Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MANAGEMENT KNOWLEDGE

KEPEMIMPINAN, BUDAYA
MANAJEMEN ORGANISASI, DAN
MANAJEMEN PENGETAHUAN

OLEH :

NUR KHAMILATUSY S

(MM15511660)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2016
1. One critique of much of the leadership literature, including the concept of
transformational leadership that is widely used in the knowledge management literature,
is that it makes universalistic assumptions that such forms of leadership are appropriate in
all contexts and situations. Thus, much of the knowledge management literature on
leadership implies that transformational leadership is appropriate to all knowledge-
intensive firms and the management of all knowledge workers. Do you agree with this
argument, or do you think that context matters and that, while transformational leadership
may be useful in some contexts, different types of situation require different styles of
leadership?
Jawaban :

Saya setuju dengan pendapat tersebut yang menyebutkan bahwa transformational


leadership adalah gaya kepemimpinan yang tepat untuk semua perusahaan yang intensif
pada pengetahuan dan manajemen seluruh knowledge workers. Perspektif utama
kepemimpinan diadopsi oleh literatur pengetahuan adalah strategis transformasional
perspektif / kepemimpinan. Misalnya, di von Krogh et al. (2012) analisis, sebagian besar
dari foty-delapan articels mereka diidentifikasi fokus terpusat di kedua transformasional /
transaksional atau gaya kepemimpinan strategik.

Hal ini sesuai pendapat bahwa gaya kepemimpinan dan budaya organisasi tertentu dapat
mendukung dan memfasilitasi kegiatan manajemen pengetahuan. Pasalnya, hal ini sesuai
dengan definisi dari kepemimpinan transformasional yang menyatakan bahwa ini
merupakan gaya kepemimpinan yang berfokus pada pengembangan visi jangka panjang,
nilai-nilai, dan tujuan yang juga melibatkan pekerja agar visi, nilai dan tujuan tersebut
dapat tercapai. Dalam proses pengembangan visi, nilai, dan tujuan tersebut tentunya perlu
melibatkan adanya penciptaan inovasi baru. Kepemimpinan transformasional tidak hanya
menafsirkan, memelihara dan mendukung visi pengetahuan, tetapi juga memicu
penciptaan pengetahuan (bukan mengendalikan dan mengarahkan). Dengan demikian,
penerapan kepemimpinan transformasional diperlukan untuk memotivasi dan
menginspirasi bawahan agar dapat bekerja lebih baik, memiliki rasa dipercaya dan loyal
sehingga akan berdampak pada perilaku penyampaian ide – ide baru. Perusahaan yang
intensif pada pengetahuan sangatlah tepat menerapkan kepemimpian transformasional,
dikarenakan karakteristik dari gaya kepemimpinan tersebut yang menggerakkan,
memotivasi dan menginspirasi bawahan untuk dapat menyampaikan ide – ide mereka
serta dapat menumbuhkan sense of knowledge-sharing dalam team maupun secara
individu. Akan tetapi, kepemimpinan transformasional tidak cukup hanya pada
memotivasi dan mengelola para pekerja. Kepemimpinan transformasional juga harus
digunakan secara parallel dengan bentuk-bentuk kepemimpinan lainnya.

2. If an organization doesn’t have a culture of collaboration and knowledge sharing, how


easy is it likely to be to develop such a culture?
Jawaban :

Beberapa analisis mengakui bahwa organisasi mungkin tidak memiliki budaya yang
koheren dan kesatuan, dan bahwa subkultur distictive mungkin ada yang membentuk
karakteristik dan dinamika proses pengetahuan-Sharing organisasi (Alavi et al. 2005 -6;
De panjang dan Fahey 2000). Misalnya, Currie dan Kerrin (2003) studi kasus perusahaan
farmasi menemukan bahwa keberadaan subkultur yang kuat dalam penjualan dan
pemasaran divisi menghambat berbagi pengetahuan antara staf di dalamnya, meskipun
sejumlah inisiatif manajemen yang ditujukan untuk mengubah berbagi pengetahuan ini /
pola penimbunan. Akhirnya, literatur tentang proses-proses pengetahuan lintas
masyarakat (lihat bab 11) yang menganggap situasi intra-commpany, seperti kolaborasi
lintas-funcitionl antara unit bisnis dalam perusahaan yang sama, juga menunjukkan
bahwa perbedaan signifikan bisa eksis dalam budaya bagian berbeda sebuah organisasi.
Budaya organisasi dapat dikelola dan terdapat beberapa manfaat yang diberikan dari
memiliki budaya organisasi yang kuat dan jelas. Pada level values dan ideas, karyawan
harus paham secara jelas apa nilai – nilai utama dari organisasi itu. Contoh, jika
karyawan menerima validitas dan pentingnya nilai – nilai budaya, maka hal ini akan
membuat karyawan menjadi loyal dan berkomitmen terhadap perusahaan serta juga
memiliki potensi untuk menciptakan rasa kolektivitas organisasi yang kuat atau rasa
identitas kelompok yang kuat. Pada level perilaku, jika karyawan percaya dan menerima
budaya organisasi, maka hal ini dapat membantu mereka bersikap baik dengan cara
mendukung dan memperkuat budaya tersebut. Sebagai contoh, jika budaya organisasi
menekankan pentingnya inovasi dan kreativitas, jika karyawan percaya nilai-nilai ini,
mereka akan berperilaku baik dengan cara – cara yang inovatif dan kreatif. Pengaruh
sikap para pekerja mengenai partisipasi mereka dalam aktivitas manajemen pengetahuan
organisasi adalah hubungan antara para pekerja dan manajemen serta sejauh mana
pekerja memiliki rasa identitas kelompok. Aktivitas manajemen budaya untuk
mendukung upaya manajemen pengetahuan organisasi dengan melalui pengembangan
kepercayaan para karyawan dan komitmen ke manajemen dalam organisasi serta
membantu mengembangkan rasa identitas kelompok/team para pekerjanya.

3. Is the existence of distinctive subcultures within an organization likely to be related to


organization size, or the extent to which people in the organization are geographically
dispersed?
Jawaban :
Keberadaan subkultural yang khas dalam suatu organisasi berkaitan dengan ukuran
organisasi atau sejauh mana orang-orang dalam organisasi ditempatkan, karena
subkultural itu bisa muncul di beda divisi tapi masih dalam 1 organisasi. Tapi dampak
keberadaan subkultural ini dapat menghambat proses berbagi pengetahuan. Karena
subkultural ini membentuk karakteristik dari masing-masing divisi. Keberadaan
subkultural tergantung ukuran organisasi, apabila ukuran organisasi kecil maka tidak
mungkin ada subkultural tetapi apabila ukuran organisasi besar bisa muncul subkultural.

Anda mungkin juga menyukai