Oleh
NPM : 1215041033
Terpuruknya harga minyak mentah dunia sejak awal tahun 2015 memberikan tantangan
berat bagi perusahaanperusahaan di sektor migas tidak terkecuali Pertamina. Untuk menopang
stabilitas perusahaan di tengah kondisi tersebut, Pertamina mencanangkan program 5 prioritas
strategis yang terdiri dari pengembangan sektor hulu, efisiensi di semua lini, peningkatan
kapasitas kilang dan petrokimia, pengembangan infrastruktur dan marketing, serta perbaikan
struktur keuangan.
15. Peningkatan jumlah free cash yang digunakan untuk mempercepat pelunasan pinjaman.
16. Penurunan pinjaman jangka pendek dan jangka panjang yang berdampak pada
penurunan beban bunga.
17. Rasio liabilitas jangka panjang terhadap total aset semakin baik.
2. Strategi Sektor Gas, Energi Baru dan Terbarukan Obyektif utama dari bisnis gas, energi
baru dan terbarukan adalah untuk menangkap peluang yang datang dari seluruh mata rantai
bisnis gas, mengembangkan dan mengintegrasikan portofolio bisnis gas Pertamina dari hulu
4
sampai hilir serta mengembangkan bisnis energi baru dan terbarukan di Indonesia melalui
strategi sebagai berikut:
a) Memperluas sumber pasokan (sourcing dan trading) domestik dan global untuk penguasaan
bisnis gas di pasar domestik.
b) Mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan dengan memanfaatkan insentif
pemerintah dan kebijakan yang menguntungkan lainnya.
c) Mengembangkan infrastruktur LNG, LPG, CNG, jaringan pipa gas industri (transmisi dan
distribusi) dan jaringan gas kota (city gas), untuk memenuhi kebutuhan gas dan penguasaan
pasar domestik.
d) Mengembangkan portofolio bisnis hilir secara agresif dan berorientasi bisnis untuk CNG,
LNG (industri, pertambangan, transportasi dan maritim), niaga gas dan transmisi dan distribusi
gas guna menguasai bisnis gas di sepanjang value chain dan menciptakan nilai tambah bagi
pemangku kepentingan.
3. Strategi Sektor Hilir (Pengolahan dan Pemasaran dan Niaga) Tema strategi bisnis sektor
bisnis Hilir adalah profitable downstream, yaitu peningkatkan keuntungan melalui peningkatan
daya saing, efisiensi serta optimasi operasional kilang terhadap produk yang bernilai jual, melalui
strategi sebagai berikut:
a) Memenuhi kebutuhan produk hilir domestik dengan supply chain yang kompetitif.
b) Meningkatkan marjin hilir melalui peningkatan efisiensi operasional dan produk bernilai
tinggi.
c) Meningkatkan kapabilitas dan daya saing kilang kelas dunia beserta infrastruktur
pendukungnya melalui investasi proyekproyek strategis dalam kurun waktu 5 tahun mendatang
(2016-2020).
d) Fokus pada pelanggan untuk mewujudkan kapabilitas pelayanan kelas dunia terhadap
customer.
e) Operational excellence dan cost leadership.
f) Menjalin kemitraan strategis untuk bersinergi dalam menghadapi persaingan.
g) Membangun kapabilitas kelas dunia melalui pembangunan kapabilitas organisasi
kelas dunia baik dari sisi aspek fisik (pembangunan infrastruktur), sumber daya manusia maupun
kesisteman. Proses bisnis terus disempurnakan agar mencapai lean operation untuk mendukung
para tenaga penjualan sebagai ujung tombak penjualan M&T.
5
charter, 6 ship to ship transfer, 107 terminal khusus, 167 dermaga, 13 single point mooring, 10
central buoy mooring, 126 kapal kecil ringan, 2 bitumen plant, dan 2 chemical storage plant.
3. Pengembangan Gas dan Energi Terbarukan
Pertamina bertekad untuk menjadi pemain gas dan energi baru terbarukan (GEBT) yang
terkemuka dan terdepan di seluruh value chain. Dalam mengembangkan energi baru terbarukan
(EBT), Pertamina bekerja sama dengan beberapa mitra bisnis untuk melakukan kajian
implementasi teknologi di bidang EBT antara lain solar PV, mikrohidro, Greendiesel, Bio LNG
dan lainnya. Kegiatan yang dilakukan Pertamina di Sektor GEBT adalah:
Menyediakan gas dan energi baru terbarukan secara selektif dan efisien.
Mengembangkan keandalan infrastruktur dan operational excellence.
Menyelaraskan dan membangun sinergi dengan direktorat dan anak perusahaan lainnya.
Technology Competitive Advantage.
4. Kontribusi bagi Penerimaan Negara dan Stabilitas Moneter
Pada tahun 2016,Pertamina menyetor dividen dan pajak kepada negara masingmasing
sebesar Rp6,8 triliun dan Rp68,65 triliun. Pertamina turut menerapkan Peraturan Bank Indonesia
(PBI) nomor: 16/21/PBI/2014 perihal Penerapan Prinsip Kehatihatian Dalam Pengelolaan Utang
Luar Negeri Korporasi Non Bank,dengan melaksanakan transaksi lindung nilai valuta asing sejak
akhir Triwulan II - 2015 dalam rangka mendukung program pemerintah untuk menjaga stabilitas
nilai tukar rupiah dan memperdalam pasar finansial domestik.
1. Upstream
a) Pertamina EP : Pertamina 99,99%
PT.PDV 0,01 %
b) Pertamina EP Cepu : Pertamina 99%
PT.PDV 1%
c) Pertamina Hulu Energi : Pertamina 98,72 %
PT.PDV 1,28%
d) Pertamina Geothermal Energy : Pertamina 90,06%
PT.PDV 9,94%
e) Pertamina Drilling : Pertamina 99,98%
PT PHE 0,11%
f) Pertamina E&P Libya : Pertamina 100%
g) Pertamina East Natuna : Pertamina 99,9%
PT.PDV 0,1%
h) Pertamina EP Cepu : Pertamina 99%
PT.PDV 1%
i) Pertamina International : Pertamina 99,999997%
PT.PDV 0,000003%
j) Chonoco Phillips : Pertamina 100%
k) Elnusa : Pertamina 41,10%
DP Pertamina 14,90%
Public < 5% sebesar 44%
l) Pertamina Hulu Indonesia : Pertamina 99,93%
PT.PHE 0,07%
2. Down Stream
a) Pertamina Patra Niaga : Pertamina 99,904%
PT.PTK 0,096 %
8
Dalam mengelola sektor gas, Pertamina memiliki sejumlah infrastruktur yang dikelola
bersama dengan Anak Perusahaan dan perusahaan afiliasi, yaitu:
1. PT Pertamina Gas (Pertagas)
2. PT Nusantara Regas
3. PT Donggi Senoro (DS)
10
4. PT Badak NGL
5. Perta Arun Gas
Kilang LNG Arun dan Badak saat ini sedang memproses rencana pembangunan beberapa
fasilitas penerima LNG, baik di Jawa maupun Indonesia bagian Timur. Infrastruktur tersebut
akan melengkapi infrastruktur penerima LNG yang sudah ada, yaitu FSRU Jawa Barat
(dioperasikan oleh PT Nusantara Regas) dan Arun Regas (dioperasikan oleh PT Perta Arun Gas),
di mana modifikasi LNG Plant menjadi LNG Regasification di Arun juga merupakan yang
pertama di dunia.
Di tahun 2016 penjualan LNG Direktorat Gas dan NR mencapai 605.81 juta MMBTU atau
96% dari target, penjualan LPG mencapai 257 ribu MTon atau 110% dari target, penjualan Niaga
Gas mencapai 52 ribu BBTU atau 102% dari target dan penjualan LNG NR mencapai 79 juta
MMBTU atau 104% dari target.
Pertamina memiliki dan mengoperasikan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas di
Sumatera bagian Utara dan Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur, fasilitas
regasifikasi di Sumatera dan Jawa Barat serta fasilitas CNG. Saat ini masih berlangsung proses
pembangunan FSRU Cilacap berkapasitas 1,2 juta ton per tahun (MTPA) atau 200 juta kaki
kubik per hari (MMSCFD) yang dijadwalkan mulai beroperasi pada tahun 2019.
11
NO Infrastruktur Spesifikasi
Dalam kurun waktu 2015-2016 Pertamina telah melakukan akselerasi proyek dan program
inisiatif dengan nilai tambah sebesar USD174,11 juta per bulan yang diperoleh dari
pengoperasian Residual Fluid Catalytic Cracker (RFCC) Cilacap dan Kilang TPPI yang
berdampak pada pengurangan disebabkan tidak ada lagi impor HOMC yang sebelumnya
mencapai 400 ribu barel per bulan. Di sisi lain, Pertamina telah menghentikan ekspor LSWR dan
12
Naphta untuk diolah menjadi produk bernilai lebih tinggi di kilang dalam negeri, termasuk di
antaranya memproduksi HOMC, Solar, dan Propylene.
1. Industri Petrokimia
Nilai pasar petrokimia Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan akan mencapai USD30
miliar. Hingga saat ini, industri petrokimia dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan
tersebut. Pada bulan Agustus 2015, pemerintah telah menunjuk Pertamina untuk bertugas untuk
mengoperasikan kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur.
Pengoperasian Kilang TPPI yang diintegrasikan dengan kilang RFCC Cilacap, Jawa Tengah
13
menjadi langkah awal Pertamina untuk mengembangkan komplek industri petrokimia terbesar di
Indonesia untuk memasok kebutuhan industri dasar.
Potensi Kilang TPPI menjadi pusat pengembangan petrokimia sangat besar karena selain
mampu memproduksi premium, solar, elpiji dan High Octane Mogas Component (HOMC) 92
(pertamax 92), juga dapat menghasilkan produk aromatic seperti paraxylene, orthoxylene,
benzene, dan toluene yang dibutuhkan oleh industri. Sedangkan RFCC Cilacap, selain
memproduksi BBM, juga akan memproduksi petrokimia dengan peningkatan signifikan pada
produksi paraxylene dari 280.000 barel per hari (bph) menjadi 485.000 bph. RFCC Cilacap juga
sedang mengembangkan pabrik produksi polypropylene baru untuk menaikkan produksi
polypropylene menjadi 153.000 ton per tahun. Proyek ini ditargetkan selesai dan mulai
beroperasi pada tahun 2021.
Kilang-kilang Pertamina yang dibangun antara tahun 1936 (Plaju) dan 1990 (Balongan)
dirancang untuk mengolah minyak mentah domestik yang umumnya berjenis light sweet crude.
Kilang-kilang eksisting tersebut menghasilkan produk yang disesuaikan dengan kebutuhan
konsumen Indonesia saat itu, yaitu premium, kerosene, dan solar. Minyak mentah jenis light
sweet crude ini harganya lebih mahal dengan kandungan sulfurnya rendah sekitar 0,2%. Kilang-
kilang tua tersebut menjadi kurang ekonomis untuk dioperasikan karena kapasitas produksi tidak
dapat dioptimalkan akibat usia kilang dan juga faktor ketersediaan minyak light sweet crude
yang terus berkurang. Di pasaran saat ini lebih banyak beredar jenis sour crude dengan harga
lebih murah meski kandungan sulfurnya tinggi, sekitar 2%. Untuk mengatasi berbagai kendala
seperti spesifikasi kilang eksisting, menurunnya efisiensi maupun fleksibilitas, maka Pertamina
melakukan upaya revitalisasi dan modernisasi kilang eksisting melalui: Proyek Residual Fuel
Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap, Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) di kilang Cilacap, dan
Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di kilang Balikpapan, kilang Cilacap, kilang
Dumai dan kilang Balongan.
RFCC Cilacap memiliki nilai strategis untuk meningkatkan produksi premium RON 88
dari 61 menjadi 91 juta barel per hari sehingga tidak ada lagi impor HOMC RON 92,
14
meningkatkan produksi LPG dari 440 menjadi 950 TSD, menghasilkan Propylene sebesar 430
TPD serta meningkatkan kompleksitas kilang dari 5,4 menjadi 6. Dari produksi RFCC Cilacap
memberikan kontribusi tambahan produksi premium 730 ribu barel per bulan, HOMC 200 ribu
barel per bulan dan elpiji 31 ribu ton per bulan. Proyek RFCC Kilang Cilacap yang mulai ground
breaking pada 30 September 2011 dengan fase konstruksi selama 46 bulan telah menghasilkan
produk gasoline pertama (Drop Gasoline) pada tanggal 30 September 2015 dan operational
acceptance pada bulan November 2015. Tahun 2016, Kilang RFCC Cilacap menuju normal
operasi dan dalam proses pengumpulan data 1 tahun untuk pelaksanaan evaluasi Post Mortem
RFCC Cilacap pertama.
7. JV Calciner (Dumai)
Proyek ini pembangunan calciner dan fasilitas bending coke di Dumai melalui strategic
partnership dalam mengolah 300 kTA Green Petroleum Coke (GPC) Dumai menjadi Calcined
Petroleum Coke (CPC) anoda grade sebesar 225 kTA menggunakan teknologi Shaft Kiln.