Refarat Tonsilitis
Refarat Tonsilitis
PENDAHULUAN
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan referat ini adalah:
1. Mengetahui definisi dari Tonsilitis
2. Mengetahui epidemiologi dari Tonsilitis
3. Mengetahui etiologi dari Tonsilitis
4. Mengetahui faktor predisposisi dari Tonsilitis
5. Mengetahui proses patogenesis terjadinya Tonsilitis
6. Mengetahui gejala klinik pada Tonsilitis
4
7. Mengetahui cara menegakkan diagnosis pada Tonsilitis
8. Mengetahui penatalaksanaan untuk Tonsilitis
9. Mengetahui komplikasi dari Tonsilitis
10. Mengetahui pencegahan dari Tonsilitis
b. Bagi Penulis
Penulisan refarat dapat menambah pengetahuan penulis mengenai Tonsilitis.
c. Bagi Pembaca
Penulisan ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan dan diharapkan menambah
keingintahuan pembaca tentang Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 TONSIL
A. Embriologi
Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II
kedinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa
tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel. Bagian
yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga
terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal
dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan
terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul
dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan
demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.
B. Anatomi
Tonsil ialah suatu jaringan yang berkapsul sebagian dengan jaringan limfoid di
dalamnya dan memiliki kontak dengan epitel dari rongga mulut dan faring.
Berdasarkan letaknya, tonsil dibagi menjadi tonsil palatina, faringeal dan lingual.4
6
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.
Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring
terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa
Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-
masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-
7 tahun kemudian akan mengalami regresi.2,4
2. Tonsil Palatina
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi
membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring.
Tonsil palatina berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, permukaannya tampak
berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam jaringan tonsil “Cryptae Tonsillares”
yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat
sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan
fibrosa yang disebut Capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla
lingualis. Tonsil terletak di lateral orofaring dan dibatasi oleh:
Lateral – muskulus konstriktor faring superior
Anterior – muskulus palatoglosus
Posterior – muskulus palatofaringeus
Superior – palatum mole
7
Inferior – tonsil lingual
Secara mikroskopik permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng
yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsiladi dalam kripti biasanya ditemukan
leukosit, limfosit, epitel yang terlepas. Banyak limfanodulus terletak di bawah
jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma
jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian
penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur
pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan
pusat germinal
3. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.
FOSA TONSIL
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang
disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa
tonsil.5
VASKULARISASI
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A.karotis eksterna, yaitu:5
1. A. maksilaris eksterna (A. fasialis); cabangnyaA. tonsilaris danA. palatina asendens
2. A. maksilaris interna; cabangnya A. palatina desendens
8
3. A. lingualis; cabangnya A. lingualis dorsalis
4. A. faringeal asendens
Skema vaskularisasi daerah
tonsil palatina dan tonsil
faringeal (adenoid).5
Ket:
1. A. carotis eksterna;
2. A. carotis interna;
3. A.faringeal asendens;
4. A. lingualis;
5. A. facialis;
6. A. palatina asendens;
7. A. tonsilaris;
8. A. palatina desendens;
9. A. maksilaris interna;
10. A. lingualis dorsalis;
11. A. meningeal aksesorius
9
INERVASI
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion
sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus (saraf IX).5,6
C. Histologi
Secara histologis tonsil mengandung 3
unsur utama yaitu jaringan ikat atau trabekula
(sebagai rangka penunjang pembuluh darah,
saraf dan limfa), folikel germinativum (sebagai
pusat pembentukan sel limfoid muda) serta
jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari
berbagai stadium).7
D. Fisiologi
10
Fungsi tonsil dalam tubuh adalah sebagai sistem pertahanan tubuh. Dalam tubuh
terdapat 2 jenis sistem kekebalan tubuh; sistem kekebalan tubuh spesifik dan sistem
kekebalan tubuh non spesifik. Tonsil merupakan bagian sistem kekebalan tubuh non
spesifik (cincin Waldeyer).7
Tonsil akan terus tumbuh seiring dengan bertambahnya usia anak. Umumnya,
pada usia 7 tahun tonsil akan mencapai ukuran yang maksimal. Dan antara usia 12-13
tahun, tonsil akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya. Semakin besar tonsil
(ukuran besar secara fisiologis/normal) maka akan semakin besar pula sistem
kekebalan tubuh si anak. Namun bila pada sebelum usia 12 tahun si anak pernah
menderita peradangan kronis secara berulang (kronis), maka tonsilnya tidak akan
hilang pada usia pra-remaja. Dan kondisi ini merupakan kondisi patologis.4,5,7
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil
adalah 40%, dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen,
interferon, lisozim, dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang
immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstra
folikular, mantle zone pada folikel limfoid, dan pusat germinal pada folikel limfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu
menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif, serta sebagai organ utama
produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.4,5,7
E. Imunologi
Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan
patogen, selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi
terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3-10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-
positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.8
Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu
respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun
tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang
merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M berperan
mentranspor antigen melalui barier epitel dan membentuk komparten mikro
intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material
asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik. Respon imun tonsila
11
palatina tahap II terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah
ekstra folikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi
limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit
berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV (high endothelial
venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.8
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2%
dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada
tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75% :15-30%. Pada tonsil terdapat
sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M, makrofag, sel dendrit dan APCs yang
berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis
imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel
Garis median
pembawa IgG. 7 Garis paramedian
Ukuran Tonsil
T0 : Post Tonsilektomi
T1 : Tonsil terbatas dalam Fossa Tonsilaris
T2 : Sudah melewati pillar anterior belum
melewati garis paramedian pillar post)
T1
T4 T3 : Sudah melewati garis paramedian,
T3 belum melewati garis median
T2
T4 : Sudah melewati garis median
II.2 TONSILITIS
12
A. Definisi
Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridians, dan Streptococcus
pyogenes, dan dapat juga disebabkan oleh virus.2,8 Tonsilitis akut merupakan infeksi
tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsilitis kronik merupakan tonsilitis yang terjadi
berulang kali.2
B. Epidemiologi
Kasus terbanyak ditemukan pada anak-anak usia 5 – 15 tahun, terutama anak
usia sekolah, yang berkontak dekat dengan anak lain yang menderita tonsilitis akibat
bakteri maupun virus. Sedangkan tonsillitis kronik sendiri merupakan akibat dari
penatalaksanaan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Riwayat atopi keluarga dan
tonsilektomi dapat mempengaruhi berulangnya tonsilitis pada anak.9
C. Etiologi
Tonsillitis akut disebabkan oleh infeksi kuman Streptokokus β hemolitikus grup
A, Pneumokokus, Streptokokus Viridans, Streptokokus Piogenes, Haemophilus
influenza. Kadang-kadang kuman golongan gram negatif.
Tonsilitis kronik terjadi oleh karena :
1. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca
4. Kelelahan fisik
5. Merokok
D. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis, yaitu: 4
Rangsangan kronis (rokok, makanan)
Higiene mulut yang buruk
Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
Alergi (iritasi kronis dari allergen)
Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
13
E. Klasifikasi
1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis Akut disebabkan oleh streptococcus beta hemoliticus, streptococcus
viridians, dan streptococcus pyogene, dapat juga disebabkan oleh virus.
2. Tonsilitis Falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak
putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit,
epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris
Bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan
tonsil.
5. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis yang berulang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok,
makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan
hygiene mulut yang buruk.
F. Patofisiologi
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-
kriptenya. Kuman masuk dapat melalui aerogen (droplet yang mengandung kuman
terhisap oleh hidung, kemudian ke nasofaring dan ke tonsil), maupun secara foodborn
(melalui mulut bersama makanan).11
Tonsillitis kronik dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau
karena pengobatan yang tidak adekuat, dapat juga karena penyebaran infeksi dari
tempat lain, misalnya adanya sekret dari infeksi di sinus dan di hidung (sinusitis
kronik dan rhinitis kronik) atau karies gigi. Pada sinusitis kronik dan rhinitis kronik
terdapat sekret di hidung yang mengandung kuman penyakit. Sekret tersebut kontak
dengan permukaan tonsil.11
14
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk dihancurkan oleh makrofag dan
sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi, maka pada suatu
waktu tonsil tidak bisa membunuh semua kuman, mengakibatkan kuman bersarang di
tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi
sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke
seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun.11
Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak
dekat biasanya terjadi perkontinuitatum atau limfogen, sedangkan penyebaran jarak
jauh terjadi secara hematogen. Fokal infeksi menyebabkan bakteremia atau toksemia.
11
Pada tonsilitis kronik telah terjadi perubahan histologik pada tonsil berupa
mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona
sel-sel radang. Mikroabses pada tonsillitis kronik maka tonsil dapat menjadi fokal
infeksi bagi organ lain seperti sendi, ginjal, jantung, dan lain-lain.11
Jaringan tonsil yang mengalami infeksi kronik mengakibatkan proses radang
yang berulang, sehingga epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis dan rusak. Proses
penyembuhan jaringan limfoid akan digantikan dengan jaringan ikat atau terjadi
fibrotisasi yang akan mengalami pengerutan. Fibrosis yang terjadi pada lobuli tonsil
akan menyebabkan tarikan-tarikan pada lobuli tersebut sehingga kripta akan melebar.
Kripta yang melebar tersebut akan diisi oleh detritus (kumpulan leukosit, kuman, dan
sel-sel epitel). Proses berlanjut sehingga menembus hingga kapsul tonsil. Terjadi
perlengketan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Selain itu, karena fibrosis yang
terjadi tidak merata, maka permukaan tonsil pun menjadi tidak rata atau berbenjol-
benjol. Kelenjar limfe regional dapat membesar karena tonsil memiliki saluran limfe
eferen ke kelenjar limfe servikalis anterior, sehingga kuman yang berasal dari tonsil
dapat mengakibatkan infeksi di daerah tersebut.11
Ukuran tonsil pada tonsillitis dapat hipertrofi atau atrofi. Pembesaran tonsil
dinyatakan dalam ukuran T1-T4 oleh D. Thane R. Cody menjadi:11
T1 :batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior – uvula.
T2 : batas medial tonsil melewati ¼ sampai ½ jarak pilar anterior – uvula.
T3 : batas medial tonsil melewati ½ sampai ¾ jarak pilar anterior – uvula.
15
T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior – uvula sampai uvula atau
lebih.
G. Manifestasi klinis
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut
yang berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan
(odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan
bila menelan, terasa kering suara menjadi serak, nafas berbau, demam dengan suhu
tubuh yang meningkat hingga 40 derajat celcius, lesu/lemas, nyeri dipersendian, tidak
nafsu makan, nyeri ditelinga, serta kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan.
Pada pemeriksaan, didapatkan gambaran tonsil yaitu:
1. Tampak pembesaran tonsil karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,
kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar
dan ditutupi eksudat yang purulen.
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan riwayat:13
Adanya rasa yang mengganjal di tenggorokan
Adanya rasa kering dan nyeri di tenggorok
Adanya rasa nyeri sewaktu menelan
Nafas/mulut yang berbau
Demam, kadang disertai malaise
Nafsu makan menurun
16
Serangan tonsilitis akut yang berulang
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik di daerah orofaring akan didapatkan: 13,14,15
Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, hipetrofi, dan jaringan
parut.
Kriptus juga dapat melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan
pada kripta-kripta tersebut.
Pilar/plika anterior hiperemis
Inflamasi pada dinding faring
Terkadang uvula akan kelihatan edem dan inflamasi
Adanya perlekatan tonsil ke jaringan sekitar
Adanya pembesaran KGB submandibula pada anak-anak.
3. Pemeriksaan penunjang
Uji kultur dan resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.
Biakan swab. Sering menghasilkan derajat keganasan yang rendah. Kuman
penyebabnya antara lain adalah Streptotokus Hemolitikus, Streptotokus
Viridans, Stafilokokus atau Pneumokokus.4
I. Diagnosis Banding
1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang
menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)
a. Tonsillitis difteri
17
kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan serta pada ginjal dapat
menimbulkan albuminuria.
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan
kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi.
Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding
faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut
berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.
c. Mononucleosis infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang
menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran
kelenjar limfe leher, ketiak dan region inguinal. Gambaran darah khas yaitu
terdapat leukosit mononucleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain
adalah serum pasien beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul
Bunnel).
18
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri tenggorok
dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi,
hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy.
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis untuk tonsillitis akut : 10
pemberian antibiotika penisilin yang lama,
irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris
dengan alat irigasi gigi (oral).
Ukuran jaringan tonsil tidak berhubungan dengan infeksi kronis atau berulang-ulang.
Penatalaksanaan tonsilitis kronik
Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang terdapat perbedaan prioritas relatif
dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama
adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the American
Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-HNS) tahun 1995
indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:13
Indikasi Absolut :
o Tonsil yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan yang
berat, gangguan tidur atau komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal.
o Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan pengobatan
o Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam.
o Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan
gambaran patologis jaringan.
Indikasi Relatif :
o Jika mengalami tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak
menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang
memadai.
19
o Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada tonsillitis kronis yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.
o Tonsillitis kronis atau berulang yang diduga sebagai carrier kuman Streptokokus
yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan dengan antibiotika.
o Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan
dengan keganasan (neoplastik)
Kontraindikasi Tonsilektomi :
1. Radang akut tonsil.
2. Demam, albuminuria.
3. Penyakit paru-paru
4. Penyakit darah.
5. Hipertensi.
6. Poliomielitis epidemic
Sedangkan menurut Darrow dan Siemens:
Indikasi untuk tonsiloadenoidektomi yaitu: 12
Indikasi absolut :
hiperplasia adenotonsilar dengan obstructive sleep apnea,
gagal tumbuh (failure to thrive) atau perkembangan dentofacial abnormal;
kecurigaan keganasan, dan
(untuk tonsilektomi) tonsillitis perdarahan.
Indikasi relatif :
hiperplasia adenotonsilar dengan obstruksi saluran nafas atas, disfagia,
penurunan kemampuan bicara dan halitosis.
Indikasi relatif lain untuk adenoidektomi saja adalah otitis media dan
rinosinusitis atau adenoiditis rekuren atau kronik.
Indikasi relatif lain untuk tonsilektomi saja adalah faringotonsilitis rekuren
atau kronik, abses peritonsilar dan infeksi streptokokus.
20
Gangguan hemostasis, leukemia, purpura, anemia aplastik, ataupun
hemofilia.
Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : Diabetes Melitus, penyakit
jantung, dan sebagainya.
TEKNIK
1. Cara Guillotine
Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia. Di negara-
negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di bagian THT FKUI/RSCM cara ini
hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum.
Teknik :
Posisi pasien telentang dalam anestesi umum.
Operator di sisi kanan berhadapan dengan pasien.
Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi.
Lidah ditekan dengan spatula.
Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.
Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah
21
tonsil dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar
anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.
Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit. Setelah diyakini
seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantuan jari,
tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar.
Perdarahan dirawat.
2. Cara diseksi
Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Di Bagian THT
FKU1/RSCM cara ini digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam
anestesi umum maupun lokal.
Teknik :
Pada anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit ekstensi.
Posisi operator di proksimal pasien.
Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.
Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial.
Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya
secara tumpul sampai kutub bawah kemudian dengan jerat tonsil, tonsil diangkat.
Perdarahan dirawat.
3. Cryogenic tonsilectomy
Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan caracryosurgery yaitu proses
pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai
adalah Freon dan cairan nitrogen.
4. Electrosterilization of tonsil
Merupakan suatu pembedahan tonsil dengan cara koagulasi listrik pada jaringan
tonsil. Koblasi merupakan metode yang digunakan oleh ahli THT untuk melakukan
tonsilektomi, adenoidektomi dan prosedur bedah lainnya seperti reduksi spiral dan
pengobatan mendengkur. Tidak seperti metode elektro cauter tradisional, metode koblasi
menggunakan ablasi radio frekuensi untuk membuang jaringan. Radiofrekuensi
merupakan salah satu bentuk energy seperti gelombang radio, tetapi dengan frekuensi
tinggi. Prosedur pembedahan berdasar koblasi yang menggunakan raduofrekuensi tepat
dan mengontrol pada membuang jaringan yang diinginkan sehingga hanya sedikit
merusak jaringan yang sehat,
22
Tonsilektomi koblasi meliputi membuang seluruh tonsil (subcapsuler) melalui
deseksi atau membuang sebagian tonsil (intracapsuler) melalui penghancuran jaringan
tonsil.
Tonsilektomi koblasi memberikan keuntungan pada pasien jika dibandingkan
dengan tonsilektomi elektrocauter konvensional.
- lebih sedikit merasakan nyeri dan lebih sedikit frekuensi penggunaan narkotik
- lebih cepat kembali ke diet normal secara signifikan
- insidensi mual pasca operasi lebih sedikit
- lebih cepat menyembuhkan fossa
- lebih sedikit terjadi dehidrasi post operasi
K. Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar
atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai
komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :13,14,15
1. Selulitis peritonsilar, merupakan komplikasi tersering dimana penyebaran
melebihi kapsul tonsilar, timbul apabila inflamasi menyebar melebihi jaringan
limfoid dari tonsil dan melibatkan mukosa orofaring.
2. Abses peritonsilar (abses quinsy) adalah pus yang terjebak antara kapsul tonsil
dan dinding lateral faring. Abses peritonsilar dapat menyebar hingga jaringan
leher dalam, seringkali menyebar ke arah retrofaring. Penyebaran dapat
menyebabkan necrotizing fasciitis. Pengobatan mencakup antibiotik intravena dan
debridement.
3. Infeksi orofaring akut dapat menyebar secara distal ke rongga leher dalam hingga
mencapai mediastinum. Penyebaran melebihi faring dicurigai pada pasien dengan
gejala tonsillitis yang disertai demam tinggi, letargi, trismus, atau kesulitan
bernafas. Pencitraan radiologis dengan x-ray dari leher lateral atau dengan
menggunakan CT scan dengan kontras diperlukan untuk pasien yang dicurigai
telah mengalami penyebaran hingga melebihi orofaring. Komplikasi seperti ini
memerlukan torakotomi dan eksposisi servikal untuk drainase.
4. Infeksi telinga tengah (otitis media), terutama pada usia dibawah 5 tahun dan
sinusitis. Streptococcus sp. tidak berbahaya seperti 80-100 tahun lalu karena
tersedianya antibiotik yang mengurangi virulensi dari organisme tersebut.
5. Pembengkakan dari wajah dan leher, dapat menghalangi saluran nafas.
6. Obstruktif sleep apnea, dapat menganggu transportasi oksigen untuk sampai ke
otak dan dapat menyebabkan gangguan pola tidur.
23
7. Thromboflebitis, dari vena jugularis interna (Sindrom Lemierre) disebabkan oleh
Fusobacterium necrophorum. Bakteri menyebar dari tenggorok ke vena jugularis
interna di leher, gumpalan-gumpalan kecil dari bakteri berkumpul mencapai paru-
paru, sendi dan tulang melalui pembuluh darah. Keluhan berupa demam tinggi
dan rasa penuh di leher dan nyeri leher unilateral. Diagnosis ditegakkan dengan
CT scan dengan kontras. Terapi dengan antibiotik IV dan pengobatan sumber
infeksi. Ligasi atau eksisi vena jugularis interna bila terdapat emboli septik
multiple.
1. Scarlet fever, manifestasi sebagai lesi eritem, makuler, tanpa pruritus, dan tersebar
secara generalisata yang lebih buruk pada ekstremitas dan tidak mengenai wajah.
Strawberry tongue yang berwarna merah terang dan nyeri adalah akibat
deskuamasi papiler. Lesi dapat bertahan selama 1 minggu dan disertai demam dan
artralgia.
2. Glomerulonefritis poststreptococcal akut, disebabkan oleh serotipe 12. Muncul
setelah 1-2 minggu setelah infeksi GABHS, urinalisa untuk mendeteksi protein
dapat membantu mendeteksi kerusakan ginjal pada pasien dengan tonsillitis
rekuren.
3. Demam reumatik, muncul setelah 2-4 minggu. Vegetasi katup jantung
mempengaruhi katup mitral dan trikuspid sehingga menyebabkan murmur, demam
persisten dan berulang, dan stenosis dari katup jantung. Diagnosis diteggakkan
dengan perningkatan titer antibodi antistreptolisin, anti-DNAse beta atau anti
hyaluronidase.
4. Artritis septic, menyebabkan sendi terasa nyeri dan panas karena terisi cairan yang
dipenuhi bakteri. Artrosentesis adalah prosedur diagnosis dan dapat juga
digunakan sebagai terapi parsial. Pengobatan dengan antibiotik selama 6 minggu
diperlukan untuk mencegah komplikasi sendi jangka panjang.
24
L. Pencegahan
Beragam virus dan bakteri dapat menyebabkan tonsillitis, maka pencegahan
terbaik adalah untuk menjaga kesehatan dan higienitas dasar : 13
1. Menghindari kontak yang lama dengan individu yang sakit atau pasien yang
immunocompromised, dan yang diketahui sedang sakit tonsillitis atau strep throat
hingga 24 jam setelah antibiotik diberikan
2. Mencuci tangan dengan baik, tidak berbagi peralatan makan atau sikat gigi untuk
mencegah penyebaran bakteri atau virus penyebab tonsilitis
3. Menutupi mulut apabila batuk atau bersin, lebih baik dengan menggunakan tissue
agar bakteri tidak mengenai tangan
BAB III
KESIMPULAN
Tonsil ialah suatu jaringan yang berkapsul sebagian dengan jaringan limfoid di
dalamnya dan memiliki kontak dengan epitel dari rongga mulut dan faring. Berdasarkan
letaknya, tonsil dibagi menjadi tonsil palatina, faringeal dan lingual. Tonsil berfungsi sebagai
filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat
menahan infeksi dari bakteriatau virus tersebut maka akan timbul tonsilitis. Tonsilitis adalah
suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun
bakteri.
Tonsilitis disebabkan oleh bakteri Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus,
Streptokokus Viridans, Streptokokus Piogenes, Haemophilus influenza. Kadang-kadang
25
kuman golongan gram negatif. Sedangkan tonsilitis kronik merupakan tonsilitis berulang
yang merupakan akibat dari penatalaksanaan tonsillitis akut yang tidak adekuat, juga bisa
dipengaruhi oleh higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,kelelahan fisik, dan merokok.
Secara klinis pada tonsilitis didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri telan
ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala dan
badan terasa meriang.
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis yaitu: rangsangan kronis
(rokok, makanan), higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu
yang berubah- ubah), alergi (iritasi kronis dari allergen), keadaan umum (kurang gizi,
kelelahan fisik) dan pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis didapatkan adanya rasa yang mengganjal, kering, dan nyeri di
tenggorokan, rasa nyeri sewaktu menelan, nafas/mulut yang berbau, demam, kadang disertai
malaise, nafsu makan menurun, maupun serangan tonsilitis akut yang berulang.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya tonsil yang membesar dengan
permukaan tidak rata, hipertrofi dan jaringan parut, kriptus melebar, beberapa terisi oleh
detritus dan ada yang mengalami stenosis, pilar/plika anterior hiperemis, inflamasi pada
dinding faring, perlekatan tonsil ke jaringan sekitar, dan pembesaran KGB submandibula
pada anak-anak.
Pada pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari
sediaan apus tonsil dan biakan swab untuk menemukan kuman penyebabnya, yang paling
sering adalah Streptotokus Hemolitikus, Streptotokus Viridans, Stafilokokus atau
Pneumokokus.
Penatalaksanaan untuk tonsillitis akut adalah pemberian antibiotik, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi
gigi (oral) serta terapi simtomatik. Sedangkan penatalaksanaan tonsilitis kronik yaitu terapi
lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila
terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.
Indikasi dari tonsilektomi sendiri dibagi menjadi indikasi absolut dan relatif. Indikasi
absolut yaitu adanya pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,
disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner, abses peritonsil yang tidak
membaik dengan pengobatan medis dan drainase, tonsilitis yang menimbulkan kejang
demam, dan tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi.
26
Sedangkan indikasi relatif yaitu jika terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun
dengan terapi antibiotik adekuat, adanya halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik
dengan pemberian terapi medis, tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang
tidak membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten, dan dilaksanakan
bersamaan dengan insisi abses pada kasus yang disertai dengan abses lain.
Pencegahan terhadap tonsilitis dapat dilakukan dengan menghindari kontak yang lama
dengan individu yang sakit atau pasien yang immunocompromised, dan yang diketahui
sedang sakit tonsillitis atau strep throat hingga 24 jam setelah antibiotik diberikan, mencuci
tangan dengan baik, tidak berbagi peralatan makan atau sikat gigi untuk mencegah
penyebaran bakteri atau virus penyebab tonsilitis, menutupi mulut apabila batuk atau bersin,
lebih baik dengan menggunakan tisu agar bakteri tidak mengenai tangan, atau juga dengan
penggunaan vaksin antipneumococcal dapat membantu mencegah tonsillitis akut.
DAFTAR PUSTAKA
27
6. Szakal AK. Immune system I. Available from
http://www.people.vcu.edu/~aszakal/course_ syllabi/IMMSYST.I2.htm. Accessed: July
28, 2017.
7. Coleman Ruth. More Causes & Risk Factors of Tonsillitis. Available from http://www.
livestrong.com/article/288611-more-causes-risk-factors-oftonsillitis/#ixzz1SG0avJsd.
Accessed: July 28, 2017. Last updated October 9, 2010.
8. Adams GL. Penyakit-penyakitNasofaringdanOrofaringdalamHarjanto, E. dkk, boiesbuku
ajar penyakit THT ed.6. PenerbitBukuKedokteran EGC, Jakarta.
9. Anonym. Complications of tonsillitis.Available from
http://www.scribd.com/doc/35035847/ tonsilitis-kronis. Accessed: July 28, 2017.
10. SafiqulatifAbdillah. IndikasiOperasitonsilektomipadatonsilitiskronis. Last updated Sep
20,2010. Available from http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Indikasi+Operasi +Tonsilektomi +pada+Tonsilitis+Kronis. Accessed: July 28, 2017.
11. Udayan KS, Meyers AD. Tonsillitis and peritonsillarabcess. Available from
http://emedicine. medscape.com/article/871977-overview#showall. Accessed July 28,
2017.
12. Anonym. Complications of tonsillitis. Available from http://www.nhs.uk/Conditions/
Tonsillitis/ Pages/Complications.aspx. Accessed: July 28, 2017.
13. Anonym. Complications. Last updated May 11, 2010. Available from http://www.mayo
clinic.com/health/tonsillitis/DS00273/DSECTION=complications. Accessed: July 28,
2017.
28