Kata Darsana berasal dari akar kata drś yang bermakna "melihat", jadi kata darśana yang berarti
"penglihatan" atau "pandangan". Dalam ajaran filsafat hindu, Darśana berarti pandangan tentang
kebenaran. Sad Darśana berarti Enam pandangan tentang kebenaran, yang mana merupakan
dasar dari Filsafat Hindu.Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memudahkan pemahaman
terhadap ajaran yang terkandung dalam kitab suci. Dengan mempelajari Darsana akan lebih
mudah mempelajari kitab suci. Darsana memberikan pencerahan (kejernihan) bagi umat dalam
memahami serta mengamalkan ajaran agamanya.
Filsafat hindu bukan hanya merupakan spekulasi atau dugaan belaka, namun ia memiliki nilai
yang amat luhur, mulia, khas dan sistematis yang didasarkan oleh pengalaman spiritual mistis.
Sad darsana yang merupakan 6 sistem filsafat hindu, merupakan 6 sarana pengajaran yang benar
atau 6 cara pembuktian kebenaran.
Adapun bagian-bagian dari Sad Darsana adalah:(1) Nyaya, didirikan oleh Maharsi Aksapada
Gotama, yang menyusun Nyayasutra, terdiri atas 5 adhyaya (bab) yang dibagi atas 5 pada
(bagian). Kata Nyaya berarti penelitian analitis dan kritis.Ajaran ini berdasarka pada ilmu logika,
sistematis, kronologis dan analitis.(2) Waisasika, pendirinya ialah Kanada dan penekanan
ajarannya pada pengetahuan yang dapat menuntun seseorang untuk merealisasikan sang diri.(3)
Samkhya, menurut tradisi pendirinya adalah Kapita. Penekanan ajarannya ialah tentang proses
perkembangan dan terjadinya alam semesta.(4) Yoga, pendirinya adalah Patanjali dan penekanan
ajarannya adalah pada pengendalian jasmani dan pikiran untuk mencapai Samadhi.(5) Mimamsa
(Purwa-Mimamsa), pendirinya ialah Jaimini dengan penekanan ajarannya pada pelaksanaan
ritual dan susila menurut konsep weda.Wedanta (Uttara-Mimamsa), kata ini berarti akhir Weda.
(6) Wedanta merupakan puncak dari filsafat Hindu. Pendirinya ialah Sankara, Ramanuja, dan
Madhwa.Penekanan ajarannya adalah pada hubungan Atman dengan Brahman dan tentang
kelepasan. Baca Juga VIDEO BHAJAN "OM HARI OM" DINYANYIKAN OLEH ORANG
ARAB
Sarasamucaya II:2
Manusah sarwabhutesu wartteate wai subhasubhe
Asubhesu samawistam subheswewawakarayet
Artinya:
“Diantara semua makhluk, hanya manusia jugalah yang dapat melaksanakan dan membedakan
perbuatan baik maupun perbuatan yang buruk.Justru dalam melebur yang buruk menjadi lebih
baik itulah merupakan tujuan hidup (pala) menjadi manusia”.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pokok-pokok Ajaran Nyaya
Dalam sistem Nyaya ada dua pemikiran tentang penyebarluasan cita-cita yang ada dalam kitab
Nyaya-sutra yang berasal dari dua sekolah yang berbeda, yaitu sekolah kuno dan modern dari
Nyaya. Sekolah kuno dari Nyaya mengajarkan tentang cara mengembangkan cita-cita yang ada
dalam Nyaya sutra. Goutama itu melalui beberapa proses yaitu: menyerang, membalas serangan,
dan bertahan disebut pula dengan nama pracina-nyaya.
Sedangkan dalam sekolah modern dari Nyaya yang juga dusebut dengan Nawya-
Nyaya,menyebarkan cara penyebarluasan cita-cita yang ada dalam Nyaya-sutra itu melalui
bentuk pemikiran yang logis yaitu perpaduan antara konsep, waktu dan cara pemecahannya.
Dalam perkembangannya kedua ajaran dari sekolah Nyaya yang berbeda itu dipadukan menjadi
satu sistem yang disebut Nyaya-Waisasika.
Selanjutnya sistem Nyaya mengemukakan ada 16 pokok pembicaraan (padartha) yang perlu
diamati dengan teliti, yaitu:
2. Prameya adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan yang benar atau obyek dari
pengetahuan yang benar, yaitu kenyataan.
3. Samsaya atau keragu-raguan terhadap suatu pernyataan yang tidak pasti. Keragu-raguan ini
terjadi karena pandangan yang berbeda terhadap suatu obyek, sehingga pikiran tidak dapat
memutuskan tentang wujud obyek itu dengan jelas.
4. Prayojana yaitu akhir penglihatan seseorang terhadap suatu benda yang menyebabkan
kegagalan aktivitasnya untuk mendapatkan benda tersebut.
5. Drstanta atau suatu contoh yang berasal dari fakta yang berbeda sebagai gambaran yang
umum. Hal ini biasa digunakan dan diperlukan dalam suatu diskusi untuk mendapatkan
kesamaan pandangan.
6. Siddhanta atau cara mengajarkan sesuatu melalui satu sistem pengetahuan yang benar. Sistem
pengetahuan yang benar adalah sistem Nyaya yang mengajarkan bahwa Atman atau jiwa itu
adalah substansi yang memiliki kesadaran yang berbeda dengan hal-hal yang bersifat
keduniawian.
7. Awaya atau berfikir yang sistematis melalui metode-metode ilmu pengetahuan. Berfikir yang
sistematis akan melahirkan suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh rasio dan mendekati
kenyataan.
8. Tarka atau alasan yang dikemukakan berdasarkan suatu hipotesa untuk mendapatkan suatu
kesimpulan yang benar. Ini adalah suatu perkiraan, sehingga kadang kala kesimpulan yang
diperoleh bertentangan atau mendekati kenyataan yang sebenarnya.
9. Nirnaya adalah pengetahuan yang pasti tentang sesuatu yang diperoleh melalui metode ilmiah
pengetahuan yang sah.
10. Wada adalah suatu diskusi yang didasari oleh perilaku yang baik dan garis pemikiran yang
rasio untuk mendapatkan suatu kebenaran.
11. Jalpa adalah suatu diskusi yang dilakukan oleh suatu kelompok yang hanya untuk mencapai
kemenangan atas yang lain, tetapi tidak mencoba untuk mencari kebenaran.
12. Witanda adalah sejenis perdebatan dimana lawan berdebat itu tidak mempertahankan posisi
tetapi hanya melakukan penyangkalan atas apa yang dikatakan oleh lawan debatnya itu.
13. Hetwabhasa adalah suatu alasan yang kelihatannya masuk akal tetapi sebenarnya tidak atau
dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan yang salah.
14. Chala adalah suatu penjelasan yang tidak adil dalam suatu usaha untuk mempertentangkan
suatu pernyataan antara maksud dan tujuan,jadi sesuatu yang perlu dipertanyakan.
15. Jati adalah suatu jawaban yang tidak adil yang didasarkan pada analogi yang salah.
Didalam usahanya untuk mengetahui dunia ini, pikiran dibantu oleh indriya.Karena pendiriannya
yang demikian, maka sistem Nyaya disebut sistem yang realistis. Menurut Nyaya tujuan hidup
tertinggi adalah kelepasan yang akan dicapai melalui pengetahuan yang benar. Apakah
pengetahuan itu benar atau tidak hal itu tergantung dari alat-alat yang dipakai untuk
mendapatkan pengetahuan tadi.
Menurut Nyaya, ada hubungan antara kita (manusia) dan segala sesuatu yang eksis sebagai
sasaran. Sasaran ini, jika kita memakai pendekatan Nyaya yang realis-empiris, tentu mesti
menempati ruang dan waktu.Singkatnya, antara manusia sebagai subjek pengamat dan benda
sebagai objek yang diamati ada sebuah hubungan di antara keduanya.Hubungan ini bukanlah
sensasi-sensasi semata, tetapi hubungan tersebut ada, nyata, dan riil.
Pratyaksa atau pengamatan memberi pengetahuan kepada kita tentang sasaran yang diamati
menurut ketentuan dari sasaran itu masing-masing.Umpamanya, pohon itu tinggi, bola itu bulat
dan sebagainya.Pengetahuan semacam itu ada karena adanya hubungan indriya dengan sasaran
yang diamati.Pengamatan dapat pula terjadi tanpa pertolongan indria, hal semacam ini disebut
pengamatan yang bersifat transenden. Pengamatan transenden hanya dimiliki oleh yogi yang
sempurna yoganya, dengan demikian ia memiliki kekuatan gaib yang memungkinkan ia dapat
berhadapan dengan sasaran yang membatasi indriya.
Pratyaksa ada yang bersifat tidak ditentukan (nirwikalpa) dan ada yang pula ditentukan
(sawikalpa). Jika kita mengamati sebuah objek sambil lalu, itu adalahNirwikalpa; kita belum
mengetahui sepenuhnya objek tersebut karena yang kita tahu hanyalah bahwa ia ada. Dan untuk
sampai ke pemahaman yang menyeluruh tentang objek tersebut, kita mesti mengamatinya
dengan seksama apa-apa saja yang khas menyangkut objek tersebut dan ini adalah Sawikalpa.
Dengan Sawikalpa ini kita dapat mengetahui sebuah objek misalnya, atau katakanlah benda,
bahwa ia itu adalah ini, warnanya ini, bentuknya ini, dan lain sebagainya. Sebetulnya ada banyak
hal yang menyangkut Pratyaksa, misalnya yang dapat diamati bukan hanya substansi tetapi juga
aksiden-aksiden-nya yang abhawa. Di samping itu ada juga pengetahuan yang bisa keliru namun
bukan berarti eksistensi yang kita amati dan lantas keliru itu memang salah adanya. Sebaliknya
ia eksis, ada secara nyata, mungkin di tempat lain atau di mana saja.
2. Anumana Pramana (Pross Penyimpulan)
Anumana adalah pramana yang cukup penting karena ini adalah penyimpulan. Konsep
dasarnya adalah bahwa antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati mesti terdapat
sesuatu antara.Ini sangat berbeda dengan silogisme Aristoteles.Silogisme Nyaya tetap
berdasarkan realitas, dan perantara antara subjek dan objek yang diamati tersebut juga bersifat
empiris.
Contohnya gunung yang mengeluarkan asap. Bagaimana kita bisa sampai pada kesimpulan
bahwa gunung tersebut berapi? Gunung adalah objek; kita mengamatinya dan kita melihat ada
asap. Sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa gunung tersebut berapi, di titik ini kita mesti
menyelidiki perantara-nya yang empiris.Bahwa kita pernah membakar sampah, memasak dan
lain sebagainya.Dari pengalaman ini, kita menyaksikan bahwa sebelum sampah itu terbakar,
mesti lebih dulu ada asap.
Dengan kata lain, kesimpulan yang diambil (anumana) menurut Nyaya tidaklah abstrak, tetapi
nyata bahwa kita pernah menyaksikan bahwa asap selalu disusul oleh api atau sebaliknya. Dan
ketika kita melihat gunung yang mengeluarkan asap, karena pengalaman-pengalaman yang
pernah kita saksikan dan alami berkata seperti itu, maka di saat itu pula kita langsung
menyimpulkan bahwa gunung itu adalah gunung berapi, karena setiap ada asap pasti ada api
walaupun di puncak gunung tersebut apinya belum tampak. Singkatnya, pengalaman kita akan
setiap ada asap pasti ada api dan sebaliknya adalah posisi antara di dalam metode penarikan
kesimpulan (anumana) menurut Nyaya.Proses penyimpulan melalui beberapa tahapan, yaitu:
Upamana adalah cara memperoleh pengetahuan dengan cara analogiatau perbandingan. Konsep
dasarUpamana adalah membandingkan (menganalogikan) sesuatu dengan sesuatu yang lain
yang hampir sama agar apa yang kita bandingkan tersebut dipahami oleh orang lain walaupun
orang tersebut belum pernah menyaksikan secara langsung apa yang kita maksudkan. Namun,
penetahuan yang diperoleh dengan cara ini tergantung dari jumlah variable yang dibandingkan,
semakin banyak variable yang dibandingkan maka, akan semakin banyak untuk mendapatkan
kemungkinan benar.
Pramana yang terakhir adalah Sabdha atau kesaksian.Pengetahuan bisa didapatkan melalui
kesaksian orang yang mumpunyai tentang sesuatu hal dan yang bisa dipercaya.Dalam hal ini,
Weda adalah kesaksian yang bisa dipercaya kebenarannya.Orang yang bisa dipercaya
kesaksiannya sebagai sumber pengetahuan disebut Laukika (logika), sementara kitab suci Weda
sebagai sumber pengetahuan disebut Vaidika.Walaupun kita tidak dapat melihat secara langsung,
tapi kita percaya kepada orang yang pernah membaca kitab weda tersebut.
Contoh laukika (logika): Seseorang yang menderita sakit percaya bahwa penyakitnya TBC; dia
sangat percaya karena yang memberitahukannya adalah dokter. Dokter dalam konteks ini adalah
orang yang dipercayai kesaksiannya (laukika). Sebaliknya, tentu si sakit ini tidak akan percaya
seratus persen bilamana yang menyimpulkan sakitnya itu adalah petani atau nelayan. Mengapa
nelayan dan petani tidak tahu-menahu soal penyakit dalam manusia.Begitu juga misalnya jika
saya mau tahu kapan waktu tanam tiba, tentu saya mesti menanyakannya kepada petani, bukan
kepada dokter.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
• Sad Darsana adalah enam sarana pengajaran yang benar atau 6 cara pembuktian kebenaran.
Adapun pembagiannya meliputi: Nyaya, Veisesika, Samkya, Yoga, Mimamsa dan Vedanta.
• Nyaya merupakan dasar dari Sad Darsana yang mengandung Tarka-Vidya (ilmu perdebatan)
dan Vada-Vidya (ilmu diskusi). Nyaya bersumber dari Nyaya Sutra yang ditulis Rsi Gautama
pada abad ke-4 kemudian diulas oleh Rsi Vatsyayana yang berjudul Nyaya Bhasya (ulasan
tentang Nyaya).
• Filsafat Nyaya menegakkan keberadaan Isvara sehingga dikenal sebagai alat utama untuk
meyakini sesuatu objek dengan penyimpulan yang tak dapat dihindari.
• Pandangan Filsafat Nyaya dapat memperoleh pengetahuan dengan pikiran dan dibantu dengan
indera.
• Filsafat Nyaya dikatakan benar atau salah tergantung dari alat yang digunakan, yaitu:
“Pramata (subjek pengamatan), Prameya (objek yang diamati), Pramiti (kedalaman hasil
pengamatan), Pramana (cara pengamatan)”. Untuk Prameya dibagi menjadi 12 bagian, yakni:
1. Roh (atman)
2. Badan (sarira)
3. Indriya
4. Objek indriya (artha)
5. Kecerdasan (Budhi)
6. Pikiran (Manah) 7. Kegiatan (Pravrtti)
8. Kesalahan (Dosa)
9. Perpindahan (Pretyabava)
10. Hasil (Phala)
11. Penderitaan (Dukha)
12. Pembebasan (Apavarga)
• Empat jalan pengamatan (Catur Pramana) yang digunakan Nyaya yakni: Pratyaksa
(pengamaatan langsung, Anumana (penyimpulan), Upamana (perbandingan) dan Sabda
(penyaksian).
DAFTAR PUSTAKA
Masniwara, I Wayan. 1998. Sistem Filsafat Hindu. Paramita: Surabaya.
Sumawa, I Wayan dan Tjokorda Raka Krisnu. 1996. Materi Pokok Darsana. Universitas
Terbuka: Jakarta.
Sastrawan, Juli. 2013. Nyaya Darsana (Online).http://julisastrawan99.blogspot.com. Diakses
Pada Tanggal 19 Desember 2014.
Krishna, Ida Bagus Wika. 2013. Nyaya Darśana (Filsafat Hindu)
(Online).http://wikakrishna.wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 19 Desember 2014. Baca
Juga: Vaisesika Darsana (Makalah)