Anda di halaman 1dari 30

BAB I

I. IDENTITAS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 1 tahun 10 bulan
Alamat : Jl. Padasir rt/rw 16/10, Jatinegara
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 1 April 2017
Tanggal Pemeriksaan : 1 April 2017
No. Rekam Medik : 01027***

2. IDENTITAS ORANGTUA PASIEN


AYAH PASIEN
Nama : Tn. F
Usia : 31 tahun.
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMA
IBU PASIEN
Nama : Ny. E
Usia : 28 tahun.
Pekerjaan :IbuRumahTangga
Pendidikan : SMA

1
Hubungan pasien dengan orangtua: Anak Kandung.

II. ANAMNESA
Data diperoleh secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada tanggal 01 April 2017.

1. Keluhan Utama
Kejang

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang anak laki-laki datang ke IGD RSUD Budhi Asih Jakarta
dikeluhkan kejang 2x sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang
diakui ibu pasien selama kurang lebih 2 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang
sadarlebih 30 menit. Saat sehabis kejang pertama pasien menangis dan pasien
sadar karena masih bisa kontak mata saat dipanggil orang tuanya. Saat kejang
kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata mendelik ke atas dan pasien tidak
sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien rewel dan menangis. Sesudah kejang
terjadi pasien menangis. Keluhan kejang didahului dengan demam yang
mendadak tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan terus
menerus sepanjang hari.
Keluhan disertai dengan batuk dan pilek yang dirasakan pasien sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk yang dirasakan batuk berdahak dengan
dahak yng jernih.
Keluhan tidak disertai dengan mual dan muntah. Bab dan bak tidak ada
keluhan. Riwayat trauma disangkal, riwayat batuk lama atau terpapar orang yang
batuk lama disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah memiliki keluhan yang sama seperti ini sebelumnya, 6
Bulan yang lalu pasien memiliki keluhan kejang demam tetapi hanya satu kali
selama kurang lebih 2 menit.

2
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal.

5. Riwayat Pribadi
 Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan, ibu pasien rutin kontrol kehamilan ke bidan dan tidak
pernah sakit. Riwayat pemakaian obat-obatan ketika hamil disangkal.

 Riwayat Persalinan
Anak lahir normal dibantu bidan, cukup bulan, dan langsung menangis.
Pasien lahir dengan berat badan 2800 gram dan panjang badan 51 cm.
Tidak ada masalah dalam persalinan.

 Riwayat Pasca Lahir


Tidak ada keluhan.

6. Riwayat Makanan
Pasien masih diberi ASI dan susu formula sampai saat ini. Dan
mendapatkan makanan tambahan yaitu bubur susu.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan perkembangan pasien
mengalami keterlambatan, karena pasien belum bisa berjalan sendiri masih harus
dibatu oleh orangtuanya. Sekarang pasien sudah dapat duduk dan mulai belajar
berdiri, dapat merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang, bersuara
tanpa arti, bermain tepuk tangan dan bergembira melempar benda.

8. Riwayat Imunisasi
 BCG : 1x, usia 1 bulan.
 DPT : 3x, usia 2, 4, 6 bulan.
 Polio : 4x, usia 0, 2, 4, 6 bulan.
 Hep B : 3x, usia 0, 1, 6 bulan.

3
9. Sosial Ekonomi dan Lingkungan
 Sosial Ekonomi
Orangtua pasien tidak mengatakan penghasilannya, tetapi penghasilannya
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
 Lingkungan
Pasien adalah anak kedua dan tinggal bersama orangtuanya. Jarak rumah
pasien dengan sarana kesehatan terbilang cukup dekat.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum:
- Kesan sakit : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis (cengeng)
- Kesan gizi : gizi baik
b. Data Antropometri
Berat Badan : 12 kg
Tanda Vital
- Frekuensi nadi :140x/ menit,regular, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri
- Frekuensi napas : 36x/menit, tipe torako-abdomino, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
- Suhu :39,1 ºC

c. Kepala
- Bentuk : normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup dan datar
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : cekung-/-, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
- Telinga : normotia, liang telinga lapang, membran timpani sulit dinilai,
serumen -/-
- Hidung : bentuk simetris, deviasi septum (-), sekret (-), mukosa hiperemis
(-), nafas cuping hidung -/-

4
- Bibir : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-),
sianosis (-)
- Mulut : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi merah
muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia,
ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
- Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak
hiperemis, ulkus (-) massa (-)
d. Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun
KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea
teraba di tengah.

e. Thoraks
- Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, pada
sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/- ,
tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada, ictus cordis
terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris
kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba
ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi
jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea
midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)

f. Abdomen
- Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut
maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)
- Palpasi : supel dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran organ,
nyeri tekan (-), turgor kulit baik
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-)

5
- Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 5x / menit

g. Anogenitalia : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-),
fissura ani (-)
h. KGB :
- Submandibula : tidak teraba membesar
- Supraclavicula : tidak teraba membesar
- Axilla : tidak teraba membesar
- Inguinal : tidak teraba membesar

i. Anggota Gerak
Kanan Kiri
Tangan (+) (+)
Akral hangat
Kaki (+) (+)
Tangan Normotonus Normotonus
Tonus otot
Kaki Normotonus Normotonus
Tangan Aktif Aktif
Sendi
Kaki Aktif Aktif
Capillary Tangan <2 detik <2 detik
refill time Kaki <2 detik <2 detik
Refleks Tangan (+) (+)
fisiologis Kaki (+) (+)
Refleks Tangan (-) (-)
patologis Kaki (-) (-)
Lain – lain Oedem (-) (-)

j. Kulit : warna sawo matang merata, tidak anemis, tidak ikterik, tidak
sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik,
petechie (-)
k. Tulang Belakang : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

6
STATUS NEUROLOGIS
a. Rangsang meningeal
Kaku kuduk(-)
Refleks neurologis:
Kanan Kiri
Kernig > 135° > 135°
Laseq (-) (-)
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah ( 16 februari 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12,2 g/dl 10.8-12.8
Hematokrit 37 % 35-43
Leukosit 7,3 ribu/ul 6 – 17
Trombosit 306 ribu/ul 217 – 497
Eritrosit 5,1 juta/ul 3.6-5.2
INDEKS ERITROSIT
MCV 7.5 /um 73-101
MCH 23.7 Pg 23.0-34.0
MCHC 33.2 g/dl 26.0-34.0
ELEKTROLIT
Na 135.0 mmol/L 135-155
K 3.9 mmol/L 3.6-5.5
Cl 102 Mmol/L 98-109

7
DAFTAR MASALAH
Anak laki-laki usia 1 tahun 10 bulan tahun dengan :
1. Kejang 2x dalam sehari
2. Demam yang mendadak tinggi sejak 1 hari yang lalu
3. Keterlambatan perkembangan

DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam kompleks
2. Ensefalitis
3. Meningitis

DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks + Delay Developmant

PENATALAKSANAAN
1. Rawat bangsal
2. IVFD KAEN 1B (3cc/kgBB/hari) ≈ 12 tpm
3. Paracetamol 3 x 150 mg
4. Diazepam sups 10 mg , jika suhu > 38,5

PLAN
 Pemeriksaan EEG

MONITORING
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
b. Awasi tanda-tanda gangguan neurologis

EDUKASI
a. Menerangkan penyakit kejangnya kepada orang tua.
b. Memberikan dan menerangkan cara penanganan kejang kepada orang tua.

8
c. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali.
d. Menerangkan beberapa hal yang bisa di lakukan orang tua bila dirumah kejang :
 Tetap tenang dan tidak panik
 Bila tidak sadar posisikan anak terlentang dengan posisi miring, agar bisa
membersihkan muntahan atau lendir di mulut dan hidung (jika keluar sekret)
 Ukur suhu, catat lama kejang dan suhunya
 Berikan diazepam rektal selama kejang dan jangan berikan jika kejang telah
berhenti
 Bawa ke dokter jika kejang telah berulang/terjadi lebih dari 5 menit

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
I. FOLLOW UP
Tgl S O A P
2/4/17 -Kejang (-) KU/KS: TSS, -Kejang Demam IVFD KAEN 1B
RH-1 -Demam(-) rewel/CM Kompleks 3 cc/kgBB/jam
Bebas demam -Muntah (-) Kepala: normocephali, perbaikan Paracetamol 3x
1 hari -terdapat UUB sudah menutup -Parotitis 3/4 Cth (bila suhu
bengkak Mata: cekung(-/-),CA(- > 380C)
N:114x/m, pada pipi /-) Diazepam 2 x
regular,isi bagian Hidung: NCH-/-, secret 5mg (bila suhu >
cukup,kuat, bawah kanan -/- 390C)
equal dan kiri, Mulut: tonsil T1-T1, Dexametasone 2
T:37,0 ºC dirasakan uvula di x 0,25 ng
RR:32x /m nyeri. tengah,hiperemis(-
-batuk + ),bibir kering(+)
Leher:, kaku kuduk (-)
- BAK kesan Thorax: C/ BJI-II reg,

9
cukup m(-),g(-)
- makan ↓/ P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/-
minum baik Abdomen:supel, BU(+)
5x/menit,turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis (-)
MKS:2
3/4/17 -Kejang (-) KU/KS: TSS, -Kejang Demam IVFD KAEN 1B
Bebas demam -Demam(-) rewel/CM Kompleks 3 cc/kgBB/jam
2 hari -Muntah (-) Kepala: normocephali, perbaikan Paracetamol 3x
-terdapat UUB sudah menutup -Parotitis 3/4 Cth (bila suhu
N:116x/m, bengkak Mata: cekung(-/-),CA(- > 380C)
regular,isi pada pipi /-) Diazepam 2 x
cukup,kuat, bagian Hidung: NCH-/-, secret 5mg (bila suhu >
equal bawah kanan -/- 390C)
T:36,6 ºC dan kiri, Mulut: tonsil T1-T1, Cefotaxim iv 3x
RR:31x /m dirasakan uvula di 50 mg
nyeri. tengah,hiperemis(-
-batuk + ),bibir kering(+)
Leher:, terdapat satu
- BAK kesan buah benjolan dileher
cukup kiri dan kanan, nyeri
- makan ↓/ jika di tekan, kaku
minum baik kuduk (-)
Thorax: C/ BJI-II reg,
m(-),g(-)
P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/-
Abdomen:supel, BU(+)
5x/menit,turgor baik

10
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis (-)
MKS:2
4/4/17 -Kejang (-) KU/KS: TSS, -Kejang Demam IVFD KAEN 1B
Bebas demam -Demam(-) rewel/CM Kompleks 3 cc/kgBB/jam
3 hari -Muntah (-) Kepala: normocephali, perbaikan Paracetamol 3x
-batuk + UUB sudah menutup -Parotitis 3/4 Cth (bila suhu
N:110x/m, - bengkak Mata: cekung(-/-),CA(- > 380C)
regular,isi pada pipi /-) Diazepam 2 x
cukup,kuat, bagian Hidung: NCH-/-, secret 5mg (bila suhu >
equal bawah kanan -/- 390C)
T:36,8 ºC dan kiri,(-) Mulut: tonsil T1-T1, Cefotaxim iv 3x
RR:32x /m dirasakan uvula di 50 mg
nyeri (-) tengah,hiperemis(-
- BAK kesan ),bibir kering(+)
cukup Leher:, kaku kuduk (-)
- makan/ Thorax: C/ BJI-II reg,
minum baik m(-),g(-)
P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/-
Abdomen:supel, BU(+)
5x/menit,turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis (-)
MKS:2
5/4/17 -Kejang (-) KU/KS: TSS, -Kejang Demam IVFD KAEN 1B
Bebas demam -Demam(-) rewel/CM Kompleks 3 cc/kgBB/jam
4 hari -Muntah (-) Kepala: normocephali, perbaikan Paracetamol 3x

11
-batuk + UUB sudah menutup -Parotitis 3/4 Cth (bila suhu
N:114x/m, - bengkak Mata: cekung(-/-),CA(- > 380C)
regular,isi pada pipi /-) Diazepam 2 x
cukup,kuat, bagian Hidung: NCH-/-, secret 5mg (bila suhu >
equal bawah kanan -/- 390C)
T:37,0 ºC dan kiri,(-) Mulut: tonsil T1-T1,
RR:32x /m nyeri (-) uvula di
- BAK kesan tengah,hiperemis(-
cukup ),bibir kering(+)
- makan ↓/ Leher kaku kuduk (-)
minum baik Thorax: C/ BJI-II reg,
m(-),g(-)
P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/-
Abdomen:supel, BU(+)
5x/menit,turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis (-)
MKS:2
6/4/17 -Kejang (-) KU/KS: TSS, -Kejang Demam IVFD KAEN 1B
Bebas demam -Demam(-) rewel/CM Kompleks 3 cc/kgBB/jam
5 hari -Muntah (-) Kepala: normocephali, perbaikan Paracetamol 3x
- bengkak UUB sudah menutup -Parotitis 3/4 Cth (bila suhu
N:114x/m, pada pipi Mata: cekung(-/-),CA(- > 380C)
regular,isi bagian /-) Diazepam 2 x
cukup,kuat, bawah kanan Hidung: NCH-/-, secret 5mg (bila suhu >
equal dan kiri,(-) -/- 390C)
T:36.5 ºC nyeri (-) Mulut: tonsil T1-T1, Cefotaxim iv 3x
RR:30x /m -batuk + uvula di 50 mg
tengah,hiperemis(-

12
- BAK kesan ),bibir kering(+)
cukup Leher:, terdapat satu Pasien boleh
- makan ↓/ buah benjolan dileher pulang
minum baik kiri dan kanan, nyeri
jika di tekan, kaku
kuduk (-)
Thorax: C/ BJI-II reg,
m(-),g(-)
P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/-
Abdomen:supel, BU(+)
5x/menit,turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis (-)
MKS:2

Tanggal 2 April 2017


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
FESES LENGKAP
Makroskopik
Warna Cokelat Cokelat
Konsistensi Padat Lunak
Lendir - -
Darah - -
Mikroskopik
Leukosit - -
Eritrosit - -
Amoeba coli - -
Amoeba histolitika - -
Telur cacing - -

13
Pencernaan
Lemak - -
Amilum - -
Serat - -
Sel ragi - -

Tanggal 2 April 2017


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit 6,1 ribu/μL 5,5-15,5
Hemoglobin 11,3 g/dL 10,8-12,8
Hematokrit 33% 35-43
Trombosit 287 ribu/ μL 229-553

Tanggal 2 April 2017


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
URINE LENGKAP
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Glukosa - -
Bilirubin - -
Keton - -
pH 6.0 4.6 - 8
Berat Jenis 1.030 1.005 – 1.030
Albumin urine - -
Urobilinogen 0.2 0.1 - 1
Nitrit - -
Darah - -
Estrase lekosit - -
Sedimen urine
Leukosit 1-2 <5

14
Eritrosit 0-1 <2
Epitel + +
Silinder - -
Kristal - -
Bakteri - -
Jamur - -

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. DEFINISI
1. Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui
tentangseizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktifitas
listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf
diotak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu.
Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran,
gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomenapsikologis
lainnya.Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa
dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan).Sedangkan konvulsi adalah
gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat
menyeluruh.Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang
hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.1

2. Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.2-4
Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-batasan
sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Menurut ConsensusStatement on Febrile
Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi
antara umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.2,3 Anak yang pernah kejang
tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya
demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38ºC atau lebih, tetapi
suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui.2Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.5

16
B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.4

C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat
kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.4
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
(kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, risiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi.2-4
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun.Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih
dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun.Kejang demam diturunkan secara
dominan autosomal sederhana.2

D. KLASIFIKASI
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi
triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi
membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam
tidak sebanyak yang diperkirakan.4

17
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston
tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana ialah:3
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Kejang kelompok ke-dua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya
kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.3
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh yang
berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks(Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau
berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang
demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.4,6,7

E. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan kejang.2-4

18
F. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38ºC sedangkan pada anak dengan ambang
kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.3
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat.3
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.3
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi

19
yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.3
G. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.2-
4,8
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik,
fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului
kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1,2-4,8
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak kembali
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis
sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung
kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.4
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal.Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya
terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal.Gangguan
intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana.IQ lebih rendah
ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami
komplikasi.Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti
terulangnya kejang tanpa demam.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami
demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak,yaitu:2,6-8
1. Pungsi lumbal
20
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan
pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari
18 bulan. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal
umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).
b. mengalami complex partial seizure.
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya).
d. Kejang saat tiba di IGD.
e. Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak
tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi
sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi
antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu
pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.7

2. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak-normalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang
baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.3,4 Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau
sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang
akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah
kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya
kejang demam atau risiko epilepsi.1,3,4,8 EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat
didaerah belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral.
Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan
21
ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah serangan
kejang.2 Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana.2,7
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar
sebagai pemeriksaan rutin.6,7

4. Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan:6
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)

I. DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan
didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-
lain.2 Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis
di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang
demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan saraf pusat
dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal. Kejang demam yang
berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan
kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar
dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam tinggi dapat mengalami delirium,
menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.2

J. PERJALANAN PENYAKIT

22
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan
neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari.
Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya sekitar 0,64-0,74%.2
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah hemiparesis,
disusul diplegia, koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada
pasien dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal. 11% pasien
kejang menunjukkan hiperaktifitas walaupun tidak diberi pengobatan fenobarbital.2
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana.
Ellenberg dan Nelsonmelaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda
dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam.2 IQ lebih
rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami
komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti
terulangnya kejang tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi
berbeda-beda tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi. Sebagian
peneliti melaporkan angka sekitar 2-5%.2
Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan bahwa
diantara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita kejang tanpa
demam (epilepsi), sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam 276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal mendapatkan
angka epilepsi 2% pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang demam atipikal. Di
Indonesia, Lumban Tobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien kejang demam menjadi
epilepsi.2
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang kemungkinan
terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak
mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan.
2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara kandung.
3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.

23
Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2 – 3%,
sedangkan apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi adalah 13%.
Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling sering
adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang lama biasanya diikuti
oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30-35% pasien mengalami berulangnya kejang
demam. Sebagian besar hanya berulang 2- 3 kali kecuali pada 9-17% kasus yang berulang
lebih dari 3 kali. Setengahnya berulang dalam 6 bulan pertama dan 75% berulang dalam 1
tahun. Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang demam pada 35% diantara
1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi
berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila kejang demam pertama terjadi pada
usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang adalah 28%. Berulangnya kejang multipel
juga lebih sering terjadi pada bayi. Anak dengan perkembangan abnormal atau mempunyai
riwayat epilepsi dalam keluarga juga lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.2

K. PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam;3,4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antipiretik.3,4,9
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan
tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intravena dan dalam waktu 5
menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan
dosis dan cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam

24
intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg pada anak dengan berat
badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak
berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-
lahan dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis
selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan pasien
dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan obat
dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital diberikan
secara intramuskular dengan loadingdose. Dosis awal 10-20 mg/kg dan dosis selanjutnya
4-8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam setelah dosis awal.
Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernapasan,
hipotensi, letargi dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat.
Diazepam juga mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernapasan,sebab itu
setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam.3,4,7,10

2. Mencari dan Mengobati Penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami
meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi
meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbar harus dilakukan pada bayi berumur kurang
dari 6 bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan
laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.2-4
3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan
bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu:
a. Profilaksis intermiten pada waktu demam.
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua
pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat
yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang demikian
sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan

25
fenobarbital intermiten. Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena
penyerapannya cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5
mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien
dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 ºC atau
lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.2-4,7,10
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif
karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan.
Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih
berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.11

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan)


Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4-
5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.2 Antikonvulsan terus menerus diberikan
selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1
atau 2) yaitu:
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
( misalnya cerebralpalsy atau mikrosefal).
b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis
sementara atau menetap.
c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.
d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam
oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.2-4
26
ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG12

5 – 15 menit
KEJANG
Perhatikan jalan napas, kebutuhanO2 atau bantuan
pernapasan
Bila kejang menetap 3-5 menit,

Diazepam rektal 0,5mg/kg


dosis 5 - 10 kg
> 10 kg : 10 mg rekta
Atau
Diazepam intravena dosis rata-rata
(0,2 – 0,5 mg/kg/dosis)
dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan
interval 5 - 10 menit

15 – 20 menit Pencarian akses vena dan pemeriksaan


laboratorium sesuai indikasi

Kejang (-) Kejang (+)


Fenitoin IV (15 – 20mg/kg) diencerkandgn
NaCl 0,9% diberikan selama 20-30 menit
atau dengan kecepatan 50mg/menit

> 30 menit: Status konvulsifus

27
Kejang (-) Kejang (+)
Dosis pemeliharaan Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kg
FenitoinIV 5 – 7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian

Kejang (-) Kejang (+)


Dosis pemeliharaan Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg Pentobarbital IV 5 – 15mg/kg


diberikan 12 jam kemudian bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg

L. RUJUKAN
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:
1. Kejang demam kompleks
2. Hiperpireksia
3. Usia dibawah 6 bulan
4. Kejang demam pertama
5. Dijumpai kelainan neurologis

M. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian.3,4 Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian
0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara
25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.3
Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi demam lagi
kira-kira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat apabila onsetnya kurang
dari umur 19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif, terdapat kelainan neurologis

28
(meskipun minimal), kejang awal gambarannya unilateral, kejang berhenti lebih dari 30
menit atau berulang karena penyakit yang sama.1
Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, lennox-Buchtal
(1973) mendapatkan:1
- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria
33%.
- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang adalah 25%.

Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam sederhana hanya


2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah
menderita kejang demam tergantung dari faktor:
a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.
b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja
(Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).
N. PENCEGAHAN
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar
kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang
sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam. Tetapi
hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.
Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat menderita
demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid Dua.
Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-3.
2. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua. BP.
IDAI. Jakarta: 2000; hal 244-51.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA FK
UI. Jakarta: 1985; hal 847-55.
4. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; hal 434-7.
5. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592-8
6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta: 2004; hal 210-1.
7. Febrile Sizure. 2002. Pada laman
http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics. Diakses pada tanggal 15
September 2013
8. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC.
Jakarta: 1999;hal 575-8
9. Infants and children: Acute Management of Seizures. Edisi kedua. 2004. Pada laman
www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf. Diakses pada tanggal
15 September 2013
10. Prodigy Guidance Convulsion. 2001. Pada
Lamanhttp://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion. Diakses pada
tanggal 15 September 2013
11. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure. Practice
Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile Seizure. Pediatrics.
1999; 103:1307-9.
12. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak. Cetakan
Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; hal 252

30

Anda mungkin juga menyukai