Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jumlah warga usia lanjut di Indonesia yang semakin banyak agaknya


tidak terbendung lagi seiringnya usia harapan hidup. Diproyeksikan populasi
orang usia lanjut pada tahun 1990-2025 akan naik 414 % suatau angka tertinggi
didunia berbagai masalah fisik, psikologi dan sosial akan muncul pada usia lanjut
sebagai akibat dari proses menua dan atau penyakit degeneratif yang muncul
seiring dengan menuanya seseorang.
Tentu tidak mudah untuk membedakan apakah masalah yang muncul
merupakan akibat proses menua atau akibat dari penyakit kronik degeneratif yang
diderita sejalan dengan berjalan usia seseorang. Keadaan ini dapat mengakibatkan
masalah-masalah yang muncul pada seorang usia lanjut menjadi tidak terkelola
dangan baik karena dianggap suatu proses terjadi akibat penuaan atau sebaliknya.
Justru ditangani secara berlebihan. Padahal merupakan masalah yang muncul
akibat proses menua.
Organ sensorik penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba, dan
penghidu memungkinkan kita berkomunikasi dengan linkungan. Pesan yang
diterima dari sekitar kita membuat kita tetap mempunyai orientasi, ketertarikan
dan pertentangan. Kehilangan sensorik akibat penuaan mengenai semua organ
sensorik dan mengancam interaksi. Merupakan saat dimana lansia menjadi kurang
kemampuan kinerja fisiknya dan lebih banyak duduk. Kehilangan penginderaan
dapat sangat menganggu bagi orang yang tidak dapat melihat untuk membaca
atau menonton televisi, yang tidak dapat mendengar percakapan dengan baik
untuk berkomunikasi, atau tidak dapa membedakan rasa makanan.

Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan lensa mata, maka sel tengah
yang tua aka menumpuk dan menjadi kuning, kaku, padat, dan berkabut. Jadi
hanya bagian luar lensa yan masih elastis untuk berubah bentuk (akomodasi) dan
berfokus pada jarak jauh dan dekat. Karena lensa menjadi kurang fleksibel, maka
titik dekat fokus berpindah lebih jauh. Kondisi ini disebut presbiopi, biasanya
bermula pada usia 40-an. Diperlukan kacamata baca untuk memperbesar objek.
Selain itu, lensa yang menguning dan berkabut menyebabkan sinar berpendar dan
makanya orangtua sangat peka terhadap sinar yang menyilaukan.
Kemampuan membedakan biru dari hijau berkurang. Pupil berdilatasi
dengan lambat dan tidak sempurna karena otot iris menjadi semakin kaku. Lansia
memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
gelap dan terang dan memerlukan sinar yang lebih terang untuk melihat benda
sangat dekat. Meskipun kondisi visual patologis bukan merupakan bagian
penuaan normal, namun terjadi peningkatan penyakit mata pada lansia. Diantara
yang paling sering terjadi adalah katarak, glaukoma, degenerasi maskuler senilis,
dan retinopati diabetika.

1.2 TUJUAN PENULISAN


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan indra /
sensori khususnya dengan penyakit katarak.

1.2.2 Tujuan Khusus

1) Mampu memahami dan mengindentifikasi masalah lansia dengan penyakit


katarak.
2) Mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan penyakit katarak.
3) Mampu membuat diaganosa keperawatan pada lansia dengan penyakit
katarak.
4) Mampu menyusun rencana intervensi pada lansia dengan penyakit
katarak.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 PENGERTIAN

 Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang


terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan
lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya.
Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
 Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan
bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap
lensa mata dapat bervariasi.

2.2 ETIOLOGI KATARAK


Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas.
Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus
pada saat hamil muda.

Penyebab katarak lainnya meliputi :

1) Faktor keturunan
2) Cacat bawaan sejak lahir

3) Masalah kesehatan, misalnya diabetes

4) Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid

5) Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)

6) Gangguan pertumbuhan

7) Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama

8) Rokok dan alkohol

9) Operasi mata sebelumnya

10) Trauma (kecelakaan) pada mata

11) Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.

2.3 KLASIFIKASI KATARAK

Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :

1) Katarak Kongenital: Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2) Katarak Juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

3) Katarak Senil: katarak setelah usia 50 tahun


4) Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata

2.4 PATOFISIOLOGI KATARAK

 Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks dan


kapsul. Nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring
dengan bertambahnya usia. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri
dianterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa
proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peranan dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita katarak.
 Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjangdari badan
silier sekitar daerah di luar lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
kogulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun denga bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

 Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang


berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti
diabetes, namun sebenarnya merupakan konsekwensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan “matang”
ketika orang memasuki dekadeke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan
harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B,
obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu lama.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif


(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan
melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila
katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks
cahaya pada mata menjadi negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan
mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa
glaukoma dan uveitis.

Gejala umum gangguan katarak meliputi :

1) Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek


2) Peka terhadap sinar atau cahaya

3) Dapat melihat dobel pada satu mata

4) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca

5) Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Keratometri
2) Pemeriksaan lampu slit

3) Oftalmoskopis

4) A-scan ultrasound (echography)

5) Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel
2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.

2.7 PENGOBATAN KATARAK

 Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh
diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak
perlu lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi
harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
 Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperi glaukoma dan uveitis.

 Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana


isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior
sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan
tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder.

 Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder


karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang
matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula
zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi
yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya
diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan
rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.

2.8 PENCEGAHAN

Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung


vit.C, vit.A dan vit E.

2.9 KOMPLIKASI

Ambliopia sensori, penyulit yang terjadi berupa : visus tidak akan mencapai 5/5.
Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus.

2.10 PRIORITAS KEPERAWATAN

 Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut.


 Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan atau penurunan ketajaman
penglihatan.

 Mencegah komplikasi.

 Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan


pengobatan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA DENGAN


KATARAK
Atas dasar penelitian yang dilakukan WHO penyakit Gangguan Penglihatan
pada lansia sangat sering terjadi. Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika
pada tahun 2004 sekitar 10-12,5% lansia Amerika mengalami gangguan pada
sistem penglihatan hanya saja mereka kurang menyadari penyakit yang mereka
rasakan (www.google.co.id).

I. PENGKAJIAN

a) Aktivitas / Istirahat

Tanda : Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan


penglihatan.

b) Makanan / Cairan : Mual, muntah


c) Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut). Perubahan
kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan penyebab katarak mata.

d) Nyeri/Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair, nyeri tiba-tiba/berat menetap atau
tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala.

e) Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan
vena), ketidakseimbangan endokrin. Terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.

f) Pertimbangan rencana pemulangan

DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari (biasanya dilakukan


sebagai prosedur pasien rawat jalan). Memerlukan bantuan dengan
transportasi, penyediaan makanan, perawatan/pemeliharaan rumah.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre Operasi

1) Gangguan persepsi sensori : penglihatan b/d gangguan penerimaan;


gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang
progresif.
2) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi
sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.

3) Ansietas b/d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,


kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan
ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian
hidup.

4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan


pengobatan b/d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat,
salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi,
tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

5) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi
jaringan tubuh.

3) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan


gangguan penerimaan sensori atau status organ indera.

4) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori


penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.

III. NTERVENSI KEPERAWATAN

DX 1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b/d gangguan penerimaan;


gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang
progresif.

Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,


mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

Kriteria Hasil :

 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.


 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

Intervensi Rasional
1) Tentukan ketajaman penglihatan, 1) Penemuan dan penanganan awal
kemudian catat apakah satu atau komplikasi dapat mengurangi resiko
dua mata terlibat. Observasi kerusakan lebih lanjut.
tanda-tanda disorientasi.
2) Orientasikan klien tehadap 2) Orientasikan klien tehadap lingkungan.
lingkungan.
3) Penemuan dan penanganan awal
3) Pendekatan dari sisi yang tak komplikasi dapat mengurangi resiko
dioperasi, bicara dengan kerusakan lebih lanjut.
menyentuh.
4) Meningkatkan keamanan mobilitas
4) Perhatikan tentang suram atau dalam lingkungan.
penglihatan kabur dan iritasi
mata, dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
5) Komunikasi yang disampaikan dapat
5) Ingatkan klien menggunakan lebih mudah diterima dengan jelas.
kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih 25
persen, pelihatan perifer hilang
dan buta titik mungkin ada.
6) Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak
6) Ingatkan klien menggunakan nyaman setelah penggunaan tetes mata
kacamata katarak yang tujuannya dilator. Membantu penglihatan pasien.
memperbesar kurang lebih 25
persen, pelihatan perifer hilang
dan buta titik mungkin ada.

7) Letakkan barang yang


7) Memudahkan pasien untuk
dibutuhkan/posisi bel pemanggil
berkomunikasi
dalam jangkauan/posisi yang
tidak dioperasi.

DX 2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori


penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
Tujuan : Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam
kemungkinan cedera.

Kriteria Hasil :

 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko


dan untuk melindungi diri dari cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Intervensi Rasional
1) Diskusikan apa yang terjadi tentang 1) Kondisi mata post operasi
kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan mempengaruhi visus pasien
aktifitas, penampilan, balutan mata.
2) Posisi menentukan tingkat
2) Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, kenyamanan pasien.
atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai
3) Aktivitas berlebih mampu
keinginan.
meningkatkan tekanan intra okuler
3) Batasi aktifitas seperti menggerakan mata.
kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.

4) Ambulasi dengan bantuan : berikan 4) Visus mulai berkurang, resiko cedera


kamar mandi khusus bila sembuh dari semakin tinggi.
anestesi.
5) Pengumpulan Informasi dalam
5) Minta klien membedakan antara pencegahan komplikasi
ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-
tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi,
gangguan balutan.

DAFTAR PUSTAKA
Roach sally. Introduktory gerontological Nursing. 2001. Lippinctt: New York
Syaifuddin, Anatomi fisisologi. 1997. EGC. Jakarta Petunjuk praktikum fisiologi I.
Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah Yogyakarta,
Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id : 21
Panduan dianosa keperawatan NANDA-

Http: // www. Dokter tetanus . pjnkk. Go. Id / content . view / 249/31


http: // www. Dokter tetanus. WordPress. Com
Wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai