Anda di halaman 1dari 14

MEMAHAMI PERILAKU AGRESIF:

Sebuah Tinjauan Konseptual

Badrun Susantyo

ABSTRAK
Banyak kasus kekerasan yang terjadi merupakan manifestasi dari perilaku agresif, baik kekerasan
secara verbal maupun non verbal. Beberapa pendekatan telah mencoba untuk memahami perilaku
agresif ini, mulai dari pendekatan biologis, psikologis, situasional sampai dengan Model socio-
ecological dari Bronfenbrenner. Beberapa perspektif dalam perilaku agresif ini telah berusaha

Keywords: perilaku agresif, pendekatan biologis, pendekatan psikologis, pendekatan situasional,


Model socio-ecological.

ABSTRACT
There were many cases of violence that occurring as manifestation of aggressive behavior,
both verbal (words) and non-verbal (actions). Several approaches were tried to understand
the aggressive behavior - biological, psychological, situational to socio-ecological model of
Bronfenbrenner. These perspectives on aggressive behavior were attempts to identify the factors
that caused and triggered the emergence of aggressive behavior.
Keywords: agressive behaviour, bilogical approach, psicology approach, conditional approach,
Model socio-ecological.

I. PENDAHULUAN maki, mengumpat, perampokan, pembunuhan,


Banyak sekali insiden yang terjadi sebagai kerusuhan serta segala jenis perilaku kriminal
manifestasi perilaku agresif, baik secara verbal dan tindak kekerasan, merupakan perwujudan
(kata-kata) maupun non-verbal (action). Saat dari perilaku agresif ini.
ini, ekspose berbagai ragam perwujudan Scheneiders (1955) mengartikan perilaku
daripada perilaku agresi bisa kita jumpai agresif sebagai luapan emosi atas reaksi
hampir pada setiap media massa, bahkan terhadap kegagalan individu yang ditunjukkan
dalam kehidupan lingkungan kita. Mencaci dalam bentuk perusakan terhadap orang

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 189


atau benda dengan unsur kesengajaan yang II. PENDEKATAN-PENDEKATAN
diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan DALAM MEMAHAMI
perilaku non-verbal. Sars (1985) beranggapan PERILAKU AGRESIF
bahwa agresi merupakan setiap perilaku yang Dari sudut pandang psikologi, ada
bertujuan menyakiti orang lain, atau adanya sejumlah teori besar yang mendasari pemikiran
perasaan ingin menyakiti orang lain yang ada mengenai agresi, antara lain teori instinct oleh
dalam diri seseorang. Sedangkan Moore dan Sigmund Frued, teori survival oleh Charles
Fine (dalam Koeswara, 1988) memandang Darwin dan teori social learning oleh Neil
perilaku agresif sebagai tingkah laku kekerasan Miller dan John Dollard, yang kemudian
dikembangkan lagi oleh Albert Bandura. Teori
atau objek-objek lain. Freud memandang perilaku agresif sebagai
Perilaku agresif menurut Murry (Halll hal yang intrinsik dan merupakan instinct
yang melekat pada diri manusia. Selanjutnya
cara untuk melawan dengan sangat kuat, Darwin dengan teori survivalnya memandang
melalui; berkelahi, melukai, menyerang, bahwa secara historis, perilaku agresif ini
membunuh, atau menghukum orang lain. Atau dianggap sebagai suatu tindakan manusia untuk
secara singkatnya agresi adalah tindakan yang kebutuhan survival agar tetap dapat menjaga dan
dimaksudkan untuk melukai orang lain atau mengembangkan kemanusiawiannya ataupun
merusak milik orang lain. Hal yang terjadi membangun dan mengembangkan komunitas.
pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku Teori social learning yang dipelopori oleh Neil
agresif dari seorang individu atau kelompok. Miller dan John Dollard yang meyakini bahwa
Dill dan Dill (1998) melihat perilaku agresif perilaku agresif merupakan perolehan daripada
sebagai perilaku yang dilakukan berdasarkan hasil belajar yang dipelajari sejak kecil dan
pengalaman dan adanya rangsangan situasi dijadikan sebagai pola respon.
tertentu sehingga menyebabkan seseorang itu Dalam perkembangannya selanjutnya,
melakukan tindakan agresif. Perilaku ini bisa Bandura dan Walters (1959, 1963),
dilakukan secara dirancang, seketika atau mengusulkan satu perbaikan atas gagasan
karena rangsangan situasi. Tindakan agresif ini Miller dan Dollard tentang belajar melalui
biasanya merupakan tindakan anti sosial yang peniruan. Bandura dan Walters menyarankan
tidak sesuai dengan kebiasaan, budaya maupun bahwa kita belajar banyak perilaku melalui
agama dalam suatu masyarakat. peniruan, bahkan tanpa adanya penguat
Lebih lanjut Bandura (1973) beranggapan (reinforcement) sekalipun yang kita terima.
bahwa perilaku agresif merupakan sesuatu Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya
yang dipelajari dan bukannya perilaku yang melalui pengamatan terhadap perilaku model,
dibawa individu sejak lahir Perilaku agresif ini dan akibat yang ditimbulkannya atas model
dipelajari dari lingkungan sosial separti interaksi tersebut. Proses pembelajaran semacam ini
dengan keluarga, interaksi dengan rekan sebaya disebut “observational learning” pembelajaran
dan media massa melalui modelling. melalui pengamatan. Percobaan Bandura

190 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


dan Walters (1963) mengindikasikan bahwa dari sisi pendekatan biologis ini, yaitu perspektif
ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku etologi, sosiobiologi serta genetika perilaku.
agresif hanya dengan mengamati perilaku Dalam perspektif Etologi, perilaku agresif
disebabkan oleh karena faktor instingtif dalam
diri manusia dan perilaku ini dilakukan dalam
melahirkan beragam perspektif dalam melihat rangka adaptasi secara evolusioner (Brigham,
perilaku agresif. 1991; Dunkin, 1995). Perilaku agresif yang
dikembangkan biasanya merupakan upaya
Kerumitan dalam memahami perilaku
untuk mempertahankan teritori dalam rangka
agresif menumbuhkan beberapa pendekatan
memenuhi kebutuhan hidup. Dalam konsep
dalam upaya mencoba menjelaskan dinamika
ini dikenal dengan agonistic aggression
penyebab perilaku agresif. Beberapa
(Brigham, 1991) yaitu suatu perilaku agresi
pendekatan beserta masing-masing cara
yang dilakukan dalam rangka mempertahankan
pandang terhadap perilaku agresif ini
teritori dan hirarki dominasi. Bahkan Zastrow
(2008) masih meyakini dan beranggapan bahwa
yaitu; pendekatan biologis, pendekatan
manusia itu sama ada halnya hewan, yang juga
psikologis dan pengaruh situasional.
memiliki naluri (instinct) bawaan yang sifatnya
agresif. Pendapat ini menyiratkan bahwa naluri
1. Pendekatan Biologis
(instinct) merupakan faktor yang tidak boleh
Dalam pandangan biologis, perilaku diabaikan yang bisa membangkitkan perilaku
agresif disebabkan oleh karena meningkatnya agresif. Perilaku ini akan muncul manakala
hormon testosterone (Tieger dalam Dunkin, kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs)
1995). Walaupun, peningkatan hormon tidak terpenuhi, seperti halnya kebutuhan akan
testosteron saja ternyata tidak mampu makan, rasa aman dan kebutuhan dasar lainnya.
memunculkan perilaku agresif secara langsung.
Hormon testosteron dalam hal ini bertindak Perspektif sosio-biologi percaya bahwa
sebagai anteseden, sehingga perlu ada pencetus perilaku agresif berkembang karena adanya
dari luar. Hasil kajian mengenai peningkatan kompetisi sosial yaitu kompetisi terhadap
hormon testosteron terhadap meningkatnya sumber daya yang terbatas. Dalam pandangan
perilaku agresi ini tidak konsisten. Pada anak ini, manusia diharapkan bertindak agresif
lelaki memang meningkat perilaku agresinya ketika sumber daya yang penting itu terbatas,
tetapi tidak ditemukan pada anak perempuan ketika mengalami ketidaknyamanan, ketika
(Brigham, 1991; Baron & Byrne, 1994). sistem sosial tidak berjalan dengan baik,
Dalam pandangan biologis yang lain, perilaku dan ketika ancaman dari pihak luar (Dunkin,
agresif juga bisa disebabkan karena adanya 1995). Hal ini dilakukan dalam rangka
abnormalitas anatomis, misalnya kelainan mempertahankan kelangsungan hidup
pada jaringan syaraf otak. manusia. Tindakan ini dilakukan manusia
agar tetap survive, untuk tetap menjaga dan
Ada beberapa perspektif agresif yang mengembangkan kemanusiawiannya ataupun
mencoba untuk menjelaskan perilaku agresif membangun dan mengembangkan komunitas.

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 191


Tanpa agresi manusia akan punah atau 2. Pendekatan Psikologis
dipunahkan oleh pihak lain (Wiggins, Wiggins Banyak perspektif agresi yang
& Zanden, 1994; Zastrow, 2008). Perilaku dijelaskan secara psikologis yang mencoba
agresif menurut perspektif ini merupakan mendiskripsikan bagaimana munculnya
sesuatu yang fundamental karena merupakan perilaku agresif ini. Krahe (2001) setidaknya
strategi adaptasi dalam kehidupannya. mencatat ada tujuh perspektif agresif dalam
Dalam pandangan lain, kecenderungan ranah psikolgikal.
perilaku agresif merupakan bagian dari sifat Pertama, adalah perspektif psikoanalisis.
bawaan genetic individu yang diwariskan Menurut perspektif psikoanalisis seperti
dari orang tuanya (hereditary). Pandangan yang dijelaskan oleh Freud bahwa dalam diri
semacam ini dikenal sebagai perspektif manusia selalu mempunyai potensi bawah
genetika perilaku. Individu-individu yang sadar yaitu suatu dorongan untuk merusak
berhubungan secara genetis memiliki diri atau thanatos. Pada mulanya, dorongan
kecenderungan agresif yang satu sama lain untuk merusak diri tersebut ditujukan untuk
lebih serupa, dibanding individu-individu orang lain. Operasionalisasi dorongan tersebut
yang tidak memiliki hubungan secara genetis dikatakan oleh Baron dan Byrne (1994) dapat
(Krahe, 2001). Hal demikian didasarkan pada dilakukan melalui perilaku agresif, dialihkan
bukti empiris bahwa pada kebanyakan anak pada objek yang dijadikan kambing hitam/
yang diasuh oleh orang tua biologis yang korban, atau mungkin disublimasikan dengan
memiliki hubungan genetis dengannya, maka cara-cara yang lebih bisa diterima masyarakat.
pengaruh-pengaruh sifat bawaan (nature) Bahkan, Freud (dalam Zastrow, 2008) percaya
dan pola asuh (nurture) dalam perkembangan bahwa, “humans have a death wish that leads
individu biasanya berjalan seiring. Penjelasan them to enjoy hurting and killing others and
“nature” dirumuskan oleh Charles Darwin themselves,” sehingga tidaklah mengherankan
pada abad kesembilan-belas di mana dalam apabila kita juga sering mendapatkan informasi
teorinya dikemukakan bahwa semua perilaku adanya orang-orang yang melakukan bunuh
manusia merupakan serangkaian naluri diri, karena di dalam diri manusia ada naluri
(instinct) yang diperlukan agar bisa bertahan kematian yang mendorong manusia senang
hidup. Naluri inilah yang membangun individu menyakiti tidak hanya kepada orang lain tetapi
dalam berperilaku berdasarkan pengalaman. juga kepada diri sendiri.
Namun, perspektif ini mendapatkan banyak
tentangan, salah satunya daripada Dewey Kedua, adalah perspektif frustrasi-agresi
(Wiggins, Wiggins & Zanden, 1994), yang atau hipotesis frustrasi-agresi (frustration-
mengatakan bahwa perilaku kita tidak sekedar aggression hypothesis) yang berandaian bahwa
muncul berdasarkan pengalaman masa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
lampau, tetapi juga secara terus menerus tujuan mengalami hambatan, akan timbul
berubah atau diubah oleh lingkungan - “situasi dorongan agresif yang pada gilirannya akan
kita” - termasuk tentunya orang lain. memotivasi perilaku yang dirancang untuk
melukai orang atau objek yang menyebabkan

192 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


frustrasi, demikian ulasan Dollard, Doob, ianya dapat juga merupakan pencetus (trigger),
Miller, Mowrer, dan Sears (Brigham, 1991). penguat ( ), moderator atau bahkan
Menurut formulasi ini, agresi bukan dorongan merupakan ultimate goals dari perilaku agresif.
bawaan, tetapi karena frustrasi merupakan
Keempat, model pengalihan rangsangan,
keadaan yang cukup universal, agresi tetap
dibangun berdasarkan teori emosi dua faktor,
merupakan dorongan yang harus disalurkan.
yang memiliki pandangan bahwa intensitas
Selanjutnya, Dollard, Doob, Miller, Mowrer,
pengalaman kemarahan merupakan fungsi
dan Sears (Brigham, 1991) lebih jauh
dua komponen, yaitu 1) kekuatan rangsangan
mengemukakan bahwa walaupun frustrasi
menimbulkan perilaku agresif tetapi perilaku
aversif, dan 2) cara rangsangan itu dijelaskan
agresif dapat dicegah jika ada hukuman
dan diberi label (Schachter, 1964; Zillmann,
terhadap pelaku. Dalam kenyataannya,
1979). Selain itu, Zillmann (Krahe, 2001) juga
tidak setiap perilaku agresif dapat diarahkan
merumuskan bahwa jika suatu rangsangan
pada sumber frustrasi, sehingga orang akan
mengarahkan pada sasaran lain (Worchel &
segera diketahui dengan jelas oleh individu,
Cooper, 1986).
ia akan mencoba mencari penjelasan
Ketiga, perspektif neo-asosianisme dengan mendasarkannya pada stimulus
kognitif merupakan pengembangan daripada informasional yang ada dalam situasinya
hipotesis frustrasi-agresi oleh Berzkowitz
(1993). Perspektif ini menyatakan bahwa dari sumber-sumber netral atau tidak relevan
peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan mungkin akan dialihkan ke rangsangan yang
akan menstimulasi perasaan negatif (afek ditimbulkan oleh stimulasi aversif melalui
negatif). Kemudian, perasaan negatif proses miss-attribution (kesalahan atribusi).
selanjutnya akan menstimulasi secara otomatis Rangsangan yang dibangkitkan oleh sumber
yang tidak berhubungan dengan stimulasi
dan reaksi motorik; yang berasosiasi dengan aversif mungkin salah diatribusikan pada
reaksi melawan atau menyerang. Asosiasi ini kejadian aversif sehingga mengintensifkan
menimbulkan perasaan marah (emosi) dan kemarahan yang ditimbulkan oleh kejadian
takut. Sejauh mana perilaku agresif terbentuk, semacam itu. Tetapi yang penting dalam hal
tergantung kepada proses kognisi tingkat ini adalah adanya kesadaran tentang sumber
tinggi seseorang (Brehm & Kassin, 1993). asli rangsangan telah hilang, sehingga individu
Kekuatan relatif dari respon menyerang atau tersebut masih merasakan rangsangan itu
melarikan diri tergantung faktor genetik, namun sudah tidak lagi menyadari asalnya.
pengalaman masa lalu, faktor kognisi, dan
Kelima, pendekatan sosial-kognitif,
faktor-faktor situasi (Brigham, 1991; Brehm
yang dipelopori oleh Huesmann (1988,
& Kassin, 1993; Baron & Byrne, 1994). Hal
1998) telah memperluas perspektif bahwa
demikian sesuai dengan pendapat Steffgen dan
cara orang memikirkan kejadian aversif dan
Gollwitzer (2007) bahwa emosi bukan hanya
reaksi emosional yang mereka alami sebagai
merupakan gejala dalam perilaku agresif,

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 193


sebuah akibat, merupakan aspek penting Wiggins & Zanden, 1994). Hal ini sering kali
dalam menentukan manifestasi dan kekuatan dijumpai pada kelompok yang mempunyai sub
respon agresifnya. Pendekatan ini telah budaya agresif separti gang remaja, kelompok
menemukan titik temu tentang perbedaan militer, maupun kelompok olah raga beladiri
individual dalam agresi sebagai fungsi seperti tinju, silat dan lain-lain. Perilaku
perbedaan dalam pemrosesan informasi sosial agresi yang disertai pengukuh negatif juga
dengan melontarkan dua issue khas yaitu: 1) mampu meningkatkan perilaku agresi. Dalam
perkembangan skemata (schemata) kognitif hal ini, perilaku agresi dilakukan karena
yang mengarahkan performa sosial perilaku seseorang menjadi korban dari stimulus yang
agresif, dan 2) cara-cara pemrosesan informasi menyakitkan separti diejek atau diserang orang
lain dan ia melakukan pembalasan. Inilah yang
individu yang agresif dan yang non agresi dikenal dengan istilah Model Belajar melalui
(Krahe, 2001). Pandangan ini sejalan dengan pengalaman langsung.
pemikiran dalam teori kognitif dari Goldstein
Ketujuh, model interaksi sosial, menurut
(dalam Payne, 2005). Teori kognitif Goldstein
model ini perilaku agresif dipandang sebagai
beranggapan bahwa tingkah laku manusia
pengaruh sosial yang koersif. Tedeshci dan
digerakkan oleh pikiran, bukan pada sekedar
Felson (1994) telah memperluas analisis
dorongan-dorongan yang tidak disadarinya,
perilaku agresif menjadi teori interaksi sosial
mengenai tindakan koersif. Tedeshi dan
yang ada pada dirinya.
Felson lebih menyukai terminologi koersif
Keenam, teori pembelajaran sosial, yang dibanding perilaku agresif, yang dipandang
dikembangkan secara lebih luas oleh Albert lebih tradisional dengan alasan; 1) bahwa
Bandura. Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku istilah koersif memiliki beban nilai yang
agresif merupakan perilaku yang dipelajari
dari pengalaman masa lalu apakah melalui tindakan menyakiti sebagai sesuatu yang dapat
pengamatan langsung (imitasi), pengukuh atau tidak dapat dibenarkan, dan alasan ke 2)
positif, dan karena stimulus diskriminatif. adalah bahwa konsep koersif memasukkan
Perilaku agresif juga dapat dipelajari melalui ancaman dan hukuman maupun paksaan
model (Modeling) yang dilihat dalam keluarga, badaniah sebagai strategi penting untuk
dalam lingkungan kebudayaan setempat menyakiti atau mendapatkan kepatuhan dari
atau melalui media massa (Bandura, 1973). target yang menolak untuk disakiti atau untuk
Disamping itu, apakah perilaku agresi akan patuh. Dalam model ini, Tedeshci dan Felson
semakin meningkat atau menurun tergantung (1994) berpandangan bahwa strategi koersif
sejauh mana pengukuh/penguat diterima. dipergunakan oleh si pelaku untuk menyakiti
Perilaku agresi yang disertai pengukuh positif targetnya atau untuk membuat targetnya
akan meningkatkan perilaku agresi. Pengukuh mematuhi tuntutan pelaku berdasarkan tiga
positif dalam konteks sehari-hari seringkali tujuan utama, yaitu mengontrol perilaku
diekspresikan dengan persetujuan verbal orang lain, menegakkan keadilan, dan
dari orang-orang di sekelilingnya (Wiggins, mempertahankan atau melindungi identitas

194 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


positif. Oleh karena itulah tindakan koersif ini
dikonsepkan sebagai hasil proses pengambilan & Byrne, 1994).
keputusan dimana pelakunya pertama-tama
memutuskan menggunakan strategi koersif 4. Model socio-ecological
untuk mempengaruhi orang lain, kemudian Model socio-ecological diperkenalkan
memilih bentuk koersi tertentu diantara oleh Bronfenbrenner (1979, 1987) yang
pelbagai pilihan yang ada. kemudian dilengkapi oleh Rice (2000)
menjadi socio-ecological model. Model ini
3. Pendekatan Situasional menjelaskan bahwa perkembangan perilaku
Pendekatan ini mencoba melihat beberapa dan kepribadian individu sangat dipengaruhi
kondisi situasional sebagai pencetus (trigger) oleh lingkungan dimana ia tinggal. Lingkungan
munculnya perilaku agresif. Beberapa tokoh ini memiliki beberapa tingkat, mulai daripada
penting yang tergabung dalam pendekatan microsystem, mesosystem, exosystem dan
ini, sebut saja Bushman dan Cooper (1990), macrosystem. Menurut model socio-ecological
Carlson, Marcus-Newhall dan Miller (1990), Bronfenbrenner ini, kepribadian dan perilaku
Chermack dan Giancola (1997) serta Anderson individu terjadi dalam sebuah proses besar yang
dan Anderson (1998). Pendekatan ini meyakini systemic dan terjadi dalam beberapa tingkat.
bahwa perilaku agresif bukanlah merupakan Berawalkan dari sistem lingkungan yang
faktor bawaan (naluri) yang ada pada terdekat dengan individu yang dikenal dengan
setiap individu. Munculnya perilaku agresif microsystem dengan berbagai elemennya,
melibatkan faktor-faktor (stimulus-stimulus) kemudian berlanjut ke tingkat exosystem.
eksternal sebagai determinan-determinan dalam Di antara lingkungan microsystem dengan
pembentukan agresi. Aspek-aspek situasi yang exosystem ini terdapat sebuah lingkungan
memicu atau memperburuk perilaku agresif penghubung diantara keduanya, yaitu
merupakan stimulus yang muncul pada situasi mesosystem. Dan tingkat terluar dalam sistem
tertentu yang mengarahkan perhatian individu lingkungan ini adalah macrosystem. Di antara
ke arah agresi sebagai respons yang potensial. tingkat pada masing-masing sistem lingkungan
ini terjadi proses saling mempengaruhi dan
Beberapa pengaruh situasi yang memicu
saling membangun diantara tingkat sistem
perilaku agresif tersebut diantaranya adalah
lingkungan lainnya.
karena adanya efek senjata senjata (Berkowitz
& LePage, 1967; Carlson, Marcus-Newhall Lingkungan microsystem merupakan
& Miller, 1990; Brehm & Kassin, 1993), pengaruh langsung dan paling utama
pengaruh stimulus alkohol dan suhu udara, dalam perkembangan
kepadatan (crowding), kebisingan, dan polusi kepribadian anak. Lingkungan dimana anak
udara (Bushman & Cooper, 1990; Chermack tinggal dan berkembang terdiri dari orang-
& Giancola, 1997; Anderson & Anderson, orang yang paling dekat dengan anak-anak,
1998; Ancok dalam Prabowo, 1998; Crowe, seperti keluarga, sekolah, rekan sebaya,
2000), dan juga karena adanya kompetisi antar tetangga, orang-orang dalam kumpulan ibadah

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 195


dan mereka yang terlibat pelayanan kesehatan. sendiri tanpa perlu diingatkan dan diawasi oleh
Zastrow (2008) menyebut orang-orang ini orang tua. Dengan adanya self regulasi ini,
dengan istilah . anak akan mengetahui dan memahami perilaku
separti apa yang dapat diterima oleh orangtua
Bronfenbrenner (1979, 1987) dan Rice
dan lingkungannya (Hetherington & Parke,
(2000) meyakini bahwa perkembangan
1999).
kepribadian anak tidak terjadi secara statis
dan tertutup. Perkembangan kepribadian anak Dalam proses sosialisasi ini tidak kalah
berlangsung dalam suasana yang serba dinamis pentingnya adalah cara keluarga (orang tua)
dan synergy serta tidaklah terjadi secara linier, dalam melakukan sosialisasi terhadap anaknya.
diantara beberapa elemen yang melingkupi Menurut Baumrind (Lemer, 1988) bahwa
kehidupan anak. Perkembangan kepribadian orang tua yang menggunakan cara permisif
anak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam melakukan sosialisasi cenderung lebih
yang mengelilingi anak separti keluarga, banyak menghasilkan anak-anak yang agresif
ketetanggaan, peer group, sekolah, komunitas, karena orang tua yang permisif lebih banyak
negara serta dunia dimana mereka tinggal dan memberikan kebebasan kepada anak untuk
dibesarkan. berperilaku sekehendak hatinya. Orang tua
yang permisif jarang mengarahkan perilaku
Sementara itu, pengaruh dalam lingkungan
anak-anaknya dan cenderung memanjakan
mesosystem adalah meliputi interaksi yang
anak, dengan perlakuan seperti itu akan
terjadi secara simbiosis dan sifatnya resiprokal
menjadikan anak yang tidak tahu aturan dan
dikalangan lingkungan microsystem, separti
menjadi agresif apabila ada yang menghalangi
peristiwa yang terjadi di dalam keluarga dimana
keinginannya. Demikian pula orang tua
anak tinggal akan mempengaruhi situasi anak
yang otoriter yang selalu menuntut anaknya
di sekolah, demikian juga sebaliknya. Keluarga
untuk mematuhi perintah-perintahnya dan
sebagai lingkungan utama dan pertama dalam
lebih banyak menggunakan hukuman apabila
membentuk kepribadian anak dituntut untuk
perilaku anak tidak sesuai dengan keinginan
dapat mengembangkan proses sosialisasi bagi
orang tua juga dapat menyebabkan anak
anak. Sosialisasi merupakan proses penanaman
menjadi agresif karena secara tidak langsung
nilai dan norma yang dianut oleh suatu generasi
orang tua telah mengajarkan bahwa apabila
kepada generasi penerusnya yang akan
di dalam kehidupan ada individu lain yang
berpengaruh secara langsung pada perilaku
berbeda dengan keinginannya maka perlu
anak. Tujuan pertama dari proses sosialisasi
diselesaikan dengan kekerasan (agresi).
orang tua dan anak adalah menumbuhkan
kepatuhan atau kesediaan mengikuti keinginan Sementara itu, lingkungan ekosistem
atau peraturan tertentu. Anak akan melakukan juga akan mempengaruhi perkembangan
keinginan orang tua bila ada kelekatan yang kepribadian anak-anak melalui linkage dan
aman diantara mereka. Tujuan kedua proses pengaruhnya keatas lingkungan microsystem,
sosialisasi adalah menumbuhkan self regulasi walaupun anak-anak ini tidak memiliki
yaitu kemampuan mengatur perilakunya peran dalam lingkungan exosystem. Hal

196 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


ini dikarenakan elemen-elemen yang turut Gambar 1. Model socio-ecological Bronfenbrenner
membentuk microsystem adalah elemen-
elemen yang terdiri ke atas orang-orang
yang memiliki kedekatan dengan anak-anak
dalam proses pembentukan kepribadian anak
( ).
Lingkungan exosystem terbentuk atas
elemen-elemen keluarga luas (extended
family), tetangga, organisasi dan pelayanan
kemasyarakatan, work place, media massa,
rekan-rekan keluarga dan pelayanan-pelayanan
lain yang menyokong pemenuhan kebutuhan
elemen-elemen di dalamnya. Elemen-elemen
di lingkungan dalam level macrosystem ini
termasuk didalamnya ideologi, nilai, sikap,
undang-undang dan peraturan, kebiasaan-
kebiasaan (mores) serta adat dan larangan-
larangan dari sebuah budaya yang memiliki Perilaku agresif: Sebuah rekonstruksi
perbedaan diantara komunitas, etnis dan negara. model integratif
Lingkungan di luar keluarga yang Perdebatan yang panjang dalam
terutama berperan bahagi perkembangan menjelaskan sebab-sebab munculnya perilaku
perilaku anak adalah rekan sebaya, lingkungan agresif serta faktor-faktor yg berpengaruh
sekolah dan lingkungan masyarakat. Anak- dan kondisi pencetusnya, telah melahirkan
anak yang ditolak dan memiliki kualitas banyak pendekatan dengan berbagai perspektif
hubungan yang rendah dengan rekan sebaya teori yang melandasinya. Perspektif teoritik
cenderung menjadikan agresivitas sebagai biologis menjelaskan perilaku agresif dari
strategi berinteraksi (Dishion, French & sisi internal anatomis manusia dengan
Patterson, 1995). Sementara, anak-anak yang mengambil perumpamaan pada haiwan.
agresif dan memiliki perilaku anti sosial akan Perspektif teoritik psikologis menjelaskan
ditolak oleh rekan sebaya dan lingkungannya perilaku agresif dari sisi psyche (jiwa) manusia
sehingga mereka memilih bergabung dengan dengan mempartimbangkan elemen-elemen
rekan sebaya yang memiliki perilaku sama sosial (kemasyarakatan) yang melingkupi
separti mereka, yang justru akan memperparah individu. Sedangkan dalam perspektif
perilaku mereka (Jimerson, Caldwell, Chase & situasi, memandang munculnya perilaku
Savarnejad, 2002). agresif merupakan pengaruh situasi dalam
situasi tertentu yang memaksa individu untuk
memunculkan perilaku agresif, baik perilaku
agresif itu disadari atau tidak oleh individu.

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 197


Berdasarkan analisa singkat terhadap menggabungkan berbagai pendekatan beserta
beberapa teori dan perspektif agresi serta perspektif teoritis dalam memandang perilaku
berbagai penyebab munculnya perilaku agresif agresif. Dari ke-empat elemen utama dalam
di atas, nampak demikian rumit dan luasnya model di atas yaitu faktor dalaman, faktor luaran
faktor penyebab dan pencetus tindakan sosial, stimulus situasi dan stressor lingkungan
agresif itu sendiri. Secara skematik kombinasi terjadi korelasi diantara masing-masing elemen
diantara kesemua penyebab perilaku agresif dan juga diantara aspek-aspek dalam elemen
berdasarkan masing-masing perspektif yang itu sendiri. Sehingga jika dirinci lebih lanjut
mendasarinya akan nampak sebagaimana arah hubungan diantara masing-masing aspek
Gambar 2 berikut ini. di dalamnya, akan terciptalah sebuah model
hubungan saling mempengaruhi diantara aspek
Gambar 2 di atas merupakan sebuah model
dan elemen tersebut secara rumit.
rekonstruksi faktor-faktor pembentuk dan
pencetus munculnya perilaku agresif dengan

Gambar 2. Rekonstruksi Model Integratif Faktor Penyebab dan


Pencetus Perilaku Agresif

198 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


Pendekatan Pekerjaan Sosial, mungkinkah? Gambar 3.
Model integratif Komprehensif dalam pencegahan perilaku agresif
Melihat proses terbentuknya perilaku
agresif beserta pencetusnya yang demikian
kompleks dan rumit, kiranya upaya pencegahan
terhadap kemunculan perilaku agresif ini
juga memerlukan strategi yang komprehensif
pula. Hal ini memiliki arti bahwa, upaya
pencegahan tidak akan memiliki makna yang

dan temporer. Koswara (1988) memberikan


gagasan sederhana terkait upaya pencegahan
ini, yaitu meliputi; pendekatan secara moral, Sumber: Susantyo (2007)
pengembangan perilaku non-agresif serta
model pengembangan kemampuan dalam Gambar 3 diatas menunjukkan metodologi
berempati. Namun bagaimana strategi teknis model pencegahan perilaku agresif dengan
dan implementasinya, Koswara tidak merinci mengoptimalkan semua ranah. Dalam ranah
lebih lanjut. pelaku, pendekatan boleh dilakukan secara
individu (mikro) dengan tetap memperhatikan
Gagasan Koswara (1988) ini setidaknya dan memerlukan dukungan keluarga dan
memberikan arahan awal nan sederhana kearah kelompok melalui pendekatan messo.
implementasi teknis sesuai dengan disiplin Penerapan metode mikro maupun meso ini
ilmu masing-masing. Ketiga pendekatan juga memerlukan support dari ranah yang
yang ditawarkan Koswara (1988) haruslah lebih luas lagi, yaitu organisasi dan komunitas
diimplementasikan secara komprehensif dengan dengan menggunakan metode makro.
melibatkan segenap stakeholder, artinya, bukan
hanya fokus kepada individu yang berperilaku
PENUTUP
agresif saja, melainkan aspek-aspek lain yang lebih
luas. Dalam hal ini, peranan individu, keluarga, Pencegahan perilaku agresif merupakan
kelompok, organisasi maupun komunitas sebuah upaya besar untuk membina sebuah
memiliki proporsi yang seimbang. Sehingga bangsa yang besar dan berjaya. Dengan
akan terbangun sebuah kondisi masyarakat yang memahami kompleksitas dan kerumitan
memiliki tingkat keberfungsian sosial yang perilaku agresif, akan dipahami pula bagaimana
memadai bagi tumbuhkembangnya personality menyusun sebuah strategi yang komprehensif
dan perilaku individu yang sesuai dengan yang mampu menjawab permasalahan pada
harapan masyarakat. Strategi komprehensif yang diri individu (pelaku), khususnya masalah
adaptif dalam pencegahan perilaku agresif ini perilakunya. Kendala strategis yang yang
kiranya boleh meminjam model intervensi dalam menghambat pengembangan strategi mencegah
pekerjaan sosial (Susantyo, 2007) sebagaimana (atau bahkan menangani) perilaku agresif
Gambar 3 berikut. adalah sikap publik yang pada umumnya

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 199


menganggap bahwa agresi atau kekerasan Psychology, 31, 825 – 832.
Berkowitz, L, 1962. A Survey of Social
diri manusia dan tidak dapat dielakkan (Lore Psychology. New York: Holts, Rinehart
dan Schultz dalam Krahe, 2001). Walau pada dan Winston.
kenyataannya agresi atau menjadi agresif ………., 1984. “Some Effects of Thoughts on
bukan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari, melainkan hanya merupakan strategi events. A Cognitive Neoassociationist
opsional belaka. Salah satu teknik yang dewasa Analysis”. Psychological Bulletin, 95,
ini tengah ramai diujicobakan adalah melalui 410 - 427.
”latihan mengelola amarah”. Berkowitz, L., & Green, R. G, 1967. “Stimulus
Qualities of The Target of Aggression:
*** A Futher Study.” Journal of Personality
and Social Psychology, 5, 364 – 368.
DAFTAR PUSTAKA Brehm, S.S., & Kassin, S.M, 1993. Social
Psychology.
Anderson, C.A. & Anderson, K.B., 1998. Company.
“Temperature and aggression: Brigham, J.C, 1991. Social Psychology. New
Paradox, controversy, and a (fairly) York: Harper Collingns Publishers Inc.
clear picture”. In R.G. Geen & Brown, F.J, 1961. Educational Psychology.
E. Donnerstein (Eds). Human (2nd ed.).). New Jersey: Prentice Hall
aggression : Theories, research and Engelwood.
implications for social policy. San Bushman, B.J. & Cooper, H.M, 1990. “Effects
Diego, CA : Academis Press. of Alcohol on Human Aggression :
Bandura, A, 1977. Social Learning Theory, New An Integrative Research Review”.
Jersey: Prentice – Hall, Inc. Psychological Bulletin, 107, 341-354.
……….. 1986. Social Foundations of Thought Carlson, M., Marcus-Newhall, A. & Miller,
and Action. New Jersey: Prentice Hall. N, 1990. “Effects of Situasional
Inc. Aggression Cues: A Quantitative
Baron, R.A., & Byrne, D.B, 2000. Social Review”. Journal of Personality and
Psychology. Understanding Human Social Psychology, 58, 622-633.
Interaction. Boston: Allyn & Bacon. Carr, A, 2001. Abnormal Psychology: Psychology
……... , 1991. Social psychology. Understanding Focus. East Sussex: PsychologyPress.
Human Interaction. Boston: Allyn & Cartledge, G. & Milburn, J. F, 1995. Teaching
Bacon. Social Skills to Children & Youth:
Baron, R. A., Bryne, D., & Suls, J, 1991. Innovative Approaches (3rd ed.).
“Aggression and Heat: Mediating Massachussetts: Allyn and Bacon.
Effects of Prior Provocation and Chermack, S.T., & Giancola, P.R, 1997.
Exposure to an Aggressive Model”. “The Relation Between Alcohol
Journal of Personality and Social and Aggression: An Integrated

200 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


Biopsychosocial Conceptualization”. Perilaku, Perhatian, dan Membaca
Clinical Psychology Review, 17, 621- Pada Anak. (Alih bahasa: Enny Irawati)
649. Jakarta: Gramedia.
Compton, B. & Galaway, B.R, 1989. Social Hall & Lindzey, 1993. Psikologi Kepribadian.
Work Processes. Belmont, California: Jakarta: Rajawali Pers.
Wadsworth Publishing Company.
Hatta, Z.A, 2008. APA Style Guide. Kolokium
Crowe, T. D, 2000. Crime Prevention Through Rancangan Ijazah Tinggi 2008 Pusat
Environment Design: Applications Pengajian Sains Kemasyarakatan
of Architectural Design and Space (PPSK), 10-06-08 (tidak
Management Concepts. (2nd ed.). dipublikasikan). Penang, Universiti
National Crime Prevention Institute, Sains Malaysia.
Butterworth-Heinemann.
Helmi, A. F.& Soedardjo, 1998. “Perspektif
Deaux, K. D F.C., Wrightsman, L.S., & Siegelman, Perilaku Agresi.” Buletin Psikologi. VI
C.K, 1993. Social Psychology in the (2), 915 - 929.
90’s.
Publ. Co. Hetherington, E.M & Parke, R.D, 1999. Child
Psychology: A Contemporary View
Dill, K.E. & Dill. J.C, 1998. “Video Game
Point (5th ed.). Boston: Mc Graw-
Violence: A Review of the Empirical
Hill College.
Literature.” Aggression and Violent
Behavior, 3 (4), 407–428. Jimerson, S. R., Caldwell, R., Chase, M.
& Savarnejad, A, 2002. Conduct
Dunkin, K, 1995. Developmental Social
Disorder. Santa Barbara: University of
Psychology. From Infancy an old age.
California.
Oxford: Blackwell Publisher Ltd.
Flannery, D.J. , Vazsonyi, A.T. & Waldman, Koswara, E, 1988. Agresi Manusia. Bandung:
I.D.(Eds), 2007. The Cambridge PT. Eresco.
Handbook of Violent Behavior and Krahe, B, 2001. The Social Psychology of
Aggression. Cambridge. New York, Aggression: Social Psychology a
Melbourne, Madrid, Cape Town, Modular Course. United Kingdom:
Singapore, São Paulo: Cambridge Psychology Press Ltd: Taylor and
University Press.. Francis group.
Fryer, G. E. Jr. & Miyoshi , T.J, 1996. “The Role Lerner, RM, 1983. Human Development, a Life
of the Environment in the Etiology of - Span Perspectif. The Pensyilvania
Child Maltreatment. Aggression and State University.
Violent Behavior, I (4), 317-326. Levy-Warren, M, 1996. The Adolescent Journey:
Glaister, J. A, 2000. “Four Years Later: Clara Development, Identity Formation
Revisited.” Perspective In Psychiatric and Psychoterpy. New Jersey: Jason
Care, 36 (1), 5 – 19. Aronson Inc.
Grainger, J, 1997. Children’s Behaviour, Attention Lindsay, J.A. & Anderson, C.A, 2000. From
and Reading Problems: Problem Antecedent Conditions to Violent

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 201


Actions: A General Affective Aggression ………, 2007a. Perencanaan Sosial Dalam
Model. Personality and Social Praktik Pekerjaan Sosial. Bandung:
Psychology Bulletin, 26, 533-547. STKS Press.
Locher, D.A., 2002. Collective Behavior. New Tedeschi, J.T. & Felson, R.B, 1994. Violence,
Jersey; Pearson Education, Inc. Aggression, and Coercive Actions.
Merriam-Webster Online Dictionary, 2008. Washington DC: American
Retrieved September 9, 2008 from Psychological Association.
http://www.merriam-webster.com/ Watson, D.L, 1994. Social Psychology, Science
dictionary/aggression and Aplication. Illinois: Scott and
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D, Foresman And Co.
2004. Human Development (9th ed.). Webster, G.D, 2007. Is the Relationship
New York: McGraw-Hill, Inc. Between Self-Esteem and Physical
Sears, D.O., Freedman, J.L, & Peplau, L.A, Aggression Necessarily U-Shaped?.
1991. Psikologi Sosial. Jilid 1 & 2.. Journal of Research in Personality,
Jakarta: Penerbit Erlangga 41, 977–982.
Fundamentals of Social Wiggins, J.A., Wiggins, B.B., & Zanden, J.V.,
Work. Manila: School of Association 1994. Social Psychology. New York:
of The Philippines. McGraw-Hill, Inc.
Sherer, M. & Karnieli-Miller, 2004. Aggression Worchel, S. & Cooper, J, 1986. Understanding
and Violence Among Jewishand Arab Social Psychology. Illinois: The
Youth in Israel. International Journal Dorsey Press.
of Intercultural Relations, 28, 93–109. Zastrow, C, 2008. Introduction to Social Work
Siporin, M, 1975. Introduction to Social Work and Social Welfare: Empowering
Practice. New York: Macmillan people. George Williams College of
Publishing. Co. Inc. Aurora University : Thomson, Brook/
Cole.
Socolar, R.R. S, 1997.
Scheme for Discipline: Type, Mode of ………, 2000. Social Problems: Issues and
Administration, Context. Aggression Solutions. Stamford: Wadsworth
and Violent Behavior, 2 (4), 355-364. Thomson Learning.
Steffgen, G. & Gollwitzer, M. (Ed.), 2007.
Emotions and Aggressive Behavior.
Göttingen: Hogrefe.
Biodata Penulis
Stewart & Koch, 1983. Chidren Development
Badrun Susantyo, Staf pada Pusat Penelitian
Throught Adolescence. Canada: John
dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Wiley and Sons, Inc.
Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Susantyo, B, 2007. Community Development Kandidat doktor pada Social Work Program,
Dalam Praktik Pekerjaan Sosial. School of Social Sciences, Universiti Sains
Bandung: STKS Press. Malaysia (USM) di Penang Malaysia.

202 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011

Anda mungkin juga menyukai