Anda di halaman 1dari 11

KARDIOTOKOGRAFI

Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan untuk
mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin, seberapa jauh gangguan
tersebut dan akhirnya menentukan tindakan lanjut dari hasil pemantauan, melalui penilaian
pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas
janin.
Cara pemantauannya dapat dilakukan secara langsung (invasive/internal) yakni
dengan alat pemantau yang dimasukkan dalam rongga rahim atau secara tidak langsung (non-
invasive/eksternal) yakni dengan alat yang dipasang pada dinding perut ibu. Cara eksternal
lebih popular karena dapat dilakukan selama ANC maupun intranatal.

Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin


Frekuensi DJJ rata-rata sekitar 140 dpm, dengan variasi normal 20 dpm di atas atau di
bawah nilai rata-rata. Jadi normal DJJ antara 120-160 dpm.
 System saraf simpatis, sebagian besar berada dalam miokardium. Rangsangan saraf
simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik akan meningkatkan frekuensi DJJ,
menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung.
Dalam keadaan stress, system saraf simpatis ini berfungsi mempertahankan aktivitas
jantung. Hambatan pada saraf simpatis, misalnya oleh obat propranolol, akan
menurunkan frekuensi dan sediki mengurangi variabilitas DJJ.
 System saraf parasimpatis, terutama terdiri atas serabut N. Vagus berasal dari batang
otak. System saraf ini akan mengatur nodus SA, AV, dan neuron yang terletak di antara
atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan N. Vagus misalnya dengan asetilkolin, akan
menurunkan frekuensi DJJ, sedangkan hambatan N. Vagus, misalnya dengan atropine,
akan meningkatkan DJJ.
 Baroreseptor, letaknya pada arkus aorta dan sinus carotid. Bila tekanan meningkat,
reseptor ini akan merangsang N. Vagus dan N. Glossopharingeus mengakibatkan
terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ.
 Kemoreseptor, terdiri 2 bagian yakni perifer terletak di korpus aorta dan daerah
carotid, sedangkan sentral terletak di batang otak. Reseptor ini mengatur perubahan
kadar O2 dan CO2 dalam darah serta cairan otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2
meningkat (hipoksia dan hiperkapnea) akan terjadi reflex dari sentral berupa takikardi
dan peningkatan TD untuk memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar O2,
menurunkan kadar CO2. Mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan reflex
bradikardi. Hasil interaksi dari kedua reseptor akan menyebabkan bradikardi dan
hipertensi.
 Susunan saraf pusat, variabilitas DJJ akan meningkat sesuai dengan aktivitas otak dan
gerak janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun maka variabilitas DJJ
menurun. Rangsangan hypothalamus akan menyebabkan takikardi.
 System hormonal, pada keadaan stress, misalnya asfiksia, maka medulla adrenal akan
mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin dengan akibat takikardi, peningkatan
kekuatan kontraksi jantung dan tekanan darah.

Karakteristik Denyut Jantung Janin


Dalam pemeriksaan KTG ada dua macam:
1. DJJ basal (basal fetal heart rate), yakni frekuensi dasar (baseline rate) dan variabilitas
(variability) DJJ saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).
2. Perubahan periodic (reactivity), merupakan perubahan DJJ yang terjadi saat ada
gerakan janin atau kontraksi uterus.

1. Frekuensi Dasar Denyut Jantung Janin (Baseline Rate)


Dalam keadaan normal DJJ ini berkisar antara 120-160 dpm. Disebut takikardi bila >160
dpm dan bila terjadi peningkatan frekuensi cepat (<1-2 menit) disebut akselarasi
(acceleration). Peningkatan DJJ pada keadaan akselarasi paling sedikit 15 dpm diatas
frekuensi dasar dalam waktu 15 detik. Bradikardi bila <120 dpm dan bila terjadi penurunan
cepat (<1-2 menit) disebut deselerasi (decelaration).
TAKIKARDI:
Misalnya dalam keadaan
- Hipoksia janin (RINGAN/KRONIK)
- Kehamilan preterm (<30 minggu)
- Infeksi ibu atau janin
- Ibu febris atau gelisah
- Ibu hipertiroid
- Takiaritmia janin
- Obat-obatan (ex: atropine, betamimetik)
BRADIKARDI:
Misalnya dalam keadaan
- Hipoksia janin (BERAT/AKUT)
- Hipotermi janin
- Bradiaritmia janin
- Obat-obatan (ex:propranolol, obat anesthesia lokal)
- Janin dengan kelainan jantung bawaan.
Keadaan bradikardi tidak berdiri sendiri, sering disertai dengan gejala lain. Bila bradikardi 100-
120 dpm disertai dengan variabilitas normal biasanya menunjukkan keadaan hipoksia ringan
dimana janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap hipoksia tersebut. Bila
hipoksia memberat akan terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah (<100 dpm) disertai
perubahan variabilitas jelas (penurunan variabilitas yang abnormal).

Variabilitas Denyut Jantung Janin (Variability)


Adalah gambaran osilasi yang tidak teratur, tampat pada rekaman DJJ. Variabilitas DJJ
diduga terjadi akibat keseimbangan interaksi system saraf simpatis (kardioakselerator) dan
system saraf parasimpatis (kardiodeselerator). Pada pendapat lain, terjadinya variabilitas
akibat rangsangan daerah korteks otak besar (cerebri) yang diteruskan ke pusat pengatur
denyut jantung di bagian batang otak dengan perantaraan N. Vagus.
Variabilitas DJJ normal menunjukkan system saraf persarafan janin mulai dari korteks-
batang otak-N. Vagus dan system konduksi jantung semua dalam keadaan baik. Keadaan
hipoksia otak (asidosis/asfiksia janin) akan menyebabkan gangguan mekanisme kompensasi
hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak. Dalam rekaman KTG akan tampak
adanya perubahan variabilitas yang makin lama makin rendah sampai menghilang (bila janin
tidak mampu lagi mempertahankan mekanisme hemodinamik di atas). Variabilitas DJJ
dibedakan atas 2 bagian:
 Variabilitas jangka pendek (Short Term Variability)
Merupakan perbedaan interval antardenyut yang terlihat pada gambar KTG yang juga
menunjukkan variasi dari frekuensi antardenyut pada DJJ. Rata-rata variabilitas jangka
pendek DJJ yang normal antara 2-3 dpm. Arti klinis dari variabilitas ini masih belum
banyak diketahui, akan tetapi biasanya tampak menghilang pada janin yang akan
mengalami kematian dalam rahim.
 Variabilitas jangka panjang (Long Term Variability)
Merupakan gambaran osilasi yang lebih besar dan lebih jelas tampak pada rekaman
KTG dibandingkan variabilitas jangka pendek di atas. Rata-rata siklusnya 3-6 kali per
menit. Berdasarkan amplitudo fluktuasi osilasi tersebut, variabilitas jangka panjang
dibedakan menjadi:
- Normal: amplitudo antara 6-25 dpm
- Berkurang: amplitudo antara 2-5 dpm
- Menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm
- Saltatory: amplitudo lebih dari 25 dpm
Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam penilaian
kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak, akan terjadi perubahan variabilitas
jangka panjang ini, tergantung derajat hipoksia nya, variabilitas ini akan berkurang atau
menghilang sama sekali. Sebaliknya, bila gambaran variabilitas ini masih normal,
biasanya janin masih belum terkena dampak dari hipoksia tersebut. Berkurangnya
variabilitas DJJ dapat disebabkan karene:
 Janin tidur (keadaan fisiologik di mana aktivitas otak berkurang)
 Kehamilan preterm (SSP belum sempurna)
 Janin anensefalus (korteks serebri tidak sempurna)
 Blockade N. Vagus
 Kelainan jantung bawaan
 Pengaruh obat-obat narkotik, diazepam, MgSO4, dan sebagainya.
Suatu keadaan di mana variabilitas jangka pendek menghilang, sedangkan variabilitas
jangka panjang tampak dominan sehingga tampak gambaran sinusoidal. Ditemukan
pada:
 Hipoksia janin berat
 Anemia kronik
 Fetal eritroblastosis
 Rh-sensitized
 Pengaruh obat-obat nisentil, alfa prodin

Perubahan Periodik Denyut Jantung Janin


Merupakan perubahan frekuensi dasar yang biasanya terjadi oleh pengaruh gerakkan
janin atau kontraksi uterus. Ada 2 jenis perubahan frekuensi dasar, yaitu:
AKSELARASI
Merupakan respon simpatetik, di mana terjadi peningkatan frekuensi DJJ, suatu respon
fisiologis yang baik (reaktif). Ciri-ciri akselarasi normal yaitu amplitudo >15 dpm, lamanya
sekitar 15 detik dan terjadi paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit. Penting untuk
membedakan akselarasi karena kontraksi atau karena gerakan janin.
- Akselarasi yang seragam (Uniform Acceleration). Terjadi akselarasi sesuai dengan
kontraksi uterus.
- Akselarasi yang bervariasi (Variable Acceleration). Terjadinya akselarasi sesuai dengan
gerakan atau rangsangan pada janin.
DESELERASI
Merupakan respon parasimpatis (N. Vagus) melalui reseptor (baroreseptor/kemoreseptor)
sehingga menyebabkan penurunan frekuensi DJJ.
Deselerasi Dini, sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis di mana terjadi kontraksi
uterus yang periodic dan normal. Deselerasi ini disebabkan karena penekanan kepala janin
oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflex vagal. Ciri-cirinya:
- Timbul dan menghilangnya bersamaan/sesuai dengan kontraksi uterus (seolah cermin
kontraksi uterus.
- Penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm
- Lamanya <90 detik
- Frekuensi dasar dan variabilitas masih normal
Deserelasi Variabel, sering terjadi pada penekanan tali pusat pada masa hamil atau kala I.
Penekanan tali pusat ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat tumbung, atau jumlah air
ketuban berkurang (oligohidramnion). Selama variabilitas DJJ masih baik, janin tidak
mengalami hipoksia yang berarti. Penanganannya adalah perubahan posisi ibu, reposisi tali
pusat bila ditemukan adanya tali pusat terkemuka atau menumbung, pemberian oksigen
pada ibu, amnio-infusion untuk mengatasi oligohidramnion bila memungkinkan, dan
terminasi persalinan bila perlu. Ciri-cirinya:
- Gambaran deselerasi yang bervariasi,baik saat timbulnya, lamanya, amplitudo maupun
bentuknya
- Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan penurunan frekuensi
dasar DJJ (amplitudo) bisa sampai 60 dpm.
- Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pradeselerasi) atau sesudah (akselerasi
pascadeselerasi) terjadinya deselerasi.
- Deselerasi variable dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi
mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar DJJ dan lamanya deselerasi lebih
dari 60 detik.
- Bila terjadi deselerasi variable yang berulang terlalu sering atau deselerasi variable
yang memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya
hipoksia janin yang berlanjut.
Deselerasi Lambat, terjadi pada beberapa keadaan yang pada dasarnya semua bersifat
patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebebakan janin mengalami
hipoksia. Apabila janin masih mempunyai cadangan O2 yang mencukupi dan masih mampu
mengadakan kompensasi keadaan tersebut, maka tidak tampak adanya gangguan pada
gambaran KTG selama tidak ada stress yang lain. Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran
darah ke plasenta akan semakin berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia janin.
Keadaan terakhir ini akan menyebabkan rangsangan pada kemoreseptor dan N. Vagus dan
terjadilah deselerasi lambat tersebut. Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya
deselerasi sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan N.
Vagus. Pada fase awal, di mana tingkat hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak
dan tubuh masih mampu mengadakan kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi otak,
variabilitas DJJ biasanya masih normal. Akan tetapi, bila keadaan hipoksia makin berat atau
berlangsung lebih lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia dan otot jantung pun
akan mengalami depresi oleh karena hipoksia. Sebagai akibatnya adalah variabilitas DJJ akan
menurun dan akhirnya menghilang sebelum janin akhirnya mati dalam rahim. Penanganan
apabila ditemukan suatu deselerasi lambat adalah memberikan infus, ibu tidur miring,
berikan oksigen, menghentikan kontraksi uterus dengan obat-obatan tokolitik, dan segera
direncanakan terminasi kehamilan dengan SC. Ciri-cirinya:
- Timbulnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai
- Berakhirnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus menghilang
- Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40-60 detik)
- Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus
- Frekuensi dasar DJJ biasanya normal atau takikardi ringan, akan tetapi pada keadaan
hipoksia yang berat bisa terjadi bradikardi.
Hasil rekaman KTG normal pada umumnya memberikan gambaran sebagai berikut:
 Frekuensi dasar DJJ sekitar 120-160 dpm
 Variabilitas DJJ antara 6-25 dpm
 Terdapat akselerasi
 Tidak terdapat deselerasii atau hanya satu deselerasi dini.

Pemeriksaan Kardiotokografi pada Masa Kehamilan


Pemeriksaan KTG dapat dilakukan selama masa kehamilan, khususnya pada kasus-
kasus tertentu dengan factor risiko untuk terjadi gangguan kesejahteraan janin (hipoksia)
dalam rahim, seperti:
 Hipertensi dalam kehamilan/gestosis
 Kehamilan dengan DM
 Kehamilan post-term
 PJT
 Ketumban pecah premature (KPP)
 Gerakkan janin berkurang
 Kehamilan dengan anemia
 Kehamilan ganda
 Oligohidramnion
 Polihidramnion
 Riwayat obstetric buruk
 Kehamilan dengan penyakit ibu
Non Stress Test (NST)
Menilai gambaran DJJ dalam hubungannya dengan gerakan/aktivitas janin. Penilaian
dilakukan pada frekuensi dasar, variabilitas, dan timbulnya akselerasi yang sesuai dengan
gerakan/aktivitas janin (Fetal Activity Determination/FAD). Interpretasi NST:
1. Reaktif
- Terdapat paling sedikit 2 kali gerakkan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang
disertai dengan adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm
- Frekuensi dasar DJJ diluar gerakkan janin antara 120-160 dpm
- Variabilitas DJJ antara 6-25 dpm
2. Nonreaktif
- Tidak didapatkan gerakkan janin dalam 20 menit pemeriksaan atau tidak ditemukan
adanya akselerasi pada setiap gerakkan janin
- Variabilitas DJJ mungkin masih normal atau berkurang sampai menghilang
3. Meragukan
- Terdapat gerakkan janin tetapi kurang dari 2 kali selama 20 menit pemeriksaan atau
terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm.
- Frekuensi dasar DJJ normal
- Variabilitas DJJ normal
*Pada hasil yang meragukan, pemeriksaan hendaknya diulangi dalam 24 jam atau dilanjutkan
dengan pemeriksaan Contraction Stress Test (CST).
4. Abnormal (baik reaktif atau nonreaktif) apabila ditemukan:
- Bradikardi
- Deselerasi 40 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar, atau DJJ mencapai 90 dpm, yang
lamanya 60 detik atau lebih.
Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah viable atau
pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.

Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1 minggu
kemudian (dengan spesifisitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan 1 minggu
kemudian. Namun bila ada factor risiko seperti hipertensi/gestosis, kehamilan DM,
perdarahan, atau oligohidramnion hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan
janin akan masih tetap baik selama 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus
lebih sering (1 minggu). Hasil NST yang reaktif memiliki nilai prediksi positif yang lebih tinggi
(Doppler-USG). Sebaiknya NST tidak dipakai sebagai parameter tunggal untuk menentukkan
intervensi atau terminasi kehamilan oleh karena tingginya angka positif palsu tersebut
(dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin yang lainnya).
Contraction Stress test (CST)
Dimaksudkan untuk menilai gambaran DJJ dalam hubungannya dengan kontraksi
uterus. CST biasanya dilakukan untuk memantau kesejahteraan janin saat proses persalinan
terjadi (inpartu). Penilaian yang dilakukan sama seperti NST yaitu frekuensi dasar DJJ,
variabilitas DJJ, dan perubahan periodic (akselerasi ataupun deselerasi) dalam kaitannya
dengan kontraksi uterus. Interpretasi:
1. Negative
- Frekuensi dasar DJJ normal
- Variabilitas DJJ normal
- Tidak didapatkannya deselerasi lambat
- Mungkin ditemukkan akselerasi atau deselerasi dini
2. Positive
- Terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari jumlah kontraksi
- Terdapat deselerasi lambat yang berulang, meskipun kontraksi tidak adekuat
- Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang
3. Tidak memuaskan (unsatisfactory)
- Hasil rekaman tidak representative, misalnya oleh karena ibu gemuk, gelisah, atau
gerakkan janin berlebihan
- Tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat
*Dalam keadaan ini pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam
4. Hiperstimulasi
- Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit
- Kontraksi uterus lamanya lebih dari 90 edtik (tetani uteri)
- Seringkali terjadi deselerasi lambat atau bradikardi
*Dalam keadaan ini harus waspada kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut
sehingga bukan tidak mungkin terjadi asfiksia janin. Hal yang perlu dilakukan adalah segera
hentikan pemeriksaan dan berikan obat-obatan penghilang kontraksi uterus (tokolitik),
diberikan oksigen pada ibu dan tidur miring untuk memperbaiki sirkulasi utero-plasenta.
Gambaran CST yang negative menggambarkan janin masih baik sampai 1 minggu
kemudian (spesifisitas 99%), sedangkan hasil positive biasanya disertai outcome perinatal
yang tidak baik dengan nilai prediksi positive lebih kurang 50%.
Kontraindikasi CST:
 Absolut
- Adanya risiko ruputur uteri, misalnya pada bekas SC atau miomektomi
- Perdarahan antepartum
- Tali pusat terkemuka
 Relatif
- Ketumban pecah premature
- Kehamilan kurang bulan
- Kehamilan ganda
- Inkompetensia serviks
- Disproporsi cephalo-pelvic

Anda mungkin juga menyukai