Pembimbing:
Disusun oleh:
Raena Sepryana
11 2016 073
Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng
Periode 03 Juli 2017 – 09 September 2017
Pendahuluan
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global sekaligus penyebab kematian
virus(HIV) . Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus baru dan 1,3 juta kematian akibat TB setiap
tahun di seluruh dunia.1 Menurut data World Health Organization tahun 2012 terdapat 730.000
penderita di Indonesia dengan kasus baru 460.000 jiwa dan angka kematian 67.000 jiwa.2
Tingginya angka kematian dan pertumbuhan kasus baru yang cukup besar ini menjadi
permasalahan global.
Terdapat tantangan besar dalam diagnosis TB, baik infeksi TB aktif maupun TB laten
(latent tuberculosis infection (LTBI)). Kendala penegakkan diagnosis TB aktif adalah hasil uji
mikroskopis atau biakan sebagai baku emas sering tidak memuaskan, sedangkan pada LTBI,
penegakkan diagnosis sulit karena belum ada baku emasnya. Uji standar yang selama ini
digunakan untuk diagnosis LTBI adalah uji Mantoux atau tuberculin skin test (TST); uji ini
memiliki sensitivitas dan spesifisitas rendah akibat penggunaan (PPD) sebagai antigen yang
juga dimiliki oleh spesies non-tuberculous mycobacteria (NTM) dan vaksin BCG.3
Sebagai alternative TST, uji in vitro berbasis sel T, yaitu uji pelepasan interferon-g
(IGRA), semakin banyak diteliti. Uji ini berdasarkan prinsip bahwa sel T dari individu yang
pernah tersensitisasi dengan antigen tuberculosis akan memproduksi IFN-g jika terpapar lagi
yang memuaskan serta pemahaman IGRA yang kurang lengkap menyebabkan banyak praktisi
kesehatan berharap besar pada pemeriksaan ini. Pada makalah ini akan dibahas mengenai aspek
imunologi infeksi TB, perbandingan uji TST dan IGRA, prinsip pemeriksaan IGRA, serta
Metode diagnostik baru, yang menggunakan antigen spesifik seperti early secreted
telah dievaluasi. Gen-gen yang mengkode antigen ini terletak pada deoxyribonucleic
M. tuberculosis secara lengkap, yaitu terdiri atas sekitar 4.000 gen. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 200 gen berlokasi di 16 lokus region of difference (RD) mulai dari RD1 sampai
dengan RD 16. Penelitian terhadap gen-gen yang terletak di lokus RD1 telah banyak dilakukan
karena perannya yang berhubungan dengan virulensi. Lokus RD1 terdiri atas 9 gen, yaitu
Rv3871 sampai Rv3879, dengan panjang 9,5 kb, mengkode suatu system sekresi yang
dinamakan ESX-1.
Bakteri yang mensekresi factor virulensinya melalui system sekresi tersebut ke lingkungan
ekstraseluler atau langsung ke sel inang. System sekresi ESX-1 pada M. tuberculosis disebut
juga system sekresi tipe VII, karena system sekresi tipe I sampai VI telah teridentifikasi terlebih
System sekresi ESX-1 terdiri dari banyak protein, diantaranya terdapat dua protein
target antigenic sel T yang imunodominan dan paling esensial terhadap virulensi M.
tuberculosis, yaitu early secreted antigenic target dengan berat molekul 6 kDa (ESAT6) dan
Penyakit TB pada anak bersifat pausibasilar dan biasanya tanpa gejala klinis
sehingga disebut infeksi laten tuberkulosis (latent tuberculosis infection, LTBI). Sekresi
interferon (IFN)-g terjadi pada fase ini dan menjadi prinsip dasar uji kulit tuberculin tuberculin
skin test, TST). Uji kulit tuberkulin tidak spesifik terhadap Mycobacterium tuberculosis
karena merupakan derivat protein M. Bovis yang digunakan sebagai vaksin bacillus
positif palsu. Hal tersebut menjadi dasar perlu diambil alternatif penegakan diagnosis TB
bakteri masuk ke dalam tubuh, terjadi respon imun innate yang diperentarai oleh fagosit dan
sel natural killer (NK). Produk-produk bakteri akan mengaktivasi sel NK sehingga sel NK
awalnya neutrophil dan selanjutnya makrofag, akan berusaha menghancurkan bakteri namun
tidak mampu mengatasi infeksi, karena bakteri resisten terhadap enzim degradasi. Sehingga
dengan perjalanan penyakit dan bertambahnya jumlah bakteri, peran imunitas innate
digantikan oleh imunitas adaptif yang bertujuan mendegradasi infeksi. Respon imun protektif
utama terhadap bakteri intraseluler adalah imunitas yang diperentarai sel T, yang terdiri atas
dua jenis sel, yaitu sel T CD4+ dan sel TCD8+. Sel T CD4+ akan merekrut fagosit dan
mengaktivasinya melalui ligan CD40 dan sitokin IFN-g yang membunuh bakteri di dalam
fagolisosom. Apabila bakteri mampu melarikan diri dari fagosom dan masuk ke sitoplasma sel
terinfeksi, maka bakteri tidak lagi peka terhadap mekanisme mikrobisidal fagosit. Untuk dapat
mendegradasinya, sel yang terinfeksi harus dibunuh melalui kerja sel T CD8+ yang disebut
mikroba intraseluler.
filtrate protein (CFP)-10 merupakan protein sekretorik yang khas dihasilkan oleh lokus gen
region of difference (RD)-1 M. tuberculosis dan berinteraksi dengan sel T di dalam darah yang
akan menstimulasi sekresi intergeron gamma (IFN-g). Sekresi IFN-g dapat diamati
pada pemeriksaan laboratorium, disebut sebagai pemeriksaan IFN-g release assay (IGRA).
Aktivasi sel T menyebabkan disekresikannya berbagai sitokin seperti IFN-g dan tumor
fagositosis, dan respon inflamasi local. Proses aktivasi yang terus menerus menyebabkan
terbentuknya granuloma untuk melokalisasi infeksi dan juga nekrosis sentral yang disebut
nekrosis kaseosa. Nekrosis kaseosa ini disebabkan oleh produk makrofag, seperti enzim
lisosomal dan reactive oxygen species. Pembentukkan granuloma akan diikuti oleh nekrosis,
scarring, atau fibrosis jaringan, sehingga terjadi kerusakkan jaringan dan timbul gejala klinis
infeksi TB. Selain itu, bakteri dapat bertahan di dalam makrofag selama bertahun-tahun dan
dapat mengalami reaktivasi kapan saja, khususnya ketika respons imun tubuh tidak mampu
Sebelum tahun 2001, tes tuberkulin/ TST (Tuberculin Skin Test) adalah satu-satunya
Serikat, baik itu TB laten atau TB aktif. Seiring perkembangan penelitian penyakit TBC di
tingkat genom, peneliti menemukan biomarker baru untuk infeksi M. Tuberculosis yaitu
interferon gamma (IFN-γ). IFN-γ muncul sebagai reaksi imun terhadap bakteri M.Tuberculosis
dengan mengukur IFN-γ dalam tubuh secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan ini bernama
dalam tubuh. IGRA bekerja dengan mengukur respons imunitas selular atau sel T terhadap
Sel T dalam individu yang terinfeksi TB akan diaktivasi sebagai respons terhadap
sensitisasi antigen berupa peptida spesifik Mycobacterium Tuberculosis, yaitu Early Secretory
Antigenic Target-6 (ESAT-6) dan Culture Filtrate Protein- 10 (CFP-10) yang ada di dalam
sistem reaksi. Sel T akan menghasilkan Interferon Gamma (IFN-γ) yang diukur dalam
pemeriksaan.
Protein yang digunakan dalam reaksi pemeriksaan IGRA tidak terdapat dalam vaksin
BCG dan MOTT (kecuali M. kansasii, M. Marinum, dan M. Szulgai). Alhasil, pemeriksaan
menjadi sangat spesifik dan tidak terpengaruh oleh vaksin BCG. Oleh karena itu, pemeriksaan
IGRA dengan hasil positif lebih akurat hingga 6 kali lipat dibandingkan TST atau Tuberculin
Skin Test.
Pemeriksaan IGRA lebih unggul dibanding dengan TST karena kelemahan- kelemahan
yang selama ini terjadi pada pemeriksaan TST bisa dieliminasi, seperti terjadinya positif palsu
pada pasien yang sebelumnya telah diberikan vaksin BCG, negatif palsu pada pasien yang
mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh, serta ketidakefisienan waktu dan logistik.
TST IGRA
Antigen yang digunakan Purified protein derivative Antigen spesifikTB
Bahan uji Kulit Darah
Sel yang terlibat Neutrophil, sel T CD4+, sel Sel T CD4+ in vitro
CD8+, sel T reg
Kunjungan pasien 2 kali 1 kali
Waktu yang diperlukan unuk 48-72 jam 24 jam
memperoleh hasil
Pengaruh riwayat vaksinasi Menyebabkan hasil positive Relative tidak terpengaruh
BCG palsu
Pengaruh infeksi NTM Menyebabkan hasil positive Dapat menjadi hasil positive
palsu pada infeksi oleh M.kansasii,
M.szulgai, M.gordonae, M.
marinum, M.riyadhense, tapi
tidak pada M. avium
pasien sudah terpapar bakteri M. Tuberculosis. Hasil positif menunjukan tubuh sudah terpapar
bakteri M. Tuberculosis tetapi belum tentu menyebabkan sakit. Oleh karena itu untuk
penegakan diagnosa penyakit TB secara menyeluruh, pemeriksaan IGRA harus diikuti dengan
pemeriksaan lain seperti pemeriksaan riwayat penyakit, gejala klinis, radiografi dan sputum
Keuntungan dari tes IGRA adalah hasil dapat tersedia dalam waktu 24 jam, tidak
Kerugian dan keterbatasan tes IGRA berupa sampel darah harus diproses dalam waktu
8-30 jam setelah pengumpulan sementara sel-sel darah putih yang masih layak. Kesalahan
dalam mengumpulkan atau mengambil spesimen darah atau dalam menjalankan dan
menginterpretasikan hasil tes dapat menurunkan keakuratan tes IGRA. Data yang terbatas pada
penggunaan tes IGRA untuk memprediksi siapa yang akan berkembang menjadi penyakit TB
di masa yang akan datang. Data yang terbatas pada penggunaan tes IGRA yaitu anak-anak yang
berusia kurang dari 5 tahun, orang yang baru terkena M. tuberculosis, orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang rendah (HIV, mlignansi dll) dan pemeriksaannya serial. Pemeriksaan tes
IGRA mahal.
Interpretasi IGRA didasarkan pada jumlah IFN-g yang dilepaskan atau jumlah sel-sel
yang melepaskan IFN-g. Kedua standar kualitatif interpretasi tes (positif, negatif, atau tak
tentu) dan pengukuran tes kuantitatif (konsentrasi Nil, TB, dan mitogen atau jumlah spot) harus
dilaporkan. Seperti tes kulit tuberkulin, tes IGRA juga digunakan untuk membantuan
mendiagnosa infeksi M. tuberculosis. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa seseorang
terinfeksi M. tuberculosis; bila hasil negatif menunjukkan bahwa seseorang tidak terinfeksi M.
tuberculosis. Hasil tes pada garis batas/ borderline (hanya T-Spot) menunjukkan infeksi M.
melakukan evaluasi medis. Evaluasi ini mencakup pemeriksaan tanda- tanda dan gejala yang
menunjukkan penyakit TB, pemeriksaan foto toraks dan jika ada indikasi, dilakukan
Diagnosis infeksi M. tuberkulosis juga mencakup informasi epidemiologi dan riwayat penyakit
sebelumnya.
Tes IGRA ada dua macam, yaitu berbasis Immunospot Enzyme-Linked (ELISpot) dan
pemeriksaan ini sudah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) Sejak tahun 2001-
ESAT-6, CFP-10 dan TB7.7 (berperan sebagai antigen M. Tuberculosis) untuk menstimulasi
sel dalam sampel darah heparin. Deteksi interferon-γ (IFN-γ) menggunakan Enzyme-Linked
Hasil penelitian menghasilkan dua uji komersial yang telah dipasarkan secara luas dan
Victoria, Australia) dan T-SpotTB (Oxford Immunotec, Oxford, UK). Perbedaan utama
pertama adalah inkubasi darah utuh dengan antigen spesifik TB dan antigen kontrol fungsi
imun, baik kontrol positif (mitogen) maupun kontrol negative. Tahap berikutnya adalah deteksi
Cara kerja QTF-IT secara singkat adalah sebagai berikut. Darah pasien diambil
menggunakan wing needle kemudian dimasukkan ke dalam 3 tabung berisi kontrol Nil, TB
antigen, dan mitogen, dengan volume masing masing 0,8-1,2 ml. Setelah itu, kocok masing-
masing tabung secara kuat selama 5-10 detik untuk memastikan bahwa isi tabung telah
tercampur dengan baik. Tahap pengocokkan ini merupakan bagian dari proses analitik yang
harus dikerjakan secara tepat. Setelah itu dilanjutkan dengan inkubasi selama 16-24 jam pada
selama 15 menit. Supernatan (plasma) diambil untuk dideteksi kadar IFN-g nya menggunakan
metode ELISA sandwich. Hasil positive atau negative ditentukan berdasarkan cut off. Hasil
pemeriksaan dikatakan positif apabila kadar IFN-g tabung antigen TB lebih tinggi
dibandingkan kadar IFN-g tabung nihil. Hasil pemeriksaan kadar IFN-g tabung mitogen yang
rendah (kurang dari 0,5 IU/mL) menunjukkan hasil indeterminate bila ternyata sampel darah
negatif terhadap tabung antigen TB, yang sering terjadi pada penanganan tidak tepat terhadap
Berbeda dengan QTF-IT, bahan pemeriksaan T-SPOT.TB harus berupa PBMC. Darah
pasien diambil dan dimasukkan ke dalam tabung dengan antikoagulan heparin (tabung vacuum
bertutup warna hijau). Proses separasi PMBC dapat dilakukan melalui beberapa prosedur
berbasil FICOLL yang telah tervalidasi oleh pabrik, yaitu metode standard, tabung Leucosep,
dan Cell Preparation Tubes (CPT) dari Becton Dickinson. Metode yang lazim dikerjakan di
Darah dimasukkan ke dalam tabung Leucosep lalu disentrifus. Setelah disentrifus, sel
darah merah akan terjebak di dasar tabung, sedangkan PBMC terdapat di lapisan keruh di atas
lapisan FICOLL. Supernatant ini dipindahkan ke tabung lain, ditambahi media kultur, dan
disentrifus kembali. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan PBMC yang bersih dan
supernatant dibuang, sedimen disisakan. Sedimen ini merupakan suspense PBMC yang
selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah sel yang dapat dilakukan perhitungan jumlah sel
yang dapat dilakukan secara manual atau otomatis menggunakan haematology analyzer.
Tahapan inilah yang vital dalam pengerjaan T-SPOT.TB. dibutuhkan sebanyak +1 juta PBMC
(250.000 sel per sumur) per pasien untuk hasil yang optimal. Pada keadaan defisiensi sel imun
berarti pada HIV, darah pasien harus diambil lebih banyak agar dapat mencapai PBMC
tersebut. Selanjutnya PBMC dimasukkan ke dalam empat sumur berisi dua macamm antigenic
spesifik TB, kontrol negative, dan kontrol positif (mitogen), lalu diinkubasi selama 16-20 jam
dalam incubator CO2. Pasca-inkubasi, sumur dicuci untuk membuang sel, kemudia dilakukan
serangkaian metode ELISA untuk mendeteksi IFN-g dalam bentuk spot. Spot inilah yang
dihitung dan dikonversi menjadi hasil positive atau negative berdasarkan cut off jumlah spot
T-SPOT.TB QTF-IT
ESAT6
ESAT66
Antigen yang digunakan CFP10
CFP10
TB7.7
Metode ELISPOT ELISA
(ELISPOT).
Daftar Pustaka
1. World Health Organitation. Global tuberculosis report [Internet]. 2013 [cited 2014 May 13].
2. World Health Organitation. Indonesia: Tuberculosis country profile [Internet]. 2012 [cited
2014 May 12]. Available from: http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/
241548908_eng.pdf?ua=1&ua=1
5. Abdallah AM, Gey van Pittus NC, Champion PA, CoxJ, Luirink J, Vandenbroucke-Grauls
CM,et al. Type VII secretion-mycobacteria show the way. Nat Rev
Microbiol.2007;5(11):883-91.
6. Forellad MA, Klepp LI, Gioffre A, Sabio y Gracia J, Morbidoni HR, de la Paz Santangelo
M, et al. Virulence factors of the Mycobacterium tuberculosis complex. Virulence
2013;4(1):3-66.
8. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and molecular immunology. 7th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2012.p.351-5.
9. Kasambira TS, Shah M, Adrian PV, Holshouser M, Madhi SA, Chaisson RE, et al.
QuantiFERON®-TB gold in-tube for the detection of mycobacterium tuberculosis
infection in children with household tuberculosis contact. Int J Tuberc Lung Dis. 2011;
15(5):628–34.
10. Feng TT, Shou CM, Shen L, Qian Y, Wu ZG, Fan J, et al. Novel monoclonal antibodies
to ESAT-6 and CFP-10 antigens for ELISA-based diagnosis of pleural tuberculosis. Int
J Tuberc Lung Dis. 2011;15(6):804-10.