Anda di halaman 1dari 13

KLIPING

INDUSTRI TURUNAN CPO

Teknologi Pengolahan dan Proses Produksi


industri turunan CPO

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengelolahan Sumber Daya Alam
Dosen : Ir. Juarni

Disusun Oleh :
REZA IS PRADANA
NIM : 16205012

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN

2017
TURUNAN MINYAK KELAPA SAWIT

INDUSTRI MINYAK GORENG

Setiap tahunnya industri minyak goreng yang diproses lewat refineri kerap membutuhkan
bahan baku CPO sekitar 4 hingga 5 juta ton. Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94 refineri
yang tersebar di 19 propinsi.
Dalam pengunaan sehari-hari minyak digunakan sebagai kebutuhan sebagai media untuk
menggoreng berbagai macam makanan dan masakan. Minyak goreng merupakan sumber
lemak/minyak dan sebagai penghantar panas pada makanan yang digoreng, selain itu juga
memberikan rasa renyak dan guring pada makanan tersebut.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT

1. Pengolahan minyak kelapa sawit

Proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng meliputi proses pengolahan
tandan buah segar menjadi crude palm oil (CPO), kemudian CPO diolah melalui tahap
pemurnian (refinery) dan pemisahan (fraksinasi).
Proses pengolahan minyak kelapa sawit:
1. Pemanenan
2. Sterilisasi
3. Stripping/threshing/pemipilan/perontokan
4. Digesti
5. Ekstraksi minyak kelapa sawit
6. Penjernihan (clarifier)
7. Pemurnian: degumming (penghilangan gum), bleaching (pemucatan), deodorisasi
(penghilangan bau)
8. Pemisahan/fraksinasi

2. Pengolahan crude palm oil (CPO)

1. Pemanenan
2. Sterilisasi
3. Stripping/threshing/pemipilan/perontokan
4. Digesti
5. Ekstraksi minyak kelapa sawit
6. Penjernihan (clarifier)
7. Minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO)
3. Proses pengolahan Minyak Goreng

a. Pemurnian/Refinery

Merupakan proses lanjutan dari pengolahan minyak sawit mentah (CPO). Ha ini
bertujuan untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna yang tidak
diinginkan, serta mengurangi free fatty acid (FFA). Bahan yang digunakan biasanya
phosphoric acid (H3PO4) dan BE (Bleaching Earth).

Tahapan:

Degumming --> Bleaching --> Deodorisasi

Proses pemisahan gum (Degumming)


Merupakan proses pemisahan getah atau lender – lender yang terdiri dari
fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air resin dan mineral lainnya dalam minyak,
menggunakan phosphoric acid (H3PO4). Minyak hasil degumming disebut DPO
(Degumming Palm Oil).

Pemucatan (Bleaching)
Merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan zat warna dalam miyak,
yaitu dengan penambahan absorben berupa BE (Bleaching Earth). Fungsi BE adalah
untuk mengikat warnadadn kotoran yang terikut dalam minyak. Minyak yang dihasilkan
disebut DBPO (Degummed Bleached Palm Oil).

Deodorisasi (Deodorizing)
Proses penghilangn rasa dan bau yang tidak enak dalam minyak. Proses ini
berprinsip pada penyulingan minyak dengan menggunakan uap panas dalam tekanan
atmosfer atau dalam keadaan vakum. Minyak yang dihasilkan disebut RBDPO (Refined
Bleaching Deodorized Palm Oil).

b. Pemisahan/Fraksinasi

Proses ini bertujuan untuk memisahkan fraksi olein (fraksi cair) dan stearin (fraksi
padat) pada RBDPO. Dua proses yang penting pada fraksinasi, yaitu:

1. Kristalisasi, untuk membentuk fraksi padat dan cair


2. Filtrasi, untuk memisahkan kedua fraksi (cair dan padat) menggunakanfilter
press (pemberian tekanan dengan bantuan udara)

Proses raksinasi dapat dilakukan dengan 3 cara:


1. Fraksinasi kering: minyak sawit didinginkan perlahan dan disaring untuk
memisahkan fraksi – fraksinya
2. Fraksinasi basah: Kristal pada fraksi stearin dibasahi dengan menggunakan
surfaktan atau larutan deterjen
3. Fraksinasi dengan pelarut: minyak sawit diencerkan dengan menggunakan
pelarut seperti heksana, aseton, isopropanol, atau n-nitropropan .
Proses fraksinasi kering lebih disukai karena lebih ramah lingkungan.
PROSES PRODUKSI PEMBUATAN MINYAK GORENG
KELAPA SAWIT

1. Pengumpulan Buah Kelapa Sawit

Pada tahap ini, kelapa sawit yang telah matang, di ambil. Proses pengambilan ini di sebut
pengumpulan tandan buah segar atau TBS. Pemilihan buah sangat di perlukan untuk
menciptakan minyak goreng dengan kualitas yang baik. Pengangkutan buah ini memakai
truk, dan segera di bawa k pabrik. Pengolahan kelapa sawit sebaiknya di pabrik dengan
memakai mesin yang memiliki kekuatan pres yang baik. Hal ini agar minyak yang di
hasilkan juga berkualitas baik. Saat TBS telah masuk ke dalam pabrik, TBS kemudian di
timbang untuk dapat dilihat kapasitas minyak yang akan di hasilkan.

2. Perebusan Buah Kelapa Sawit

Sesudah di timbang, lalu buah di rebus memakai uap air panas dengan tekanan 2,2 hingga
3 kg per cm. proses perebusan ini membutuhkan waktu selama 90 menit. Perebusan ini
berguna untuk membunuh enzim yang akan merusak hasil jadi dari minyak tersebut.
Selain itu, untuk memudahkan saat peremasan buah untuk di ambil minyaknya.
Perebusan buah juga memudahkan perontokan inti buah dari cangkangnya. Buah yang
telah direbus akan menghasilkan minyak dengan kadar 0,5 persen. Buah yang telah
direbus, kemudian akan di bawa ke tahap berikutnya.

3. Perontokan Buah

Buah kelapa sawit yang di bawa ke dalam pabrik masih tertancap pada tangkai. Oleh
karena itu, buah harus di rontokkan dari tangkainya terlebih dahulu. Buah telah di rebus,
menjadi lebih mudah untuk di rontokkan dari tangkainya. Cara merontokkan buah dari
tangkainya memakai metode bantingan. Setelah buah di rontokkan dari tangkainya, buah
di masukkan ke dalam mesin therser. Mesin ini berfungsi untuk memisahkan buah dari
brondongnya. Proses memakai mesih therser ini membutuhkan waktu dua kali
pengolahan. Hal ini agar buah benar- benar bersih drai tangkai dan brondongnya. Hasil
dari pengolahan ini adalah daging buah yang terkelupas dan dapat di peras pada tahap
selanjutnya.

4. Pemerasan Daging Buah

Sebelum buah di peras, terlebih dahulu harus melepaskam biji buah dari daging buah. Hal
ini memakai tekanan uap bersuhu antara 80 hingga 90 derajat. Setelah buah telah terlepas
dari bijinya, maka buah dimasukkan ke dalam mesin pengompres. Pada tahap ini
membutuhkan tambahan panas sekitar 10 hingga 15 persen dari kapasitas mesin
pengompres. Hasil akhir dari pengomprean ini adalah minyak kasar yang masih
bercampur dengan dagng buah atau ampas buah.

5. Penyaringan Minyak Kasar

Minyak yang di hasilkan oleh mesih pengompres adalah minyak yang kasar. Oleh karena
itu, untuk menghasilkan minyak murni, minyak kasar ini harus di saring terlebih dahulu.
Pada proses ini, minyak kasar di masukkan kedalam crude oil tank. Di dalam wadah ini,
terdapat saringan pasir yang bertugas memisahkan ampas dan minyak. Ampas yang
terkumpul pada saringan akan diolah lagi, karena masih mengandung minyak pada
pengolahan ini memakai mesin depericarper. Pada proses ini, membutuhkan bantuan air
panas untuk memudahkan pengolahan ampas menjadi minyak. Pada proses ini, karena
memakai bantuan air, maka hasil yang keluar adalah air yang bercampur dengan minyak.

6. Pemisahan Minyak dengan Air

Pada proses ini, minyak yang telah tercampur dengan air haris dipisahkan. Proses
pemisahan ini harus urut dan sesuai dengan kadar minyak yang ada. Selain itu harus
sesuai dengan fase- fase minyak tersebut. Pada fase ringan, kandungannya adalah minyak,
air, dan massa jenis minyak di tampung pada continuous setting tank. Lalu kandungan
minyaknya akan di bawa ke oil tank. Sedangkan fase berat berisi minyak, air, dan massa
berat di tampung pada sludge tank lalu di bawa ke sludge separator untuk di pisah minyak
dan airnya. Hasil akhir pada kedua proses ini adalah minyak, yang kemudian akan di
murnikan.

7. Pemurnian Minyak

Minyak yang telah terpisah dengan air tidak 100% benar- benar terpisah dengan air. Hal
ini membutuhkan proses pemurnian untuk benar- benar menghilangkan air di dalam
minyak. Untuk dapat memurnikan minyak, minyak di bawa ke dalam vacuum drier.
Fungsi dari mesin ini adalah untuk membuang air yang terkandung di dalam minyak
hingga nilai minimal atau di bawah ambang batas. Setelah melewati proses vacuum drier,
minyak yang telah menjadi minyak murni, di masukkan ke dalam oil storage tank untuk
di bawa ke bagian pengemasan.
INDUSTRI OLEOKIMIA
Selain memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia,Indonesia juga terus
mengembangkan industri turunan kelapasawit, salah satunya industri oleokimia. Hingga saat ini, di
Indonesiatercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty
alcohol dan glycerine. Kapasitas terpasang fatty acid mencapai 986.000 ton/tahun, fatty
alcohol mencapai 490.000 ton/tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun.

PROSES PRODUKSI OLEOKIMIA

Ada dua rute yang umum digunakan dalam memproduksi oleokimia dari minyak kelapa sawit,
yaitu rute asam lemak, rute asam lemak-metil ester,dan rute metil ester.

1. Rute asam lemak/fatty acid (FA)


Pada rute ini minyak dipretreatment kemudian dihidrolisis untuk menghasilkan gliserin dan
asam lemak. Gliserin dipurifikasi dan asam lemak dihidrogenasi hingga menghasilkan fatty
alcohol. Hidrogenasi sebenarnya tidak dilakukan langsung kepada asam lemak, namun
terjadi proses esterifikasi terlebih dahulu antara asam lemak dan fatty alcohol yang
diresirkulasi sehingga membentuk ester rantai panjang. Ester inilah yang dihidrogenasi
menghasilkan fatty alcohol dari asam lemak dan fatty alcohol awal yang diresirkulasi
tadi. Block flow diagram rute ini ditunjukkan pada Gambar 10.
2. Rute asam lemak-metil ester (FA-ME)

Rute asam lemak-metil ester melibatkan proses pretreatment, kemudian trigliserida


dihidrolisis menghasilkan gliserin dan asam lemak. Gliserin yang didapat dipurifikasi,
sedangkan asam lemak tidak langsung dihidrogenasimelainkan diesterifikasi terlebih dahulu
menjadi metil ester dengan metanol. Metil ester yang dihasilkan dihidrogenasi menjadi fatty
alcohol. Block flow diagram dari rute ini ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Block Flow Diagram proses produksi fatty alcohol dengan rute asam lemak-metil
ester yang disimplifikasi

3. Rute metil ester (ME)

Pada rute ini tidak dilakukan hidrolisis minyak menjadi asam lemak, namun trigliserida dalam
minyak langsung diubah menjadi metil ester menggunakan reaksi transesterifikasi dengan
metanol. Metil ester yang terbentuk kemudian dihidrogenasi untuk menghasilkan fatty
alcohol. Block flow diagram dari rute ini ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Block Flow Diagram proses produksi fatty alcohol dengan rute metil ester yang
disimplifikasi
Tabel 3. Perbandingan antara tiga rute proses produksi oleokimia dasar

TEKNOLOGI BARU DALAM PENGOLAHAN OLEOKIMIA

1. Rute wax-ester

Proses ini menggunakan fatty alcohol sebagai reagen transesterifikasitrigliserida agar tidak
perlu menggunakan metanol dari luar pabriksebagai reagennya. Rute ini telah dikembangkan
oleh Lurgi dan telah digunakan di beberapa pabrik. Katalis hidrogenasi tetap
menggunakan katalis CuCr.
2. Katalis padat untuk transesterifikasi
Transesterifikasi biasanya menggunakan sodium metilat (NaOCH3) yang berupa larutan
sehingga tidak dapat dipisahkan dari produk reaksi. Sodium metilat sisa nantinya akan
dinetralkan dan tidak dapat digunakan ulang untuk reaksi berikutnya. Hal ini tentunya
mengakibatkan tingkat penggunaan katalis yang cukup tinggi. Oleh karena itu, ada peluang
untuk mengembangkan katalis padat heterogen untuk reaksi transesterifikasi sehingga dapat
digunakan berulang kali dalam sebuah reaktor unggun tetap.
3. Katalis alternatif untuk hidrogenasi
Katalis padat terbaik yang digunakan untuk hidrogenasi saat ini adalah CuCr. Sayang katalis
ini mudah teracuni oleh asam lemak dan sangat beracun bagi lingkungan karena mengandung
logam krom. Oleh karena itu, terdapat potensi untuk berinovasi untuk menciptakan katalis
baru yang memiliki kinerja yang sebanding namun lebih ramah lingkungan dan lebih tahan
racun. Di Laboratorium TRKK ITB saat ini sedang mengembangkan katalis alternatif untuk
proses hidrogenasi ini.
4. Proses hidrolisis bertekanan rendah
Rute FA saat ini mulai ditinggalkan akibat kebutuhan energi yang sangat tinggi untuk proses
hidrolisis, namun permintaan pasar akan asam lemak juga masih tinggi sehingga tidak bisa
hanya mengandalkan rute ME saja. Kelemahan terbesar rute FA adalah kebutuhan energi
reaksi hidrolisis yang sangat besar, sehingga biaya produksinya jauh lebih tinggi. Hal ini
merupakan peluang untuk membuat teknik reaksi hidrolisis trigliserida yang lebih hemat
energi namun memberi kinerja yang tidak menurun.
5. Proses hidrogenasi superkritik
Proses hidrogenasi dilakukan dengan hidrogen berada pada fasa gas. Hal ini mengakibatkan
hidrogen sulit untuk mengakses pusat aktif dari katalisdan mengakibatkan kebutuhan hidrogen
berlebih yang sangat besar. Hal ini dapat diperbaiki dengan menggunakan prinsip fluida
superkritik dan menjadikan fasa seluruh reaktan menjadi homogen sehingga
mampu meningkatkan efisiensi pusat aktif katalis. Proses ini masih berada di tingkat
penelitian di RRC, dan merupakan topik potensial untuk diteliti dan diaplikasikan dalam
industri oleokimia Indonesia.

6. Proses produksi specialty chemicals bernilai tambah tinggi


Produk oleokimia dasar dapat ditingkatkan lagi harga jualnya dengan memproses lebih lanjut
menjadi produk specialty chemical contohnya dengan proses etoksilasi, proses pembentukan
polyol dengan epoksilasi dan alkoholisis, dan masih banyak lainnya. Dengan penguasaan
teknologi untuk memproduksi specialty chemicals dengan harga yang sangat tinggi,
tentunya nilai tambah kepada minyak sawit akan jauh meningkat.
INDUSTRI BIODIESEL

Sumber energi berbasis fosil, kini mengalami kendala lingkung-an dan dihadapkan pada kian
menipisnya cadangan, maka duniamencari energi alternatif pengganti minyak fosil, salah
satunyabiodiesel dari sawit (fatty acid methyl ester ). Faktanya biodieselsawit memiliki emisi
jauh lebih rendah dari minyak fosil. DiIndonesia tercatat ada sekitar 20 produsen biodiesel
Sawit dengat total kapasitas terpasang mencapai 3,07 juta ton/tahun.

Berikut ini adalah metode penelitian mengenai Proses Pembuatan Biodiesel Dari Minyak
Sawit berdasarkan penelitian yang dilakukan Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
2006.

Bahan bakar diesel, selain berasal dari petrokimia juga dapat disintesis dari ester asam lemak
yang berasal dari minyak nabati. Bahan bakar dari minyak nabati (biodiesel) dikenal sebagai
produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan berasal
dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam
lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak
nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga mempunyai
peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Pembuatan biodiesel melalui
proses transesterifikasi dua tahap, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir
filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterifikasi.
Transesterifikasi

Proses transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara


kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH30H) dengan minyak sawit. Reaksi
transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58-65°C. Bahan yang pertama kali
dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu
yang telah ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan
pengaduk. Selama proses pemanasan, pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reactor 63°C,
campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reactor dan waktu reaksi mulai dihitung
pada saat itu. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94%.
Selanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dan
metil ester. Gliserol yang terbentuk berada di lapisan bawah karena berat jenisnya lebih besar
daripada metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu
proses transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester. Setelah
proses transesterifikasi II selesai, dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar gliserol
terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek daripada
pengendapan I karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses
pencucian.

Pencucian

Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan


senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada
suhu sekitar 55°C. Pencucian dilakukan tiga kali sampai pH campuran menjadi normal (pH
6,8-7,2).
Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester.
Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C. Pengeringan dilakukan dengan
cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 95°C secara sirkulasi. Ujung pipa
sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.

Filtrasi

Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk
menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses
berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari dinding reactor atau dinding pipa
atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10
mikron.

Anda mungkin juga menyukai