Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas

berskala internasional. Pada awalnya , Hukum internasional hanya diartikan

sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangannya pola

hubungan internasional semakin kompleks, pengertian ini kemudian meluas

sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku

organisasiorganisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan

multinasional dan individu.

Hukum Internasional mempunyai fungsi yang sangat penting bagi Negara-

negara di dunia termasuk Indonesia. Fungsi Hukum Internasional adalah ‘ sebagai

aturan atau kaidah yang berlaku bagi subyeknya( Juwana, 2011). Selain itu fungsi

Hukum Internasional adalah ‘ sebagai instrument yang digunakan oleh pemerintah

suatu negara untuk mencapai tujuan nasionalnya (International law as instrument

of national policy)(Juwana, 2011). Fungsi demikian dapat diartikan sebagai

intrumen politik, yang berfungsi sebagai alat atau instrument yang dibedakan

dengan Hukum Internasional sebagai kaedah. Hukum internasional dijadikan

sebagai interumen politik, pada hakekatnya akan diakomodasikan dalam produk

hukum yaitu peraturan perundangundangan. Fungsi sebagai instrument politik di

sini adalah sebagai ‘alat pengubah’( Juwana, 2011) masyarakat. Dengan Hukum

international dijadikan saran politik diharapkan masyarakat dapat berubah. Selain

fungsi di atas hukum internasional sebagai ‘alat penekan’ (Juwana, 2011). Bagi

1
dunia internasional terhadap suatu Negara. Hal ini terjadi ketika perang Iraq.

Ingris dan AS menekan Iraq untuk memberi akses kepada pemeriksa internasional

untuk memeriksa failitas senjata pemusnah masal. Tekanan-tekanan Negara maju

terhadap negara berkembang, juga di bidang ekonomi. Karena bidang ekonomi

adalah bidang yang dapat mendatangkan keuntungan. Oleh karena itu negara maju

sangat konsen dalam menerapkan perjanjian Internasional kepada Negara

berkembang agar kepentingan kepentingan di bidang politik atau ekonomi

terpenuhi. Karena Indonesia mengikuti Perjanjian Internasional maka negara

wajib untuk mentransformasikan ketentuan dalam perjanjian Internasional ke

dalam hukum nasional.

Contoh kasus yang ada di Indonesia, Hukum Ekonomi Indonesia seperti

UU Persaingan Usaha, UU Kehutanan, UU Perusahaan, UU Ketenagakerjaan, UU

Investasi, UU HAKI dan sebagainya, isi peraturannya mengikuti ketentuan

perjanjian internasional (ada intervensi Negara-negara maju). Dalam kenyataan

terjadi karena negara maju yang tergabung dalam oragnisasi internasional

mempunyai kepentingan yaitu memperoleh keuntungan (benefits) yang besar.

Oleh karena itu undang-undang dibidang ekonomi sangat mengandung

kepentingannegara maju, melalui perjanjian internasional.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ingin dicapai pada makalah ini ialah:

1) Bagaimana memahami tetang doktrin Hukum?

2) Apa maanfaat bagi Rakyat Indonesia?

3) Apa yang menjadi acuan doktrin yang dijadikan sumber hukum?

2
C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada makalah ini ialah:

1) Untuk mengerti dan memahami tetang doktrin hukum.

2) Untuk mengetahui manfaat doktrin hukum bagi Rakyat Indonesia.

3) Untuk mengerti dan memahami acuan doktrin yang dijadikan sumber

hukum.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Internasional

Dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu:

hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum

internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat

perdata.

Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan

asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan

perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para

pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.

(Kusumaatmadja, 1999; 1)

Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi

dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam

bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum

dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan

beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka

yang menyatakan diri di dalamnya ”. Sedangkan menurut Akehurst : “hukum

internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-

negara”

Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum

terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara

4
sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum

lainnya.

Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana

mengenai hukum internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny

Hyde : “hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang

sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus

ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-

hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :

a. organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan

lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-

fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-

negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau

individu-individu ;

b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu

dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak

dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut

bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional” (Phartiana, 2003;

4)

Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja

mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-

asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas

negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan

5
negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999;

2)

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh

gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional,

yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan

hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam

pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan

hukumnya.

Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi

menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi

pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.

B. Doktrin sebagai sumber Hukum

Pengertian doktrin menurut pendapat sarjana hukum (doktrin) adalah

pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu

pengetahuan hukum.

Doktrin ini dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusannya. Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional,

melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan

sumber hukum yang paling penting.

Misalnya hakim dalam memeriksa perkara atau dalam pertimbangan

putusannya dapat menyebut doktrin dari ahli hukum tertentu. Dengan demikian

6
hakim dianggap telah menemukan hukumnya melalui sumber hukum yang berupa

doktrin tersebut.

1. Doktrin sebagai sumber hukum formil.

Doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka yang besar

pengaruhnya terhadap hakim. dalam mengambil keputusannya.

Menurut Prof.Dr.Sudikno M.SH. (1986 : 94) Doktrin adalah pendapat para

sarjana hukum yang merupakan sumber hukum tempat hakim dapat

menemukan hukumannya. Seringkali terjadi bahwa hakim dalam keputusannya

menyebut pendapat para sarjana hukum, sebagai dasar pertimbangan dalam

memutuskan perkara tertentu.

2. Rechtsboek atau kitab hukum.

Di dalam sejarah dikenal adanya pendapat umum tentang pendapat para

sarjana/ilmu hukum yang menyatakan bahwa orang tidak boleh menyimpang

dari pendapat undang-undang para sarjana (communis opinio doktrum) ini

berarti bahwa pendapat para sarjana itu mempunyai kekuatan mengikat.

Lain daripada itu dikenal juga rechtsboek atau kitab hukum ialah tulisan

para sarjana yang menguraikan tentang hukum.kebiasaan sewaktu undang-

undang belum berperan.kitab hukum ini dipegunakan oleh hakim karena begitu

besar peranan dari pada kitab hukkum tersebut. Diantara beberapa kitab hukum

dikenal “Grand coutumier de Normandie” abad 13 dan “Saksenspiegel” tahun

1230 (Sudikno 1956 : 95).

7
Di indonesia dalam hukum islam banyak juga kita ajaran-ajaran dari

imam syafi`i yang digunakan oleh hakim pada pengadilan agama dalam

putusan-putusannya.

Pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional (Statue of The

International Court of Justice), mengakui dan menetapkan bahwa dalam

menimbang dan memutus suatu perselisihan dapat menggunakan beberapa

pedoman, antara lain :

a. Perjanjian-Perjanjian Internasional (International Conventions)

b. Kebiasaan-Kebiasaan International (International customs)

c. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab

(The general principles of law recognized by civilsed nations)

d. Keputusan Hakim (Judicial decisions) dan pendapat-pendapat

sarjana hukum.

Namun doktrin tidak mengikat seperti UU, kebiasaan traktat dan

yurispudensi. Doktrin hanya memiliki wibawa yang dipandang bersifat

obyektif dan dapat dijadikan sumber penemuan hukum bagi hakim.

Menurut Sudikno Mertokusumo, (dalam buku Sejarah Peradilan.hal.110 ),

Pendapat para sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber hukum.

Ilmu hukum itu sebagai sumber hukum tapi bukan hukum karena tidak

langsung mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana undang-undang. Ilmu

hukum baru mengikat dan mempunyai kekuatan hukum bila dijadikan

pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan. Disamping itu juga dikenal

8
adagium dimana orang tidak boleh menyimpangi dari ”communis opinion

doctorum” (pendapat umum para sarjana).

3. Yurisprudensi (Putusan Hakim)

Yurisprudensi disebut juga Keputusan Hakim atau keputusan pengadilan.

Istilah yurisprudensi berasal dari kata Jurisprudentia (Bahasa Latin), yang

berarti pengetahuan hukum (Rechts geleerheid). Yurispudensi biasa juga

disebut “judge made law” (hukum yang dibuat pengadilan).

Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia, sama artinya dengan

kata “Jurisprudentia” (Bahasa Belanda) dan “Jurisprudence” dalam bahasa

Perancis yaitu, Peradilan tetap atau hukum peradilan.

Lain halnya dengan istilah Yurisprudence dalam bahasa Inggris,

mempunyai arti Teori Ilmu Hukum = Algemene Rechtsleer = Generale Theory

of Law. Dalam bhs Inggris istilah yang digunakan untuk menyebut pengertian

yurisprudensi adalah case law atau judge made law.

Pada negara yang menganut sistem common law / anglo saxon,

yurispiudensi diartikan sebagai Ilmu hukum.

a. Pendapat para ahli tentang Yurisprudensi

Ada 3 pendapat menurut pendapat para ahli tentang Yurisprudensi yaitu:

1. Apeldoorn : yurisprudensi, doktrin dan perjanjian merupakan

faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum.

2. Sedangkan Lemaire: yurisprudensi, ilmu hukum (doktrin) dan

kesadaran hukum sebagai determinan pembentukan hukum.

9
3. Sukdino M : Yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya

(judicature, rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal

konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang

berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh

apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat

mengikat dan berwibawa. ( Sudikno Mertokusumo, Sejarah

Peradilan.hal.179)

b. Ada 2 jenis yurisprudensi :

 Yurisprudensi tetap keputusan hakim yg terjadi karena rangkaian

keputusan yang serupa dan dijadikan dasar atau patokan untuk

memutuskan suatu perkara (standart arresten)

 Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang

bukan menjadi dasar bagi pengadilan (standart arresten)

4. Dasar Hukum Yurisprudensi di Indonesia

30 April 1847 dikeluarkan Algemene Bepalingen van wetgeping voor

IndonesiaIndonesia. yang disingkat A.B. yang termuat dalam Staatsblad 1847

No.23 Diartikan sebagai Ketentuan-ketentuan Umum Tentang Peraturan

Perundangan.

Pasal 22 A.B (Algemene Bepalingen Van Wetgeving voor Indonesie)

berbunyi : “Bilamana seorang hakim menolak menyelesaikan suatu perkara

dengan alasan bahwa peraturan undang-undang yang bersangkutan tidak

10
menyebutnya, tidak jelas, atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut karena

menolak mengadili”.

Pasal 16 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi :

“Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus

suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang

jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dengan kata lain,

hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan.

Berdasarkan ketentuan pasal-paasal ini, terlihat jelas bahwa apabila

undang-undang atau kebiasaan tidak memberi peraturan yang dapat di pakai

untuk menyelesaikan perkara, seorang hakim mempunyai hak untuk membuat

peraturan sendiri untuk menyelesaikan perkara terrsebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yurispudensi adalah putusan hakim

yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum yang

kemudian diikuti oleh hakim yang lain dalam peristiwa yang sama.

Hakim bisa menciptakan hukum sendiri, sehingga hakim mempunyai

kedudukan tersendiri sebagai pembentuk undang-undang selain Lembaga

Pembuat Undang-undang.

Keputusan hakim yang terdahulu dijadikan dasar pada keputusan hakim

lain sehingga kemudian keputusan ini menjelma menjadi keputusan hakim

yang tetap terhadap persoalan/peristiwa hukum tertentu.

Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia

sependapat dgn isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai

11
pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu perkara yang

sama.

Pembuat Undang-undang = hukum “inabstrakto” (secara umum)

Hakim = hukum “in concreto” (secara khas).

5. Yurisprudensi dan Doktrin Dalam Hukum

Yurisprudensi memiliki beberapa kandungan makna: Yurisprudentia

(latin) = pengetahuan hukum; Yurisprudentie (Perancis) = peradilan;

Jurisprudence (Inggris) = teori ilmu hukum.

Dari segi praktik peradilan Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang

selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus yang

sama.

Sebuah putusan pengadilan pada dasarnya hanya mengikat para pihak

yang bersengketa (psl 1917 BW) dan tidak mengikat setiap orang pada

umumnya seperti UU. Putusan adalah hukum sejak dijatuhkan hingga

dilaksanakan. Dan setelah dilaksanakan putusan pengadilan hanyalah

merupakan sumber hukum.

Sebab-sebab seorang hakim mempergunakan putusan hakim lain:

Pertimbangan psikologis

Pertimbangan praktis

Memiliki pendapat yang sama

12
C. Contoh doktrin yang dijadikan sumber hukum

Berikut ini adalah beberapa contoh doktrin yang dijadikan sumber hukum

di dunia :

 Doktrin mazhab sejarah dan kebudayaan yang dipelopori oleh Friedrich

Karl von Savigny (1779-1861), seorang Jerman yang berpendapat bahwa

hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat

(volksgeit). Semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan

bukan berasal dari pembentukan undang-undang.

 Doktrin aliran utilitarianisme yang dipelopori oleh Jeremy Bentham

(1748-1832), berpendapat bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak

kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Setiap kejahatan harus disertai

dengan hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut dan hendaknya

penderitaan yang dijatuhkan tidak lebih dari apa yang diperlukan untuk

mencegah terjadinya kejahatan. Pembentuk hukum harus membentuk

hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individual.

 Doktrin aliran sosiciological jurisprudence yang dipelopori oleh Eugen

Ehrlich (1826-1922), seorang Austria berpendapat bahwa hukum positif

hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam

masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada

badan legislative, keputusan badan yudikatif ataupun ilmu hukum, tetapi

justru terletak dalam masyarakat itu sendiri.

 Doktrin aliran realism hukum yang diprakarsai oleh Karl Llewellyn

(1893-1962), Jerome Frank (1889-1957), Justice Oliver Wendell Holmes

13
(1841-1935), ketiga orang tersebut berpendapat bahwa para hakim tidak

hanya menemukan hukum, tetapi bahkan membentuk hukum.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat kita peroleh dari makalah ini yaitu:
1) Pengertian doktrin internasional adalah pernyataan kebijakan pemerintah

yang berkaitan dengan hubungan internasional antara suatu negara.

2) Maanfaat bagi RI ialah agar para hakim di Indonesia dapat

mempertimbangkan keputusan yang tepat pada saat menemukan

hukumnya melalui sumber hukum yang berupa doktrin tersebut.

3) Berikut ini adalah beberapa contoh doktrin yang dijadikan sumber hukum

di dunia :

 Doktrin mazhab sejarah dan kebudayaan yang dipelopori oleh

Friedrich Karl von Savigny (1779-1861), seorang Jerman yang

berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran

hukum masyarakat (volksgeit). Semua hukum berasal dari adat

istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal dari pembentukan undang-

undang.

 Doktrin aliran utilitarianisme yang dipelopori oleh Jeremy Bentham

(1748-1832), berpendapat bahwa manusia bertindak untuk

memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Setiap

kejahatan harus disertai dengan hukuman yang sesuai dengan

kejahatan tersebut dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan tidak

lebih dari apa yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kejahatan.

15
Pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap

warga masyarakat secara individual.

 Doktrin aliran sosiciological jurisprudence yang dipelopori oleh

Eugen Ehrlich (1826-1922), seorang Austria berpendapat bahwa

hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang

hidup dalam masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum bukanlah

terletak pada badan legislative, keputusan badan yudikatif ataupun

ilmu hukum, tetapi justru terletak dalam masyarakat itu sendiri.

 Doktrin aliran realism hukum yang diprakarsai oleh Karl Llewellyn

(1893-1962), Jerome Frank (1889-1957), Justice Oliver Wendell

Holmes (1841-1935), ketiga orang tersebut berpendapat bahwa para

hakim tidak hanya menemukan hukum, tetapi bahkan membentuk

hukum.

16
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sanusi,Prof.Dr.SH Rangkaian Sari Kuliah Pengantar Ilmu Hukum dan

Pengantar Tata Hukum Indonesia.

Dedy Soernardi, SH, Sumber-sumber hukum positif, Alumni Bandung 1982.

E.Utrect.Dr,SH,Pengantar dasar hukum indonesia.Jakarta 1984

J.B.Daliyo, SH. Pengatar ilmu hukum (Buku Panduan Mahasiswa).PT.Gramedia

Jakarta 1987.

Kansil c.s.t. Drs,SH, Pengantar ilmu hukum dan tata hukum indonesia,penerbit

Balai Pustaka Jakarta 1982.

17

Anda mungkin juga menyukai