Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUGAS AKHIR PROGRAM PROFESI NERS

Penatalaksanaan Lumpektomi Pasien Tumor Mammae


di Instalasi Bedah Sentral (IBS)
RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu tugas akhir memperoleh gelar profesi
Ners, Universitas Jenderal Soedirman

OLEH:
YAYANG RIZKY YUNI WIDOSARI, S.Kep.
G4D014046

PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
Penatalaksanaan Lumpektomi Pasien Tumor Mammae

di Instalasi Bedah Sentral (IBS)


RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Oleh:
Yayang Rizky Yuni Widosari, S.Kep.
G4D014046

disetujui pada tanggal


Januari 2015

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Atyanti Isworo, S.Kep.,M.Kep., Sp.KMB Untung Budi Raharjo, S.Kep


NIP 19820211 200912 2 004 NIP 19761216 199803 1 002

Mengetahui
Ketua Jurusan Keperawatan,

Lutfatul Latifah, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Mat


NIP 19780716200501200
A. LATAR BELAKANG
Tumor ganas merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi pada
tingkat dunia dengan angka mencapai 13% dari segala jenis penyebab kematian
global. WHO (2008) menjelaskan, tercatat 7,6 juta kasus tumor ganas yang
terjadi pada tahun 2004 dengan prevalensi tumor mammae mencapai 23% dari
seluruh keganasan. Sementara itu, penderita tumor ganas mammae (breast
cancer) di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun dengan angka 100
kasus dari 100.000 penduduk (Balitbangkes, 2005).
Kasus tumor mammae juga ditemukan di RSUD Dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga. Pada bulan Desember 2015, ditemukan 6 kasus
tumor mammae dalam waktu 2 minggu. Peningkatan jumlah kasus tumor
mammae terkait dengan beberapa hal. Penelitian Oemiati, Rahajeng, dan
Kristanto (2011), menunjukkan bahwa beberapa faktor risiko yang
mempengaruhi peningkatan insiden diantaranya peningkatan usia, jenis
kelamin wanita berisiko 2 kali lipat, IMT yang besar (obesitas), merokok, dan
kurang olahraga. Sementara itu, faktor demografi misalnya daerah pedesaan,
pendidikan dan tingkat ekonomi rendah juga terbukti berpengaruh terhadap
peningkatan insiden keganasan tumor mammae. Hal ini dikaitkan dengan
kemampuan penderita dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Peningkatan insiden tumor mammae setiap tahun perlu mendapatkan
perhatian lebih terutama dalam hal penatalaksanaan dini. Oleh karena itu,
penting bagi tenaga kesehatan untuk mempelajari lebih dalam penatalaksanaan
tumor mammae. Beberapa penatalaksanaan yang biasa diterapkan di rumah
sakit adalah dengan pembedahan. Pembedahan ini terdiri dari mastektomi
maupun lumpektomi. Pemilihan kedua prosedur tergantung pada kondisi tumor
masing-masing pasien. Prosedur pembedahan tumor mammae yang sering
ditemukan di RSUD Purbalingga adalah lumpektomi. Dengan demikian, dalam
Independent Practice ini akan dibahas bagaimana konsep penatalaksanaan
lumpektomi pada pasien dengan tumor mammae. Analisa kasus juga akan
dilakukan pada satu pasien dengan tumor mammae jenis tertentu yang ditemui
pada saat praktik.

B. TUJUAN
Tujuan yang akan dicapai melalui praktik Independent Practice
diantaranya:
1. Mengetahui konsep tentang tumor mammae hingga penatalaksanaan
secara operatif.

2. Mengetahui konsep asuhan keperawatan di ruang Instalasi Bedah Sentra

3. Meningkatkan keterampilan terkait penatalaksanaan tumor mammae.

C. LEARNING OUTCOMES
1. Mampu menjelaskan tentang konsep tumor mammae

2. Mampu menjelaskan tentang manajemen perioperatif tumor mammae

3. Mampu meningkatkan keterampilan dalam operasi tumor mammae

4. Mampu membuat asuhan keperawatan perioperatif pasien dengan tumor


mammae.

D. KAJIAN LITERATUR
1. Konsep Tumor Mammae
a. Anatomi fisiologi mammae
Mammae adalah kelenjar yang terletak pada costa dua hingga
enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media.
Mammae terdiri dari dua jenis jaringan yaitu jaringan glandular
(kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi
kelenjar susu (lobus) dan salurannya (duktus). Sementara itu, jaringan
penopang terdiri dari jaringan lemak dan jaringan ikat (Snell, 2006 dan
Haryono, 2011).
Masing-masing mammae memiliki 15-20 lobus yang berpusat
pada papilla mammae. Saluran utama tiap lobus memiliki ampulla yang
membesar tepat sebelum ujungnya bermuara ke papilla. Tiap papilla
dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap disebut areola.
Terdapat tonjolan-tonjolan halus pada areola yang merupakan saluran
tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya. Tidak ada otot yang terletak
di dalam mammae, tetapi terdapat otot yang terletak di bawah mammae
yang melindungi tulang rusuk, yaitu otot pectoralis (Breslin, et al,
2009). Gambaran anatomi mammae dapat dilihat pada gambar berikut.

(Breslin, et al, 2009)


b. Definisi
Tumor mammae merupakan benjolan tidak normal akibat
pertumbuhan sel yang terjadi secara terus menerus. Istilah tumor sering
digunakan untuk semua benjolan dan diartikan sebagai pembengkakan
sel baik karena neoplasma maupun peradangan (Kumar, 2007).
c. Etiologi tumor mammae
Beberapa kondisi yang berisiko menyebabkan timbulnya tumor
mammae diantaranya jenis kelamin (wanita lebih berisiko); riwayat
keluarga yang memiliki tumor mammae; genetik (mutasi gen BRCA 1
pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 meningkatkan
risiko tumor mammae hingga 85%); usia (risiko meningkat seiring
pertambahan usia); hormonal; usia kehamilan pertama pada usia 30
tahun ke atas dua kali lipat berisiko; paparan radiasi; kontrasepsi oral.
d. Klasifikasi tumor mammae
Terdapat beberapa klasifikasi tumor mammae mulai dari tumor
yang bersifat jinak hingga ganas. Menurut WHO (2003), klasifikasi
histologik tumor mammae dikelompokkan sebagai berikut.
e. Patofisiologi dan manifestasi klinis
Tumor mammae/neoplasma merupakan sekelompok sel abnormal
dengan ciri-ciri proliferasi sel yang terjadi secara berlebihan tidak
mengikuti struktur jaringan yang ada di sekitarnya. Tumor ini dapat
bersifat jinak misalnya FAM, fibrokistik, phyllodes, dapat juga bersifat
ganas seperti jenis sarcoma (kanker). Tumor jinak biasanya cukup
ditangani dengan prosedur lumpektomi. Bahkan beberapa diantaranya,
tumor jinak tidak memerlukan tindakan khusus pembedahan. Beberapa
jenis tumor jinak tersebut tidak berpotensi untuk berkembang menjadi
keganasan (Price & Wilson, 2005).
Neoplasma yang bersifat maligna terdiri dari sel-sel kanker yang
bersifat ganas. Sel ini menunjukkan proliferasi tak terkendali hingga
mengganggu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi ke organ-
organ yang jauh. Sel mengalami perubahan secara biokimia terutama
pada inti sel. Proses terjadinya sel kanker ini terdiri dari 4 fase, yaitu:
1) Fase induksi
Merupakan fase kontak pasien dengan etiologi atau faktor-faktor
risiko misalnya zat karsinogenik. Lamanya fase induksi tergantung
dari banyaknya paparan risiko dan kerentanan dari masing-masing
individu.
2) Fase in situ
Fase ini ditandai dengan munculnya lesi pre-cancerous di daerah
yang terkena kanker misalnya mammae.
3) Fase invasi
Sel-sel pada fase ini berkembang menjadi ganas, terus
berproliferasi dan menginfiltrasi melalui membran sel ke jaringan
sekitar, pembuluh darah, dan ke saluran limfe.
4) Fase diseminasi
Proses ini adalah proses dimana sel kanker menyebar ke jaringan
yang lebih luas atau organ lain di sekitarnya seperti paru-paru.
f. Pemeriksaan diagnostik
Diagnostik tumor mammae dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Menurut Soeprianto
(2003), gambaran klinis jinak dan ganas dibedakan menjadi:
1) Klinis jinak, meliputi bentuk bulat, teratur atau lonjong; permukaan
rata; konsistensi kenyal dan lunak; mudah digerakkan; tidak ada
nyeri tekan.
2) Klinis ganas, meliputi permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol;
tepi tidak rata; bentuk tidak teratur; konsistensi keras, padat; batas
tidak tegas; sulit digerakkan terhadap jaringan sekitar; kadang nyeri
tekan; permukaan kulit seperti kulit jeruk (peau d’orange), nipple
tertarik ke dalam.
Sementara itu, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
diantaranya mamografi, USG, MRI, dan biopsi (terbuka dengan
eksisi/insisi/lumpektomi; tertutup dengan aspirasi jarum halus)
(Djamaloeddin, 2005).
2. Konsep Manajemen Perioperatif dan Lumpektomi
a. Manajemen perioperatif
Keperawatan perioperatif adalah fungsi keperawatan yang
berkaitan dengan pembedahan pasien pada fase pre, intra, dan post
operatif. Fase preoperatif dimulai dari adanya keputusan pembedahan
sampai dengan mengirim pasien ke ruang operasi. Fase intraoperatif
dimulai dari pasien dipindahkan ke meja operasi hingga pasien pindah
ke recovery room (RR). Sedangkan fase postoperasi dimulai dari
tibanya pasien di RR hingga pasien keluar dari rumah sakit atau pulang
(Smeltzer & Bare, 2002).
Pada fase preoperatif, pasien akan melalui ruang serah terima
(ruang transfer) antara perawat bangsal bedah dengan perawat IBS dan
ruang persiapan (ruang induksi). Selanjutnya pasien dipindah ke ruang
operasi (diposisikan di meja operasi) tempat pasien akan menjalani
proses pembedahan. Pasien kemudian ditransfer ke ruang RR saat
operasi telah selesai. Berikut bagannya (Hipkabi, 2015).

Preoperatif Intraoperatif Postperatif

Ruang serah Meja Operasi Recovery Room


terima (transfer)
+
1) Manajemen Keperawatan Preoperatif
Hal yang perlu diperhatikan pada fase preoperatif adalah
Ruang persiapan
(ruang induksi) pasien tentang operasi yang akan dijalani dan
pengetahuan
persiapan pasien. Pengetahuan pasien dikaji sekaligus memberikan
penjelasan diantaranya tentang pemeriksaan sebelum operasi;
inform concen; waktu pembedahan; alat khusus yang digunakan;
ruang yang akan dilalui (ruang operasi dan RR); latihan napas
dalam dan batuk efektif; latihan kaki dan mobilitas; manajemen
nyeri; prosedur operasi (insisi, ukuran, lokasi, tipe, drain, dan
perawatan luka); kemungkinan lines yang terpasang misalnya NGT,
oksigen, DC.
Persiapan pasien yang diperhatikan yaitu manajemen nutrisi
dan cairan (pasien dipuasakan dewasa 8 jam, anak 4 jam untuk
mencegah aspirasi, mengotori meja operasi, dan mengganggu
jalannya operasi); Persiapan perut dengan pemberian lavement
untuk bedah digesti atau daerah pelvis periferal; Persiapan kulit
dengan membebaskan area operasi dari rambut untuk menurunkan
bakteri; Hasil pemeriksaan penunjang; dan Persetujuan Informed
consent. Selain itu, kaji tingkat kecemasan pasien, adanya alergi,
penggunaan alat bantu (lensa kontak, gigi palsu), serta penggunaan
perhiasan harus dilepas.
2) Manajemen Keperawatan Intraoperatif
Pada saat memasuki ruang operasi, perawat kembali
memeriksa hasil pemeriksaan penunjang dan ceklist preoperatif.
Perawat menginterpretasi variabel dalam asuhan diantaranya usia,
jenis kelamin, prosedur pembedahan, posisi, anestesi, ahli bedah
dan anggota tim. Kemudian perawat memeriksa kesiapan ruangan,
pasien, instrumen, keterbatasan alat yang spesifik, dan pengaturan
suhu ruangan.
Selama di ruang operasi, perawat melakukan pemeliharaan
keselamatan dengan mengatur posisi, memasang alat pengaman,
dukungan fisik, memantau jumlah alat, spon, jarum. Perawat juga
memantau fisiologis pasien meliputi sistem kardiopulmonal, cairan,
dan tanda vital. Bagi pasien yang sadar, perawat memberikan
dukungan emosional, memberikan kepercayaan dan komunikasi
terapeutik.
Selama operasi berlangsung, perawat harus menggunakan
peralatan secara bijak, memastikan suction dan alat invasif dalam
kondisi baik, mengikuti setiap tahapan prosedur bedah yang
ditetapkan, dan mempertahankan kondisi aseptik. Perawat juga
memperhatikan kondisi luka operasi, jumlah perdarahan, kepatenan
drainase, ketidaknyamanan (mual, muntah, nyeri), dan catat jam
pasien masuk ke ruang RR.
3) Manajemen Keperawatan Postoperatif
Pada fase ini, perawat harus memperhatikan jalan napas yang
adekuat dan berikan ventilasi yang adekuat segera mungkin. Catat
status kardiovaskuler, kesadaran, keseimbangan cairan, kondisi
luka operasi, jumlah perdarahan, kepatenan drainase,
ketidaknyamanan, dan kemanan pasien. Catat jam masuk dan
keluar RR. Kriteria stabil PACU adalah pasien sadar baik (Alderet
score baik), pasien tidak bingung, produk urin adekuat 30 cc/jam
atau 1-2 cc/KgBB/jam.
b. Lumpektomi
Lumpektomi adalah tindakan operasi yang bertujuan untuk
mengambil jaringan tumor dan sebagian kecil jaringan normal di
sekitarnya. Lumpektomi berbeda dengan mastektomi karena tidak
mengambil jaringan mammae secara sebagian maupun keseluruhan.
Lumpektomi sering disebut sebagai “breast-saving surgery”. Pasien
yang menjalani proses lumpektomi mendapatkan medikasi untuk
mengurangi nyeri dan ansietas. Pasien akan mendapatkan anestesi
general selama proses berlangsung. Pasien dengan lumpektomi
biasanya cukup mendapatkan perawatan post operasi 1-2 hari. Pasien
dapat kembali beraktivitas dalam waktu 2 minggu post operasi (Donald,
2008).
E. METODE
Metode yang digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu:
Learni
W
ng
No. Sub Pokok Bahasan Metode ak Evaluasi
outco
tu
mes
1. Mamp - Menjelaskan anatomi - Pencarian referensi Mi Mahasiswa dapat
u fisiologi mammae baik dari jurnal ng menjelaskan
menjel - Menjelaskan definisi ilmiah maupun gu konsep tumor
askan tumor mammae textbook 1 mammae, meliputi
tentang - Menjelaskan klasifikasi - Diskusi Expert da anatomi fisiologi,
konsep tumor mammae (perawat IBS dan n definisi,
tumor - Menjelaskan etiologi dokter spesialis 2 klasifikasi,
mamm tumor mammae penyakit dalam etiologi,
ae - Menjelaskan - Partisipasi aktif patofisiologi,
patofisiologi dan - Bedside teaching manifestasi klinis,
manifestasi klinis tumor - Diskusi dengan pemeriksaan
mammae profesi lain (dokter diagnostik, dan
- Menjelaskan muda atau dokter prosedur operasi
pemeriksaan diagnostik internship) tumor mammae
tumor mammae
- Menjelaskan prosedur
operasi tumor mammae
2. Mamp - Menjelaskan prosedur dan set - Pencarian referensi Mi Mahasiswa dapat
u instrumen yang digunakan baik dari jurnal ng meningkatkan
menjel dalam operasi tumor mammae ilmiah maupun gu pemahaman
askan - Menjelaskan manajemen textbook 2 tentang
tentang perioperatif meliputi: - Diskusi Expert sa manajemen
manaje persiapan pasien, persiapan (perawat IBS dan m perioperatif tumor
men alat, persiapan perawat, pre dokter spesialis pa mammae
periop medikasi, pemberian anestesi, penyakit dalam i
eratif proses pembedahan, hecting, - Partisipasi aktif ke
tumor balutan, monitoring di recovery - Bedside teaching 4
mamm room, - Diskusi dengan
ae - Mengetahui konsep sign in, profesi lain (dokter
time out, dan sign out muda atau dokter
internship)
- Pemahaman
SOP/Protab RS
3. Mamp - Mengikuti jalannya - Observasi Mi Mahasiswa
u operasi pengangkatan - Asistensi operasi ng mampu
menin tumor mammae - Partisipasi aktif gu mempraktikan dan
gkatka selama operasi 2 ikut serta dalam
n sa proses operasi
ketram m
pilan pa
dalam i
operasi mi
tumor ng
mamm gu
ae ke
4
4. Mampu - Melakukan pengkajian - Pencarian data Mi Mahasiswa membuat
membuat pasien di ruang operasi sekunder dari status ng asuhan keperawatan
asuhan - Membuat analisa data pasien gu perioperatif pasien dengan
keperawatan - Membuat diagnosa - Wawancara dengan 2 operasi tumor mammae
perioperatif keperawatan yang pasien sa
pasien dengan muncul - Mengobservasi m
tumor mammae - Melakukan respon pasien pa
implementasi i
keperawatan mi
- Mengevaluasi respon ng
pasien setelah dilakukan gu
implementasi ke
4
1. Timeline
Desember Januari
Nama
No 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3
Kegiatan
7 8 9 0 11 2 13 4 5 6 7 8 9 20 1 2 3 4 5 6 27 8 9 0 1 1 2
Orientasi L L L L L L
1
ruangan I I I I I I
Pengenalan B B B B B B
2 instrumen U U U U U U
basic set R R R R R R
Pengenalan
3 instrumen set
lain
Bedside
4
teaching
Bimbingan
dengan
5
pembimbing
klinik
Pencarian
referensi
6
berbasis
jurnal/riset
Bimbingan
dengan
7
pembimbing
akademik
8 Observasi
pasien operasi
(pra, intra,
post )
Desember Januari
Nama
No 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3
Kegiatan
7 8 9 0 11 2 13 4 5 6 7 8 9 20 1 2 3 4 5 6 27 8 9 0 1 1 2
Pendampinga
9 n menyiapkan
alat operasi
Asistensi
10 operasi
(hecting)
Manajemen
pra, intra, dan
11 post operasi
tumor
mammae
Presentasi
12
kasus
Pengumpulan
13
tugas akhir
2. Mekanisme Konsultasi dan Bimbingan
Konsultasi dan bimbingan dilakukan baik kepada pembimbing klinik
maupun pembimbing akademik. Di awal pertemuan, pembimbing klinik
memberikan orientasi dan tahapan belajar yang perlu diperhatikan di ruang
IBS tiap minggunya. Misalnya, minggu pertama mahasiswa profesi
diharuskan mengenal dan menguasai Basic Instrument Set dan instrumen
set yang lain. Minggu kedua mahasiswa profesi ikut serta dalam
menyiapkan instrumen set yang digunakan untuk program operasi. Minggu
kedua dan ketiga, mahasiswa profesi mulai melakukan asistensi operasi
dan analisa kasus. Minggu keempat mahasiswa profesi melanjutkan
analisa kasus hingga penyelesaian Pembimbing klinik juga memberikan
arahan pada saat proses pelaksanaan operasi.
Pembimbing klinik melakukan diskusi expert untuk membahas kasus
operasi yang telah diobservasi selama shift. Diskusi ini dilakukan kurang
lebih 2-3 kali dalam seminggu. Sementara itu, konsultasi dan bimbingan
dengan pembimbing akademik dilakukan setiap 1-2 kali seminggu yang
terdiri dari diskusi tentang laporan tugas akhir serta pencapaian klinik yang
sudah dilakukan.

F. IMPLEMENTASI
Penatalaksanaan lumpektomi pada pasien dengan tumor mammae di IBS
RSUD DR R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dilakukan pada 6 pasien
pada bulan Desember 2015. Dari 6 pasien tersebut dianalisa satu pasien
dengan tumor mammae jenis FAM (fibroadenoma mammae). Pasien yang
dikelola bernama Ny. S usia 20 tahun dengan diagnosa medis FAM dekstra.
Pasien merupakan ibu post menyusui dengan status P1A0. Keluhan adanya
benjolan di mammae dirasakan sejak anaknya berusia 1 bulan. Dua tahun
kemudian tumor tersebut semakin besar dan terasa sakit, sehingga pasien
memeriksakannya ke pelayanan kesehatan.
Ny. S belum pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya. Ny. S
menggunakan KB suntik setelah melahirkan. Ny. S menyusui secara eksklusif
pada anaknya. Saat dipalpasi, tumor teraba di sekitar areaola dengan estimasi
ukuran 4x2 cm. Tidak ada keluhan kesehatan lain selain benjolan yang
dirasakan pasien. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal, pasien sudah
dipuasakan selama 8 jam di ruang bedah. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan pemeriksaan darah lengkap dan glukosa darah dalam batas
normal. Anamnesa tentang riwayat penyakit keluarga dihasilkan bahwa ibu
pasien pernah mengalami keluhan serupa yaitu terdapat borok di mammae
sinistra kemudian pecah dan telah dilakukan operasi.
Prosedur operasi lumpektomi pada Ny. S dilakukan dengan
mempertahankan prinsip steril baik alat, persiapan tim operasi, maupun
prosedurnya. Tim operasi terdiri dari beberapa personil yaitu operator (dokter
spesialis bedah), dokter spesialis anestesi, perawat asisten, perawat instrumen,
perawat sirkuler, dan perawat anestesi. Masing-masing personil memiliki
peran selama proses berlangsungnya operasi. Peran tiap personil yang dapat
diamati selama prosedur operasi diantaranya:
1. Operator
Operator merupakan dokter spesialis bedah tertentu (dalam kasus ini
dokter bedah umum), bertugas memimpin jalannya operasi lumpektomi,
mulai dari insisi hingga penutupan luka.
2. Perawat asisten
Merupakan perawat yang bertugas mendampingi dokter bedah sepanjang
jalannya operasi. Perawat asisten ini memulai kegiatannya dari desinfeksi
area operasi hingga membantu operator selama proses operasi.
3. Perawat instrumen
Perawat instrumen bertanggungjawab terhadap seluruh alat dan bahan
yang dibutuhkan selama operasi. Perawat instrumen bekerja mulai dari
menyiapkan alat, memberikan alat-alat yang dibutuhkan kepada
operator/perawat asisten selama operasi, serta bertanggungjawab terhadap
kelengkapan alat dan bahan setelah operasi selesai. Perawat instrumen
juga bertugas mendampingi dan membantu operator maupun perawat
asisten selama operasi berlangsung.
4. Perawat sirkuler
Perawat ini tidak menggunakan pakaian steril. Perawat sirkuler memiliki
mobilisasi tinggi selama proses operasi. Perawat tersebut bertugas
menyiapkan alat dan bahan tambahan yang dibutuhkan, mengatur
mobilisasi lampu operasi, serta aktivitas tambahan lain seperti mencuci
area operasi dengan NaCl termasuk mengawasi instrumen yang digunakan
saat operasi.
5. Dokter spesialis anestesi
Bertugas memberikan resep premedikasi, anestesi, dan obat-obatan lain
yang dibutuhkan sesuai kebutuhan pasien.
6. Perawat anestesi
Bertugas sebagai delegasi dari dokter spesialis anestesi serta memonitor
kondisi pasien selama pasien berada di meja operasi.

Manajemen perioperatif pasien terdiri dari fase preoperatif, intraoperatif,


dan postoperatif. Berikut penjelasan fase perioperatif.
1. Fase Preoperatif
Pada tahap ini pasien disiapkan untuk menjalani operasi
diantaranya kelengkapan pemeriksaan penunjang (laboratorium, rontgen,
CT-Scan, MRI, USG). Pemeriksaan penunjang (laboratorium) pasien
FAM kelolaan terlampir pada laporan asuhan keperawatan. Selain itu,
pasien dipastikan sudah menjalani puasa (pasien dewasa puasa 8 jam).
Perawat melakukan sign in (sebelum pasien diberi induksi anestesi) di
ruang serah terima. Hasil dari sign in diantaranya pasien telah
dikonfirmasi tentang identitas dan gelang pasien, lokasi operasi, prosedur,
dan tujuan operasi. Lokasi operasi sudah diberi tanda panah dengan spidol
permanen. Mesin dan peralatan sudah disiapkan. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi, sesak napas, maupun penyulit operasi lainnya.
Pre medikasi dilakukan di ruang induksi/ruang persiapan, pasien
mendapatkan terapi sulfate atropin 0,25 mg dan ondancentron 8 mg.
pasien terpasang infus RL 20 tpm di tangan kiri. Pasien kemudian
mendapatkan general anestesi dengan dosis induksi propofol 2,5 mg dan
inhalasi sipoclurin 4 volume persen.
2. Fase Intraoperatif
Pada fase ini hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Persiapan alat dan bahan
Instrumen yang digunakan adalah Basic Set Instrument, terdiri dari
o Pinset anatomis (1) o Langen hook us army
o Pinset cirugis (2)
(2)
o Needle holder (2) o Duk klem (4)
o Gunting jaringan (1) o Jarum (3)
o Gunting benang (2) o Kom steril (2)
o Scalpel dan Mess (1) o Bengkok (1)
o Klem Pean (8) o Selang + canul
o Langen hook kulit (2)
suction (1)
o Elektrik cauther (1)
o Kasa steril (25)
b. Pelaksanaan operasi
Pasien dipindahkan ke meja operasi. Pasien diposisikan
supinasi kemudian perawat mengisi ceklist time out meliputi
pembagian masing-masing anggota tim; konfirmasi identitas pasien,
prosedur, dan lokasi insisi; profilaksis antibiotik; pencegahan kejadian
tidak diharapkan, estimasi waktu operasi dan jumlah perdarahan;
memastikan kelengkapan alat steril.
Operator, asisten, dan perawat instrumen memposisikan diri
dalam keadaan steril. Pasien kemudian diberi desinfeksi dengan
povidon iodine dan alkohol. Pasien dipasang doek steril, doek lubang
dan diklem dengan menggunakan doek klem. Operator melakukan
insisi di area tumor dengan panjang kurang lebih 3-4 cm. Permukaan
kulit diinsisi tiap lapisan mulai dari epidermis, dermis, hingga
subkutan. Operator kemudian memotong jaringan tumor beserta
sedikit jaringan di sekitar tumor. Jaringan diamankan ke dalam larutan
formalin dan diberi identitas pasien untuk dilakukan pemeriksaan
Patologi Anatomi.
Kontrol perdarahan (hemostatis) dilakukan dengan cauther dan
deep pressure menggunakan kassa. Area mammae yang diinsisi
dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9% steril lalu dipasang selang
drainase. Luka insisi dijahit tiap lapis dengan menggunakan benang
chromic 0 pada jaringan subkutan dan dermis, serta menggunakan
benang side 1 pada bagian kulit. Luka kembali dibersihkan dengan
NaCl 0,9% steril, ditutup dengan kassa steril, dipasang hipavik, dan
dibalut dengan elastis bandage.
Operasi lumpektomi berlangsung dalam waktu kurang lebih 50
menit. Perawat, ahli anestesi, dan operator melakukan sign out
sebelum pasien dipindah ke RR. Sign out meliputi konfirmasi nama
prosedur tindakan; pengecekan jumlah instrumen, sponge, dan jarum;
spesimen jaringan telah diberi label nama, alamat, no RM, dan asal
jaringan; menyimpulkan ada tidaknya masalah selama operasi; serta
tindakan khusus yang perlu dilakukan di RR nantinya. Selanjutnya,
pasien siap dipindah ke RR.
3. Fase Postoperatif
Tahap postoperatif dimulai sejak pasien tiba di RR. Pasien
memasuki RR dalam kondisi belum sadarkan diri. Selama di RR, perawat
mengobservasi airway, breathing dan circulation. Pasien dipasang NRM
8 liter/menit. Tanda vital juga dimonitor tiap 5 menit selama kurang lebih
20 menit. Pada 5 menit ketiga pasien mulai sadar, tetapi masih tampak
bingung dan mengantuk (somnolen).
Skor pemulihan pasca anestesi dengan Alderete score:
No Kriteria Nilai Hasil
1 WARNA KULIT
 Kemerahan/normal 2
2
 Pucat 1
 Sianosis 0
2 AKTIFITAS MOTORIK
 Gerak 4 anggota tubuh 2
2
Gerak 2 anggota tubuh 1

Tidak ada gerakan 0


3 PERNAFASAN
 Nafas dalam, batuk kuat 2
2
 Nafas dangkal dan adekuat 1
 Apnea atau nafas inadekuat 0
4 TEKANAN DARAH
 < 20 mmHg dari pre operasi 2
2
 20 – 50 mmHg dari pre operasi 1
 > 50 mmHg dari per operasi 0
5 KESADARAN
 Sadar penuh 2
Respon terhadap rangsangan +, reflek protektif + 1
 Tidak ada respon, reflek protektif - 0 1

JUMLAH 9
Normal skor ≥ 9
Balance cairan pasien dihitung dari masuknya cairan RL dikurangi
keluaran berupa urin dan perdarahan.
Intake RL 2 kolf : 1000 cc
Output Urin : 500 cc
Perdarahan : 50 cc -
Balance + 450 cc

Tanda vital pasien pada 5 menit terakhir TD 108/78 mmHg, HR


80x/menit, RR 14x/menit, SpO2 99%. Pasien mulai kooperatif saat
ditanya nama dan alamat. Kondisi pasien mulai stabil, sehingga peralatan
yang terpasang seperti NRM, tensi dan oxymeter dilepas. Selanjutnya
perawat RR melakukan serah terima pasien dengan perawat bangsal
bedah dan pasien dipindahkan ke bangsal Dahlia.

G. EVALUASI
Dalam pelaksanaan stase Independent Prcatice ini, mahasiswa telah
mencapai sasaran sesuai dengan Learning Outcomes yang ditentukan. Berikut
ini merupakan tabel evaluasi dari masing-masing learning outcomes yang
telah dicapai :
No. Learning outcomes Evaluasi
1. Mampu menjelaskan Mahasiswa telah
tentang konsep tumor menjelaskan konsep
mammae tumor mammae yang
didapatkan dari
pencarian referensi
berupa jurnal, textbook,
maupun diskusi expert.
2. Mampu menjelaskan Mahasiswa telah
tentang manajemen menjelaskan manajemen
perioperatif tumor perioperatif lumpektomi
mammae bersumber pada referensi
ilmiah dan dikusi expert.
3. Mampu meningkatkan Mahasiswa telah
ketrampilan dalam melakukan asistensi
operasi tumor mammae prosedur operasi hingga
hecting.
4. Mampu membuat asuhan Mahasiswa telah
keperawatan perioperatif membuat asuhan
pasien dengan tumor keperawatan pasien
mammae. dengan tumor mammae.

Secara keseluruhan, stase Independent Practice telah berjalan lancar


dengan memperoleh banyak ilmu baik teoritis maupun praktis terutama
keterampilan dalam manajemen intraoperatif. Proses ini berjalan baik atas
bimbingan dan arahan pembimbing akademik, pembimbing klinik serta
bantuan dari perawat IBS dan dokter spesialis bedah. Berikut analisa SWOT
stase Independent Practice.
a. Strength: mekanisme konsultasi dan bimbingan dari pembimbing klinik
serta akademik yang terstruktur dan intensif, sehingga proses pencapaian
tujuan dan penyusunan laporan tugas akhir berjalan dengan efektif
b. Weakness: durasi peralihan tiap fase perioperatif berlangsung singkat,
sehingga mahasiswa dituntut untuk sigap dan cekatan dalam menganalisa
tiap fasenya.
c. Opportunity: selain pembimbing, peran perawat dan dokter bedah
kooperatif saat proses operasi berlangsung, sehingga mahasiswa dapat
belajar banyak hal dari segi pengalaman klinik. Disamping itu, referensi
tentang tumor mammae dan lumpektomi mudah ditemukan sehingga
penyusunan laporan tugas akhir berjalan dengan lancar.
d. Threat: meskipun terdapat 6 pasien selama bulan Desember, pasien
dengan lumpektomi tidak dapat ditemukan setiap hari, sehingga analisa
kasus harus dilakukan segera mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Balitbangkes. (2005). Surveillance of mayor non communicable disease in south


east asian region, Report of an inter-country consultation. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Breslin, et al. (2009). Breast cancer surgary at the Univerity of Michigan


Comprehensive Cancer Center. University of Michigan.

G, Donald. (2008). Lumpectomy and mastectomy in breast cancer. National


Cancer Institute.

Hipkabi. (2015). Perioperatif. Himpunan Perawat kamar Bedah Indonesia.

Kaur, K. (2015). Lumpectomy: Overview, periproceural care, and technique.


Medscape Reference: Drugs, disease, and procedure.

Oemiati R, Rahajeng E, Kristianto A. Y. (2011). Prevalensi tumor dan beberapa


faktor yang mempengaruhi di Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.

Price, Sylvia., Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses-


proses penyakit edisi 6.Jakarta : EGC.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddarth ed. 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai