Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH SISTEM ENDOKRIN

DIABETES INSIPIDUS

Disusun Oleh Kelompok 1A :

1. Khristina Damayanti (201111065)


2. Maria Valenzya (201111073)
3. Marieta (201111075)
4. Monica Sukmaningtyas (201111080)
5. Petrus Ganggu (201111085)
6. Tiyastutik (201111108)
7. Yolanda Dias (201111118)

S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SANTA ELISABETH
SEMARANG
2012/2013
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
atas berkat dan campur tangan-Nyalah, maka kami dapat menyelesaikan
makalahsistem endokrin “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit
Diabetes Insipidus“ ini dengan baik. Semoga apa yang kami tulis dan kami paparkan
dalam makalah ini dapat dimengerti dan di pahami dengan baik oleh pembaca
sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menjaga dan meningkatkan status
kesehatan dalam kehidupan sehari – hari.

Penulis menyadari bahwa makalah asuhan keperawatan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 26 Mei 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


1.2 Tujuan
1.3 Manfaat

BAB II PENYAKIT STRUMA

2.1 Anatomi dan fungsi kelenjar kortek adrenal


2.2 Mekanisme umpan balik hormon dari kelenjar kortek adrenal
2.3 Keseibangan Natrium dalam tubuh
2.4 Keseimbangan kalium dalam tubuh
2.5 Keseimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh
2.6 Patofisiologi diabetes insipidus
2.7 Diet pasien dengan diabetes insipidus
2.8 Farmakologi diabetes insipidus
2.9 Penatalaksanaan diabetes insipidus
2.10 Askep diabetes insipidus
2.11 Keterampilan menghitung balance cairan
2.12 Keterampilan menghitung BJ urine

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan.


Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu
mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan
tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui
merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan
umur dan jenis kelamin.
Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral,
nefrogenik, dipsogenik, dan gestasional. Pada diabetes insipidus sentral, kelainan
terletak di hipofisis, sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik kelainan
dikarenakan ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik
sehingga ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang
encer.Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang
menyebabkan penyakit ini bersifat dominandan dibawa oleh kromosom X.
Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada anak laki-
lakinya. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat
tertentu.
Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan polidipsia.
Jika penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul segera setelah lahir. Bayi tidak
dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi
bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang.
Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati bisa terjadi kerusakan otak, sehingga
bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga
akan menghambat perkembangan fisik.
1.2 Manfaaat

1.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui Anatomi dan fungsi kelenjar kortek adrenal
1.2.2 Mahasiswa dapat Mekanisme umpan balik hormon dari kelenjar kortek
adrenal
1.2.3 Mahasiswa dapat mengetahuiKeseibangan Natrium dalam tubuh
1.2.4 Mahasiswa dapat mengetahui Keseimbangan kalium dalam tubuh
1.2.5 Mahasiswa dapat mengetahui Keseimbangan cairan dan asam basa dalam
tubuh
1.2.6 Mahasiswa dapat mengetahui Patofisiologi diabetes insipidus
1.2.7 Mahasiswa dapat mengetahui Diet pasien dengan diabetes insipidus
1.2.8 Mahasiswa dapat mengetahui Farmakologi diabetes insipidus
1.2.9 Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan diabetes insipidus
1.2.10 Mahasiswa dapat mengetahuiAskep diabetes insipidus
1.2.11 Mahasiswa dapat mengetahui Keterampilan menghitung balance cairan
1.2.12 Mahasiswa dapat mengetahui Keterampilan menghitung BJ urine

1.3 Tujuan
1.3.1 Agar mahasiswa dapat mengetahuiAnatomi dan fungsi kelenjar kortek adrenal
1.3.2 Agar mahasiswa dapat mengetahui Mekanisme umpan balik hormon dari
kelenjar kortek adrenal
1.3.3 Agar mahasiswa dapat mengetahui Keseibangan Natrium dalam tubuh
1.3.4 Agar mahasiswa dapat mengetahui Keseimbangan kalium dalam tubuh
1.3.5 Agar mahasiswa dapat mengetahui Keseimbangan cairan dan asam basa
dalam tubuh
1.3.6 Agar mahasiswa dapat mengetahuiPatofisiologi diabetes insipidus
1.3.7 Agar mahasiswa dapat mengetahui Diet pasien dengan diabetes insipidus
1.3.8 Agar mahasiswa dapat mengetahui Farmakologi diabetes insipidus
1.3.9 Agar mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan diabetes insipidus
1.3.10 Agar mahasiswa dapat mengetahui Askep diabetes insipidus
1.3.11 Agar mahasiswa dapat mengetahuiKeterampilan menghitung balance cairan
1.3.12 Agar mahasiswa dapat mengetahuiKeterampilan menghitung BJ urine
BAB II

ISI

2.1 Anatomi dan fungsi kelenjar kortek adrenal

Kelenjar adrenal atau suprarenal menempel pada kutub superior ginjal.


kelenjar adrenal kiri dan kanan tidak simetris pada sumbu tubuh, kelenjar
adrenal sebelah kanan lebih inferior, terletak tepat diatas ginjal, dan
bentuknya lebih piramid shape. Sementara kelenjar suprarenal kiri lebih
inferior, lebih kearah batas medial ginjal kiri, dan bentuknya lebih cressent
shape. Masing-masing berukuran tebal sekitar 1 cm, lebar apex sekitar 2 cm,
lebar basal sekitar 5 cm. beratnya antara 7-10 gr. Kelenjar ini dibagi menjadi
(1) bagian korteks yang mencakup 80-90% organ, terletak bagian luar, dan
berwarna kekuningan, dan (2) bagian medula yang terletak pada bagian
dalam, berwarna gelap. Keduanya memiliki fungsi endokrin, bagian korteks
memproduksi kortikosteroid (kortisol, kortikosteron) dari kolesterol,
diregulasi ACTH. Bagian medulla memproduksi epineprin dan norepineprin,
diregulasi saraf simpatis

Kelenjar adrenal terletak retroperitoneal, dibungkus kapsul jaringan ikat


dengan banyak jaringan adiposa. Kapsul jaringan ikat tersebut membentuk
septa karah parenkim yang masuk bersama pembuluh darah dan saraf.

Kelenjar suprarenal merupakan salah satu organ yang paling kaya


vaskularisasi. tiap kelenjar mendapat perdarahan dari tiga arteri yang berbeda:
(1) arteri phrenic inferior yang akan membentuk arteri suprarenal superior, (2)
aorta yang akan membentuk arteri suprarenal medial, dan (3) arteri renalis
yang akan membentuk arteri suprarenal inferior. Cabang-cabang ketiga arteri
tersebut membentuk pleksus subcapsular. Dari pleksus tersebut muncul arteri
kortikal pendek, selanjutnya membentuk sinusoid berpori, dan bermuara ke
pleksus vena suprarenal di medula. selanjutnya vena suprarenal kiri bermuara
ke vena renal kiri dan vena suprarenal kanan bermuara ke vena cava inferior.
selain arteri kortikal pendek, dari pleksus subcapsular, juga muncul arteri
kortikal panjang yang tidak bercabang. menembus korteks sampai medulla.
Kelenjar adrenal terdiri dari dua lapisan yaitu korteks dan medulla.
Korteks adrenal terdiri dari 3 lapisan yaitu : zona gromerulosa (bagian
luar),zona fasikulata (bagian tengah),zona retikularis (dibagian zona
fasikulata). Dan hormon korteks adrenal ada Hormon Cortison atau
antiadison, Hormon Glukokortikoid, Hormon Cortisol,HormonAldosterone,
Hormon Corticosterone,Hormon Mineralokortikoid. Medulla adrenal terdiri
dari Hormon Adrenalin/Epinefrin, Hormon Androgen.

KORTEKS ADRENAL
 Korteks adrenal berasal dari Berasal dari mesoderm (bagian tengah
dari tiga lapisan primer embrio) hormon kartikosteroid
a. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid (pada manusia terutama adalah aldosteron) dibentuk pada
zona glomerulosa korteks adrenal. Hormon ini mengatur keseimbangan
elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium.
Aldosteron merupakan bagian dari sistem RAA (renin angiotensin-
aldosteron). Pengukuran rasio aldosteron dalam plasma darah sering disebut
sebagai plasma aldosterone concentration, pac yang digunakan sebagai
perbandingan terhadap plasma renin activity, pra, lebih lanjut disebut rasio
pac/pra.

b. Glukokortikoid
Glukokortikoid dibentuk dalam zona fasikulata. Kortisol merupakan
glukokortikoid utama pada manusia. Glukokortikoid menghasilkan hormon
kortisol dan kortison. Kortisol merupakan glukokortikoid utama pada
manusia. Kortisol merupakan hormon yang sangat penting yang sering disebut
dengan stress hormon, karena dapat meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan kadar gula darah. Kortisol juga bersifat menekan imunitas, anti
peradangan dan anti alergi dan merupakan suatu imunosupresan.

Pada farmakologi, bentuk sintesis dari kortisol disebut juga hydrocortison, dan
digunakan sebagai anti alergi, anti inflamasi dan sebagai suplemen pengganti
vitamin (difesiensi). Juga digunakan pengobatan rematik arthritis (rheumatoid
arthritis)
c. Gonadokortikoid

Gonadokortikoid dibentuk pada zona retikularis. pembentukan hormon pada


wanita, estrone dan progesteron serta pada pria, testrone.

1. Zona glomerulosa
a. Zona ini secara eksklusif memproduksi mineralokortiroid,
terutama aldosteron.
b. Terletak di bawah kapsul berserat
c. Terdiri atas sel-sel epitel kecil berbentuk poligonal, yang
tersusun dalam kelompok membulat atau kolom melengkung,
inti gelap, sitoplasma basofilik.
d. Sitoplasma banyak mengandung mikrotobuli, mitokondria yang
memanjang dan retikulum endoplasmik granuler.

2. Zona fasikulata
a. Zona ini mensintesis glukokortikoid, terutama kortisol
(bersama dengan zona reticularis)
b. Bagian yang paling lebar di antara ketga zona
c. Terdiri atas sel polihedral besar dengan sitoplasmanya
basofilik
d. Selnya tersusun berderet lurus setebal 2 sel, dengan sinusoid
venosa bertingkap, yang jalannya berjajar di antara deretan itu
e. Sel memiliki banyak fosfolipid, asam lemak, lemak , dan
kolesterol yang terambat pada retikulum endoplasma agranuler
f. Sel ini juga banyak mengandung vitamin C
3. Zona retikularis
a. Zona ini menghasilkan hormon gonadokortikoid (androgen dan
estrogen) yang identik dengan yang dihasilkan gonad.
b. terdiri atas percabangan dan penggabungan
c. Kolom yang terbentuk atas sel-sel yang membulat
d. Sitoplasma mengandung retikulum endoplasma halus,
sejumlah lisosom dan beberapa badan pigmen

MEDULLA ADRENAL
Merupakan kelenjar adrenal bagian dalam yang menempati
20% dari kelenjaradrenal.Barasal dari ektoderm(bagian luar dari
tiga lapisan primer embrio). Terdiriatas deretan sel kromatin,
dengan sinusoid venosa lebar diantaranya. Terdapatsekelompok
kecil sel saraf, sitoplasmanya mengandung banyak vesikel
berisikansekret ini.
Hormon-hormon yang dihasilkan adalah:
 Epinefrin (80%)
Secara kimia, epinefrin adalah sebuah katekolamin,
monoamina yang hanya dihasilkan oleh kelenjar adrenal
dari asam amino fenilalanin dan tirosin.
 Nor-Epinefrin (20%)
2.2 Mekanisme umpan balik hormon dari kelenjar kortek adrenal

Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon


harus diatur dalam batas-batasyang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu
ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebihsedikit hormon.
Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika mereka
merasakan bahwa kadar hormon lainnya yang mereka kontrol terlalu tinggi
atau terlalu rendah. Hormon hipofisa lalu masuk ke dalamaliran darah untuk
merangsang aktifitas di kelenjar target. Jika kadar hormon kelenjar target
dalamdarah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar hipofisa mengetahui
bahwa tidak diperlukanperangsang lagi dan mereka berhenti mengatur semua
kelenjar yang berada dibawah kendali hiposifa. Kadar hormon dalam darah
juga dikontrol oleh umpan balik negative manakalah kadar hormon
telahmencukupi untuk menghasilkan efek yang dimaksudkan, kenaikan
hormon lebih jauh dicegah olehumpan balik negative. Peningkatan kadar
hormon mengurangi perubahan awak yang memicu pelepasan hormon.
Misalnyapengsekresi ACTH dari kelenjar pituitary anterior merangsang
pelepasan kortisol adrenal, menyebabkanpenurunan pelepasan ACTH lebih
banyak.Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hiposifa memilki
fungsi yang memilki jadwal tertentu.Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita
melibatkan peningkatan sekresi LH dan FSH oleh kelenjarhiposifa setiap
bulannya. Hormone estrogen dan progesterone pada indung telur kadarnya
mengalamiturun-naik setiap bulannya.

Mekanisme kerja hormon hipotalamus dan hormon hipofisis anterior


Hormon – hormon yang dikeluarkan hipotalamus dan hipofisis adalah
golongan peptida atau protein dengan berat molekul rendah yang bekerja
setelah terikat dengan reseptor di jaringan target.
Hormon hipofisis anterior pengeluarannya diatur oleh neuropeptida
(hormon pelepas atau penghambat) yang dihasilkan dari kelenjar hipotalamus.
Interaksi hormon pelepas (hormon releasing) dengan reseptornya
menyebabkan terjadinya sintesis dan pelepasan hormon hipofisis (hormon
stimulating) masuk ke sirkulasi.
Setiap hormon pengatur hipotalamus mengatur pelepasan hormon
spesifik dari hipofisis anterior. Hormon pelepas hipotalamus terutama
digunakan untuk maksud – maksud diagnosa (yaitu menentukan insufisiensi
hipofisis).
Mekanisme kerja hormon diatas disebut mekanisme umpan balik,
dimana :
1. Sintesa dan sekresi hormon hipofisis dikontrol oleh hipotalamus,
kemudian hormon hipofisis mengatur sintesa dan sekresi hormon
pada organ target, sebaliknya hormon yang disekresi organ target
mengatur juga sekresi hipotalamus dan/atau hipofisis.
2. Hubungan antara hipofisis dengan jaringan perifer (organ target)
adalah feed back mechanisme atau mekanisme umpan balik. juga
antara hipofisis dengan hipotalamus.

Stimulating Hormon
Analog Hormon adalah zat sintetis yang berikatan dengan reseptor
hormon tertentu, sangat mirip dengan hormon alam, arti klinisnya lebih
penting dari hormon alam. Hormon sintetik atau semisintetik bersifat tahan
terhadap enzim pencernaan, Masa kerja lebih panjang, ES ringan, Karena
rumus kimia hormon sintetik dan semisintetik tidak dikenali enzim pemecah,
tapi masih bisa berikatan dengan reseptor spesifik hormon alami. contoh :
estradiol alam (durasi kerja pendek) dibandingkan etinilestradiol analog
(durasi kerja panjang)
Antagonis Hormon adalah obat atau zat kimia yang menghambat
sintesis, sekresi maupun kerja hormon pada reseptornya, sehingga terjadi
penurunan atau peningkatan aktivitas hormon bersangkutan Contohnya
Antitiroid menghambat sintesa hormon tiroid dan Klomifen yang meniadakan
umpan balik estrogen sehingga sekresi gonadotropin dari hipofisis tetap tinggi

UMPAN BALIK KORTEKS ADRENAL

Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormone, salah satunya adalah


hormone mineral lokokortikoid khususnya aldosteron.

Aldosteron berfungsi untuk mempengarhi pengangkutan ion-ion


menembus membrane sel tubulus ginjal untuk menahan natriun dan klorida
serta mengeluarkan ion kalium dan hydrogen.
RESPON UMPAN BALIKNYA

Volume darah

kortek adrenal hormone aldosteron

reseptor merangsang hipotalamus menahan Nacl u/ keluar K

merangsang sekresi vasopresin Retensi air

permibilitas epitel duktus penggumpul ginjal trhdp air

konsentrasi kemih

osmolalitas serum

volume darah

2.3 Keseibangan Natrium dalam tubuh

Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam


pengaturan osmolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak
pada c:airan ekstrasel. Yengaturan konsentrasi cairan ekstrasel diatur oleh
ADH dan aldosteron. Aldosteron dihasilkan oleh korteks suprarenal dan
berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan konsentirasi natrium dalam
plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. ADH mengatur sejumlah air yang
diserap ke;mbali ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Aldosteron juga
mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah.
Natrium tidak hanya berge:rak ke dalam atau ke luar tubuh, tetapi juga
mengatur keseimbangan c;airan tubuh. Ekskresi dari natrium dapat dilakukan
melalui ginjal atau sebagian kecil meelalui tinja, keringat dan air mata.
2.4 Keseimbangan kalium dalam tubuh
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam c:airan intrasel dan
berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur
oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal
dan sekresi aldosteron. E1ldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan
kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Sistem pengaturannya melalui
tiga langkah, yaitu:
1. Peningkatankonsentrasi kalium dalam cairan ekstirasel yang
menyebabkan peningkatan produksi aldosteron.
2. Meningkatan jumlah aldosteron akan memengaruhi jumlah kalium yang
dikeluarkan melalui ginjal.
3. Peningkatan pengeluaran kalium; konsentrasi kalium dalam cairan
ekstra sea menurun.
Kalium berpengaruh terhadap fungsi sistem pernapasan. Partikel penting
dalam kalium ini berfungsi untuk menghantarkan impuls listrik ke jantung,
otot lain, jaringan paru, jaringan usus pencernaan. Ekskresi kalium dilakukan
melalui urine, dan sebagian lagi melalui tinja dan keringat.

2.5 Keseimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh


Masalah keseimbangan asam basa
1. Asidosis Respiratori
 Asidosis Respiratori ini terjadi karena kegagalan sistem
pernafasan dalam membuang CO2 dari cairan tubuh. Hal ini
menimbulkan kerusakan pernafasan, peningkatan PCO2
arteri diatas 45 mmHg dengan penurunan pH < 7,35
 Penyebab : Penyakit obstruksi, restriksi paru, polimielitis,
penurunan aktivitas pusat pernafasan (trauma kepala,
pendarahan, narkotik, anestesi, dll)
2. Alkalosis Respiratori
 Alkalosis Respiratori ini terjadi karena kehilangan CO2 dari
paru-paru pada kecepatan yang lebih tinggi dari produksinya
dalam jaringan. Hal ini menimbulkan PCO2 arteri <35
mmHg, pH >7,45.
 Penyebab : Hiperventilasi alveolar, anxietas, demam,
meningitis, keracunan aspirin, pneumonia dan emboli paru.
3. Asidosis Metabolik
 Asidosis Metabolik ini terjadi akibat akumulasi abnormal
fixed acid atau kehilangan basa. pH arteri < 7,35, HCO3
menurun dibawah 22 mEq/L
 Gejala : pernafasan kusmaul (dalam dan cepat), disorientasi
dan koma.
4. Alkalosis Metabolik
 Alkalosis Metabolik ini terjadi karena kehilangan ion
hidrogen atau penambahan basa pada cairan tubuh.
Bikarbonat plasma meningkat > 26 mEq/L dan pH arteri
>7,45
 Penyebab : mencerna sebagian besar basa (misalnya
BaHCO3, antasida, soda kue) untuk mengatasi ulkus
peptikum atau rasa kembung.
 Gejala : apatis, lemah, gangguan mental, kram dan pusing.

Keseimbangan asam basa

Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan
cairan tubuh lainnya. Satuan derajat keasaman adalah pH.
Klasifikasi pH

 pH 7,0 adalah netral

 pH diatas 7,0 adalah basa (alkali)

 pH dibawah 7,0 adalah asam

Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan
suatu basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki pH
antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama,
karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius
terhadap beberapa organ.
Pengaturan Keseimbangan Asam Basa

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan


asam-basa darah

 Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk
amonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah asam atau
basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.

 Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung


terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu
penyangga pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH
suatu larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah
bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan
dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam
yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak
bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang
masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak
karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.

 Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting


dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah
membawa karbondioksida ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida
tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur
jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan
dan kedalaman pernafasan.
Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah
menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah
meningkat dan darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan
kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu
mengatur pH darah menit demi menit.
Nilai pH dapat dilihat dari darah arterial dengan rentang normal 7,35-7,45. Harga
normal hasil pemeriksaan laboratorium analisis gas darah adalah sbb:

- pH 7,35-7,45

- pO2 80-100 mmHg

- pCO2 35-45 mmHg

- [HCO3-] 21-25 mmol/L

- Base excess -2 s/d +2

Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut,


dapat menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa,
yaitu asidosis atau alkalosis.

Gangguan Keseimbangan Asam Basa dan Penanganannya

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam keseimbangan asam basa adalah :

- Konsentrasi ion hidrogen [H+]

- Konsentrasi ion bikarbonat [HCO3-]

- pCO2
Berikut perbandingan peranan masing-masing faktor dalam diagnosis
gangguan asam basa :

- Disebut asidosisBila konsentrasi H+ meningkat, maka pH turun

- alkalosisBila konsentrasi H+ turun, maka pH naik

- Bila HCO3- berubah secara signifikan dalam kondisi tersebut, disebut


suatu keadaan metabolic

- Bila pCO2 berubah secara signifikan dalam kondisi tersebut, disebut


suatu keadaan respiratorik
Dari konsep tersebut, didapatkan empat kondisi, yaitu :

- Asidosis metabolic

- Asidosis respiratorik

- Alkalosis metabolic

- Alkalosis respiratorik

Asidosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak


mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering
menyebabkan menurunnya pH darah. Alkalosis adalah suatu keadaan
dimana darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit
mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH
darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi
lebih merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya
asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting dari adanya
masalah metabolisme yang serius. Asidosis dan alkalosis
dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung
kepada penyebab utamanya.
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau
basa oleh ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik
terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.

Asidosis Metabolik
Definisi
Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai
dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan
lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah
dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga
berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak
asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh
terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan
berakhir dengan keadaan koma.
Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:

- Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam
atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang
menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah
metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun
dapat menyebabkan asidosis metabolik.

- Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.


Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari
beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika
diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan
menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga
ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari
metabolisme gula.

- Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang
asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normalpun
bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan
fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi
pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi
kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidosis metabolik:

 Gagal ginjal

 Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)

 Ketoasidosis diabetikum

 Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)

 Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,


paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida

 Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran


pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi.
Gejala
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya
penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam
atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang
luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis
semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan
kematian.

Diagnosa
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH
darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah
arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH
darah. Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida
dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menentukan penyebabnya.

Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya
menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah
menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau
overdosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan
pengukuran pH air kemih.

Pengobatan
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai
contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan
membuang bahan racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan
dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis metabolik
juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya
cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat,
diberikan bikarbonat mungkin secara intravena.
Contoh kasus

Yoshiharu Kubo, seorang pemain sepak bola, tiba-tiba terjatuh di


lapangan setelah mencetak gol. Setelah dilakukan analisa gas darah,
ditemukan data sebagai berikut :

- pH 7,2 (turun)

- HCO3- 15 mEq/L (turun)

- pCO2 38 mmHg (normal)

- pO2 100 mmHg (normal)

- base excess -13 (turun)

menunjukkan belum adanya hipoksia. menandakan belum


terkompensasinya asidosis. Nilai pO2 yang normal menandakan proses
metabolik sebagai penyebab primernya. Nilai pCO2 masih normal
menandakan asidosis. Nilai HCO3- turun

Dari data di atas kita dapat menyimpulkan bahwa mas Yoshiharu


mengalami asidosis metabolik belum terkompensasi. pH turun

Setengah jam kemudian, analisa gas darah mas Yoshiharu adalah


sebagai berikut :

- pH 7,28 (turun)

- HCO3- 9 mEq/L (turun)

- pCO2 20 mmHg (turun)

- pO2 100 mmHg (normal)

- base excess -17 (turun)

menandakan belum terjadi hipoksia.disebut “telah terkompensata”. Nilai pO2


masih normal Kondisi mas Yoshiharu sekarang adalah asidosis metabolik
terkompensasi tanpa hipoksia. Nilai pCO2 telah turun
Asidosis metabolik berat terjadi apabila :

- pH < 7,2

- HCO3- 7,45 dan HCO3- > 28 mEq

Contoh kasus

- pH 7,58 (naik)

- HCO3- 29 mEq/L (naik)

- pO2 100 mEq/L (normal)

- pCO2 38 mEq/L (normal)

- base excess + 6 (naik)

Diagnosisnya adalah alkalosis metabolik tanpa hipoksia

Alkalosis Respiratorik

Alkalosis respratorik terjadi bila ada hiperventilasi. Hiperventilasi


menyebabkan kadar CO2 tubuh turun sehingga terjadi kompensasi tubuh untuk
menurunkan pH dengan meretensi H+ oleh ginjal agar absorpsi HCO3- berkurang.
Ingat, bila pH tinggi berarti [H+] turun.

Gambaran klinis

- Pasien sering menguap

- Napas lebih cepat dan dalam

- Kepala terasa ringan

- Parestesi sekitar mulut serta kesemutan

Penyebab akut dapat berupa stimulasi saraf sentral pada tumor serebri, ensefalitis,
dan intoksikasi. Penyebab kronis dapat berupa penyakit paru kronis.

]
Contoh kasus

- pH 7,6 (naik)

- HCO3- 24 mEq/L (normal)

- pO2 65 mEq/L (turun)

- pCO2 25 mEq/L (turun)

- base excess + 4 (naik)

Diagnosisnya adalah alkalosis respiratorik dengan hipoksia.

Kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1. Usia perbedaan usia menen.tukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ,
sehingga dapat me:mengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Temperatur yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran c:airan melalui
keringat cukup banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
3. Diet apabila tubuh kekurangan zat gizi, maka tubuh akan memecah c:adangan
makanan yang tersimpan dalam tubuh sehingga terjadi pergeerakan c;airan
dari interstisial ke interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah
pe:menuhan kebutiuhan cairan.
4. Stres dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan c:airan dan caektrolit,
melalui proses peningkatan produksi ADI-I, karena pada proses ini dapat
meningkatkan metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot
yang dapat menimbulkan retensi natrium dan air.
5. Sakit pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk

HC03 plasma pH Plasma paC02 Plasma Gangguan Asam-Basa


meningkat menurun meningkat asidosis respiratorik
menurun menurun menurun asidodsis metabolik
menurun meningkat menurun alkalosis respiratorik
meningkat meningkat meningkat alkalosis metabolik

memperbaikinya sel membutuhkan proses pemenuhan kebutuhan cairan yang


cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidakscimbangan sistem dalam tubuh seperti
ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan keebutuhan
cairan.
2.6 Patofisiologi diabetes insipidus
Definisi
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi
peningkatan rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang
rendah. Kondisi ini merupakan manifestasi klinis dari defisiensi pitresin
(ADH) yang diproduksi oleh hipofisis lobus posterior yang berperan dalam
mengatur metabolisme air di tubuh atau merupakan kondisi klinis akibat dari
ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH.

Etiologi

Penyebab diabetes insipidus dapat diklasifikasikan menjadi tiga


golongan, yaitu :

1. Kelainan organis
Setiap lesi yang merusak unit neurohipofisis dan hipotalamus dapat
mengakibatkan diabetes insipidus. Kerusakan ini dapat terjadi sebagai
akibat dari :
- Operasi (bersifat sementara)
- Penyakit infeksi (meningitis, ensefalitis, tuberkulosis, lues,
sarkoidosis, aktinomikosis, dan lain-lain),
- Tumor atau kista di daerah kiasma optika, infundibulum, ventrikel III,
atau korpus pinealis (terutama kraniofaringioma, glioma optik, dan
germinoma). Terutama tumor supraselar (30% kasus).
- Xantomatosis (hand-schuller-christian),
- Leukimia
- Hodgkin
- Pelagra
- Trauma pada kepala terutama fraktur basis cranii, atau setelah suatu
prosedur operatif dekat kelenjar pituitaria atau hipotalamus
- Sindrom laurence-moon riedel
- Idiopatik DI (30% kasus)
- Ensefalopati iskemik atau hipoksia
- Familial DI
- Radiasi
- Edema serebri
- Perdarahan intrakranial
Keadaan tersebut akan berakibat gangguan dalam :

- Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat


rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis
- Sintesis ADH terganggu
- Kerusakan pada nukleus supraoptik paraventricular
- Gagalnya pengeluaran vasopressin 2,4.6,7
2. Kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik)
Kelainan terletak pada ginjal yaitu tubulus yang tidak peka terhadap
hormon antidiuretik (ADH). Faktor keturunan yaitu gen sex linked
dominant merupakan penyebab kelainan ini. Diabetes insipidus
nefritogenik sering disertai retardasi mental. Dalam keadaan normal,
ginjal mengatur konsentrasi air kemih sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Pengaturan ini merupakan respon terhadap kadar hormon antidiuretik di
dalam darah. Hormon antidiuretik (yang dihasilkan dari kelenjar
hipofisa), memberikan sinyal kepada ginjal untuk menahan air dan
memekatkan air kemih. Diabetes insipidus nefrogenik adalah suatu
kelainan dimana ginjal menghasilkan sejumlah besar air kemih yang
encer karena ginjal gagal memberikan respon terhadap hormon
antidiuretik dan tidak mampu memekatkan air kemih. Penyebab lain dari
diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat tertentu yang bisa
menyebabkan kerusakan pada ginjal, diantaranya :

 Penyebab primer : primary familial: x-linked recessive dimana


bentuk berat terdapat pada anak laik-laki, dan bentuk yang lebih
ringan terdapat pada anak perempuan.
 Penyebab sekunder :
- Penyakit ginjal kronik :
Penyakit ginjal polikistik
Medullary cystic disease
Pielonefretis
Obstruksi ureteral
Gagal ginjal lanjut
- Gangguan elektrolit
Hipokalemia
Hiperkalsemia
- Obat –obatan : Antibiotik aminoglikosid, demeklosiklin dan
antibiotik, litium, asetoheksamit, tolazamid, glikurid,
propoksifen, colchicine, fluoride, cidofovir, demeclocycline,
methoyflurane.
- Penyakit sickle cell
- Gangguan diet : deprivasi protein
- Amiloidosis
- Sjogren syndrome8
3. Idiopatik
Selain karena penyebab sentral dan nefrogen, beberapa kasus diabetes
insipidus tidak diketahui penyebabnya. Pada sejumlah kecil kasus,
diabetes insipidus merupakan kelainan herediter. Bentuk autosom
dominan ditandai dengan onsetnya yang bervariasi mulai sejak lahir
sampai umur beberapa tahun, dan semakin lama ada variasi keparahan
dalam keluarga dan individu. Gejala menurun pada dekade ke 3 dan ke 5.
Kadar AVP mungkin tidak ada (< 0,5 pg/mL) atau menurun secara
bervariasi. Gena berada pada kromosom nomor 20, dan praprotein yang
mengkode berisi AVP dan neurofisin (NPII), protein pembawa hormon.
Rantai tunggal pembawa polipeptide ini terbelah dalam granula sekretori
dan kemudian disambung lagi ke dalam kompleks AVP-NP sebelum
sekresi. Mutasi yang meyebabkan diabetes insipidus autosom dominan
telah dilokalisasi di bagian NP II. Meskipun mutasi hanya melibatkan
satu allele, mutan kompleks AVP NP II mengganggu fungsi allele normal,
mengakibatkan pewarisan atosom dominan.

Klasifikasi
1. Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya
berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari
kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan
ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik,
paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu,
diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan
ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan akson
hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan
ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. DIS dapat juga terjadi karena tidak
adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi
kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir,
ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibodi
terhadap ADH.2
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik
ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun
pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya jika
haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal
mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan
keseimbangan cairan dalam tubuh.

2. Diabetes insipidus nefrogenik


Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini
dapat disebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal
seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell
disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi
desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan
hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang
dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya
boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.

3. Diabetes insipidus dipsogenik


Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal
sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin.
Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus
dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa
haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume
overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na
dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum
ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.

4. Diabetes insipidus gestasional


Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim
yang dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes
insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus
dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh
digunakan sebagai terapi.
Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di
nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus bersama dengan
pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel
neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang
berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya.

Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan


disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang
meningkat pada reseptor volume dan osmotik. Suatu peningkatan osmolalitas cairan
ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi
vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus
pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan
adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat
dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan
dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.

Sekresi ADH dalam mereabsorbsi air diatur oleh dua mekanisme yaitu
osmoreseptor dan baroreseptor

- Osmoreseptor

Terletak di anterolateral hipotalamus. Sel ini berperan dalam menjaga


keseimbangan air dan Na. Perubahan dalam tekanan osmolar plasma akan
merangsang signal untuk rilis atau inhibisi ADH. Tekanan osmolaritas di bawah
280 mOsm/kg tidak akan merangsang sekresi ADH. Rangsang rilis ADH mulai
ketika terjadi perubahan terjadi perubahan tekanan osmolaritas di atas 280
msml/kg. Tekanan osmolaritas 290 mOsm/kg akan merangsang sekresi ADH
sebesar 5pg/ml.
Gambar : Peningkatan Osmolalitas Cairan Ekstraseluler Atau Penurunan
Volume Intravaskuler Akan Merangsang Sekresi Vasopressin
- Baroreseptor
Terletak di sinus carotis dan arkus aorta yang mengatur tekanan darah. Stimulasi
rilis ADH terjadi jika tekanan darah turun sehingga mensupresi baroreseptor.
Serabut saraf sensoris dari nervus IX dan X membawa signal ini dari sinus dan
arcus untuk merangsang rilis ADH di hipotalamus.

Gambar : Baroseptor Stimulan Rilis ADH


Tabel : Karakteristik Osmoreseptor dan Baroreseptor

Receptors Osmoreceptors Baroreceptors

carotid sinus & aortic


Location anterolateral hypothalamus
arch

Value Measured Posm circulating volume

ADH Release Stimulated By activation of receptor suppression of receptor

Change Required for Action 1% above 280 mosm/kg 10-15% decrease

Resulting Amount of ADH Small large

Override Other? No yes

Ginjal menyaring 70-100 liter cairan dalam 24 jam, dan dari jumlah ini 85%
direabsorbsi di tubulus bagian proksimal tanpa pertolongan ADH. Sisanya di
reabsorbsi di tubulus bagian distal di bawah pengaruh ADH. Vasopresin bekerja
dengan memperbesar permeabilitas jaringan terhadap air.

Gambar : Mekanisme Kerja Vasopresin Dengan Memperbesar Permeabilitas


Jaringan Terhadap Air Di Tubulus Ginjal.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan
air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan
menyebabkan poliuria atau banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolalitas
plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma
akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotik pusat haus lebih tinggi
dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas
plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan
mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus,
yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).

Gejala klinis
1. Poliuria dan polidipsia
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan
polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam
sangat banyak, dapat mencapai 5–10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya
sangat rendah, berkisar antara 1,001 – 1,005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat
badan. Poliuria yang terjadi ialah primer dan untuk mengimbanginya
penderita akan minum banyak (polidipsia). Pada bayi kecil yang diberikan
minum biasa akan tampak gelisah yang terus-menerus, kemudian timbul
dehidrasi, panas tinggi dan kadang-kadang dapat timbul syok. Untuk
menghindari syok, harus diberikan cairan dalam jumlah besar, sebaiknya air
putih. Gejala lain yaitu lekas marah, letih, dan keadaan gizi kurang. Enuresis
bisa merupakan gejala dini penyakit ini. Kulit biasanya kering, karena anak
tidak berkeringat. Sering terdapat anoreksia. Kadang-kadang terdapat gejala
tambahan seperti obesitas, kakeksia, gangguan pertumbuhan, pubertas
prekoks, gangguan emosionil, dan sebagainya, bergantung pada letak lesi di
otak. Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala poliuria dan polidipsia
biasanya mulai timbul segera setelah lahir. Bayi sangat sering menangis dan
tidak puas dengan susu tambahan tetapi senang bila mendapat air. Pada anak
haus yang berlebih akan mengganggu aktivitas tidur, bermain, dan belajar.
2. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi.
Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai
dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati,
bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan
mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat
perkembangan fisik.
3. Hipertermia
4. Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia.
5. Berat badan turun dengan cepat
6. Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing
7. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
8. Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat
9. Gejala dan tanda lain
Tergantung pada lesi primer, misalnya penderita dengan tumor daerah
hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan, obesitas, atau kakheksia
prgresif, hiperpireksia, gangguan tidur, seksual prekoks, atau gangguan
emosional. Lesi yang pada awalnya menyebabkan diabetes insipidus akhirnya
dapat merusak hipofisis anterior, pada keadaan demikian diabetes insipidus
cenderung lebih ringan atau hilang sama sekali.

2.7 Diet pasien dengan diabetes insipidus

Diet perlu dilakukan dengan mengurangi asupan karbohidrat (berbagai


jenis gula dan tepung termasuk nasi, kentang, ubi, singkong dan lain
sebagainya), mengurangi makanan berlemak (daging berlemak, kuning telur,
keju, dan susu tinggi lemak) serta memperbanyak makan sayur dan buah
sebagai sumber serat, vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein kita dapat
memanfaatkan ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe.

2.8 Farmakologi diabetes insipidus

1. diuretik tiazid
menyebabkan suatu antineuresis sementara, deplesi ECF ringan dan
penurunan GFR. Hal ini menyebabkan peningkatan reabsorbsi Na+ dan
air pada nefron yang lebih proksimal sehingga menyebabkan
berkurangnya air yang masuk ke tubulus distal dan collecting duct. Tetapi
penurunan EAVB (effective arterial blood volume) dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi ortostatik. Obat ini dapat dipakai pada diabetes
insipidus baik sentral maupun nefrogenik.
2. Klorpropamid
Meningkatkan efek ADH yangmasih ada terhadap tubulus ginjal dan
mungkin pula dapat meningkatkan penglepasan ADH dari hipofisis.
Dengan demikian obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes inipidus
sentral komplit atau diabetes insipidus nefrogenik. Efek samping yang
harus dipehatikan adalah timbulnya hipoglikemia. Dapat dikombinasi
dengan tiazid untuk mencapai efek ,aksimal. Tidak ada sulfonylurea yang
lebih efektif dan kurang toksik dibandingkan dengan klorpropamid
pengobatan diabetes insipidus.
3. Klofibrat
Seperti klorpropamid. Klofibrat juga meningkatkan penglepasan ADH
endogen. Kekurangan klofibrat dibandingkan dengan klorpropamid
adalah harus diberikan 4 kali sehari, tetapi tidak menimbulkan
hipoglikemia. Efek samping lain adalah ganguan saluran cerna, miositis,
gangguan fungsi hati. Dapat dikombinasi dengan tiazid dan klorpropamid
untuk dapat memperoleh efek maksimal dan mengurangi efek samping
pada diabetes insipidus sentral parsial.
4. Karbamazepin
Suatu anti konvulsan yang terutama efektif dalam pengobatan tic
douloureux, mempunyai efek seperti klofibrat tetapi hanya mempunyai
sedikit kegunaan dan tidak dianjurkan untuk dipakai secara rutin.

2.9 Penatalaksanaan diabetes insipidus


1. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan
normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin
300-450 mOsmol/l. Pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai
1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmoll dan osmolalitas urin
50-150 mOsmol/l. Urin pucat atau jernih. Kadar natrium urin rendah.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam
darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.

Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus


dengan defisiensi ADH parsial dan juga untk membedakan diabetes
insipidus dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus
dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar
osmolalitas plasma maupun urin tiap 2 jam. Pada individu normal,
osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan
berat jenisyang naik (800-1200).
2. Radioimunoassay untuk vasopresin

kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada
hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus
neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes
insipidus parsial dengan polidipsia primer.

3. Rontgen cranium

Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor


intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus
klinoid, atau makin melebarnya sutura.

4. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar
pituitaria anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau yang
disebut titik terang/isyarat terang. Titik terang muncul pada MRI
kebanyakan penderita normal, namun tidak tambap pada penderita dengan
lesi jaras hipotalamik-neurohipofise. Penderita dengan dabetes insipidus
autosom dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh
akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar
pituitaria dapat terlihat dengan MRI pada penderita dengan diabetes
insipidus dan histiositosis sel langerhans (LCH) atau infiltrasi limfosit.
Pada beberapa penderita abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan
sebelum bukti klinis LCH lain ada.

Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidus,


maka harus melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan
untuk membedakan apakah jenis Diabetes Insipidus yang dialami, karena
penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada
beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:

5. Fluid deprivation menurut martin Goldberg


Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kencingnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa
volum dan jenis atau osmolalitas urin oertama. Pada saat ini pasien
diambil sampel plasma untuk diukur osmolallitasnya.
Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap
jam.
Pasien ditimbang setiap jam bila dieresis lebih dari 300ml/jam atau
setiap 3 ja bila dieresis kurang dari 300ml/jam.
Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disipan dalam lemari es.
Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.

6. Hickey Hare atau Carter-Robbins test


Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan
bagaimana respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya
(williams)
a. Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit
(biasanya 8-10 ml/menit).
b. Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25
ml/menit/kgbb. Dipertahankan selama 45 menit.
c. Urin ditampung selama 15 menit.

Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.

Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.

7. Uji haus
Dilihat berapa lama penderita bisa tahan tanpa minum. Biasanya tidak
lama anak akan menjadi gelisah, banyak kencing dan terjadi bahaya
dehidrasi. Berat jenis urin tetap rendah, sedangkan pada compulsive water
drinker berat jenis urin akan naik.

8. Masukan air
Diukur jumlah minum kalau diberi kesempatan bebas.

9. Uji nikotin
Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsing dirangsang oleh
nikotin. Obat yang dipakai adalah nikotin salisilat secara intravena. Akibat
sampingnya adalah mual dan muntah.

Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.

Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.


10. Uji Vasopresin
Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan
respons terhadap ADH. Obat yang dipakai adalah pitresin.
a. Untuk intravena diberikan pitresin dalam akua 5 ml unit/menit dalam
infus lambat selama 1 jam.
b. Untuk pemberian intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam
minyak 5 U. untuk penilaiannya lihat gambar 5.

Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume,


berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya,
dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus
Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus
Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
2.10 Askep diabetes insipidus
Kasus

An. Dora (2th)dibawa IGD karena lemas. Saat ini An Dora dari hasil
pemeriksaan lab didapatkan:peningkatan hematokrit, penurunan BJ urine,
finger print (+) turgor kulit kering,suhu tubuh 38,8 c. Dari hasil pengkajian
didapatkan riwayat polidipsi dan poliuri. Ketika di injeksi vasopressin SC
ada penurunan gejala poliuri. Saat ini An Dora ada program periksa BJ urine
dan monitor balance cairan per 24jam.

TGL ANALISA DATA PROBLEM ETIOLOGI


26/5/ Ds: Defisit volume Kehilangan cairan
13 -Pasien mengatakan lemas cairan aktif

DO :
- Hematokrit meningkat
- Finger print (+)
- Turgor kulit kering
- Suhu 38,8 c
- Penurunan BJ urine
- Poliuri
- Polidipsi

Diagnosa keperawatan

Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
pasien mengatakan lemas, hematokrit meningkat, finger print (+), penurunan BJ
urine, poliuri, polidipsi,turgor kulit kering,suhu 38,8 c.
No. Tgl/ Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
DP Jam
1. 26/5 Defisit volume cairan 1. Kaji dan Pantau TTV 1.Adanya perubahan
/13 teratasi seterlah dilakukan dan catat adanya jika ada TTV menggambarkan
tindakan keperawatan perubahan status dehidrasi klien.
selama 3x24jam dengan Hipovolemia dapat
kriteria hasil : dimanifestasikan oleh
1.Klien tidak mengeluh hipotensi dan
lemas lagi takikardia. Perkiraan
2. Hasil lab Ht dalam berat ringannya
batas normal 45-50 hipovolemia dapat
3. Finger print ( - ) dibuat ketika tekanan
darah sistolik pasien
turun lebih dari 10
mmHg dari posisi
berbaring ke posisi
duduk/berdiri.

2.Monitor keluhan haus 2. Pada pasien diabetes


insipidus dapat
mengalami polidipsi
karena osmolalitas
plasma meningkat,
maka tubuh akan
mensekresi vasopresin
yang apabila meningkat
akan merangsang pusat
haus
3.Monitor status hidrasi ( 3.Mengetahui tingkat
finger print ,kelembaban dehidrasi.
membran mukosa, warna
kulit).

4. Monitor dan Timbang 4.Mengetahui berapa


berat badan setiap hari. cairan yang hilang
dalam tubuh

5. Monitor hasil lab ( Ht ) 5.Pemeriksaaan Ht


mengkaji tingkat
hidrasi dan sering kali
meningkat akibat
hemokonsentrasi yang
terjadi setelah diuresis
osmotik
6. Monitor BC dan BJ 6.memberikan
perkiraan kebutuhan
akan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi
yang di berikan

7.Pemberian ADH
7.kolaborasi pemberian
dapat meningkatkan
ADH
reabsorbsi di tubulus
ginjal
2.11 Keterampilan menghitung balance cairan

Pengertian

Penghitungan keseimbangan cairan masuk dan keluar tubuh

Tujuan

Mengetahui status cairan tubuh :

1. Mengetahui jumlah masukan cairan


2. Mengetahui keluaran cairan
3. Mengetahui balance cairan
4. Menentukan kebutuhan cairan

Kebijakan

Pasien dengan kecenderungan gangguan regulasi cairan

Petugas

Perawat

Peralatan

1. Alat tulis
2. Gelas ukur urine/urine bag

 Rumus balance

CM - CK - IWL

 Rumus IWL

(15 X BB X JAM KERJA) / 24 Jam

 Rumus IWL Kenaikan Suhu

[(10% X CM) X jumlah kenaikan suhu] / 24 JAM + IWL Normal


Prosedur pelaksanaan

A. Tahap PraInteraksi
1. Melakukan pengecekan program terapi
2. Mencuci tangan
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam pasien dan sapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
C. Tahap Kerja
1. Menghitung in take oral (minum)
2. Menghitung in take oral (makan)
3. Menghitung in take parenteral
4. Menentukan cairan metabolisme
5. Menghitung out put urine
6. Menghitung out put feces
7. Menghitung out put abnormal (muntah, drain, perdarahan dll)
8. Menghitung out put IWL
9. Menghitung balance cairan
D. Tahap Terminasi
1. Berpamitan dengan klien
2. Membereskan alat-alat
3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

3. Keterampilan menghitung BJ urine

Prinsip : memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer

Tujuan : mengetahui kepekatan urine

Alat yang di perlukan :

 Urinometer
 Gelas ukur 50 ml
 Termometer 00 -500 C
Cara pemeriksaan :

 Baca dan catat suhu terakhir yang tercantum pada alat urinometer,
kemudian baca suhu kamar
 Tuang urine ke gelas ukur 50 cc
 Masukkan urinometer ke dalam gelas ukur, usahakan bebas terapung
 Baca berat jenis setinggi miniskus bawah ( 3 angka di belakang koma )

Perhitungan :

 Jika suhu urinometer berbeda dengan suhu kamar, lakukan koreksi


perbedaaan 30C, suhu kamar melebihi suhu tera berat jenis di
tambah 0,001, di bawahnya di kurangi 0,001
 Contoh :
Suhu tera 300C, urine 330C urinometer 1,004 berat jenis urine
1,004 + 0,001 = 1,005
 Nilai normal : 1,003 – 1,030
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan


rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah. Kondisi ini
merupakan manifestasi klinis dari defisiensi pitresin (ADH) atau merupakan kondisi
klinis akibat dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH.Penyebab diabetes
insipidus dapat karena penyebab sentral yang menyebabkan penurunan produksi
ADH maupun kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) yang menyebabkan
ginjal kurang peka terhadap ADH, serta idiopatik.

Gejala klinis khas diabetes insipidus yaitu poliuria dan polidipsia,h gejala
lainnya yaitu dehidrasi, hipertermia, nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot,
hipotermia dan takikardia. Berat badan turun dengan cepat, serta gejala enuresis, pada
anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing, keringat sedikit sehingga
kulit kering dan pucat, anoreksia, lebih menyukai karbohidrat. Komplikasi dari
dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan
kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak,
sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang
juga akan menghambat perkembangan fisik. Gejala dan tanda lain tergantung pada
lesi primer.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan penunjang


(laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia), test deprivasi air, radioimunoassay
untuk vasopresin, rontgen cranium, dan MRI. komplikasi diabetes insipidus dapat
terjadi dehidrasi hipernatremik serta komplikasi neurologisnya, retardasi mental,
hidronefrosis.

Pada DIS yang komplit, terapi hormon pengganti (hormonal replacement)


yaitu desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) merupakan
pilihan utama. Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant
yang mengatur keseimbangan air, seperti: diuretik tiazid, klorpropamid, klofibrat,
karbamazepin. Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan
dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus. Diabetes insipidus jarang
mengancam jiwa. Penderita dengan diabetes insipidus tanpa komplikasi dapat hidup
selama bertahun-tahun dengan kesulitan poliuria dan polidipsia sepanjang mereka
memiliki mekanisme haus yang utuh dan mendapatkan air dengan bebas.
3.2 Saran

Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat memberikan manfaat mengenai


penyakit diabetes insipidus serta penatalaksanaan asuhan keperawatan bagi penderita
diabetes insipidus.Kita sebagai perawat harus mengetahui bagaimana cara merawat
klien diabetes insipidus dengan tepat dan benar sesuai standar operasional perawat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdelazis Elamin. 2009. Diabetes Insipidus. Departement of Child Health


and Pediatric EndocrinologistSultan Qaboos University.
2. Sands, Jeff M., Bichet, Daniel G. Nephrogenic Diabetes Insipidus. Ann
Intern Med. 2006; 144:186-194.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Endokrinologi Anak. Dalam
Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak 1985. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI; cetakan kesebelas.
4. C.B. Pender dan Clarke Fraser. 2009. Dominant Inheritance Of Diabetes
Insipidus: A Family Study. American Academy of Pediatrics ournal, 15 : 246-
254
5. Asman Boedi Santoso. Diabetes Insipidus. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta, FK UI, hal 816
6. Syaifudin,2009. Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta:Salemba Medika.

7. Sherwood, Lauralec, 2001. Fisiologi Manusia.Jakarta:EGC.

8. Endokrinologi Anak. Dalam : Manual textbook of Nelson’s Pediatrics.

Anda mungkin juga menyukai