMBER
DEFINISI
• Dyspnea  perasaan tidak nyaman
saat bernafas dimana memiliki
sensasi yang sangat jelas dengan
intensitas yang bervariasi. (The
American Thoracic Society )
MEKANISME DYSPNEA
• Sensasi respiratori sebagai akibat
interaksi antara efferent, sensori
input dari reseptor melalui badan
syaraf kemudian informasi ini diolah
untuk otak untuk dibuat suatu
kesimpulan
• Motoric efferent
gangguan pompa ventilator yang
berhubungan dengan peningkatan
peningkatan usaha bernafas.
• Sensoric efferent
kemoreseptor yang terdapat bada badan
carotid dan medulla diaktivasi oleh
hipoksemia, hiperkapnea akut, dan
acidemia.
• Ketidak sesuaian antara rangsangan
pada otot ventilator dan feedback
dari reseptor
• Kecemasan yang akut dapat
meningkatkan keparahan dyspnea.
Assesing Dyspnea
Descriptor Pathophysiology
Chest tightness or constriction Bronchoconstriction, interstitial edema (asthma,
myocardial ischemia)

Increased work or effort of breathing Airway obstruction, neuromuscular disease


(COPD, moderate to severe asthma, myopathy,
kyphoscoliosis)

Air hunger, need to breathe, urge to breathe Increased drive to breathe (CHF, pulmonary
embolism, moderate to severe airflow
obstruction)

Cannot get a deep breath, unsatisfying breath Hyperinflation (asthma, COPD) and restricted tidal
volume (pulmonary fibrosis, chest wall restriction)

Heavy breathing, rapid breathing, breathing more Deconditioning


Differential Diagnose
Dispnea Pada Sistem
Respirasi
• Controller
hipoksemia akut dan hiperkapnea berhubungan dengan
peningkatan aktivitas controller. Stimulasi dari reseptor
pulmonar, hal ini terjad pada bronkospasme, edema
interstitial, dan pulmonar emboli, juga mengakibatkan
hiperventilasi dan penigkatan kebutuhan oksigen, bisa juga
terjadi pada rasa sesak pada asma. Pada daerah dataran
tinggi, kehamilan, dan obat seperti aspirin mempengaruhi
controller dan dapat menyebabkan dyspnea pada pernafasan
normal
• Pompa ventilator
gangguan aliran udara (Mis: asma, emfisema, bronkitis
kronik, bronkiektasis) mengakibatkan peningkatan hambatan
aliran udara dan kerja paru. Kondisi kekakuan pada dinding
dada misal pada kyphoscoliosis atau kelemahan otot nafas
misal myastenia gravis, GBS, juga berhubungan dengan
peningkatan usaha nafas. Efusi pleura yang luas dapat
mengakibatkan dyspnea, akibat peningkatan usaha nafas dan
stimulasi reseptor pulmonar jika berhubungan dengan
atelektasis.
• Pertukaran Gas
pneumonia, edema pulmonar, dan aspirasi semua hal
tersebut mengganggu pertukaran gas. Vaskular pulmonar dan
penyakit paru interstitial serta ongesti pulmonar paru dapat
mengakibatkan dyspnea dengan menstimulasi reseptor
pulmonar secara langsung.s
Dyspnea Pada Sistem
Kardiovaskular
Cardiac output yang tinggi
• Anemia ringan sampai sedang dikaitkan dengan
ketidaknyamanan dalam bernapas selama latihan
• Hipertensi paru dapat memperberat dyspnea
• Sesak napas juga berkaitan dengan obesitas disebabkan oleh
curah jantung yang tinggi dan gangguan fungsi pompa
ventilasi 
Normal Cardiac Output
• Disfungsi diastolik karena hipertensi, stenosis aorta, atau hipertropi
kardiomiopati adalah penyebab tersering sesak nafas saat aktifitas
• Penyakit perikardial (ex: perikarditis konstriktif) yang merupakan
penyebab relatif dari dyspnea kronis
Low Cardiac Output
Penyakit miokardium yg disebabkan oleh penyakit arteri
koroner dan cardiomyopaty nonischemic serta peningkatan
volume end-diastolic pada ventrikel kiri serta kapiler paru
menyebabkan reseptor paru distimulasi oleh peningkatan
tekanan pembuluh darah dan edema interstisial yang
menyebabkan dyspnea.
Dyspnea yang disebabkan
Penyakit Jantung
• Paling sering disebabkan karena peningkatan tekanan kapiler
paru,dan kelelahan dari otot-otot pernapasan. Kapasitas vital
dan kemampuan paru menurun sedangkan resistensi saluran
pernapasan meningkat
• Dimulai dr rasa sesak yg berlebihan  ortopneapnd
dysnea saat istirahat
• Diagnosis tergantung dr apakah diketahui adanya penyakit
jantung
Perbedaan antara dyspnea yang
berasal dari jantung dan paru
• Riwayat yang teliti :
paru: lebih gradual mula timbulnya dibanding dg penyakit
jantung; eksaserbasi nokturnal biasa terjadi pada keduanya
• Pemeriksaan :
biasanya terdapat bukti nyata dari penyakit jantung dan paru,
hasil mgkn negatif saat istirahat ketika gx klinis hanya tampak
saat aktivitas
 Brain Natriuretic Peptide
peningkatan pd dyspnea jantung tapi bukan paru
 Pemeriksaan fungsi paru
penyakit paru jarang menyebabkan dyspnea kecuali apabila hasil
pemeriksaan penyakit obstruktif (FEV1, FEV1/FVC) atau penyakit restriktif
(kapasitas paru total) berkurang sekitar <80%
 Ventricular performance
fraksi ejeksi LV saat istirahat dan/atau selama olahraga biasanya
mengalami depresi pada dyspnea jantung
Pendekatan pada pasien dengan
dispnea
 Apabila dicurigai trdpt obstruksi jalan napas atas yg akut 
foto leher lateral
 Pada obstruksi jalan napas yg kronis  kurva respyratory
flow-volume menunjukkan aliran inspirasi yg terputus,
menujukkan obstruksi ekstratorakalis yg bervariasi
 Dispnea o/k emfisema pengurangan FEV1 dan
pengurangan pada kapasitas difus karbon monoksida (DL co)
 Pasien dg dispnea intermitten akibat asma fungsi paru
normal ketika diperiksa saat asimtomatik
 Dispnea jantung biasanya dimulai sbg sesak napas saat
aktivitas berat dg progresi secara gradual (berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun) menjadi dispnea saat istirahat
• Dispnea pd pasien jantung dan paru  ortopnea, pnd (pd CHF)
• Dispnea akibat ppok  berkembang lebih gradual dibandingkan
dengan pnyakit jantung
• Penatalaksanaan tergantung pada penyebabnya.
Pengobatan
Tujuan pertama adalah untuk memperbaiki masalah mendasar yang
bertanggung jawab atas dispnea tsb. Jika hal ini tidak mungkin,
salah satu upaya adalah untuk mengurangi intensitas gejala dan
pengaruhnya pada kualitas hidup pasien. O2 tambahan harus
diberikan jika saturasi O2 istirahat adalah 90% atau jika kejenuhan
pasien turun menjadi tingkat-tingkat dengan aktivitas. Untuk pasien
dengan COPD, program rehabilitasi paru telah menunjukkan efek
positif pada dispnea, kapasitas latihan, dan tingkat rawat
inap. Studi anxiolytics dan antidepresan belum menunjukkan
manfaat yang konsisten. Eksperimental intervensi-misalnya, udara
dingin pada getaran, wajah dinding dada, dan menghirup
furosemide-untuk memodulasi informasi aferen dari reseptor
seluruh sistem pernapasan sedang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai