Anda di halaman 1dari 10

Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetes di PPK 1

Dr Hadi Soeprapto G., Sp.S


RS MARDI WALUYO METRO

Nyeri neuropati perifer diderita sekitar 10 hingga 20 persen pasien diabetes melitus. Nyeri
neuropati perifer kerap menimbulkan keluhan tidak hanya fisik, namun juga mempengaruhi
mood dan kualitas hidup pasien. Nyeri Neuropati yang berlangsung kronik bahkan dapat
menyebabkan timbulnya keluhan depresi.

Pasien dengan keluhan nyeri neuropati yang berobat di PPK 1 semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya insidensi Diabetes Mellitus tipe 2 di masyarakat. Tujuan
penatalaksanaan nyeri neuropati di PPK 1 adalah mengembalikan fungsi dan memperbaiki
kontrol nyeri.

Pasien mengharapkan setidaknya terjadi penurunan perasaan tidak nyaman 30 hingga 50


persen, yang disertai dengan perbaikan fungsi tubuh. Beberapa obat yang dilaporkan
memiliki efektivitas baik dalam penatalaksanaan nyeri neuropati diabetes adalah

1. Antidepresan trisiklik
2. Antikonvulsan
3. SSRI
4. Opiat dan Opioid
5. Obat-Obat Topikal

Anamnesis yang perlu ditanyakan pada pasien adalah apakah mereka telah mencoba
menggunakan terapi tambahan dan alternatif untuk mengatasi nyeri mereka atau belum.
Informasi ini penting untuk mengetahui riwayat pemberian obat dan respon terapi.

Sampai saat ini, di Amerika ada dua obat yang telah terbukti secara spesifik efektif untuk
menangani nyeri neuropati diabetes yaitu: pregabalin dan duloxetin. Namun, beberapa
penelitian klinis lebih merekomendasikan Antidepresan Trisiklik sebagai terapi lini pertama
Nyeri Neuropati Diabetes.

1
Perhatian khusus perlu diberikan interaksi obat dan efek samping, karena penderita Nyeri
Neuropati Diabetes sering datang dengan banyak komorbiditas.

Nyeri Neuropati Diabetes sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2

Nyeri Neuropati Diabetes adalah komplikasi umum yang terjadi pada 30%-50% persen
pasien diabetes melitus. Komplikasi ini ditandai dengan hilangnya sensasi pada daerah kaki
dan pergelangan tangan, dimulai dari jari kaki dan terus menjalar ke arah proksimal.

Diperkirakan 10% hingga 20% pasien dengan Diabetes tipe 2 memiliki keluhan Nyeri
Neuropati Diabetes. Gejala khas yang banyak dijumpai adalah sensasi terbakar, geli, atau
nyeri tidak nyaman yang semakin memburuk ketika malam hari.

Patologi spesifik yang banyak ditemui pada pasien dengan nyeri neuropati diabetes adalah
alodinia ( nyeri abnormal yang disebabkan oleh stimulus yang biasanya tidak menimbulkan
nyeri) dan hiperalgesia (perasaan berlebihan terhadap nyeri). Derajat nyeri pasien juga akan
mempengaruhi kualitas tidur, mood, dan aktivitas sehari-hari.

Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetes di PPK 1

Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetes bersifat komprehensif. Penanganan awal yang


diberikan bertujuan untuk mengontrol terjadinya hiperglikemia, yang dapat memperparah
nyeri. Tanpa kontrol gula darah yang baik, perbaikan keluhan nyeri akan sulit tercapai.

Idealnya, pasien mengharapkan keluhan nyeri yang dirasakan dapat sembuh secara total.
Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan 30% - 50% sudah cukup
memberikan kepuasan kepada pasien. Saat ini juga dosis maksimal terapi baru berhasil
menurunkan keluhan nyeri 30%-50%.

American Society of Pain Educators telah mengeluarkan panduan umum untuk penanganan
nyeri neuropati diabetes, mereka menawarkan beberapa panduan untuk memilih obat lini
pertama.

2
Gambar di atas menunjukan sebuah algoritma penanganan nyeri diabetes neuropati perifer
berdasarkan banyak hasil penelitian klinis. Setidaknya ada empat kelompok utama obat
(Antidepresan Trisiklik, Antikonvulsi, SSRI dan Opiate) yang dapat dipilih dalam
penatalaksanaan nyeri neuropati diabetes.

Evaluasi obat untuk nyeri neuropati diabetes diukur dengan menilai tingkat penurunan rasa
nyeri. Semakin baik tingkat penurunan rasa nyeri, maka semakin baik pula efek obat tersebut
sebagai pilihan pertama penatalaksanaan nyeri neuropati diabetes.

3
Antidepresan Trisiklik sebagai Obat Nyeri Neuropati
Diabetes

Antidepresan Trisiklik (TricyclicAntidepressants/TCAs) adalah terapi lini pertama yang


direkomendasikan untuk nyeri neuropati diabetes, meskipun mekanisme kerjanya masih
belum jelas. Sebagian besar dokter senior sampai saat ini masih menggunakan obat
antidepresan trisiklik (TCAs), contohnya amitriptilin, untuk menangani nyeri neuropati
diabetes kronik.

Sebuah review dari Coachrane menunjukkan bahwa penggunaan antidepresan trisiklik untuk
menangani nyeri neuropati diabetes memiliki efektivitas yang baik. Setidaknya ada lima
penelitian klinis dengan jumlah sampel yang besar telah menunjukkan efektivitas terapi
TCAs untuk penatalaksanaan nyeri neuropati diabetes.

Pengobatan dengan TCAs (e.g amitriptilin) cukup murah dan efektif untuk digunakan di PPK
1. Meskipun relatif aman untuk digunakan, penggunaannya harus dengan resep dokter dan
diawasi secara reguler. Dosis pemberiannya berkisar antara 25 mg-50 mg sehari, saat akan
tidur.

Satu dari lima pasien di Amerika menghentikan terapi TCAs karena timbul efek samping.
Potensi interaksi dengan obat lain harus dikaji ulang.

Antidepresan trisiklik tidak dianjurkan diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit
jantung. Karena semua riwayat penyakit jantung, seperti: sindroma koroner akut, aritmia,
atau infark miokard akut adalah kontraindikasi pemberian TCAs.

TCAs memiliki efek antikolinergik, sehingga dokter harus berhati-hati ketika meresepkan
pasien dengan glaukoma sudut tertutup, Benign Prostate Hiperplasia, ortostasis, kesulitan
buang air kecil, gangguan fungsi hati, atau penyakit tiroid.

Beberapa dokter ahli merekomendasikan pemeriksaan EKG pada pasien yang akan menerima
TCAs, terutama pasien yang memiliki faktor resiko tambahan: sinkop, presinkop, penyakit
kardiovaskular, gangguan elektrolit, dan usia lanjut. QTc interval harus selalu diperhatikan.
Jika terdpat pemanjangan QTc, harus digunakan pengobatan yang lain karena ada risiko
terjadi torsades de pointer yang dapat menyebabkan "Sudden Death".

4
Antikonvulsan sebagai Obat Nyeri Neuropati Diabetes

Antikonvulsan dibagi menjadi dua kategori : golongan yang lebih baru (gabapentin dan
pregabalin), dan golongan yang lebih "tradisional" (carbamazepin dan valproat). Bukti masih
belum cukup kuat untuk mendukung penggunaan antikonvulsan terbaru yang lain, seperti
topiramat dan lamotrigin.

Gabapentin dan pregabalin digunakan sebagai penanganan nyeri neuropati diabetes lini
pertama, hanya jika terdapat kontraindikasi terhadap Antidepresan Trisiklik (TCAs).
Pregabalin dan gabapentin diduga memberikan efek terapi pada kasus nyeri neuropati
diabetes melalui mekanisme pengikatan subunit alfa2-delta pada calcium-sensitive channel
dan mengatur pelepasan neurotransmiter yang mempengaruhi rangsang nyeri.

Pregabalin merupakan satu dari dua obat yang telah disetujui oleh FDA sebagai obat nyeri
diabetes neuropati perifer. Sebuah metaanalisis tahun 2008 yang menganalisis tujuh
penelitian klinis, pregabalin digunakan untuk mengobati nyeri neuropati diabetes pada 1.510
pasien dan hasilnya menunjukkan efektivitas dengan respon terapi yang baik.

Ketika dibandingkan dengan placebo, Pregabalin memberikan efek penurunan nyeri pada
dosis 150, 300, atau 600 mg per hari. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dosis terapi
Pregabalin dibagi menjadi tiga kelompok. Dosis terapi pregabalin yang dianjurkan adalah 50-
200 mg, diberikan 3 kali per hari.

Kontrol nyeri dapat dirasakan lebih awal oleh pasien, jika dosis yang diberikan lebih tinggi.
Pregabalin mulai memberikan efek penurunan keluhan nyeri pada hari ke-4 dengan dosis 600
mg/hari, sedangkan baru dirasakan pada hari ke-13 dengan dosis 150 mg/hari.

Sebuah review Coachrane pada tahun 2005 mengevaluasi penggunaan gabapentin pada nyeri
neuropati diabetes. Lima penelitian klinis tentang nyeri diabetes neuropati perifer dan dua
penelitian klinis tentang neuralgia postherpetic dan neuralgia campuran dianalisis untuk
mengetahui efektivitas kontrol nyeri oleh gabapentin.

5
Hasil review Cochraine menyatakan bahwa gabapentin cukup efektif sebagai terapi nyeri
neuropati diabetes. Gabapentin memiliki potensi interaksi obat yang lebih aman, namun
dokter harus mempertimbangkan aspek ekonomis mengingat harga gabapentin yang masih
relatif mahal. Dosis terapi gabapentin yang dianjurkan adalah 300 mg yang diminum satu kali
saat akan tidur. Namun, pada klinis yang lebih berat dosis dapat dianjurkan 300 mg diminum
3 kali sehari.

Antikonvulsan yang lebih "tradisional" (carbamazepin, feniton dan valproat), telah digunakan
untuk mengobati neuropati sejak tahun 1960. Carbamazepin merupakan obat yang telah
disetujui FDA untuk nyeri neuropati, tetapi tidak spesifik untuk nyeri neuropati diabetes.

Sebuah review Coachrane menganalisis 12 penelitian klinis dan menguji 404 responden
dengan derajat nyeri neuropatik yang bervariasi. Hasilnya, carbamazepin memiliki efek yang
moderat dalam penyembuhan nyeri neuropati diabetes derajat sedang. Efek samping yang
dapat timbul diantaranya adalah: mengantuk, bingung, konstipasi, mual, dan ataksia.

Monitoring laboratorium penting untuk menentukan dosis peresepan carbamazepin. Sebelum


memulai pengobatan sebaiknya dokter memeriksa: darah lengkap, faal hati, analisis urin,
kadar urea nitrogen, transaminase, dan kadar besi dalam darah pasien. Pengukuran level obat
juga direkomendasikan untuk dilakukan setiap 6-12 bulan.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah carbamazepin dapat menyebabkan efek samping
serius: necrolisis toksik epidermis (TENs) dan sindroma steven-johnson. Risiko ini
meningkat 10 kali lipat pada populasi Asia.

Obat antikonvulsan golongan yang lebih baru, lebih dipilih di PPK 1 dibandingkan
carbamazepin karena alasan praktis dan keamanan. Valproat dan Fenitoin belum memiliki
cukup data untuk mendukung aplikasinya sebagai terapi nyeri neuropati diabetes. Namun,
beberapa catatan menunjukkan kekurangan fenitoin dalam terapi penyakit ini. Fenitoin
kurang baik digunakan bersama program pengendalian gula darah, karena penggunaan
fenitoin dapat memperburuk kadar gula darah pasien. Karena alasan itulah fenitoin kurang
disukai sebagai terapi nyeri neuropati diabetes.

SNRIsdanSSRIs sebagai Obat Nyeri Neuropati Diabetes

6
Penelitian menunjukkan bahwa nyeri neuropati diabetes berhubungan dengan gangguan
pelepasan norepineprin dan serotonin oleh neuron. Penghambat pengembalian serotonin-
norepineprin (Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors/SNRIs), adalah kategori
antidepresan yang memiliki potensi terapi bagus untuk pengobatan nyeri neuropati diabetes.
Contohnya adalah venlafaksin dan duloksetin.
Obat-obat golongan SNRIs lebih toleran dan memiliki lebih sedikit interaksi dengan obat lain
dibandingkan dengan TCAs. Sebuah penelitian pada tahun 2004 menunjukkan pemberian
venlafaksin dosis yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan nilai penurunan keluhan nyeri.
Hal ini mungkin disebabkan karena venlafaksin memiliki efek noradrenergik dan serotogenik
yang seimbang. Efek terapi yang lebih besar muncul pada dosis terapi yang lebih tinggi pula.
Sebuah review Cochrane pada tahun 2007 menganalisis tiga penelitian klinis efek venlafaksin
untuk nyeri neuropati (belum spesifik pada pasien diabetes). Hasilnya, venlafaksin memiliki
efek terapi yang hampir sama (sedikit lebih rendah) bila dibandingkan dengan antidepresan
trisiklik (TCAs). Dosis terapi venlafaksin yang dianjurkan adalah 150 mg/hari.
Namun, penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar diperlukan untuk
menyelidiki efektivitas venlafaksin terhadap nyeri diabetes neuropati perifer.secara spesifik.
Duloksetin adalah obat kedua (setelah pregabalin) yang disetujui untuk mengobati nyeri
diabetes neuropati perifer. Duloksetin relatif stabil dalam kemampuannya berikatan dengan
reseptor nor-adregenik dan menghambat penyerapan kembali serotonergik. Dosis terapi yang
dianjurkan untuk duloksetin adalah 60-120 mg/hari.
Sebuah percobaan (randomized controlled trial) pada tahun 2006 menyatakan kemiripan
efektivitas antara duloksetin dosis 60 mg sekali per hari dan dua kali per hari. Namun,
penelitian tersebut tidak melakukan follow up yang ketat terhadap pasien yang drop out dari
penelitian, sehingga cenderung menimbulkan bias.

Penghambat penyerapan kembali serotonin yang bersifat selektif (Selective serotonin


reuptake inhibitors/SSRIs) juga telah digunakan untuk mengobati nyeri neuropatik perifer
secara umum. Namun, hanya sedikit kasus yang menunjukkan efektivitas obat tersebut.
Meskipun obat SSRIs lebih toleran dibandingkan dengan TCAs, panduan umum tahun 2006
menyatakan bahwa citalopram dan paroksentin sebagai alternatif terapi jika terapi lini
pertama dan kedua gagal. Sebuah meta-analisis Coacrhane menyarankan penelitian dengan
kualitas yang lebih tinggi diperlukan untuk mempelajari efektivitas citalopram dan
paroksentin lebih dalam.

7
Opiate sebagai Obat Nyeri Neuropati Diabetes
Terapi tungggal dengan opiate "hanya" boleh diterima pasien yang tidak respon (atau
kontraindikasi) terhadap terapi lain untuk meringankan rasa nyeri. Sebuah review Cochrane
pada tahun 2006 melakukan pengujian terhadap penggunaan opiate untuk nyeri neuropatik
umum. Opiate yang digunakan dalam review tersebut adalah metadon, levorfanol, morfin,
dan oksikodon dengan peresepan terkontrol (Oksikontin).

Penelitian klinis dengan 460 responden menunjukkan efek yang sangat signifikan
penggunaan opiate untuk penurunan keluhan nyeri, bila dibanding placebo. Meskipun
penelitian klinis ini secara konsisten menunjukkan hasil yang positif, jumlah dari pasien yang
menggunakan opiat dan merasakan penurunan nyeri hanyalah sekitar 20 sampai 30 persen.
Sayang, respon terapi tidak dievaluasi lebih dari delapan minggu.

Penggunaan opiate sebagai terapi nyeri neuropati diabetes perlu mendapatkan kewaspadaaan
terhadap efek hiperalgesia dan potensi ketergantungan.
Tramadol merupakan obat golongan mirip opiate, dihasilkan secara sintetik yang khususnya
bekerja pada reseptor "mu opiate". Obat ini bekerja dengan menghambat penyerapan kembali
nor-epineprin dan serotonin pada pusat saraf secara lemah. Dosis terapi yang dianjurkan
untuk terapi dengan Tramadol adalah 200-400 mg/hari.

8
Sebuah penelitian RCT pada tahun 1998 dengan 131 responden, menyatakan bahwa pasien
yang menggunakan tramadol memiliki nilai penurunan nyeri yang lebih baik, kualitas hidup
yang meningkat, serta fungsi fisik dan sosial yang baik.
Karena tramadol dapat menurunkan ambang kesadaran, penggunaannya harus dihindarkan
dari pasien dengan epilepsi atau mereka yang berisiko untuk hilang kesadaran. Meskipun
lebih jarang disalahgunakan oleh pasien, tramadol tidak boleh digunakan pada pasien yang
memiliki ketergantungan opiate atau memiliki kecenderungan untuk menyalagunakan obat-
obatan.

Terapi Kombinasi dan Interaksi Obat dalam Terapi Nyeri Neuropati Diabetes
Terapi kombinasi mungkin dibutuhkan pada pasien nyeri neuropati diabetes yang tidak
membaik dengan obat lini pertama, bahkan opiate sekalipun. Beberapa penelitian telah
menunjukkan efek terapi kombinasi yang baik. Bahkan ada sebuah penelitian yang
menunjukkan penurunan kebutuhan untuk opiate ketika dikombinasi dengan gabapentin.
Jika terapi kombinasi dibutuhkan, dokter harus mempertimbangkan mekanisme kerja ketika
memilih obat dan mengkosultasikan manajemen nyeri pada dokter spesialis (Sp.PD atau
Sp.S). Ini sangat penting untuk menghindari kemungkinan terjadi sindroma serotonin
(terikatnya TCAs dengan SSRIs atau SNRIs). Sindrom serotonin dapat memperparah keluhan
pasien dengan menyebabkan gangguan serius pada fungsi autonomik dan neurologik.
Sebelum memulai terapi, dokter harus meninjau ulang daftar obat-obatan yang berpotensi
saling berinteraksi pada pasien secara cermat.

Obat-obatan yang mungkin berinteraksi dengan nyeri neuropati diabetes adalah statin, beta
bloker, sulfonilurea, levotioroksin, wafarin, dan diuretik loop. Interaksi obat-obatan terutama
dapat menghambat metabolisme hati melalui sistem sitokrom P450 atau melalui ikatan
protein yang tinggi. Interaksi obat yang sering terjadi adalah "overdosis" obat karena
hambatan metabolisme di hati.

Nyeri neuropati diabetes adalah komplikasi yang sering membawa pasien berobat ke dokter.
Persaan nyeri yang hebat dapat menyebabkan pasien depresi, dan sangat mempengaruhi
kualitas hidup karena pasien tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Manajemen nyeri yang baik di PPK 1 akan sangat meningkatkan kepuasan pasien sekaligus
mengurangi angka rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

9
Semoga bermanfaat

10

Anda mungkin juga menyukai