Anda di halaman 1dari 11

1.

Pemeriksaan tingkat kesadaran


a) secara kualitatif
- ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
- Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
- Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
b) Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Comma Scale )
 Menilai respon membuka mata (Eye)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
 Menilai respon Verbal/respon Bicara (Verbal)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
 Menilai respon motorik (Motorik)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Interpretasi :
- Compos Mentis (GCS: 15-14)
- Apatis (GCS: 13-12)
- Somnolen(11-10)
- Delirium (GCS: 9-7)
- Sopor coma (GCS: 6-4)
- Coma (GCS: <3)

2. Pemeriksaan Rangsang meningeal


a. Pemeriksaan Kaku kuduk
- Tangan pemeriksa diletakan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring
- Kepala pasien difleksi kan dan diusahakan dagu mencapai dada
- (+) jika ada tahanan
b. Pemeriksaan Kernig
- Posisikan pasien untuk tidur terlentang
- Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90°)dengan tubuh, tungkai atas dan
bawah pada posisi tegak lurus pula.
- Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha.
- (+) Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135°, karena nyeri atau spasme otot hamstring / nyeri sepanjang
N.Ischiadicus, sehingga panggul ikut fleksi dan juga bila terjadi fleksi
c. Pemeriksaan Brudzinski
 Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
- Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring
- tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan
sehingga dagu menyentuh dada.
- (+) bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi
lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
 Brudzinski II
- Pasien berbaring terlentang.
- Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian
tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.
- (+) jika tungkai yang tidak difleksikan ikut menekuk
 Brudzinski III (Brudzinski’s Check Sign)
- Pasien tidur terlentang
- tekan pipi kiri kanan (zygomaticum) dengan kedua ibu jari pemeriksa
tepat di bawah os ozygomaticum.
- (+) bila terjadi fleksi kedua lengan
 Brudzinski IV (Brudzinski’s Symphisis Sign)
- Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kebua ibu jari tangan
pemeriksaan.
- (+) fleksi kedua tungkai
 Lasegue
- Pasien berbaring lurus
- satu tungkai diangkat lurus, dibengkokan pada persendian panggul
- (+) terdapat tahanan sebelum mencapai 70 derjat.

3. Pemeriksaan Nervus cranialis


a. Nervus I , Olfaktorius
- Pasien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan
memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah.
- Penilaian :
o normosomia : mampu menghidu dengan tepat
o anosmia : hilangnya daya penghidu
o parosmia : terhidu bau yang tidak sesuai
o hiposmia : daya penghidu kurang tajam
b. Nervus II, Opticus
- Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan:
Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
- Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam
meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup
luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman
penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat
oleh setiap mata (visus 6/6)

- Pemeriksaan Penglihatan Perifer


Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi
tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga
korteks oksipitalis. Dapat dilakukan dengan:
Tes Konfrontasi
- Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm, Objek yang digerakkan
harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
- Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai
dari lapang pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah
dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus
menatap lurus ke depan dan tidak boleh melirik ke arah objek tersebut.
- Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.

- Refleks Pupil
Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien
tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu
pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan
ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang
disinari akan mengecil.
Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.
- Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka
fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat
mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih
dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena
retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus
optikus.
- Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

c. Nervus III, Oculomotorius


a. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara
bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris
lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan
kepala ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau
mengangkat alis mata secara kronik pula.
b. Gerakan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau
ballpoint ke arah medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya
penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus.
Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah
dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
c. Pemeriksaan pupil meliputi :
i. Bentuk dan ukuran pupil
ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri
iii. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
d. Nervus IV, Throclearis
Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah,
strabismus konvergen, diplopia

e. Nervus V, Trigeminus
- Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien dengan
menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke atas
- Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi
- Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi

f. Nervus VI, Abdusen


Pergerakan bola mata ke lateral

g. Nervus VII, Facialis


Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh
lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup
mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir
atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam
keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada
kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)

h. Nervus VIII, vestibulokoklearis


Memeriksa ketajaman pendengaran klien, dengan menggunakan gesekan
jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli
saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.

i. Nervus IX, Glosopharingeal


Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta mengucap AH……..,
menguji kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas, bawah, dan
samping. Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan
maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak /
keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria. Pasien disuruh
membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah
terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula
terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X
unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang
lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen
sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang
faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien
apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan
nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara
serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes
juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N. IX)

j. Nervus X, Vagus
Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara

k. Nervus XI, Accessorius


Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan
bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan
tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.

l. Nervus XII, Hypoglosal


Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :Inspeksi lidah dalam keadaan
diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus
iregular dan tidak ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke
arah sisi yang lemah jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi
UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.
Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.
4. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan mata
a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang di patahkan
atau ujung kayu aplikator kapasdigoreskan pada beberapa area kulit, Minta
klien untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi tumpul atau tajam.
b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan Dua tabung tes, satu
berisi air panas dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung tersebut minta
klien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.
c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas, Beri
sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan
kulit minta klien untuk bersuara jika merasakan sensasi
d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang sedang
bergetar di bagian distal sendi interfalang darijari dan sendiinterfalang dari
ibu jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta klien untuk bersuara pada
saat dan tempat di rasakan vibrasi.

5. Reflek fisiologis
a. Reflek bisep:
i. Posisi:dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan untuk
beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari
90 derajat di siku.
ii. Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara
pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat
dan terasa seperti tali tebal.
iii. Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
iv. Respon : fleksi lengan pada sendi siku

b. Reflek trisep :
 Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. dengan Perlahan tarik lengan
keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau
Lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku
 Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi
 Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

c. Reflek brachiradialis
 Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus beristirahat
longgar di pangkuan pasien.
 Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi sisi ibu jari
pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan tangan.
posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
 Respons: - flexi pada lengan bawah dan supinasi pada siku dan tangan

d. Reflek patella
 posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang
 Cara : ketukan pada tendon patella
 Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

e. Reflek achiles
 Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian. Atau dengan
berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang lain
atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak.
 Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar flexi.
 Cara : ketukan hammer pada tendon achilles
 Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

6. Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.

a. Reflek babinski:
 Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.
 Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap
pada tempatnya.
 Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
 Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya

b. Reflek chaddok
 Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari
posterior ke anterior
 Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning)
jari-jari kaki lainnya
c. Reflek schaeffer
- Menekan tendon achilles.
- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.

d. Reflek oppenheim
- Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal
- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.

e. Reflek Gordon
- menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)
- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.

f. Reflek gonda
- Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya dengan cepat.
- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.

Anda mungkin juga menyukai