Anda di halaman 1dari 33

IMUNOLOGI

Fluorosensi, Flow Cytometry , ELISA dan Radio Immuno


Assay

Disusun Oleh :
Nama : FIRDA HARIANI
NIM : P07134117062
Semester/kls : IV/B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES MATARAM
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji dan syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada
saya, sehingga dapat menyelesaikan susunan penulisan makalah tentang
“Fluorosensi, Flow Cytometry , ELISA dan Radio Immuno Assay ”.

Saya mengucapakan banyak terimakasih kepada Dosen Pembimbing


mata kuliah Imunologi yang telah memberikan tugas untuk membuat
makalah ini sehingga saya dapat lebih mengenal bagaimana prinsip ataupun
cara kerja dari Fluorosensi, Flow Cytometry , ELISA dan Radio Immuno Assay.
Sebagai penulis, Saya menyadari bahwa masih banyak kesalahan yang
membuat makalah ini kurang sempurna. Oleh karena itu, Saya
mengaharapkan banyak kritik dan saran supaya pada kesempatan berikutnya,
saya bisa membuat makalah dengan lebih baik lagi.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Mataram, 02 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 4

1. Fluoresensi ........................................................................................... 4
a. pengertian Fluoresensi ......................................................................... 4
b. prinsip Fluoresensi ............................................................................... 5
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Fluoresensi ................................... 6
d. Hubungan struktur molekul pada Fluoresensi ............................ 7
e. Manfaat fluoresensi ............................................................................. 7
f. Kelebihan dan kekuragan Fluoresensi ................................................. 8
2. Flow Cytometry .................................................................................... 9
a. definisi dan prinsip Flow Cytometry .................................................... 9
b. komponen penyusun Flow Cytometry ................................................. 10
c. aplikasi dari Flow Cytometry ................................................................ 12
3. Elisa (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) ...................................... 16
a. Pengertian dan prinsip ELISA .............................................................. 16
b. jenis ELISA ............................................................................................ 17
c. kelebihan dan kekurangan ELISA ......................................................... 23
4. RIA (Radio Immuno Asay) ..................................................................... 24
a. Pengertian RIA ...................................................................................... 24
b. prinsip kerja RIA .................................................................................... 24
c. contoh penggunaan dari RIA ............................................................... 25
d. kelebihan dan kekurangan ................................................................... 26

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 28

A. Kesimpulan ........................................................................................... 28
B. Saran ..................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fluorosensi, Flow Cytometry , ELISA dan Radio Immuno Assay merupakan


metode ataupun alat yang penting yang berada dalam laboratorium terutama pada
pemeriksaan imunologi . Seorang analis harus mengetahui bagaimana prinsip dan
cara kerja dari masing-masing alat tersebut.

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkan


cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan oleh materi
tersebut.

Pada 1965, diperkenalkan pengukuran sel dengan pendar cahaya yang


ditangkap oleh detektor di lebih dari satu sudut dan menggunakan sinar dengan
intensitas kuat, yaitu sinar laser. Sinar ini oleh sel itu dapat dipantulkan, dibias,
bahkan tembus ke dalam sel, sehingga dapat mendeteksi intrasel.

Metode flow cytometry menggunakan label fluoresensi, selain mengukur


jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraselular,
struktur intra sitoplasmik, dan inti sel.

ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar


imunosorben taut-enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai
laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik
pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup
tinggi.

ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi
tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. Penggunaan ELISA melibatkan
setidaknya satu antibodi dengan spesifitas yang lebih tinggi dibandingkan metode
imun lainnya. Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan membahas tentang
ELISA.

1
Sedangkan pada Teknik RIA adalah suatu teknik penentuan zat-zat yang berada
dalam tubuh berdasarkan reaksi imunologi yang menggunakan tracer radioaktif.
Tracer radioaktif adalah isotop radioaktif yang akan meluruh pada melalui proses
radioaktivitas. Radioaktivitas adalah proses peluruhan isotop tidak stabil (radioaktif)
menjadi isotop yang lebih stabil dengan memancarkan energy melalui materi berupa
partikel-partikel (alpha atau beta) ataupun gelombang elektromagnetik (sinar
gamma).

B. Rumusan Masalah
1. Fluoresensi
a. Apa Pengertian Fluoresensi ?
b. Bagaimana prinsip Fluoresensi ?
c. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi Fluoresensi ?
d. Apa hubungan struktur molekul dan senyawa kimiapada Fluoresensi ?
e. Apa saja manfaat metode Fluoresensi ?
f. Apa kelebihan dan kekurangan Fluoresensi ?
2. Flow Cytometry
a. Apa definisi dan prinsip Flow Cytometry ?
b. Apa komponen penyusun Flow Cytometry ?
c. Bagaimana aplikasi Flow Cytometry ?
3. Elisa (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
a. Apa pengertian ELISA ?
b. Berapa jenis ELISA ?
c. Bagaimana prinsip kerja dan metode ELISA ?
d. Apa kelebihan dan kekurangan ELISA ?
4. Radio Immuno Asay (RIA)
a. Apa itu RIA ?
b. Bagaimana prinsip kerja RIA ?
c. Apa saja contoh penggunaan dari RIA ?
d. Apa kelebihan dan kekurangan dari RIA ?

2
C. Tujuan
1. Fluoresensi
a. Untuk mengetahui pengertian Fluoresensi
b. Untuk mengetahui apa prinsip Fluoresensi
c. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Fluoresensi
d. Untuk mengetahui hubungan struktur molekul dan senyawa kimia
pada Fluoresensi
e. Untuk mengetahui manfaat metode Fluoresensi
f. Untuk mengetahui kelebihan dan kekuragan Fluoresensi
2. Flow Cytometry
a. Untuk mengetahui definisi dan prinsip Flow Cytometry
b. Untuk mengetahui komponen penyusun Flow Cytometry
c. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi dari Flow Cytometry
3. Elisa (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
a. Untuk mengetahui pengertian ELISA
b. Untuk mengetahui jenis ELISA
c. Untuk mengetahui prinsip kerja dan metode ELISA
d. Untuk mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan ELISA
4. RIA (Radio Immuno Asay)
a. Untuk mengetahui apa itu RIA
b. Untuk mengetahui bagaimana prinsip kerja RIA
c. Untuk mengetahui apa saja contoh penggunaan dari RIA
d. Untuk mengetahui Apa saja kelebihan dan kekurangan

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. FLUOROSENSI
a. Pengertian Fluoresensi

Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang F dan nomor atom 9. Namanya berasal dari bahasa Latin fluere, berarti
"mengalir". Dia merupakan gas halogen univalen beracun berwarna kuning-hijau
yang paling reaktif secara kimia dan elektronegatif dari seluruh unsur. Dalam
bentuk murninya, dia sangat berbahaya, dapat menyebabkan pembakaran kimia
parah begitu berhubungan dengan kulit.
Fluoresensi adalah emisi cahaya oleh suatu zat yang telah menyerap
cahaya atau radiasi elektromagnetik dengan perbedaan panjang gelombang.
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah
tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena
proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom
tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan
melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi).
Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan
atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses
fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi
berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik.
Fluoresensi dapat juga dikatakan sebagai emisi cahaya oleh suatu zat
yang telah menyerap cahaya atau radiasi elektromagnetik lain dari panjang
gelombang yang berbeda. Dalam beberapa kasus, emisi cahaya memiliki panjang
gelombang yang lebih panjang, oleh karena itu energinya lebih rendah,
dibandingkan dengan radiasi yang diserap. Namun, ketika radiasi
elektromagnetik yang diserap sangat ketat, sangat mungkin bagi satu electron
untuk menyerap dua foton, penyerapan dua foton ini dapat mengakibatkan

4
emisi radiasi memiliki panjang gelombangyang lebih pendek daripada serapan
radiasi. Contoh yang paling mengesankan dari fluoresensi muncul ketika radiasi
diserap di wilayah spektrum ultraviolet, dan ini tidak tampak, dan emisi cahaya
ada di wilayah tampak (visibel). Fluoresensi memiliki aplikasi praktis, termasuk
dalam mineralogi, gemologi, sensor kimia(Fluoresensi spektroskopi), pelabelan
neon, pewarna, detektor biologis, dan yang paling umum lampu neon.

b. Prinsip Fluoresensi

Menurut diagram Jablonski, energi emisi lebih rendah dibandingkan dengan


eksitasi. Ini berarti bahwa emisi fluoresensi yang lebih tinggi terjadi pada
panjang gelombang dari penyerapan (eksitasi). Perbedaan antara eksitasi dan
panjang gelombang emisi dikenal sebagai pergeseran Stoke.

Langkah pertama (i) adalah eksitasi, di mana cahaya diserap oleh molekul,
yang ditransfer ke keadaan tereksitasi secara elektronik yang berarti bahwa
sebuah elektron bergerak dari keadaan dasar singlet, S0, ke keadaan singlet
tereksitasi S’1. Ini diikuti dengan relaksasi getaran atau konversi internal (ii),
dimana molekul ini mengalami transisi dari elektronik atas ke yang lebih rendah
S ‘1, tanpa radiasi apapun. Akhirnya, emisi terjadi (iii), biasanya 10 - 8 detik
setelah eksitasi, ketika kembali elektron kekeadaan dasar lebih stabil, S0,
memancarkan cahaya pada panjang gelombang yang sesuaidengan perbedaan
energi antara kedua negara elektronik.

5
Dalam molekul, masing-masing kondisi elektronik memiliki beberapa
kondisi bagian getaran terkait. Dalam keadaan dasar, hampir semua molekul
menempati tingkat vibrasi terendah. Dengan eksitasi dengan sinar UV atau
terlihat, adalah mungkin untuk mempromosikan molekul yang tertarik ke salah
satu tingkat getaran beberapa tingkat tereksitasi secara elektronik yang
diberikan. Ini berarti bahwa emisi fluoresensi tidak hanya terjadi pada satu
panjang gelombang tunggal, melainkan melalui distribusi panjang gelombang
yang sesuai untuk transisi vibrasi beberapa sebagai komponen dari transisi
elektronik tunggal. Inilah sebabnya mengapa eksitasi dan spektrum emisi
diperoleh untuk menggambarkan secara rinci karakteristik molekul fluoresensi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Fluoresensi

1.Temperatur (Suhu)

EF berkurang pada suhu yang dinaikkan. Kenaikan suhu menyebabkan


tabrakan antar mol atau dengan mol pelarut. Energi akan dipancarkan
sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi bentuk lain misal : EC

2. Pelarut

Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah.

3. pH

pH dapat mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionik

4. Adanya oksigen terlarut

Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan intensitas


fluoresensi berkurang sebab oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat
mengoksidasi senyawa yang diperiksa dan oksigen mempermudah LAS.

5. kekakuan struktur

Struktur yang kaku (rigid) mempunyai intensitas yang tinggi.

6
d. Hubungan struktur molekul
- Struktur molekul yang mempunyai ikatan rangkapmempunyai sifat
fluoresensi karena strukturnya kaku danplanar
- EDG (OH-, -NH2, OCH3) yang terikat pada sistem  dapat menaikkan
intensitas fluoresensi
- EWG (NO2, Br, I, CN, COOH) dapat menurunkan bahkan
menghilangkan sifat fluoresensi
- Penambahan ikatan rangkap (aromatik polisiklik) dapat menaikkan
fluoresensi
Fenomena fluorosensi dapat dimanfaatkan sebagai dasar analisis
fluorometer.Keuntungan dari analisis fluoresensi adalah kepekaan yang baik
karena :
➢ Intensitas dapat diperbesar dengan menggunakan sumber eksitasi yang tepat
➢ Detektor yang digunakan seperti tabung pergandaan foto sangat peka
➢ Pengukuran energi emisi lebih tepat daripada energi terabsorbsi
➢ Dapat mengukur sampai kadar 10-4 – 10-9 M

e. Manfaat metode Fluoresensi

BIDANG / ZAT JENIS SENYAWA


Biokimia, Corticosteron, cortisol, estron,
Farmasi, Steroid testoteron, progesteron, endrogen
Protein , asam- Globulin, , albumin, triptophan,
asam amino tyramin, metilkatekolamin, serotonin,
histamin, leusin, fenilalanin
Bahan obat Aspirin, tetrasiklin, morfin, barbiturat
Vitamin Tiamin, riboflavin, C, D, E
Enzim Lipase, protease, fosfatase,
peroksidase, dehidrogenase
Pertanian Beberapa jenis pestisida, aflatoksin
Industri Senyawa-senyawa aromatis, detergen

7
f. Kelebihan dan kekuragan Fluoresensi

Kelebihan :

Karakteristik flouresensi spektrometri adalah sensitivitas yang tinggi.


Fluorometri dapat menerima limit deteksi dengan kekuatan sinyal lebih
rendah dari teknik lain. Limit deteksi sekitar 10-10 M atau lebih rendah bisa
saja diukur dari sebuah molekul. Di flouresensi, spin pada keadaan dasar dan
tereksitasi adalah sama. Pada banyak molekul organic, kedaan dasar adalah
singlet state (semua spin berpasangan). Batas deteksi flouresensi sering kali
berorde 10-9 M dan dengan tehnik deteksi yang istimewa hampir 10-12 M.
Sebagai pedoman, flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada
spektrofotometri, meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantung pada
senyawa-senyawa yang dilibatkan dan instrumen mana yang tersedia.

Kekurangan :

Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul


antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat
keasaman (pH), jenis ikatan hidrogen,viskositas dan quencher (penghambat
de-eksitasi). Kondisi-kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi
energi cahaya eksitasi. Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul
sehingga menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi
fluoresensi yang berbeda- beda.

Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin


berkurang. Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi tabrakan-tabrakan
antar molekul atau tabrakan antar molekul dengan pelarut menjadi lebih
sering yang mana peristiwa tabrakan kelebihan energi molekul tereksitasi
dilepaskan ke molekul pelarut.

8
2. FLOW CYTOMETRY
a. Definisi dan Prinsip Flow Cytometry
Flow cytometry adalah metode pengukuran (metri) jumlah dan sifat-sifat sel
(cyto) yang dibungkus oleh aliran cairan (flow) melalui celah sempit yang
ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar laser
menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik
sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel maupun yang
terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan satu atau
lebih probe. Oleh karena itu, instrumen dapat mengidentifikasi setiap jenis
aktivitas sel dan menghitung jumlah masih-masing dalam suatu populasi
campuran.

Prinsip dari Flow Cytometry adalah Setiap sel yang melewati berkas sinar
laser akan menyebabkan sinar laser terpencar (scattered) ke dua arah,
yaitu forward scatter (FSC) yang pararel dengan arah sinar danside scatter (SSC)
yang arahnya tegak lurus pada arah sinar laser. Besarnya FSC berbanding lurus
dengan atau menggambarkan volume atau ukuran sel. Sel yang mati (walaupun
penampakan mikroskopis sebaliknya), terlihat lebih kecil dibanding sel hidup. Sel
darah merah juga berbeda dengan sebenarnya, umumnya lebih kecil dari semua
sel darah. Adapun SSC ditentukan oleh morfologi dan emisi sinar fluoresen yang
dipancarkan oleh fluorokrom yang digunakan untuk mewarnai sel. Sinyal-sinyal
itu dikonversikan menjadi angka digital dan diperlihatkan pada suatu histogram
yang dapat dianalisis untuk memperoleh informasi tentang karakteristik sel
bersangkutan.

Untuk identifikasi antigen, dapat digunakan berbagai zat pewarna


fluorokrom. Fluorokrom merupakan suatu senyawa fluoresein yang dapat
berpendar saat mengalami eksitasi oleh sinar dengan panjang gelombang
tertentu. Berikut beberapa fluorokrom yang sering digunakan dalam flow
cytometry, yaitu fluorescein isothyocyanate (FITC) yang memancarkan sinar
hijau-kuning dengan emisi 519 nm, 4,6-Diamidino 2-Phenylinidole (DAPI) dengan
emisi 455 nm, propidium iodide (PI) dengan emisi 617 nm danphycoeritrin (PE)
yang memancarkan sinar merah-orange dengan emisi 578 nm.

9
b. komponen penyusun Flow Cytometry
1. Sistem fluida

Sistem fluida mengarahkan sel melalui cahaya (laser) untuk dianalisis,


terdiri dari sheath fluid dancentral channel. Tenaga
hidrodinamik mengakibatkan sel satu per satu melewati central channel.
Fluida merupakan bagian yang paling sensitif pada flow cytometer. Jika
terjadi kesalahan, semuanya akan salah dan fatal. Masalahnya sebagai
berikut:

a. Clogs, celah pada aliran larutan sangat kecil.

b. Gelembung udara, akan mengganngu aliran dan yang akan


diinterpretasikan sebagai sel.

c. Leaks, kurangnya tekanan udara dalam sistem akan mengganggu


aliran selular dan akan memengaruhi hasil.

d. Errors, yang paling umum memengaruhi fluida adalah:

- Clumps of cells. Hal ini akan “clog” mesin dan berakibat


kesulitan utama dan “headaches”. Kejadian ini dapat diatasi dengan
pre-filtrasi populasi sel tidak lebih besar dari 50 um filter.

- Konsentrasi sel yang tidak sesuai. Semua larutan memiliki


proporsi partikel debu yang rendah. Suatu flow rate yang lebih besar
sekitar 4.000 sel/sekon meningkatkan resiko pada
pengukuran multiple cell secara simultan.

2. Sistem optik

Sistem optik terdiri atas laser sebagai sumber cahaya dan mengeksitasi
(fluorokrom) sel dalam aliran sampel, serta filter optik untuk mengarahkan sinyal
cahaya yang dihasilkan ke detektor yang sesuai.

Alasan penggunaan laser, karena kemampuannya untuk difokuskan


menjadi berkas cahaya elliptis. Ini terkait dengan komponen-komponen fluida
terkait.

10
Laser memancarkan cahaya koheren dan merupakan berkas sangat
pararel. Hal ini memungkinkan dasar pengukuran yang berbasis pada gangguan
berkas (beam disturbance) dapat dilakukan (forward scatter, side scatter).
Penggunaan berkas terfokus yang elliptis dapat menghasilkan hanya cahaya
fluoresensi dari single cell (size dependent) yang dapat diukur setiap saat.

Pengukuran sel pada flow cytometer menggunakan prinsip pendar cahaya


(light scattering). Prinsip light scattering adalah metode di mana sel dalam suatu
aliran melewati celah di mana berkas cahaya difokuskan ke sel (sensing area).
Apabila cahaya tersebut mengenai sel, akan dihamburkan, dipantulkan, atau
dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor yang diletakkan pada sudut-sudut
tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel. satu
detektor diletakkan berhadapan dengan sumber sinar (FSC), beberapa
diletakkan dengan membentuk sudut (SSC), dan detektor fluoresen. FSC
berkorelasi dengan volume atau ukuran sel, sedangkan SSC berhubungan
dengan kompleksitas bagian dalam partikel, seperti ukuran nukleus, tipe granula
sitoplasma, dan kekasaran membran plasma.

Deteksi sinyal dilaksanakan dengan menggunakan kombinasi


photomultiplier (cathode-ray) dan rangkaian elektronika. Sinyal yang
dibangkitkan oleh setiap sel pada dasarnya merupakanoscilloscope trace.
Dengan melakukan integrasi sinyal ini, akan dihasilkan suatu nilai numerik bagi
fluoresensi maupun nilai SSC.

3. Sistem elektronik

Sistem elektronik berfungsi untuk mendeteksi cahaya dan mengubahnya


ke bentuk sinyal digital. Data yang dihasilkan oleh flow cytometer dapat diplot
dalam satu dimensi, untuk menghasilkan histogram atau dalam dua dimensi plot
titik, atau bahkan dalam tiga dimensi. Plot sering dibuat pada skala logaritmik,
karena emisi pewarna fluoresen yang berbeda. Data akumulasi menggunakan
flow cytometer dapat dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer,
seperti WinMDI Flowjo, FCS Ekspres, VenturiOne, CellQuest Pro, atau Cytospec.

11
c. Aplikasi Flow Cytometry
1. Analisis DNA (Pengukuran kinetik sel )

Pengukuran kinetik pertumbuhan sel diperlukan untuk menentukan


prognosis kanker, mengetahui dinamika sel T pada infeksi HIV, dan
sebagainya. Kinetik sel dapat dipelajari dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan mengukur indeks proliferasi. Pengukuran indeks
proliferasi sel dapat dilakukan dengan menentukan proporsi atau fraksi
sel dalam fase-S (yaitu: suatu fraksi dari populasi sel total dalam siklus
sel) dan mengukur kandungan DNA.

Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode flow


cytometry. Prinsip metode ini adalah mengukur emisi fluoresen
fluorokrom yang terikat pada DNA dalam sel apabila sel itu dilewatkan
berkas sinar dengan panjang gelombang yang sesuai (laser). Zat warna
fluorokrom dapat mengikat DNA secara stokiometris. Pengikatan zat
warna fluorokrom pada DNA dapat memberikan informasi tentang
kandungan DNA total dan fraksi sel yang berada pada siklus sel secara
cepat, akurat, dan praktis.

Fluorokrom yang digunakan untuk kuantifikasi DNA adalah


propidium iodide (PI) dan ethidium bromida. Interkalasi fluorokrom ini
di antara pasangan basa dsDNA atau RNA menghasilkan suatu kompleks
dengan fluoresensi efisien yang dapat dideteksi dengan sinar laser
dengan kekuatan relatif rendah. Kandungan DNA relatif (status ploidi)
dari satu populasi sel dinyatakan dengan indeks DNA dalam fraksi
Go/G1 populasi sel bersangkutan dibandingkan terhadap populasi sel
kontrol diploidi. Indeks DNA populasi sel normal ploidi adalah 1.0. Sel
ganas, populasi abnormal akan menunjukkan puncak ekstra
(hiperdiploidi).

12
2. Analisis DNA (Analisa status ploidi tanaman)

Analisa ploidi tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan flow


cytometry. Sampel dapat berupa jaringan daun tanaman yang kemudian
dilisiskan dalam larutan buffer pelisis dan DAPI (4’,6-diamidino-2-
phenylindole). Selanjutnya larutan difiltrasi untuk memisahkan debris.
Filtrat kemudian dideteksi kandungan DNA-nya dengan flow cytometry.
Ploidi dari tanaman ditentukan dengan mengamati peak atau puncak yang
ditunjukkan pada layar monitor.

3. Uji fungsi neutrofil

Uji fungsi neutrofil merupakan parameter penting dalam menganalisis


respon imun seluler nonspesifik. Pengujian ini dapat dilakukan dengan cara
uji fagositosis partikel bakteri dan uji aktivitas phagocyte respiratory
burst menggunakan metode flow cytometry. Prinsip uji fagositosis adalah
menganalisis jumlah neutrofil yang mengandung bakteri berlabel yang
dibubuhkan.

Pengukuran fungsi fagositosis dan respiratory burst secara simultan


dapat dilakukan menggunakan darah yang diinkubasi dengan
kuman Stafilococcus aureus atauE coli yang telah diberi label fluorescein
FITC selama waktu tertentu (biasanya 60 menit) guna menganalisis
proporsi sel yang berisi bakteri. Fungsi respiratory burst dievaluasi dengan
mengukur banyaknya ethidium bromide (EB) berfluoresensi merah yang
dihasilkan oleh oksidasi hidroethidin yang terjadi akibat dibentuknya
produk oksidatif oleh PMN atas rangsangan bakteri yang difagositosis. Jadi,
yang diukur oleh flow cytometer adalah proporsi sel yang berisi bakteri
yang berfluoresensi hijau dan intensitas fluoresensi merah yang dihasilkan
EB dalam sel PMN bersangkutan. Fluorokrom yang dapat digunakan,
antara lain propidium iodide yang berfluoresensi merah untuk melabel
Stafilococcus dan dihidrorhodamine 123 yang akan berubah menjadi
rhodamine 123 yang berfluoresensi hijau setelah dioksidasi.

13
4. Monitoring penderita terinfeksi virus HIV (Pengukuran limfosit T)

Monitoring status imunologi pada infeksi HIV bisa dilakukan dengan


metode flow cytometry. Pemeriksaan menggunakan flow cytometer yang
berbasis flow cytometry merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk
limfosit T helper/inducer (CD4+) atau limfosit T supressor/cytotoxic (CD8+).

Virus HIV menginfeksi limposit T helper atau melalui antigen CD4 +.


Limposit yang terinfeksi ini kemudian lisis ketika virion baru dilepaskan
atau dipindahkan oleh sistem imun selular. Pada infeksi HIV yang progresif,
jumlah CD4+ dan limposit T menurun.

Jumlah absolut CD4+ merupakan pengukuran yang penting untuk


memprediksi, menentukan derajat, dan monitoring progresivitas serta
respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV. Pemeriksaan jumlah virus
melengkapi pemeriksaan laboratorium untuk monitoring penyakit.
Besarnya berbanding terbalik dengan jumlah CD4+. Jadi, jumlah CD4+ dan
jumlah virus secara langsung menunjukkan status imun penderita. Ini
berguna untuk menentukan diagnosa, prognosa, dan manajemen
pengobatan pada penderita yang terinfeksi HIV.

Nilai normal limfosit T

Dewasa:

- Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari 500/cmm3

- Limfosit T CD4 % :lebih besar dari 25%

Bayi ≥ 12 bulan:

- Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari 1.500/cmm3

- Limfosit T CD4 % :lebih besar dari 25%

Anak-anak 1-5 tahun:

- Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari 1.000/cmm3

- Limfosit T CD4 % :lebih besar dari 25%

14
Contoh pemeriksaan laboratorium

a. Persiapan sampel : 3 ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung vakum


K3EDTA dan ditutup rapat (pada suhu kamar, sampel stabil <30 jam). Jika tidak
langsung digunakan, dapat disimpan terlebih dahulu dalam styrofoam. Pada
penyimpanan lebih dari 48 jam sampel darah dapat membeku (hemolisis).

b. Memasukkan 20 µL reagen BD Trites CD3/CD4/CD45 dan 50 µL sampel


darah ke dalam tabung BD Trucount. Tabung BD Trucount berisi lycophilized
pellet yang akan melepaskan fluorescent beads yang diketahui jumlahnya
apabila ke dalam tabung ditambahkan reagen monoklonal antibodi dan darah
EDTA, gunanya adalah untuk menghitung jumlah absolut leukosit. Reagen BD
Tritest CD3/CD4/CD45 terdiri dari CD4+ FITC/ CD8+ PE/ CD3+ per CP. Reagen
tersebut merupakan reagen imunofluoresen tiga warna untuk identifikasi
absolut limfosit T CD4, limfosit T CD3+CD4+, dan limfosit T CD3+ CD8+.

c. Campuran tersebut di-vortex dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu


kamar (di tempat gelap).

d. Menambahkan 450 µL lysing solution ke dalam campuran, kemudian di-


vortex dan diinkubasi kembali selama 15 menit pada suhu kamar.

e. Dibaca dengan flow cytometer FACS Calibur.

15
3. ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
a. Pengertian dan Prinsip ELISA

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia


yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran
antibodi atau antigen dalam suatu sampel. ELISA telah digunakan sebagai alat
diagnostik dalam bidang medis, patologi tumbuhan, dan juga berbagai bidang
industri.

Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu
permukaan yang berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui
dua cara, yaitu penempelan secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan
microtiter, dan penempelan secara spesifik dengan menggunakan antibody atau
antigen lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (cara ini
digunakan pada teknik ELISA sandwich).

Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu
enzim signal (disesuaikan dengan sampel. bila sampel berupa antigen, maka
digunakan antibodi spesifik, sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan
antigen spesifik) dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi
interaksi antara antibodi dengan antigen yang bersesuaian.

16
Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang dapat
bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke
permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang
berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi.

b. jenis ELISA

Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA
kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi-
enzim, dan teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi (primer
dan sekunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibody kedua (sekunder) akan
dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA
nonkompetitif ini seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich.

Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagia macam jenis
teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik
ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini adalah
beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain : ELISA
Direct, ELISA Indirect, ELISA Sandwich, dll.

1. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) DIRECT

Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik ini
seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen
pada sampel ELISA direct menggunakan suatu antibody spesifik (monoklonal)
untuk mendetaksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji.

17
Pada ELISA direct, pertama microtiter diisi dengan sampel yang
mengandung antigen yang diinginkan, sehingga antigen tersebut dapat
menempel pada bagian dinding-dinding lubang microtiter, kemudian microtiter
dibilas untuk membuang antigen yang tidak menempel pda dinding lubang
microtiter. Lalu antibodi yang telah ditautkan dengan enzim signal dimasukkan
ke dalam lubang-lubang microtiter sehingga dapat berinteraksi dengan antigen
yang diinginkan, yang dilanjutkan dengan membilas microtiter untuk
membuang antibody tertaut enzim signl yang tidak berinteraksi dengan
antigen. Lalu, ke dalam lubang-lubang microtiter tersebut ditambahkan
substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal, sehingga enzim yang tertaut
dengan antibodi yang telah berinteraksi dengan antigen yang diinginkan akan
berinteraksi dengan substrat dan menimbulkan signal dapat dideteksi.

Pendeteksian interaksi antara antibodi dengan antigen tersebut selanjutnya


dapat dihitung dengan menggunakan kolorimetri, chemiluminescent, atau
fluorescent end-point.

ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

a. Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut


dengan enzim.
b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.
c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari antibodi
pada percobaan yang berbeda.
d. Amplifikasi signal hanya sedikit.
e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan sebelum
digunakan untuk uji ELISA direct.

Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain :

a. Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibody.


b. Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang dengan
antibody lain (antibody sekunder) dapat diminimalisasi.

18
2. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) INDIRECT

ELISA Indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA yang paling
sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi dan diukur
konsentrasinya merupakan antibody. ELISA indirect menggunakan suatu
antigen spesifik (monoklonal) serta antibody sekunder spesifik tertaut enzim
signal untuk mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan pada sampel
yang diuji.

Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi


konsentrasi antibodi dalam serum adalah:

a. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan


pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel
pada permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen
yang diketahui ini akan menetapkan kurva standar yang digunakan untuk
mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
b. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin
(BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap
ini dikenal sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-
spesifik dari protein lain ke plate.
c. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel
serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama
dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen
dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein
total harus sama dengan antigen standar.

19
d. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji
dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen
terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain
atau protein yang terbloking.
e. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi,
ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi
enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi
berkonjugasi dengan enzim.
f. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak
terikat.
g. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal
kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
h. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat
optik/ elektrokimia lainnya.

Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi


terikat enzim yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai
molekul sinyal. Kerugian utama dari metode indirect ELISA adalah metode
imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan
menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil
dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan
pada permukaan lubang.

ELISA indirect memiliki kelemahan, antara lain: membutuhkan waktu


pengujian yang relative lebih lama daripada ELISA direct karena ELISA indirect
membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara
antigen spesifik dengan antibody yang dinginkan dan antara antibody yang
diinginkan dengan antibody sekunder tertaut enzim signal, sedangkan pada
ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi
interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibody spesifik tertaut
enzim signal.

20
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain :

a. Terdapat berbagai macam variasi antibody sekunder yang terjual secar


komersial di pasar.
b. Immunoreaktifitas dari antibody yang diinginkan (target) tidak terpengaruh
oleh penautan enzim signal ke antibody sekunder karena penautan dilakuka
pada wadah berbeda.
c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibody yag diinginkan memiliki
beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibody sekunder.

3. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) SANDWICH

Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer spesifik untuk


menangkap antigen yang diinginkan dan antibody sekunder tertaut enzim
signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada dasarnya,
prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada
ELISA sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi.

Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi


dengan antibody primer spesifik dan antibody sekunder spesifik tertaut enzim
signal, maka teknik ELISAsandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen
memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen
yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA
sandwich, antibody primer seringkali disebut sebagai antibody penangkap,
sedangkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody penangkap,
sedagkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody deteksi.

Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak dimanfaatkan


untuk mendeteksi keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat
rendah pada suatu larutan dengan tingkat kontaminasi tinggi. Hal ini
disebabkan ELISA sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen
yang diinginkan akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi
dengan kedua antibody.

21
Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:

a. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’


b. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
c. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
d. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat
e. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan
antigen
f. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan
berikatan dengan antibodi primer
g. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat
dibuang.
h. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/
berfluoresensi/ elektrokimia
i. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen

Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat


sensitivitas dari hasil pengujian, antara lain :

a. Banyak molekul antibody penangkap yang berhasil menempel pada dinding-


dinding microtiter.
b. Avinitas dari antibody penangkap dan antibody detector terhadap antigen
sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari teknik
ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct.

22
Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat
sensitivitasnya yang relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus
dapat berinteraksi dengan dua jenis antibody, yaitu antibody penangkap dan
antibody detector, kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan
mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan
pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk
protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng,
menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi.

Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu
teknik ini hanya dapat diaplikasikan untuk medeteksi antigen yang bersifat
multivalent serta sulitnya mencari dua jenis antibody yang dapat berinteraksi
antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya harus
berbeda).

c. kelebihan dan kekurangan ELISA Secara Umum

Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain :

a. Teknik pengerjaan relatif sederhana


b. Relatif ekonomis (karena jenis a antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga
menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi)
c. Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen
tersebut sangat rendah
d. Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.

Sedangkan kekurangan dari teknik ELISA antara lain :

a. Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis
antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen).
b. Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibodi poliklonal, sehingga
pengujian teknik ELISA ini membutuhkan biaya yang relatif mahal.
c. Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga
pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat
diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).

23
4. RIA (Radio Immuno Asay)
a. Pengertian RIA
Radioimmunoassay adalah metode yang mengukur adanya antigen dengan
sensitivitas yang sangat tinggi. RIA (Radioimmunoassay) adalah salah satu teknik
immunoassay yang lebih baik dan lebih sensitif. Pada dasarnya, semua prinsip-prinsip
desain assay EIA didasarkan pada kesimpulan yang diambil dari penggunaan RIA.
Meskipun RIA masih merupakan teknik yang layak, namun sebagian besar telah
digantikan oleh CL dan EIA di sebagian besar laboratorium klinis.
RIA telah menjadi teknik immunoassay pertama kali dikembangkan untuk
menganalisis nano molar dan konsentrasi molar pico hormon dalam cairan
biologis. Untuk melakukannya, antigen target berlabel radioaktif dan terikat pada
antibodi spesifik (jumlah terbatas dan diketahui dari antibodi spesifik harus
ditambahkan).

b. Prinsip metode RIA


Prinsip dasar metode Radioimmunoassay (RIA): Didasarkan pada reaksi antara
antibody (dalam konsentrasi terbatas) dengan berbagai konsentrasi antigen.
Digunakan untuk menemukan antigen tunggal/ antibodi dalam cairan biologis
tunggal dan tehnik pemeriksaan untuk menentukan antibodi atau antigen denagn
reagen yang bertanda zat radioaktif.

Prinsip radioimmunoassay dapat diringkas sebagai persaingan reaksi dalam


campuran yang terdiri dari antigen/hormon berlabel radioaktif, antibodi dan
antigen/hormon yang tidak berlabel radioisotop. Antigen radioaktif dicampur dengan
sejumlah antibodi. Antigen dan antibodi berikatan satu sama lain menjadi satu zat.
Kemudian ditambahkan zat yang tidak diketahui jenisnya yang mengandung sedikit
antigen. Zat baru ini merupakan zat yang diuji

Secara sederhana digambarkan dengan asumsi bahwa antibodi yang dimaksud


berkonsentrasi sangat tinggi untuk dikombinasikan dengan antigen atau antigen
yang berlabel dalam molekul antibodi.

24
Pada saat ikatan kadar protein dan steroid radioaktif konstan, penghambatan
ikatan hormon radioaktif dengan ikatan protein merupakan fungsi dari jumlah
hormon nonradioaktif yang berada pada sampel.

Secara ringkas, skema proses pengujian zat dengan teknik radioimmunoassay


diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

b. contoh penggunaan dari RIA


Banyak kasus tekanan darah tinggi pembedahan diperbaiki.
Radioimmunoassay dapat mendiagnosa beberapa penyebab hipertensi dengan
alat tes kadar hormon darah. Pengujian ini saat ini dapat ditawarkan secara klinis
untuk jumlah besar pasien hipertensi terlihat pada klinik Angkatan Udara. Dua
contoh immunoassay sangat menarik saat ini. Yang pertama menyangkut bahaya
hepatitis timbul dari transfusi darah.
Penyelidikan telah menunjukkan bahwa kebanyakan kasus transfusi darah
hepatitis berikut ini berhubungan dengan adanya bahan hepatitis
terkait antigen (HAA) dalam darah donor.
Zat ini dapat dideteksi oleh radio immunoassay. Peraturan saat ini
menentukan bahwa setiap unit darah untuk transfusi harus diperiksa oleh seorang
atau teknik lain untuk kehadiran HAA.
Meskipun teknik biokimia yang tersedia, RIA saat ini cara yang paling
akurat, dan ada tekanan yang meningkat, baik medis dan medicolegal, untuk
menyediakan tes ini untuk fasilitas Angkatan Udara yang beroperasi di masyarakat
dimana tes RIA untuk HAA digunakan.

25
Contoh lainnya adalah antigen carcino-embrio (CEA). Ini merupakan zat
diuraikan oleh tubuh dalam jumlah menit ketika kanker usus berkembang.
Sensitivitas indah dari RIA memungkinkan deteksi CEA sering sebelum keganasan
dapat dikonfirmasi oleh teknik lain.
Dapat dibayangkan pengukuran CEA sebagai tes skrining untuk kanker
usus akan mengambil tempat sejajar dengan Pap smear terkenal karena kanker
leher rahim. Biomonitor telah mengembangkan radioimmunoassay (RIA) untuk
menentukan tingkat anti-TNF-alpha obat-obatan seperti infliximab, etanercept,
dan adalimumab (yaitu ketiga saat ini disetujui anti-TNF biopharmaceuticals). Ada
beberapa keuntungan dari tes ini dibandingkan dengan immunoassays enzim:
 Ini adalah fungsional dalam bahwa hal itu menunjukkan kemampuan
obat untuk mengikat TNF-alpha daripada mengungkapkan suatu protein yang
mungkin ataumungkin tidak fungsional.
 Ini adalah tes cairan-fase menyerupai dalam situasi vivo lebih baik
daripada padat-fase tes.
 Ini dapat dengan mudah dimodifikasi untuk memonitor konstruksi
antibodi lain yang menargetkan TNF-alpha, termasuk masa depan yang
dikembangkan manusia anti-TNF-alpha antibodi.

c. Kelebihan dan kekurangan dari RIA


Kelebihan :
Keuntungan utama dari RIA dibandingkan dengan immunoassay lainnya
adalah sensitivitas yang lebih tinggi, deteksi sinyal mudah dan mapan, serta
tes cepat. Kelemahan utama adalah risiko kesehatan dan keselamatan yang
ditimbulkan oleh penggunaan radiasi dan waktu dan biaya yang terkait
dengan mempertahankan keselamatan radiasi berlisensi dan program
pembuangan. Untuk alasan ini, RIA telah digantikan dalam praktek
laboratorium klinis rutin dengan immunoassay enzim. Pada dasarnya setiap
substansi biologis yang ada antibodi spesifik dapat diukur, bahkan dalam
konsentrasi menit.

26
Kekurangan :
Kelemahan utama adalah risiko kesehatan dan keselamatan yang ditimbulkan
oleh penggunaan radiasi dan waktu dan biaya yang terkait dengan
mempertahankan keselamatan radiasi berlisensi dan program pembuangan.
Untuk alasan ini, RIA telah digantikan dalam praktek laboratorium klinis rutin
dengan immunoassay enzim. Pada dasarnya setiap substansi biologis yang ada
antibodi spesifik dapat diukur, bahkan dalam konsentrasi menit.

27
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Fluoresensi
a. Fluoresensi adalah emisi cahaya oleh suatu zat yang telah menyerap
cahaya atau radiasi elektromagnetik dengan perbedaan panjang
gelombang.
b. Faktor yang mempengaruhi fluoresensi : Tempratur(suhu), Pelarut,
Ph , Adanya oksigen terlarut, Kekauan struktur
2. Flow cytometry
a. Flow Cytometry adalah metode pengukuran (metri) jumlah dan
sifat-sifat sel (cyto) yang dibungkus oleh aliran cairan (flow) melalui
celah sempit yang ditembus oleh seberkas sinar laser
b. Komponen penyusun Flow Cytoometry : Sistem fluida, sistem optik
dan sistem elektronik
c. Aplikasi Flow Cytometry : Analisis DNA, Uji fungsi neutrofil, dan
pengukuran limfosit T
3. ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
a. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik
biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk
mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel.
b. Jenis ELISA yaitu :
a) ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) DIRECT
b) ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) INDIRECT
c) ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) SANDWICH
4. RIA (Radio Immuno Asay)
Radioimmunoassay adalah metode yang mengukur adanya antigen
dengan sensitivitas yang sangat tinggi. RIA (Radioimmunoassay) adalah
salah satu teknik immunoassay yang lebih baik dan lebih sensitif.

28
B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan terutama
bagi penyusun dan para pembaca.

29
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: http://radiograferatrosumbar.blogspot.com/2011/05/spektroskopi-sinar-x-
karakteristik.html (diakses pada 06 Juni, 2012).

Brahmana K. 1981. Immunologi, Serologi dan Tata Kerja Laboratorium. Medan.

Arini Krisna Oktavia. 2012. TES ELISA Melalui http://pandalikespurple.blogspot.com/2012/04/test-


elisa.html Diakses 23 Desember 2014

Anonim. Introduction to Flow Cytometry, diakses dari http://www.abcam.com.

Koeswardani, Boentoro, dan Budiman. 2001. Flow Cytometri dan Aplikasi Alat Hitung Sel Darah
Technicon H-1 dan H-3, diakses dari http://www.tempo.co.id.

Ormerod, Michael G. 2008. Flow Cytometry : A Basic Introduction. De Novo Software.

Rahman, Misha. 2006. Introduction to Flowcytometry. AbD Serotec.

Cowter, John. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA).

Lequin, Rudolf M. 2005. Enzyme Immunoassay (EIA)/Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA).


Clinical Chemistry 51:12 pp. 2415 – 2418.

Wakabayashi, K., Emer. ELISA – A to Z ... from Introduction to Practice.

http://blogkesehatan.net/radioimmunoassay-ria/
http://www.academia.edu/8448773/LAPORAN_RADIOFARMASI_Radioimmunoassay_?login=&email
_was_taken=true&login=&email_was_taken=true&login=&email_was_taken=true

http://www.antibodies-online.com/resources/17/1215/Radioimmunoassay+RIA/

30

Anda mungkin juga menyukai