Anda di halaman 1dari 33

Refleksi Kasus

EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN


GEJALA PSIKOTIK

Disusun oleh:
Jundi Agung Samjaya
1610029035

Pembimbing
dr. Yenny, Sp.KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/lab Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS

Dipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik, Lab. Kedokteran Jiwa.


Pemeriksaan dilakukan pada hari Selasa,7 November 2017 pukul 10.00 WITA, di
poli RSJD Atma Husada Mahakam. Jenis wawancara yang dilakukan adalah
autoanamnesis dan heteroanamnesis. Anamnesis dilakukan pada tanggal 7
November 2017 pukul 10.00 WITA dengan sumber wawancara adalah pasien dan
adik pasien.

I. RIWAYAT PSIKIATRI
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. DM
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : D1
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Joyomulyo, Lempake, Samarinda

2. Sumber Heteroanamnesis
Nama : Ny. DW
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan : Adik Kandung
Alamat : Jl. Joyomulyo, Lempake, Samarinda

3. Keluhan Utama
Sering banyak pikiran
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis
Pasien datang ke poli jiwa RSJ Atma Husada Mahakam dengan keluhan
banyak pikiran sejak 2 bulan ini. Pasien merasa memiliki tekanan batin, banyak
pikiran dan sering melamun. Pasien mengaku ketika melamun akan memikirkan
kehidupannya, sehingga pasien akan merasa sedih dan menangis dikamar. Pasien
juga akhir-akhir ini tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas diluar rumah,
sehingga pasien lebih sering menghabiskan waktunya di dalam rumah dan hanya
ingin sendiri saja. Pasien juga mengaku akhir-akhir ini sangat sulit untuk memulai
tidur dan sering terbangun dari tidurnya. Pasien mengatakan sering kepikiran
mengenai rumah tangganya dan nasibnya jika tidak satu rumah lagi dengan
suaminya.
Pasien mengaku memiliki masalah dengan suaminya. Pasien sudah
menikah dengan suaminya 3 tahun lamanya, tetapi suaminya mulai sering marah-
marah pada pasien sejak 2 tahun terakhir, Pasien mengatakan bahwa suaminya
sering memarahi dan berkata kasar kepada pasien sehingga menyakiti hati pasien.
Tak jarang suami pasien mengancam untuk menceraikan pasien ketika sedang
cekcok. Pasien mengaku tidak pernah disakiti secara fisik oleh suami pasien.
Pasien sebelumnya sudah beberapa kali cekcok dengan suaminya hingga pindah
kerumah orangtua pasien. Pasien mengaku sudah pisah ranjang dengan suaminya
sekitar 3 bulan terakhir. Sebelumnya pasien lebih tertutup mengenai masalah
rumah tangga terhadap keluarganya, tetapi pasien akhirnya menceritakan
masalahnya ke kedua orangtuanya sekitar 2 bulan yang lalu. Ketika melihat orang
tuanya yang sedih dan menangis mengetahui keadaan yang sedang dihadapi
pasien, pasien merasa sedih dan kecewa terhadap dirinya sendiri.
Pasien mengaku akhir-akhir ini juga sering melihat sesosok bayangan.
Pasien tidak dapat mengidentifikasi bayangan tersebut siapa, tetapi pasien merasa
terganggu dan kemudian muncul perasaan sedih yang mendalam. Hal ini sudah

3
dialami pasien sejak 2 bulan terakhir dan makin lama makin sering dilihat oleh
pasien.Pasien mengaku tidak sampai memiliki keinginan untuk mati atau
mengakhiri hidupnya sendiri.

Heteroanamnesis (Adik Pasien)


Adik pasien mengaku menyadari perubahan perilaku yang dialami pasien.
Sebelumnya pasien adalah orang yang bersemangat tetapi 2 tahun terakhir pasien
lebih sering diam dan menyendiri, bahkan 2 bulan terakhir ini pasien sering
menangis dikamarnya. Pasien juga sering lupa, bahkan dengan hal-hal kecil yang
berhubungan dengan identitasnya sendiri. Pasien sering mengurung diri didalam
kamar dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas diluar rumah. Pasien
mengalami penurunan nafsu makan dan terlihat lebih kurus dari biasanya.

5. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak pernah memiliki keluhan serupa sebelumnya. Tidak memiliki
riwayat penyakit kejang dan trauma atau kecelakaan.Tidak diketahui adanya
riwayat gangguan jiwa sebelumnya.Tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya.

6. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang menderita keluhan serupa tidak ada maupun yang
membutuhkan penanganan psikiater tidak ada.
Penderita merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara, dibesarkan dalam
sosiokultur suku Jawa. Ayah bersifat tegas dan penyayang. Ibu memiliki sifat
yang sabar dan penyayang, ibu lebih dominan mengurus anak-anaknya. Penderita
paling dekat dengan ibu dan adiknya.Penderita memiliki tingkat pendidikan cukup
baik. Saat ini penderita tinggal bersama ayah, ibu dan adik pasien. Kakak pasien
telah berkeluarga. Menurut pasien hubungan kedua orangtuanya cukup harmonis
dan tidak ada masalah yang begitu berat dalam rumah tangga kedua orangtuanya.
Genogram
1. Sewaktu pasien umur <10 tahun
No. Susunan JK Umur Hubungan Sifat
1 Ayah L 47 tahun Ayah Tegas, penyayang
2 Ibu P 42 tahun Ibu sabar, penyayang
3 AJ L 17 tahun Kakak laki-laki Sabar, bijaksana
4 DM P 9 tahun Pasien Pendiam, sabar
5 DW P 6 tahun Adik perempuan Ceria, aktif

2. Saat sekarang
No. Susunan JK Umur Hubungan Sifat
1 Ayah L 62 tahun Ayah Keras, tegas
2 Ibu P 57 tahun Ibu Mudah cemas,
penyayang
3 AJ L 32 tahun Kakak laki-laki Sabar, bijaksana
4 DM P 24 tahun Pasien Pendiam, sabar
5 DW P 21 tahun Adik perempuan Ceria, aktif
6 AM L 30 tahun Suami pasien Keras, tempramen

5
Keterangan:

: Perempuan

: Laki-laki

: Perempuan sudah meninggal

: Pasien

: Tinggal 1 rumah

7. Riwayat Pribadi
A. Masa anak-anak awal (0-3 tahun)
 Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran
Penderita dikandung 9 bulan, tidak ada masalah selama masa
kehamilan. Penderita dilahirkan spontan, tanpa penyulit. Berat
badan lahir 3 kg.

 Perkembangan awal
Penderita memiliki pertumbuhan dan perkembangan normal. Tidak
ada riwayat kejang demam, ikterus neonatorum, menyusu kuat, dan
ASI eksklusif.
 Gejala-gejala dari masalah prilaku
Tidak ada.Temper tantrum (-).
 Kepribadian dan tempramen sebagai anak
Tidak ada masalah
 Toilet training
Seperti anak lainnya. Pada umur 3 tahun sudah tidak mengompol

B. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)


Penderita menjalani pendidikan di Samarinda di sekolah dasar.
Selama menjalani pendidikan, tidak ada kendala apapun dalam proses
pembelajaran maupun pertemanan.

C. Masa kanak-kanak akhir (remaja sampai pubertas)


 Riwayat sekolah
Penderita melanjutkan sekolah ke SMP dan SMA. Prestasi
akademik penderita terbilang cukup baik sejak SD hingga
SMA.Penderita dianggap baik selama pendidikan oleh orang tua.
Penderita melanjutkan pendidikannya ke D1.
 Perkembangan kognitif dan motorik
Pasien dapat mengikuti kegiatan di sekolah dan tidak ada
masalah.
 Masalah-masalah fisik dan emosi remaja yang utama
Penderita merupakan pribadi yang supel dan aktif bergaul.
Penderita selalu aktif mencari kegiatan untuk mengisi waktu luang.
 Latar belakang agama
Penderita menjalankan kewajiban agama dengan baik.

D. Masa dewasa

7
 Riwayat pekerjaan
Penderita merupakan seorang ibu rumah tangga. Penderita
mengaku sempat bekerja usaha catering selama ± 3-4 bulan tetapi,
pasien berhenti karena selalu merasa sedih, lelah dan tidak
bersemangat dalam menjalankan usahanya.
 Aktifitas sosial
Tidak ada kegiatan sosial saat ini. Hubungan dengan
teman-teman cukup baik.
 Riwayat militer
Tidak ada

II. STATUS MENTALIS


A. Penampilan
 Identifikasi pribadi
Penderita berjenis kelamin perempuan, terlihat cukuprapi dan
bersih, dandanan tidak mencolok, memakai baju lengkap.
Penderita bersikap kooperatif.
 Perilaku dan aktifitas psikomotor
Penderita tidak menunjukkan adanya kelainan perilaku dan
aktifitas psikomotor.
 Gambaran umum
Sakit ringan
B. Bicara
Bicara normal, setiap satu pertanyaan dijawab langsung pada intinya,
tema pembicaraan hanya seputar keluhan dan riwayat penderita.
C. Mood dan Afek
 Mood (subyektif) : Sedih
 Afek (obyektif) : depresif
D. Pikiran dan Persepsi
 Bentuk Pikiran : tidak realistis
 Produktifitas:Ide cukup, spontan.
 Kelancaran berpikir/ide: Jawaban penderita langsung pada
tujuan.
 Gangguan bahasa: Tidak ada gangguan bahasa.
 Isi Pikiran: Tidak ada gangguan isi pikiran dan waham
 Gangguan berpikir: Tidak ada gangguan dalam berpikir
 Gangguan Persepsi: halusinasi visual (+) , auditorik (-)
 Mimpi dan Fantasi: Tidak ada
E. Sensori
 Kesadaran : komposmentis, GCS = E4V5M6
 Orientasi
 Waktu : baik
 Orang : baik
 Tempat : baik
 Konsentrasi dan berhitung: Kesan baik
 Ingatan
 Masa dahulu: baik
 Masa kini : baik
 Segera : baik
 Pengetahuan: Sesuai dengan tingkat pendidikan
 Tilikan diri: Sadar bahwa dirinya sakit dan memerlukan
bantuan, mencari bantuan dan ingin sembuh (derajat 6).

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT


a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : penampilan rapi, kooperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 18 x/menit
Keadaan gizi : dalam batas normal
Kulit : turgor cukup
Kepala : normosefali, tidak ada deformitas

9
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : rhinorea (-), deviasi septum (-)
Telinga : tak ada kelainan
Mulut & tenggorokan : tidak ada kelainan
Leher : KGB tak membesar
Thoraks : bentuk dan gerak simetris
Jantung : S1S2 tunggal reguler
Paru-paru : dalam batas normal
Abdomen : distensi (-)
Hepar / Lien : tak teraba
Bising usus : (+) normal
Ekstremitas : edema -/-
b. Pemeriksaan Neurologi
Saraf otak, sensibilitas tidak ada kelainan
c. Wawancara diagnostik psikiatrik tambahan
Tidak ada
d. Wawancara dengan anggota keluarga, teman, tetangga dan pekerja
sosial
Wawancara dengan adik kandung pasien
e. Pemeriksaan Penunjang
Tak ada

IV. RINGKASAN PENEMUAN


Status Mentalis
Kesan Umum : Rapi, kooperatif
Kontak : Verbal (+), visual (+)
Kesadaran : komposmentis, orientasi tempat (+), orang (+), waktu (+),
memori (+)
Emosi/afek : Afek depresif, mood sedih
Proses pikir :
Bentuk : realistik
Arus : linear
Isi : waham (-)
Intelegensi : cukup, sesuai tingkat pendidikan
Persepsi : halusinasi visual (+), auditori (-), ilusi (-)
Kemauan :ADL menurun
Psikomotor : baik

V. DIAGNOSIS
Axis I : F.32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik
dd: F31.5Gangguan afek bipolar dengan episode kini depresi
berat dengan gejala psikotik
Axis II : Diagnosis aksis II tertunda
Axis III : Tidak ada diagnosis(Z03.2)
Axis IV : Masalah dengan primary support group (suami)
Axis V : GAF scale 70-61, beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam

VII. FORMULASI PSIKODINAMIK


Seorang perempuan, usia 24 tahun, beragama Islam, ibu rumah
tangga, menikah, tinggal di Samarinda datang berobat ke poli jiwa RSJD
Atma Husada Mahakam Samarinda. Pasien datang diantar oleh adik pasien
ke poli jiwa Atma Husada Samarinda pada 7 November 2017 pukul 11.00
WITA dengan keluhan sering banyak pikiran. Pasien sering merasa sedih,
kurang bersemangat, menyendiri dan susah tidur. Keluhan ini pasien
rasaakan terutama sejak pisah rumah dengan suami. Pasien sering
dimarahi , dibentak dan diancam untuk diceraikan oleh suami, sehingga
pasien merasa sedih dan sakit hati. Pasien merasa tidak memiliki semangat

11
untuk melaksanakan aktivitasnya sehari – hari serta selalu merasa sedih.
Pasien juga mulai mengeluhkan terkadang melihat sesosok bayangan jika
sendirian. Keluhan sudah terjadi sejak 2 bulan terkahir tepatnya sejak
pasien menetap di rumah orang tua pasien.
Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan pasien tampak
berpenampilan rapi, wajah dan dandanan sesuai usia, kooperatif, kontak
verbal dan visual positif, mood sedih, afek depresif, orientasi baik, atensi
baik, memori baik, proses pikir dengan arus koheren,bentukrealistis,
waham dan halusinasi tidak ditemukan, intelegensia cukup, kemauan
mandiri.Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada
pasien

VIII. RENCANA TERAPI MENYELURUH


Farmakologi
 Fluoxetin 20 mg 1-0-0
 Risperidone 2 mg 1-0-1
Non Farmakologi
Psikoterapi:
 Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme
defens (pertahanan) pasien terhadap stress
 Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuanpasienterhadap penyakitnya serta mengembangkan
kemampuannya untuk menunjang penyembuhan dirinya. Selain itu
juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung
kesembuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan
edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga
 Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk dicapainya tilikan akan
konflik-konflik nirsadar dengan usaha untuk mecapai perubahan
struktur luas kepribadian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

EPISODE DEPRESI
3.1. Definisi
Mood yang depresid serta hilangnya minat atau kesenangan adalah kunci
gejala depresi. Pasien dapat mengatakan bahwa mereka merasa sedih, tidak ada
harapan, bersusah hari, atau tidak berharga. Untuk seorang pasien, mood yang
depresid sering memiliki kualitas yang has yang membedakannya dengan emosi
normal kesediah atau berkaung. Asien sering menggambarkan gejala depresi
sebagai satu penderitaan emosi yang sangan mendalam serta kadang-kadang
mengeluh tidak dapat menangis, gejala yang pulih ketika pasien membaik.
Pasien dengan mood menurun menunjukkan hilangnya energy dan minat,
rasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu makan, serta pikiran mengenai
kematian dan bunuh diri. Gejala atau tanda lainnya berupa perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, serta fungsi vegetative yang hampir
selalu menimbulkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.

3.2. Epidemiologi
Menurut DSM-V, prevalensi gangguan ini diperkirakan 2 hingga 8 persen
dari populasi umum. Perempuan didiagnosis dia kali lebih sering darpada laki-
laki, dan perempuan lajang umumnya ditunjukkan paling besar memiliki risiko.
Pada anak dan remaja, anak laki-laki dan perempuan sama-sama didiagnosis
gangguan penyesuaian. Gangguan dapat terjadi pada usia berapa pun tetapi paling
sering dididagnosis pada remaja. Diantara remaja baik laki-laki atau perempuan,
stressor pencetus yang lazim adalah masalah sekolah, penolakan orang tua dan
perceraian serta penyalahgunaan zat. Diantara orang dewasa, stressor pencetus
yang paling lazim adalah masalah pernikahan, perceraian, pindah kelingkngan
baru, serta masalah keuangan. Gangguan penyesuaian merupakan salah satu
diagnosis psikiatrik yang paling azm untuk gangguan pada asien yang dirawat
untuk masalah medis dan pembedahan. Sampai dengan 50% orang dengan

13
masalah atau stressor medis spesifik telah didiagnosis mengalami gangguan
penyesuaian. Lebih jauh lagi, 10 – 30% pasien jiwa rawat jalan dan sampai 12%
pasien rwaat inap di rumahsakit umum yang dirujuk untuk konsultasi jiwa telah
didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian(Sadock, 2010).

3.3. Etiologi
Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi
menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.

a. Faktor biologi
Neuroimaging
Berdasarkan berbagai penelitian yang berbeda terdapat hubungan yang
konsisten dan resiprokal antara daerah dorsokortikal serta ventrolimbik pada
depresi.Variasi kelainan dalam region ventromedial termasuk cingulate anterior
konsisten pada gangguan depresi.Terdapat pengecilan volume hipokampus pada
pasien depresi dibandingkan dengan yang normal(Maramis & Maramis, 2009).

Neurokimiawi
Terdapat peran neurotransmitter serotonin pada gangguan mood.Serotonin
disintesis dari asam amino esensial tryptophan dalam 2 tahap enzimatis.Perubahan
fungsi serotonergik otak menunjukkan perubahan fungsi tubuh dan perilaku pada
depresi seperti nafsu makan, fungsi seksual, sensitivitas nyeri, dan temperatur
tubuh(Maramis & Maramis, 2009). Kekurangan serotonin dapat mencetuskan
depresi dan beberapa pasien dengan impuls bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin yang rendah dalam cairan serebrospinal(Sadock & Sadock,
2010).
Bukti lain menunjukkan adanya keterlibatan reseptor prasinaps β2-
adrenergik pada depresi, aktivasi reseptor ini menimbulkan penurunan jumlah
norepinefrin yang dilepaskan.Reseptor ini juga terletak pada neuron serotonergik
serta mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan(Sadock & Sadock, 2010).
Aktivitas dopamine berkurang pada depresi.Dua teori terkini mengenai
dopamine dan depresi adalah bahwa jaras dopamine mesolimbic mungkin
mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor dopamine D1 mungkin
hipoaktif pada depresi(Sadock & Sadock, 2010).

Regulasi Neuroendokrin
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin dan juga
menerima berbagai input saraf melalui neurotransmitter amin biogenik.Berbagai
disregulasi neuroendoktrin dilaporkan pada pasien dengan gangguan mood,
sehingga regulasi aksis neuroendokrin yang abnormal merupakan akibat fungsi
neuron yang mengandung amin biogenik yang abnormal pula.Aksis
neuroendokrin utama yang dimaksud disini adalah aksis adrenal, tiroid, serta
hormone pertumbuhan.Sekitar 50% pasien yang mengalami depresi memiliki
tingkat kortisol yang meningkat.Sekitar sepertiga pasien dengan gangguan
depresif berat yang tidak memiliki aksis tiroid normal ditemukan memiliki respon
tirotropin dan hormone perangsang tiroid (TSH) yang tumpul terhadap hormone
pelepas tirotropin (TRH).Pasien depresi memiliki respon stimulasi pelepasan
hormone pertumbuhan oleh tidur yang tumpul (Sadock & Sadock, 2010).
b. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara
anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat
(unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.
Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar
monozigot (Davies, 1999).
Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara
khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan
kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga
dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik.
c. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial
yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada
umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah
hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara,

15
penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan
penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010) Sedangkan menurut Kane, faktor
psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan
hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan
penyakit fisik (Kane, 1999). Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi
meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian,
psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial
(Kaplan, 2010).
D. Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan.
Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode
pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai
bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain
menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam
onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu
episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial
yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis
misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan
interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto,
1999).
E. Faktor kepribadian.
Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti
kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid
(kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai
resiko yang rendah (Kaplan, 2010).
F. Faktor psikodinamika.
Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang
dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya untuk mengerti
depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu
hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa
kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena
identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin
merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek, ia
membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien
terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan
perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung
tidak demikian.
G. Kegagalan yang berulang.
Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari,
secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi
untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya.
Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang
mirip (Kaplan, 2010).
H. Faktor kognitif.
Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran
menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme
dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan
depresi (Kaplan, 2010)

DIAGNOSIS

F32 Episode Depresif


Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat)
- Afek depresif,
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- Berkurangnya energi, mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja) dan menurunnya aktivitas (Maslim, 2001).
Gejala lainnya :
(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang;
(b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;

17
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
(f) Tidur terganggu;
(g) Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, namun periode
yang lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala sangat berat dan berlangsung
cepat.Kategori episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama).Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif
berulang (F33.-) (Maslim, 2001).
F32.1 Episode depresif sedang
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan
 Ditambah sekirang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
 Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
 Menghadapi kesulita nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan dan
urusan rumah tangga

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Banyak studi mengenai perjalanan gangguan dan prognosis gangguan mood
menyimpulkan bahwa gangguan mood cenderung memiliki perjalanan gangguan
yang lama dan sering kambuh. Stresor kehidupan lebih sering mendahului episode
pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hal ini berarti bahwa stres
psikososial mungkin memainkan peranan sebagai penyebab awal gangguan mood,
walaupun episode awal dapat membaik, perubahan biologi otak yang bertahan
lama menjadi risiko untuk terjadinya episode berikutnya (Sadock & Sadock,
2010).

2.1.5 Terapi Depresi


Terapi pasien gangguan mood harus ditujukan pada beberapa tujuan:
keamanan pasien, evaluasi diagnostik lengkap, rencana terapi sesaat dan untuk
masa mendatang. Selain farmakoterapi dan psikoterapi, jumlah dan keparahan
stressor dalam kehidupan pasien perlu diturunkan.Indikasi rawat inap adalah
kebutuhan prosedur diagnosis, risiko bunuh diri atau membunuh, kemampuan
pasien yang menurun drastis untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal,
riwayat gejala yang berkembang cepat, rusaknya system dukungan pasien(Sadock
& Sadock, 2010).

Psikoterapi
Terapi Kognitif
Terapi kognitif memfokuskan pada distorsi kognitif mencakup perhatian
selektif terhadap aspek negative keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak
realistis mengenai konsekuensi, contoh: apati dan kurang tenaga sebagai akibat
pengharapan pasien mengenai kegagalan di semua area.Tujuan terapi ini adalah
meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi negative; mengembangkan cara
berpikir alternative; fleksibel; dan positif; serta melatih respons perilaku dan
kognitif yang baru(Sadock & Sadock, 2010).

Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal
pasien saat ini sebagai pencetus gejala depresi saat ini. Program terapi
interpersonal biasanya terdiri atas 12 sampai 16 sesi dengan pendekatan terapeutik
yang aktif (Sadock & Sadock, 2010).

Terapi Perilaku
Terapi perilaku memusatkan pada perilaku maladaptive, pasien belajar
berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa, sehingga mereka memperoleh
dorongan positif (Sadock & Sadock, 2010).

Terapi Berorientasi Psikoanalitik


Tujuan psikoterapi psikoanalitik adalah memberi pengaruh pada perubahan
struktur atau karakter kepribadian seseorangseperti; perbaikan kepercayaan

19
interpersonal, keintiman, mekanisme koping, kapasitas berduka, kemampuan
mengalami kisaran luas emosi, bukan hanya untuk meredakan gejala (Sadock &
Sadock, 2010).

Terapi Keluarga
Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak perkawinan pasien
atau fungsi keluarga, atau jika gangguan mood bertambah atau dipertahankan oleh
situasi keluarga.Terapi keluarga memeriksa peranan anggota keluarga yang
mengalami gangguan mood di dalam kesejahteraan psikologis seluruh keluarga,
juga memeriksa peranan seluruh keluarga di dalam mempertahankan gejala
pasien(Sadock & Sadock, 2010).

Terapi Farmakologi
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
Mekanisme kerja SSRI adalah menghambat pengambilan kembali 5-HT
(dengan kemampuan tinggi) di pre sinaps sehingga meningkatkan jumlah 5-
HT yang akan berikatan dengan reseptor di pasca sinaps. Obat golongan ini
memiliki efek antikolinergik yang minimal, sehingga lebih disukai dan
menjadi pilihan pertama dalam terapi depresi untuk pasien-pasien tanpa
adanya komplikasi atau kontra indikasi terhadap obat tersebut.
Contoh SSRI adalah fluoksetin, sertralin, fluvoksamin, paroksetin,
sitalopram dan escitalopram
b. Tricyclic Antidepresants (TCA)
Mekanisme kerja TCA adalah menghambat pengambilan kembali 5-HT
(dengan kemampuan rendah sampai tinggi) dan NE (dengan kemampuan
rendah sampai sedang). Potensi dan selektivitas sangat bervariasi,
tergantung jenis obatnya. TCA mempengaruhi sistem reseptor lain, yaitu :
kolinergik (sebagai antikolinergik), neurologik dan sistem kardiovaskular.
Amin tersier bekerja pada sistem serotonergik. Amin sekunder bekerja
mengaktifkan sistem norepinefrin. Karena banyak mempengaruhi sistem
reseptor lain, obat-obat golongan ini perlu dipertimbangkan pemberiannya
terutama pada pasien-pasien manula dan keadaan klinis tertentu
c. Monoamine Oxidase Inhibitor (MAOI)
Mekanisme kerja MAOI adalah meningkatkan konsentrasi NE, 5-HT
dan DA dalam sinaps neuronal melalui inhibisi enzim MAO. Enzim MAO
ini berfungsi untuk memetabolisme neurotransmitter monoamin.
Penggunaan kronik dapat menyebabkan downregulation reseptor β-
adrenergik, α-adrenergik dan serotonergik
d. Golongan lain
• Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitor, contohnya venlafaksin.

• Atypical Antidepressants, contohnya bupropion, nefazodon, dll.

• Dopamine Reuptake Inhibitor, contohnya amineptin.

• Selective Serotonin Reuptake Enhancer, contohnya tianeptin.

21
BAB III
PEMBAHASAN

DIAGNOSIS
Fakta Teori
Anamnesis Gejala utama (pada derajat ringan,
Autoanamnesis sedang, dan berat)
 Pasien datang dengan banyak - Afek depresif
pikiran sejak 2 bulan ini. - Kehilangan minat dan
 Pasien juga mengaku akhir-akhir kegembiraan, dan
ini sangat sulit untuk memulai - Berkurangnya energi, mudah
tidur, merasa sangat sedih dan lelah (rasa lelah yang nyata
kesal, serta tidak bersemangat sesudah kerja sedikit saja) dan
untuk melakukan aktivitas diluar menurunnya aktivitas
rumah. Gejala lainnya:
 Pasien mengaku memiliki masalah (h) Konsentrasi dan perhatian
dengan suaminya. Pasien berkurang;
mengatakan bahwa suaminya (i) Harga diri dan kepercayaan
sering memarahi dan berkata kasar diri berkurang;
kepada pasien sehingga menyakiti (j) Gagasan tentang rasa bersalah
hati pasien. Tak jarang suami dan tidak berguna;
pasien mengancam untuk (k) Pandangan masa depan yang
menceraikan pasien ketika sedang suram dan pesimistis;
cekcok. (l) Gagasan atau perbuatan

 Pasien mengaku akhir-akhir ini membahayakan diri atau bunuh

juga sering melihat sesosok diri;

bayangan. Pasien tidak dapat (m) Tidur terganggu;

mengidentifikasi bayangan tersebut (n) Nafsu makan berkurang.

siapa, tetapi merasa Episode depresif


pasien berat tanpa
terganggu dan kemudian muncul gejala psikotik
perasaan sedih yang mendalam.  Semua 3 gejala utama depresi
 Pasien juga merasa malas untuk harus ada
melakukan kegiatan sehari-hari  Ditambah sekurang-kurangnya 4
seperti makan dan mandi. dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas
Heteroanamnesa berat
 Adik pasien mengatakan ada  Bila ada gejala penting
perubahan perilaku yang dialami (misalnya agitasi atau retardasi
pasien. Sebelumnya pasien adalah psikomotor) yang mencolok,
orang yang bersemangat tetapi 2 maka pasien mungkin tidak mau
tahun terakhir pasien lebih sering atau tidak mampu untuk
diam dan menyendiri, bahkan 2 melaporkan banyak gejalanya
bulan terakhir ini pasien sering secara rinci.
menangis dikamarnya.  Episode depresif biasanya harus
 Pasien juga sering lupa, bahkan berlangsung sekurang-kurangnya
dengan hal-hal kecil yang 2 minggu, akan tetapi jika gejala
berhubungan dengan identitasnya amat berat dan beronset sangat
sendiri. Pasien sering mengurung cepat, maka masih dibenarkan
diri didalam kamar dan tidak untuk menegakkan diagnosis
bersemangat untuk melakukan dalam kurun waktu kurang dari 2
aktivitas diluar rumah. Pasien minggu.
mengalami penurunan nafsu makan  Sangat tidak mungkin pasien
dan terlihat lebih kurus dari akan mampu meneruskan
biasanya. kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali
Status Psikiatri Pasien: pada taraf yang sangat terbatas.
Kesan umum:Pasien terlihat rapi,
kooperatif, sikap penderita tampak
lelah.
Kesadaran: komposmentis, atensi

23
baik, orientasi tempat, waktu dan
ruang baik, daya ingat baik
Kontak: verbal baik, visual baik
Emosi / afek:mood sedih, afek
depresi
Proses berpikir: realistik, koheren,
arus linear, waham (-)
Intelegensi: cukup
Persepsi: halusinasi auditori (-),
halusinasi visual (+), ilusi (-)
Kemauan: ADL menurun
Psikomotor: normal
Tilikan: derajat 6

Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara autoanamnesa dan


heteroanamnesa yang dialami pasien sudah sesuai dengan gejala depresi berat
dengan psikosis. Untuk mendiagnosa gangguan depresi berat, 3 gejala utama di
tambah minimal 4 gejala tambahan, serta sekurang-kurangnya berlangsung selama
2 minggu. Pada pasien ini di dapatkan 3 gejala utama yaitu: Afek depresi,
kehilangan minat dan kebahagiaan serta berkurangnya energi dan mudah lelah.
dan didapatkan 5 gejala tambahan yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang,
kepercayaan diri berkurang, pesimistis, menurunnya nafsu makan dan tidur
terganggu, gejala ini pasien rasakan 1 bulan terakhir. Selain itu juga didapatkan
adanya halusinasi visual yang dialami pasien yang memenuhi kriteria gejala
psikotik.
Jadi berdasarkan teori dan anamnesis diagnosis dari pasien ini sudah sesuai
dengan teori Depresi Beratdengan gejala psikotik (F32.3).
PENATALAKSANAAN
Fakta Teori
Farmakoterapi Terapi Non Farmakologi
 Fluoxetin 20 mg 1-0-0 a. Rawat inap
 Risperidone 2 mg 1-0-1 b. Terapi psikososial
c. Terapi kognitif
Psikoterapi: d. Terapi interpersonal
 Psikoterapi suportif bertujuan untuk e. Terapi perilaku
memperkuat mekanisme defens f. Terapi berorientasi
(pertahanan) pasien terhadap stress psikoanalitik

 Psikoterapi reedukatif bertujuan g. Terapi keluarga

untuk meningkatkan
pengetahuanpasienterhadap Terapi Farmakologi

penyakitnya serta mengembangkan 1. Golongan SSRI (fluoksetin,

kemampuannya untuk menunjang sertralin, fluvoksamin, paroksetin,

penyembuhan dirinya. Selain itu sitalopram dan escitalopram)

juga meningkatkan pengetahuan 2. Golongan Tricyclic Antidepresants


keluarga untuk mendukung (TCA)

kesembuhan pasien. Peningkatan 3. Monoamine Oxidase Inhibitor

pengetahuan dilakukan dengan (MAOI)

edukasi baik terhadap pasien Golongan lain

maupun keluarga • Serotonin-Norepinefrin

 Psikoterapi rekonstruktif bertujuan Reuptake Inhibitor,

untuk dicapainya tilikan akan contohnya venlafaksin.

konflik-konflik nirsadar dengan •Atypical

usaha untuk mecapai perubahan Antidepressants,

struktur luas kepribadian contohnya bupropion,


nefazodon, dll.
• Dopamine Reuptake
Inhibitor, contohnya
amineptin.

25
• Selective Serotonin
Reuptake Enhancer,
contohnya tianeptin.

Farmakoterapi yang diberikan pada pasien ini sesuai dengan yang ada
diliteratur. Terapi depresi dapat dilakukan secara non farmakologi, farmakologi
ataupun kombinasi keduanya tergantung tingkat keparahan depresi yang dialami
oleh seseorang. Obat yang di berikan pada pasien ini adalah golongan SSRI yang
adalah menghambat pengambilan kembali 5-HT (dengan kemampuan tinggi) di
pre sinaps sehingga meningkatkan jumlah 5-HT yang akan berikatan dengan
reseptor di pasca sinaps. Obat golongan ini memiliki efek antikolinergik yang
minimal, sehingga lebih disukai dan menjadi pilihan pertama dalam terapi depresi
untuk pasien-pasien tanpa adanya komplikasi atau kontra indikasi terhadap obat
tersebut. Selain itu juga diberikan obat anti-psikotik gol. 2, risperidone yang
memiliki efek untuk memblokir reseptor dopamin D2 dan 5-HT2A, untuk
menangani gejala psikotik pasien.

DIAGNOSIS BANDING
F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu saja (sifatnya “free floating” atau mengambang)
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
- kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi, dsb);
- ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
- overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering, dsb).
 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang
menonjol
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas
menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari
episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, gangguan
obsesif-kompulsif (Maslim, 2001).

F51.0 Insomnia Non Organik


• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,
atau kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1
bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial
dan pekerjaan
• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan
diagnosis insomnia diabaikan.
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak
memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak
didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau
gangguan penyesuaian (F43.2) (Maslim, 2001).

F43.2 Gangguan penyesuaian


 Diagnostic tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara

27
a. Bentuk isi, dan beratnya gejala

b. Riwayat sebelumnya dan corak keribadian

c. Kejadian, situasi “stressful” atau krisis kehidupan

 Adanya faktor ketiga diatas harus jelas dan bukti yang kuat bahwa gangguan
tersebut tidak akan terjadi seandainya tidak mengalami hal tersebut

 Manifestasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek depresif, anxietas,


campuran anxietas-depresif, gangguan tingkahlaku, disertai adanya disabilitas
dalam kegiatan rutin sehari-hari. Tidak ada satupun dari gejala terseut yang
spesifik untuk mendukung diagnostic

 Onset basanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya kejadian yang stressful,
dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan, kecuali dalam hal
reaksi depresif berkepanjangan

F40.2 fobia khas


Semua kriteria dibawah ni harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasu fobik tertentu
c. Sistuasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya
Pada fobia khas ini uumnya tidak ada gejala psikiatrik lain seperti halnya
agoraphobia dan fobia social.
BAB IV
PENUTUP

Telah diperiksa pasien seorang perempuan, Ny SM, usia 24 tahun,


dengan keluhan sering banyak pikiran. Pasien sering merasa sedih, kurang
bersemangat, menyendiri dan susah tidur. Keluhan ini pasien rasakan
terutama sejak pisah rumah dengan suami. Pasien sering dimarahi ,
dibentak dan diancam untuk diceraikan oleh suami, sehingga pasien
merasa sedih dan sakit hati. Pasien merasa tidak memiliki semangat untuk
melaksanakan aktivitasnya sehari – hari serta selalu merasa sedih. Pasien
juga mulai mengeluhkan terkadang melihat sesosok bayangan jika
sendirian. Keluhan sudah terjadi sejak 2 bulan terkahir tepatnya sejak
pasien menetap di rumah orang tua pasien.
Adik pasien mengatakan bahwa ada perubahan perilaku yang
dialami pasien. Sebelumnya pasien adalah orang yang bersemangat tetapi
2 tahun terakhir pasien lebih sering diam dan menyendiri, bahkan 2 bulan
terakhir ini pasien sering menangis dikamarnya. Pasien juga sering lupa,
sering mengurung diri didalam kamar dan tidak bersemangat untuk
melakukan aktivitas diluar rumah. Pasien mengalami penurunan nafsu
makan dan terlihat lebih kurus dari biasanya.
Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan pasien tampak
berpenampilan rapi, wajah dan dandanan sesuai usia, kooperatif, kontak
verbal dan visual positif, mood sedih, afek depresif, orientasi baik, atensi
baik, memori baik, proses pikir dengan arus koheren,bentukrealistis,
waham dan halusinasi tidak ditemukan, intelegensia cukup, kemauan
mandiri.Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada
pasien.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan hasil
diagnosis klinis episode depresi berat dengan gejala psikotik. Pasien
mendapatkan terapi fluoxetin 20mg diminum pagi hari dan risperidone 2
mg 2 kali sehari.

29
DAFTAR PUSTAKA

FKUI. (2010). Buku Ajar Psikiatri (2 ed.). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Maslim, Rusdi (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III. Jakarta:
PT Nuh Jaya

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (2010). Sinopsis Psikiatri (Vol. 2).
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher

Maramis, W. F., & Maramis, A. A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Ed.2.
Surabaya: Airlangga University Press.

Sadock, B. J., Sadock, V. A. (2010). Kaplan & Sadock: Buku Ajar


Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC
31
Genogram
3. Sewaktu pasien umur <10 tahun
No. Susunan JK Umur Hubungan Sifat
1 Ayah L 47 tahun Ayah Tegas, penyayang
2 Ibu P 42 tahun Ibu sabar, penyayang
3 AJ L 17 tahun Kakak laki-laki Sabar, bijaksana
4 DM P 9 tahun Pasien Pendiam, sabar
5 DW P 6 tahun Adik perempuan Ceria, aktif

4. Saat sekarang
No. Susunan JK Umur Hubungan Sifat
1 Ayah L 62 tahun Ayah Keras, tegas
2 Ibu P 57 tahun Ibu Mudah cemas,
penyayang
3 AJ L 32 tahun Kakak laki-laki Sabar, bijaksana
4 DM P 24 tahun Pasien Pendiam, sabar
5 DW P 21 tahun Adik perempuan Ceria, aktif
6 AM L 30 tahun Suami pasien Keras, tempramen

Genogram

5
Keterangan:

: Perempuan

: Laki-laki

: Perempuan sudah meninggal

: Pasien

: Tinggal 1 rumah

8. Riwayat Pribadi
E. Masa anak-anak awal (0-3 tahun)
 Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran
Penderita dikandung 9 bulan, tidak ada masalah selama masa
kehamilan. Penderita dilahirkan spontan, tanpa penyulit. Berat
badan lahir 3 kg.

 Perkembangan awal

Anda mungkin juga menyukai