Anda di halaman 1dari 24

Percobaan Pregabalin untuk Skiatika Akut dan Kronik

ABSTRAK

LATAR BELAKANG

Skiatika dapat melumpuhkan, dan bukti mengenai penanganan medisnya itu terbatas.
Pregabalin efektif pada pengobatan pada beberapa jenis nyeri neuropati. Penelitian ini
memeriksa apakah pregabalin dapat menurunkan intensitas dari skiatika.

METODE

Kami melakukan percobaan dengan plasebo, secara double blind dan acak pada pasien
dengan skiatika. Pasien secara acak menerima pregabalin dengan dosis 150 mg per hari yang
disesuaikan hingga dosis maksimum 600 mg per hari atau plasebo yang sesuai hingga 8
minggu. Hasil utama ialah skor intensitas nyeri tungkai pada skala 10 poin (dengan 0
menandakan tidak adanya nyeri dan 10 sebagai nyeri yang sangat buruk) pada minggu ke
8;skor intensitas nyeri tungkai juga dievaluasi pada minggu ke 52, waktu sekunder untuk
hasil utama. Hasil sekunder meliputi tingkat disabilitas, intensitas nyeri punggung dan
kualitas hidup yang diukur pada waktu prespecified selama 1 tahun.

HASIL

Total 209 pasien menjalani percobaan, dimana 108 diantaranya menerima pregabalin dan 101
menerima plasebo; setelah percobaan acak, 2 pasien di kelompok pregabalin dinyatakan tidak
memenuhi syarat dab diekslusi dari analisa. Pada minggu ke 8, nilai rata-rata skor intensitas
adalah 3.7 di kelompok pregabalin dan 3.1 di kelompok plasebo. Pada minggu ke 52, skor
intensitas nyeri tungkai adalah 3.4 di kelompok pregabalin dan 3.0 di kelompok plasebo.
Tidak ada perbedaan signifikan diantara kedua kelompok yang diteliti untuk hasil sekunder
pada minggu ke 8 atau minggu ke 52. Total 227 kejadian buruk dilaporkan di kelompok
pregabalin dan 124 di kelompok plasebo. Pusing lebih banyak terjadi di kelompok pregabalin
dibandingkan di kelompok plasebo.

KESIMPULAN

Pengobatan dengan pregabalin tidak menurunkan intensitas nyeri tungkai yang berhubungan
dengan skiatika dan tidak meningkatkan hasil lainnya, dibandingkan dengan pemberian
plasebo, dalam waktu 8 minggu. Kejadian buruk lebih tinggi dalam kelompok pregabalin
dibandingan kelompok plasebo.
Skiatika digambarkan dengan nyeri tungkai posterolateral atau posterior, yang
terkadang disertai dengan nyeri punggung, sensorik yang menurun, kelemahan dan kelainan
refleks. Panduan klinis untuk pengobatan skiatika sedikit dan bukti mengenai pengobatan
yang efektif juga sangat terbatas.

Pengobatan dengan pregabalin (Lyrica, Pfizer) ternyata efektif dalam mengurangi


beberapa nyeri neuropati, termasuk neuralgia postherpetic dan neuropati perifer diabetes,
serta alodinia dan hiperalgesia pada beberapa kondisi, dan beberapa panduan
merekomendasikan pregabalin untuk pengobatan nyeri dengan sifat neuropati. Pregabalin
kemudian menjadi pengobatan potensial untuk skiatika. Kemampuan analgetik dan
antiepileptik dapat mengikat subunit alfa 2-delta dari voltage-gated calcium channels, yang
berakhir dengan menurunkan pelepasan neurotransmitter.

Satu percobaan acak terkontrol dimana penggunaan pregabalin dievaluasi pada pasien
skiatika tidak memberikan hasil efikasi pengobatan karena batasan yang ada di percobaan
tersebut. Pada percobaan itu, hanya peserta yang skiatika nya memberi respons terhadap
pregabalin saat run-in period yang diikutsertakan, dan setengah peserta pada kelompok
plasebo melanggar protokol percobaan karena dosis pregabalinnya diturunkan selama fase
percobaan aktif. Hal ini menjelaskan hasil jangka pendek yang sama yang dipantau pada
kelompok obat aktif dan plasebo. Sebagai tambahan, ada bukti yang bertentangan mengenai
penggunaan obat antiepileptik, gabapentin, untuk skiatika. Penelitian epidemiologi
menunjukan bahwa penggunaan pregabalin untuk nyeri neuropati meningkat, walaupun
kurangnya bukti pendukung yang jelas dan terlepas dari kekhawatiran mengenai peningkatan
risiko bunuh diri sebagai efek samping potensial dan kemungkinan penyalahgunaan obat.
Kami melakukan penelitian acak, double-blind, dengan plasebo (Pregabalin in Addition to
Usual Care for Sciatica [PRECISE]) untuk menentukan efikasi, keamanaan dan efektifitas
biaya untuk pregabalin pada pasien skiatika.

METODE
DESAIN PERCOBAAN DAN OVERSIGHT

Pada percobaan acak, double blind dengan plasebo, kami membandingkan pregabalin
dengan plasebo untuk pengobatan skiatika. Percobaan dilakukan berdasarkan panduan
Consolidated Standards of Reporting Trials. Protokol percobaan dan rencana analisa statistik
telah diterbitkan sebelumnya dan tersedia di NEJM.org, persetujuan etik untuk percobaan
diberikan oleh Komite Etika Penelitian Manusia Universitas Sydney. Penulis menjamin
akurasi dan kelengkapan data dan untuk ketepatan percobaan sesuai protokol. Percobaan
dilakukan oleh investigator dan didanai oleh Dewan Penelitian Medis dan Kesehatan
Nasional Australia. Pfizer Australia mensuplay kapsul pregabalin dan kapsul plasebo tanpa
biaya apapun dan meninjau manuskripnya sebelum diserahkan; Pfizer Australia tidak
memiliki keterlibatan baik pelaksanaan maupun pelaporan hasil percobaan. Investigator
memiliki otonomi pada desain, pelaksanaan dan pelaporan percobaan.

1
ELIGIBILITAS DAN REKRUTMEN

Pasien yang mengunjungi dokter pada percobaan ini sebagai pasien rawat jalan di
New South Wales, Australia, untuk skiatika sedang hingga berat dianggap untuk rekrutmen
percobaan. Peserta potensial juga dapat disaring oleh dokter yang tidak terlibat dalam
percobaan (misalnya fisioterapis) dan akan dianggap sebagai dokter percobaan. Skiatika pada
percobaan ini didefinisikan sebagai nyeri yang menyebar pada satu kaki dibawah lutut,
disertai dengan keterlibatan radiks atau saraf spinalis dan ditandai dengan adanya paling tidak
satu dari keadaan klinis berikut; nyeri tungkai dermatomal, kelemahan otot, defisit sensorik,
dan hilangnya refleks, yang ditentukan oleh dokter. Kriteria eligibilitas juga termasuk adanya
episode skiatika yang berlangsung minimal 1 minggu dan maksimal 1 tahun, nyeri tungkai
intensitas sedang atau dalam tingkatan sedang mengganggu aktifitas sehari-hari pada minggu
sebelumnya (seperti yang diukur dengan modifikasi item 7 dan 8 di Medical Outcomes Study
36-Item Short-Form Health Survey(, berusia minimal 18 tahun dan mengerti bahasa Inggris
atau adanya pelayanan interpretasi untuk peserta menyelesaikan percobaan.
Pasien diekslusi apabila diketahui atau dicurigai memiliki keadaan patologis tulang
belakang (misalnya, sindrom kauda equina), jika mereka hamil, menyusui atau merencanakan
konsepsi (laki-laki [dengan pasangannya] dan wanita)selama 8 minggu pertama percobaan;
jika mereka mempertimbangkan atau merencanakan operasi spinal atau prosedur intervensu
lainnya (misalnya injeksi kortikosteroid) untuk skiatika selama 8 minggu pertama percobaan;
jika mereka memiliki kontraindikasi terhadap pregabalin; jika mereka menerima medikasi
untuk nyeri neuropati, pengobatan antiepileptik, pengobatan antidepresan atau pengobatan
sedatif dan tidak mampu untuk melepas penggunaan obat tersebut; atau jika mereka memiliki
depresi berat dan keinginan untuk bunuh diri (skor ≥20 pada kuisioner kesehatan pasien [skor
antara 1-27 dengan skor ≥20 menandakan depresi berat atau skor 2 atau 3 pada pertanyaan
ke 9 [mengenai keinginan untuk bunuh diri] dari kuisioner. Dokter terlatih menjelaskan
percobaan kepada pasien, mendapatkan inform consent tertulis dari masing-masing pasien,
menginfokan tim peneliti bahwa pasien telah ikut serta dan menyediakan pregabalin atau
plasebo untuk pasien.

PENGACAKAN DAN PENGABURAN


Daftar pengacakan dilakukan oleh investigator independen dengan urutan acak
komputer. Kapsul pregabalin dan kapsul plasebo dibungkus dalam wadah tertutup, opak
berwarna putih di farmasi pusat berdasarkan daftar pengacakan dan diberikan kepada dokter
percobaan. Seluruh staf penelitian, statistikian, dokter, dan pasien tidak mengetahui
kelompok percobaan selama perekrutan, pengumpulan data dan analisa.

REGIMEN PERCOBAAN DAN PROSEDUR


Regimen percobaan terdiri dari pregabalin atau plasebo beserta anjuran medis
(contohnya; anjuran untuk pasien menghindari bed rest dan tetap aktif dan memberi
keyakinan kepada pasien bahwa gejala akan menghilang seiring berjalannya waktu). Masing-
masing pasien menerima konsultasi hingga 9 minggu degan dokter untuk memulai regimen,
untuk memonitor proses, dan menyesuaikan dosis pregabalin atau plasebo selama 8 minggu
2
pertama percobaan. Dosis awal adalah 150 mg pregabalin per hari (75 mg dua kali sehari)
atau plasebo yang mirip. Dosis kemudian disesuaikan hingga maksimal 600 mg per hari (300
mg dua kali sehari), tergantung dengan progres dari pasien dan efek samping masing-masing
dosis dinilai oleh dokter. Pada regimen standar, dosis ditingkatkan tiap minggunya selama 3
inggu, dari dosis awal 150 mg per hari hingga 300 mg perhari, kemudian 450 mg perhari dan
dimaintanance pada 600 mg selama 4 minggu; setelah itu, selama 1 minggu dosis diturunkan
dan regimen dihentikan. Jika penurunan adekuat dari nyeri tungkai (misalna nyeri tungkai
dinilai sebagai 0 atau 1 dalam jangka waktu 72 jam) dilaporkan sebelum 8 minggu berakhir,
penurunan dosis regimen dapat dilakukan lebih cepat.
Pasien dapat menerima pengobatan medis tambahan jika dianggap cocok dengan
dokter percobaan. Pengobatan seperti itu dapat termasuk terapi fisik dan juga termasuk obat
analgetik (kecuali agen analgetik adjuvant) yang diresepkan sesuai dengan WHO pain ladder.
Dokter diminta untuk tidak meresepkan obat-obatan tertentu (obat antiepilepsi, inhibitor
reuptake serotonin, inhibitor serotonin norepinefrine, antidepresan trisiklik, lidokain topikal,
dan benzodiazepin) atau untuk merencanakan prosedur intervensi. Jika penggunaan obat atau
intervensi tersebut tidak dapat dihindari, pasien dipersilahkan untuk menghentikan
penggunaan pregabalin atau plasebo namun dapat tetap ada di percobaan.

HASIL DAN PENGUMPULAN DATA


Hasil primer adalah rata-rata skor intensitas nyeri tungkai selama 24 jam sebelumnya
( dengan skala 0-10, dengan 0 menandakan tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri yang paling
buruk; perbedaaan klinis 1.5 poin), dinilai pada minggu ke 8; nyeri juga dinilai pada minggu
ke 52, titik sekunder untuk hasil primer. Hasil sekunder adalah tingkat disabilitas berdasarkan
Roland Disability Questionaire for Sciatica (skor antara 0-23, dengan skor tinggi menandakan
disabilitas yang lebih besar), intensitas nyeri punggung (dengan intensitas 0-10, dengan skor
besar menandakan lebih nyeri), efek keseluruhan yang dirasakan (gejala saat ini
dibandingkan dengan baseline, dengan skala -5 [sangat buruk] ke 0 hingga +5 [sudah
sembuh]), kualitas hidup diukur dengan Short Form Health Survey 12, versi 2 (pada skala 0
hingga 100, dengan skor besar menandakan kualitas hidup yang lebih baik), absensi kerja,
dan penggunaan layanan medis.
Data mengenai kejadian buruk dikumpulkan. Kejadian buruk diartikan sebagai
seluruh kejadian atau reaksi, yang menyebabkan kematian, mengancam nyawa,
membutuhkan perawatan di RS atau dianggap penting dalam kejadian medis. Data lainnya
yang dikumpulkan termasuk informasi demografi awal, skor PainDETECT untuk menyeleksi
nyeri neuropati, kepuasan dengan pengobatan, ketaatan dalam regimen pengobatan, dan
kesadaran kelompok percobaan (pasien diminta melaporkan kelompok percobaan mana yang
diyakini sebagai kelompoknya). Hasil dinilai pada minggu ke 2,4, 8 (waktu primer dari hasil
primer), 12, 26 dan 52 (waktu sekunder) baik berdasarkan kontak telepon dengan pasien oleh
peneliti terlatih atau dengan kuisioner yang dilengkapi oleh pasien melalui database online.

ANALISA STATISTIK
Kami menentukan sampel minimal sebanyak 204 pasien (102 orang per kelompok)
yang dibutuhkan untuk percobaan. Perkiraan untuk skor intensitas nyeri tungkai dan batas
3
disabilitas termasuk dua sisi level alfa 0.05 dan nilai rata-rata deviasi 2.5 poin. Nilai
perkiraan juga termasuk tingkat withdrawal sebanyak 10% dan ketidakpatuhan terhadap
regimen pengobatan sebanyak 20%.
Analisa dilakukan secara independen oleh dua orang stastikian dan berdasarkan
ptinsip pengobatan. Nilai p dua sisi kurang dari 0.05 dianggap signifikan. Hasil primer
dianalisa dengan penggunaan model mixed linear yang termasuk skor nyeri tungkai yang
dilaporkan setelah pengacakan, dengan skor awal nyeri tungkai dan durasi nyeri sebagai
kovariat. Perbedaan rata-rata diuji pada minggu ke 8 (waktu primer dalam hasil primer) dan
minggu ke 52 (waktu sekunder dalam hasil sekunder). Hubungan dalam pasien menggunakan
matrik kovarians simetris campuran. Analisa yang sama diaplikasikan kepada hasil sekunder
dari tingkat disabilitas, intensitas nyeri punggung, efek keseluruhan yang dirasakan, dan
kualitas hidup. Cara yang disesuaikan dan deviasi standar dihitung untuk hasil primer dan
untuk hasil sekunder dari tingkat disabilitas, intensitas nyeri punggung, efek keseluruhan
yang dirasakan, dan kualitas hidup.
Absens di tempat kerja dan pelayanan kesehatan dihitung sebagai nilai kumulatif jam
dan nilai kumulatif layanan kesehatan, antara awal dan minggu ke 52, dan dianalisa dengan
kovarians analisa, dengan penyesuaian durasi nyeri tungkai. Penggunaan obat-obatan
(disamping regimen percobaan) dihitung sebagai persentase pasien yang dilaporkan
menerima paling tidak satu obat untuk nyeri tungkainya dan dibandingkan dengan kelompok
percobaan menggunakan uji Fisher. Jumlah dan kejadian berlawanan juga dilaporkan, dan
ersentase pasien di masing-masing kelompok yang memiliki satu kejadian dibandingkan
dengan menggunakan uji Fisher. Karakteristik demografi dan klinis di awal, ketaatan regimen
pengobatan, penilaian kesadaran kelompoknya, dan kepuasan pengobatan masing-masing
juga dilaporkan. Imputasi multipel tidak dibutuhkan karena kurang dari 10% hasil data
primer yang hilang.
Analisa sensitifitas dari hasil primer dan sekunder (tingkat disabilitas, intensitas nyeri
tungkai, efek keseluruhan yang dirasakan) dilakukan dengan mean dari model linear
pengukuran berulang dengan penggunaan simetri senyawa heterogen dan kovarians spasial.
Analisa subgrup dilakukan untuk menilai adanya nyeri neuropati, yang diidentifikasi dengan
kuisioner PainDETECT, merupakan pengubah untuk efek pengobatan. Metode statistik
mendalam yang disajikan pada rencana analisa statistik. Analisa post hoc disertakan
penambahan jenis kelamin sebagai kovariat terhadap contoh utama dan analisa absensi kerja
pada pasien yang bekerja di awal. Analisa dilakukan dengan software SAS, versi 9.4 (Institus
SAS).

HASIL
PASIEN
Dari September 2013 hingga Maret 2015, dengan total 209 pasien dari 47 lokasi
menjalani percobaan acak; 108 pasien secara acak ditempatkan ke kelompok pregabalin dan
101 ke kelompok plasebo (Fig.1). Setelah pengacakan, 2 pasien di kelompok pregabalin
dianggap tidak memenuhi syarat untuk percobaan dan kemudian diekslusi karena mereka
mengkonsumsi obat yang tidak diperbolehkan.

4
5
Karakteristik dari pasien sebelum percobaan ditampilkan pada Tabel 1. Sebelum
percobaan, pada kedua kelompok, nyeri tungkai lebih banyak berhubungan dengan Sakral 1
(S1) dengan nyeri dermatom lebih predominan dibandingkan defisit neurologis. Manuver
angkat kaki diluruskan meningkatkan nyeri pada 63% pasien di masing-masing kelompok.
Nilai rata-rata intensitas nyeri tungkai pada awalnya adalah 6.3±1.8 di kelompok pregabalin
dan 6.1±1.9 di kelompok plasebo (Tabel 1). Totalnya, 94% pasien di kelompok pregabalin
dan 92% pasien di kelompok plasebo menuntaskan percobaan 8 minggu dan 86% pasien di
masing-masing kelompok menuntaskan percobaan 52 minggu.

6
EFIKASI
Perbedaan rata-rata antara dua kelompok percobaan di skor intensitas nyeri tungkai
tidak signifikan pada minggu ke 8 (skor unadjusted, 3.7 di kelompok pregabalin dan 3.1 di
kelompok plasebo; perbedaan rata-rata 0.5; CI 95%, -0.2 hingga 1.2; P=0.19). Perbedaan juga
tidak signifikan pada minggu ke 52 (unadjusted score, 3.4 in the pregabalin group and 3.0 in
the placebo group; adjusted mean difference, 0.3; 95% CI, −0.5 to 1.0; P = 0.46) (Table 2,
and Table S1 in the Supplementary Appendix, available at NEJM.org). Sama halnya, tidak
ada efek pregabalin, dibandingkan dengan plasebo yang diteliti di hasil selanjutnya; tingkat
7
disabilitas pada minggu ke 8 (adjusted mean difference, 0.1; 95% CI,−1.8 to 2.0; P = 0.96) or
at week 52 (adjusted mean difference, 0.2; 95% CI, −1.8 to 2.2; P = 0.85); intensitas nyeri
punggung pada minggu ke 8 (adjusted mean difference, 0.2; 95% CI, −0.6 to 1.0; P = 0.56
atau minggu ke 52 (adjusted mean difference, 0.6; 95% CI, −0.2 to 1.5; P = 0.14); efek yang
dirasakan keseluruhan pada minggu ke 8 (adjusted mean difference, −0.6; 95% CI, −1.3 to
0.2; P = 0.15) atau minggu ke 52 (adjusted mean difference, −0.2; 95% CI, −1.0 to 0.6; P =
0.69); komponen fisik kualitas hidup minggu ke 8 (adjusted mean difference, −0.7; 95% CI,
−3.5 to 2.1; P = 0.62) atau minggu ke 52 (adjusted mean difference, −1.2; 95% CI, −4.1 to
1.6; P = 0.40); kualitas mental minggu ke 8 (adjusted mean difference, 0.7; 95% CI, −2.4 to
3.9; P = 0.65) atau minggu ke 52 (adjusted mean difference, 0.1; 95% CI, −3.2 to 3.3; P =
0.98) (Table 2).

Figure 2 menunjukan waktu dari skor untuk intensitas nyeri tungkai dan tingkat
disabilitas. Hasil dari hasil sekunder ditampilkan pada Figure 1 di Supplementary Appendix.
Hasil dari primer dan sekunder dikonfirmasi dengan hasil dari analisa sensitifitas (Tabel 2 di
Supplementary Appendix. Hasil dari analisa subgrup menunjukan adanya nyeri neuropati,
diidentifikasi dengan PainDETECT kuisioner, bukan pengubah efek pengobatan pada nyeri
tungkai pada minggu ke 8 (Tabel S4 di Supplementary Appendix). Analisa post hoc
mengkonfirmasi penyesuaian untuk jenis kelamin tidak ada efek pada hasil primer.
Perbedaan rata-rata diantara kelompok pregabalin dan kelompok plasebo dalam
jumlah jam pasien absen dari tempat kerja dalam jangka waktu 1 tahun tidak signifikan, naik
keseluruhan (mean difference, −50.6 hours;95% CI, −109.5 to 8.2; P = 0.09) atau antara
pasien yang bekerja di awal percobaan (post hoc analysis mean difference, −97.6 hours; 95%
CI, −213.8 to 18.6; P = 0.10). Sama halnya, tidak ada perbedaan yang signifikan yang diteliti
8
dengan persentase pasien yang menggunakan pengobatan tambahan untuk nyerinya (72.5%
di kelompok pregabalin dan 66% di kelompok plasebo, P=0.47) atau persentase pasien yang
menggunakan pelayanan kesehatan (masing-masing 68.4% dan 61.7%; P=0.48%) (Table S3
di Supplementary Appendix). Evaluasi akademik tidak dilakukan karena tidak ada efek
pengobatan yang ditemukan, kondisi yang mendahului rencana analisa statistik.

KEAMANAN
Jumlah pasien yang dilaporkan mengalami kejadian buruk serius dilaporkan hampir
sama di kedua kelompok; 2 pasien di kelompok pregabalin dan 6 di plasebo (P=0.16) (Tabel
3). Jumlah di kelompok pregabalin (227 kejadian di 6 pasien) lebih tinggi dibandingkan di
9
kelompok plasebo (124 dari 43 pasien) (P=0.002)(Tabel 3). Pusing merupakan kejadian yang
paling banyak dilaporkan di masing-masing kelompok dan lebih sering di kelompok
pregabalin dibandingkan kelompok plasebo (Tabel 3). Daftar komplit dari kejadian buruk
selama percobaan dilaporkan di Tabel S5 pada Supplementary Appendix.

VARIABEL LAINNYA
Sekitar 74% pasien di masing-masing kelompok dianggap taat pada dosis regimen
(contohnya pasien mengambil ≥80% resep regimennya; rata-rata pasien yang mengkonsumsi
dosis harian dirangkum dalam Tabel S6 di Supplementary Appendix). Hampir 2/3 dari pasien
di masing-masing kelompok dilaporkan “sangat puas” atau “puas” dengan regimen
percobaan. Kurangnya kesadaran dari kelompok percobaan dipertahankan; 48.1% dari pasien
tidak mengetahui kelompoknya dan 23% salah menebak kelompoknya dan 29% benar
menebak kelompok percobaannya (Tabel S6 di Supplementary Appendix).

PEMBAHASAN
Percobaan double blind dengan plasebo ini menunjukan bahwa pregabalin tidak lebih
efektif dibandingkan plasebo dalam menurunkan intensitas nyeri tungkai pada pasien dengan
skiatika sedang hingga berat dalam waktu yang berbeda. Kebanyakan pasien mengidap
skiatika kurang dari 3 bulan. Walaupun intensitas nyeri tungkai rata-rata menurun dan hasil
sekunder menunjukan peningktan dalam jangka waktu setahun di masing-masing kelompok,
perbedaan diantara kedua kelompok tidak signifikan. Kejadian buruk lebih tunggi di
kelompok pregabalin dibandingkan di kelompok plasebo.
Percobaan dilakukan untuk mengetahui perbedaan di antara kedua kelompok
percobaan, dan perbedaan tersebut mengekslusi efek pengobatan klinis adalah 1.5 dari 10
10
poin untuk nyeri tungkai dan efek pengobatan klinis adalah 3 dari 23 poin untuk penilaian
tingkat disabilitas. Tingkat kepatuhan untuk jadwal regimen percobaan dan tingkat follow up
tinggi di kedua kelompok. Kriteria pemilihan kami berdasarkan sifat klinis dari Skiatika.
Pendekatan ini memungkinkan dokter untuk menyertakan pasien tanpa harus membutuhkan
alat atau pencitraan yang memungkinkan adanya generalisata dari hasil percobaan. Dosis
pregabalin yang diterima pasien berdasarkan penyesuaian individual terhadap dosis oleh
klinisi, yang menunjukan kemajuan dari pasien dan efek samping, dan penyesuaian diberikan
sesuai dengan dosis rekomendasi, hingga dosis 600 mg per hari. Dosis 300 mg per hari
dianggap dapat menurunkan nyeri neuropati akut yang berhubungan dengan neuropati perifer
sebanyak 30%.
Percobaan pregabalin sebelumnya dan gabapentin di pasien dengan nyeri punggung
kronik atau skiatika tidak menunjukan efek menguntungkan dibandingkan plasebo.
Percobaan kami melanjutkan penemuan ini dengan inklusi dari pasien yang tidak mengalami
akut skiatika, dengan 80.2% kohort memiliki nyeri tungkai kurang dari 3 bulan. Analisa post
hoc menunjukan durasi nyeri tungkai tidak merubah efek dari pregabalin diantara pasien
dengan skiatika. Lain halnya, pregabalin berguna dalam pengobatan nyeri neuropati lainnya
(misalnya, nyeri polineuropati). Kurangnya efek pengobatan dari pregabalin di pasien dengan
skiatika menunjukan adanya perbedaan di patofisiologi dari masing-masing jenis nyeri
neuropati dengan skiatika dan rekomendasi dari panduan mengenai nyeri neuropati tidak
berlaku untuk Skiatika.
Kejadian buruk serius diantara pasien yang menerima pregabalin sama dengan di
percobaan sebelumnya, dan kami tidak menemukan angka risiko bunuh diri yang lebih tinggi
di pregabalin dibandingkan plasebo. Namun, percobaan ini tidak dilakukan untuk mendeteksi
risiko bunuh diri sebagai hasilnya. Sehingga, penting bagi dokter untuk tetap berhati-hati
dalam meresepkan pregabalin kepada pasien dengan kemungkinan melukai dirinya.
Kesimpulannya, hasil yang kami dapatkan menunjukan bahwa pregabalin tidak
mengurangi nyeri skiastika atau meningkatkan perbaikan klinis dibandingkan dengan plasebo
dalam jangka waktu 8 minggu. Pregabalin berhubungan dengan kejadian buruk yang lebih
tinggi dibandingkan dengan plasebo.

11
12
13
14
15
16
17
18
COMPOUND SYMMETRY
The CS structure is the well-known compound symmetry structure required for split-plot
designs “in the old days”. As can be seen in the table, the variances are homogeneous. There
is a correlation between two separate measurements, but it is assumed that the correlation is
constant regardless of how far apart the measurements are.

19
Fisher's exact test is used when you have two nominal variables. A data set like this is often
called an "R×C table," where R is the number of rows and C is the number of columns.
Fisher's exact test is more accurate than the chi-squared test or G-test of independence
when the expected numbers are small.

Multiple imputation is a statistical technique for analyzing incomplete data sets, that is, data
sets for which some entries are missing. Application of the technique requires three steps:
imputation, analysis and pooling.

Post hoc analysis (from Latin post hoc, "after this") consists of analyses that were not
specified before seeing the data. This typically creates a multiple testing problem because
each potential analysis that is considered is effectively a statistical test.

20
SAS (previously "Statistical Analysis System") is a software suite developed by SAS Institute
for advanced analytics, multivariate analyses, business intelligence, data management, and
predictive analytics.

21
Previous Trials of Pregabalin and Gabapentin with Chronic LBP or Sciatica

22
Previous Trials of Adverse Events among the Patienst who Received Pregabalin

23

Anda mungkin juga menyukai